Professional Documents
Culture Documents
TEORI KEMISKINAN
PENGERTIAN KEMISKINAN
Berbagai Pengertian
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu
umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam
bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masakini
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan
Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada
era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropah. Pada masa itu kaum miskin di
Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang
mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya
tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi,
kriminalitas, pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama
pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat
tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup
dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-
negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5
juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998).
Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di
1
perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996
(sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta
jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan
alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam
yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan"
masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia,
hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik
berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat
terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada
terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah
mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme,
malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses
terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses
pengambil keputusan.
kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut
apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi
kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang
tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada
di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
2
kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan sosial
masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator ekonomi secara
teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi,
pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk
Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis kemiskinan
penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per bulan dan penduduk miskin
perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan. Dengan perhitungan uang tersebut dapat
dibelanjakan untuk memenuhi konsumsi setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari,
ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lainnya, seperti sandang, kesehatan,
pendidikan, transportasi. Angka garis kemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding dengan
angka tahun 1996 sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan
kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraith melihat
kemiskinan di Amerika Serikat terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan umum, kemiskinan
kepulauan, dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnya melihat secara global, yakni
Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami
kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab keadaan
itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli masyarakat menurun
individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak
3
Penanggulangan Kemiskinan
ekonomi mengatakan bahwa untak memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat
akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Lantas apa yang
dapat dilakukan?
untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian, memperbaiki kondisi
permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para
pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian
bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan
masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja,
menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia pada
pertengahan tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS
partisipasi aktif ini dari masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya
4
berkedudukan menjadi obyek program, tetapi ikut serta menentukan program yang paling
cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil dari
pelaksanaan program. Nasib dari program, apakah akan terus berlanjut atau berhenti, akan
BAB II
5
Kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan bagi negara berkembang, bahkan
negara-negara maju pun mengalami kemiskinan walaupun tidak sebesar negara Dunia Ketiga.
Secara umum, jenis-jenis kemiskinan dapat dibagi menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif. Pertama, kemiskinan absolut, di mana dengan pendekatan ini diidentifikasi
jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu. Kedua, kemiskinan relatif,
yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan.
Berbeda dengan kemiskinan absolut, kemiskinan relatif bersifat dinamis dan tergantung di
Untuk lebih mengetahui secara pasti tingkat kemiskinan suatu masyarakat maka
diciptakan indikator kemiskinan atau garis kemiskinan. Di Indonesia, garis kemiskinan BPS
menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
approach) dan pendekatan Head Count Index. Selain itu, terdapat garis kemiskinan lainnya,
yaitu garis kemiskinan Sajogyo dan garis kemiskinan Esmara. Sajogyo mendefinisikan batas
garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per kapita setahun yang sama dengan beras.
Kelemahan dari metode ini adalah hanya menggunakan acuan satu harga komoditi dan
porsinya dalam anggaran keluarga, bahkan dalam keluarga miskin, menurun secara cepat.
Berdasarkan kelemahan tersebut Esmara mencoba untuk menetapkan suatu garis kemiskinan
pedesaan dan perkotaan yang dipandang dari sudut pengeluaran aktual pada sekelompok
barang dan jasa esensial, seperti yang diungkapkan secara berturut-turut dalam Susenas.
Penyebab Kemiskinan
6
kepemilikan sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia dan disebabkan
oleh perbedaan akses dalam modal. Sedangkan lingkaran setan kemiskinan versi Nurkse
terbelakang. Menurutnya negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is poor
because it is poor).
terburuk kepada beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti konstruksi,
perkotaan; kedua, penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produksi
mereka sendiri. Hasil studi atas 100 desa yang dilakukan oleh SMERU Research Institute
perlu pertumbuhan yang keberlanjutan dan distribusi yang lebih merata serta kemudahan
Jepang, solusi yang diterapkan adalah dengan menerapkan pajak langsung yang progresif atas
tanah dan terbatas pada rumah tangga petani pada lapisan pendapatan yang tinggi, sedangkan
sama kelompok dan brigades di tingkat daerah yang paling rendah (communes). Di sisi lain,
solusi pemberantasan kemiskinan di Taiwan melalui mobilisasi sumber daya dari sektor
Selain strategi di atas, ada juga Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi atau
pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi dan kemungkinan sektor pertanian menjadi
7
sektor yang memimpin. Di Indonesia, salah satu strategi penanggulangan kemiskinan
ditempuh melalui pemberdayaan partisipatif masyarakat melalui P2KP. Sasaran dari program
ini adalah kaum miskin perkotaan yang sangat rentan terhadap krisis dibandingkan dengan
masyarakat perdesaan.
Pada beberapa kasus memang dijumpai adanya studi empiris yang mendukung
hipotesis kurva U terbalik (hipotesis Kuznets), namun hal ini perlu disikapi hati-hati
tergantung dari jenis data yang dipakai, apakah data silang atau runut waktu. Hal ini penting
kurva Lorenz. Ketiga, koefisien gini. Masing-masing indikator tersebut mempunyai relasi satu
sama lainnya. Semakin jauh kurva Lorenz dari garis diagonal maka semakin besar
Lorenz dengan garis diagonal, semakin merata distribusi pendapatan. Sedangkan untuk
koefisien gini, semakin kecil nilainya, menunjukkan distribusi yang lebih merata. Demikian
juga sebaliknya.
Studi empiris menunjukkan bahwa bentuk kurva Lorenz untuk kasus negara
berkembang pada umumnya semakin menjauhi dibandingkan dengan negara maju. Apabila
dilihat koefisien gini, negara maju mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan
negara berkembang.
8
Masalah Dualisme Pembangunan
Industrialisasi di dunia sangat erat kaitannya dengan revolusi industri yang terjadi
di Inggris pada abad ke-18. Revolusi industri yang terjadi di negara maju ternyata mendorong
negara-negara lain untuk bereaksi dengan 2 cara. Pertama, berusaha untuk meniru model
revolusi industri. Kedua dengan melakukan kontak dagang. Usaha untuk meniru tersebut
banyak dilakukan oleh negara-negara di kawasan Amerika Utara dan Eropa Barat. Hal
tersebut menjadi titik tolak mulainya pembagian dunia menjadi negara industri dan
revolusi pertanian khususnya di Eropa Barat dan Amerika Utara, sedangkan di negara dengan
produktivitas pertanian yang rendah, seperti Eropa Tengah dan Eropa Selatan atau Amerika
mekanisme pasar. Oleh karena itu, Boeke berpendapat bahwa teori ekonomi konvensional dari
Barat jelas tidak dapat diterapkan di negara-negara Timur. Ia mengusulkan perlunya disusun
teori dengan kerangka yang sama sekali baru. Teori “baru” ini jelas lebih kompleks karena
harus memperhitungkan kondisi dualistik dengan 2 sistem sosial yang berbeda, saling
Meskipun banyak kritikus Belanda yang mengkaji seluruh ataupun sebagian teori
Boeke bertahun-tahun sejak Perang Dunia II, namun boleh dikatakan tidak ada pemikiran
yang muncul menentang Boeke (Mackie, 1980). Boeke tetap merupakan ilmuwan yang
berpengaruh dari tahun 1929 hingga kematiannya pada tahun 1956. Kritik yang paling gencar
9
terhadap teori Boeke datang dari Benjamin Higgins (1955). Kritik yang lain datang dari Sadli
Studi yang dilakukan oleh Chris Manning, Hal Hill, Ross McLeod, dan Howard
mengandung banyak segmentasi pasar. Keempat pakar ini memberikan kontribusi yang amat
Studi Hal Hill (1980) agaknya lebih condong mendukung adanya dualisme
teknologi, bukan dualisme sosial, yang dilontarkan oleh Higgins. Hill menunjukkan relevansi
konsep dualisme teknologi dalam industri tenun Indonesia. Kendati demikian, Hill
menunjukkan bahwa konsep dualisme teknologi kurang tepat diterapkan dalam kasus industri
tenun Indonesia. Ia melihat dualisme teknologi memiliki relevansi untuk industri Indonesia..
tenaga kerja di berbagai segmen industri manufaktur Indonesia. Berbeda dengan dikotomi
prakapitalis-kapitalis versi Boeke, ia menekankan yang terjadi di pasar tenaga kerja bukan
sektor “modern” dan “tradisional” dalam ekonomi domestik NSB. Dalam sektor keuangan,
dualisme finansial terjadi antara pasar uang formal dan pasar uang informal. McLeod
mengidentifikasi perbedaan utama dalam pasar keuangan sebagai perbedaan harga, perbedaan
Dick menyimpulkan bahwa kondisi dualisme yang tidak berubah hanyalah ilusi. Ia
mencatat adanya 3 gelombang teknologi baru yang melanda kepulauan Indonesia dalam
10
Kependudukan dan Pengangguran
dan menyeluruh yang meliputi semua pilihan-pilihan kebutuhan manusia pada semua
dari pembangunan manusia adalah tersedianya pilihan-pilihan bagi masyarakat untuk dapat
hidup sehat dan panjang umur, memperoleh pendidikan, dan memperoleh akses bagi sumber
daya yang diperlukan untuk standar hidup yang layak, dan memperoleh kebebasan politik
Besarnya investasi suatu negara dalam pembangunan manusia yang terlihat dalam
proporsi pengeluaran publik untuk sektor pendidikan dan kesehatan dalam anggaran belanja
negaranya dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana sebuah negara memperhatikan
pembangunan manusianya.
Pada tahun 2000 penduduk Indonesia berada pada tahap transisi antara penduduk
terlihat dari perubahan komposisi penduduk menurut umur yang tercermin dari semakin
rendahnya proporsi penduduk tidak produktif dan semakin rendahnya angka beban
tanggungan.
Proporsi penduduk usia kerja dalam angkatan kerja mengalami peningkatan pada
tahun 1999-2001. TPAK di Indonesia menunjukkan jumlah yang lebih tinggi di daerah
perdesaan dibandingkan di perkotaan karena tingkat partisipasi sekolah untuk SLTP dan SLTA
norma sosial yang mempengaruhi pilihan-pilihan dan perilaku rumah tangga dan faktor
11
Salah satu indikator integrasi wanita dalam pembangunan adalah akses terhadap
pendidikan dalam hal ini digunakan ukuran tingkat partisipasi sekolah yang menunjukkan
seberapa banyak penduduk usia sekolah yang telah memanfaatkan fasilitas pendidikan yang
ada. Perbandingan antara indeks pembangunan yang berhubungan dengan gender (GDI) dan
indeks pembangunan manusia (HDI) dapat digunakan untuk melihat seberapa besar
Migrasi
menuju kota sehingga mengakibatkan semakin besarnya proporsi penduduk yang tinggal di
perkotaan. Tingkat urbanisasi di Indonesia cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu.
Perkembangan kota yang lebih cepat mengakibatkan terjadinya urbanisasi yang bersifat
prematur. Artinya, urbanisasi desa kota terjadi sebelum industri di kota mampu berdiri sendiri.
Migrasi dari desa ke kota ini diyakini merupakan faktor utama penyumbang pertumbuhan
kota. Alasan orang untuk melakukan migrasi, menurut Survei Penduduk Antarsensus
(SUPAS) 1995 adalah (1) perubahan status perkawinan dan ikut saudara kandung/famili lain
sebesar, (2) karena pekerjaan sebesar, (3) karena pendidikan sebesar, (4) karena perumahan,
nasibnya dengan berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi kota sebagai self employment yang
demikian, dalam kenyataannya negara-negara maju pun juga mempunyai utang luar negeri
yang tidak kalah banyaknya dengan negara dunia ketiga. Salah satu faktor yang membedakan
12
antara keduanya adalah sering kali negara berkembang tidak mampu mengelola utang secara
profesional. Hal ini menyebabkan utang yang semula digunakan untuk membiayai
pembangunan beralih menjadi beban pembangunan. Secara umum, alasan mengapa negara
berkembang harus berutang adalah tingkat tabungan dalam negeri yang rendah sehingga harus
mencari dana lain untuk membiayai investasi dan minimnya persediaan devisa untuk
mengimpor barang-barang, seperti mesin-mesin pabrik atau bahan baku. Hal tersebut
berkaitan erat dengan Likuiditas Nasional, yaitu ketersediaan baik mata uang lokal maupun
asing untuk kebutuhan pembayaran impor ataupun membayar utang. Atas dasar inilah muncul
konsep Guidotti Rule bahwa setidaknya negara dapat dikatakan “aman” apabila mempunyai
persediaan devisa yang cukup untuk kebutuhan pembiayaan satu tahun ke depan.
Beban utang yang berlebihan apalagi bila dikelola dengan buruk, dapat
menjerumuskan negara ke dalam krisis. Hal ini sudah ditunjukkan dengan fenomena krisis
baik yang terjadi di Amerika Latin maupun di Asia. Dilihat dari faktor penyebabnya, Faktor
penyebabnya bukan semata-mata negara peminjam tetapi juga disebabkan dari aspek
internasional. Misalnya, saja kekurang hati-hatian bank internasional dalam memberikan dana
pinjaman ke negara berkembang. Sering kali krisis utang disertai dengan pelarian modal ke
luar negeri (capital flight) sehingga makin memperburuk perekonomian negara tersebut.
Capital flight menyebabkan turunnya investasi dalam negeri, yang berakibat pada rendahnya
output nasional. Rendahnya output nasional berakibat meningkatnya tingkat DSR. Tingginya
tingkat DSR menimbulkan adanya spekulasi yang mendorong adanya modal yang mengalir ke
luar negeri. Demikian seterusnya sehingga proses yang berjalan merupakan vicious circle.
Setidaknya terdapat lima dampak negatif dari beban utang luar negeri bagi negara
tersebut, yaitu pertama, menimbulkan efek negatif terhadap tingkat tabungan di dalam negeri
13
impor untuk tujuan-tujuan yang tidak produktif; ketiga, sebagian besar dana utang luar negeri
sektor pemerintah dibelanjakan di negara pemberi utang, bukan di negara penerima utang;
keempat, pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri jelas mengalihkan dana yang dapat
digunakan sebagai investasi domestik; dan kelima, membuat pemerintah negara berkembang
kondisi investasi yang tidak kondusif dan pelarian modal ke luar negeri (capital flight).
Krisis utang di luar negeri tidak saja membuat negara berkembang menderita,
tetapi juga negara dan institusi donor yang selama ini memberi pinjaman. Mereka kuatir
pengelolaan utang, HIPC Initiative, dan Debt for Nature Swap. Beberapa negara-negara yang
termasuk HIPC mendapat pengurangan utang melalui prakarsa yang disebut HIPC Initiative
yang dalam perkembangannya muncul HIPC Enhanced Initiative. Namun, Indonesia tidak
dapat bantuan pengurangan utang ini karena masih dianggap mampu untuk membayar cicilan
utang dan bunganya. Selanjutnya Indonesia mengajukan program debt for nature swap kepada
beberapa negara kreditor yang tergabung dalam CGI. Hasilnya beberapa negara menerima dan
sebagian menolak. Dalam perkembangannya, konversi utang ini tidak saja berlaku untuk
kesehatan.
negara khususnya negara berkembang yang memiliki stok tabungan yang minim. Namun
demikian, survei yang dilakukan oleh UNCTAD menunjukkan bahwa negara maju pun
sebenarnya memerlukan investasi asing. Hal tersebut dapat dilihat dari aliran FDI yang
14
berasal dari negara maju menuju ke negara maju lainnya.
Pada umumnya investasi asing dapat berupa FDI atau investasi portofolio.
Perbedaannya adalah FDI lebih bersifat jangka panjang dan biasanya terjadi transfer teknologi
dan manajerial yang dapat diadopsi oleh negara tuan rumah (host country). Sebaliknya,
investasi portofolio bersifat jangka pendek dan implikasinya adalah modal tersebut dapat
bergerak pindah dari suatu negara ke negara lain (mobilitas ini disebut juga “uang panas”).
Oleh karena itu, suatu negara sangat rentan terhadap keberadaan investasi portofolio ini.
menyimpulkan beberapa hal yang menarik berdasarkan analisis data industri tahun 1986-1991
dari Badan Pusat Statistik. Pertama, peningkatan masuknya TNC ke Indonesia, terutama PMA
penuh pada akhir tahun 1980-an, bukan merupakan industri unggulan, namun justru yang
sudah buangan. Kedua, kinerja TNC umumnya cenderung berorientasi pada pasar dalam
negeri meskipun produk yang dihasilkan memiliki keunggulan komparatif untuk ekspor.
Ketiga, TNC cenderung memanfaatkan tenaga kerja yang relatif terlalu tinggi dan boros
karena upah yang rendah. Dengan kata lain, kondisi upah rendah adalah daya tarik utama
peranan yang penting dalam meningkatkan produktivitas ekonomi negara tersebut. Dalam
skala global, besarnya peranan TNC dapat dilihat dari besarnya tenaga kerja yang diserap,
jumlah penjualan di dunia serta aliran FDI yang meningkat dari tahun ke tahun (World
15
Investment Report 2002). Pada umumnya TNC terkemuka di dunia di dominasi oleh negara-
negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang dan Eropa. Namun, dalam perkembangannya,
terdapat 5 TNC yang berasal dari negara berkembang, seperti Venezuela (Petroleos de
Menurut Dicken (1992), peranan TNC dapat dijelaskan (1) TNC dapat
mengendalikan ekonomi di lebih satu negara; (2) kemampuan TNC untuk memanfaatkan
perbedaan geografis antarnegara dan daerah khususnya dalam segi faktor endowments
(termasuk kebijakan pemerintah); (3) kemampuan TNC untuk memindahkan sumber daya dan
operasi lintas lokasi dalam skala global. Kontribusi TNC bagi host country adalah
bertambahnya stok modal, transfer pengetahuan, dan praktik manajerial dan organisasi.
membawa manfaat positif bagi negara berkembang. Namun, di lain pihak berargumen bahwa
TNC justru lebih membawa dampak negatif daripada dampak positif bagi suatu negara. Hal
impor identik dengan proteksionisme yang dilakukan pemerintah untuk melindungi industri
yang masih muda agar dapat bersaing, sedangkan strategi promosi ekspor identik dengan
karena 2 alasan berikut. Pertama, strategi substitusi impor yang pada dasarnya diterapkan
untuk memenuhi permintaan domestik akan barang-barang konsumsi tidak selalu memerlukan
teknologi maju untuk memproduksinya. Kedua, bagian yang paling menarik dari strategi
substitusi impor adalah kemungkinan penghematan devisa melalui penurunan belanja negara
16
dalam bentuk valuta asing yang pada gilirannya akan menurunkan defisit perdagangan.
sebuah negara yang dapat meningkatkan pemasukan negara berupa mata uang asing sehingga
kenaikan pengeluaran untuk impor seiring dengan kenaikan pendapatan suatu negara yang
pada akhirnya menimbulkan pengaruh negatif pada neraca perdagangan negara yang
bersangkutan.
konsentrasi dalam perekonomian dan banyaknya monopoli, baik yang terselubung maupun
terang-terangan pada pasar yang diproteksi, (2) dominasi kelompok bisnis pemburu rente
(rent-seeking) ternyata belum memanfaatkan keunggulan mereka dalam skala produksi dan
kekuatan finansial untuk bersaing di pasar global, (3) lemahnya hubungan intra industri,
sebagaimana ditunjukkan oleh minimnya perusahaan yang bersifat spesialis yang mampu
menghubungkan klien bisnisnya yang berjumlah besar secara efisien, (4) struktur industri
Indonesia terbukti masih dangkal, dengan minimnya sektor industri menengah, (5) masih
kakunya BUMN sebagai pemasok input maupun sebagai pendorong kemajuan teknologi, (6)
investor asing masih cenderung pada orientasi pasar domestik (inward oriented), dan sasaran
(tata niaga), (2) besarnya modal yang diperlukan untuk investasi, (3) tingginya teknologi yang
Daya saing negara amat berlainan dengan daya saing perusahaan karena
setidaknya 2 alasan (1) dalam realitas, yang bersaing bukan negara, tetapi perusahaan dan
industri. Kebanyakan orang menganalogkan daya saing negara identik dengan daya saing
17
perusahaan. Apabila negara Indonesia memiliki daya saing, belum tentu seluruh perusahaan
dan industri Indonesia memiliki daya saing di pasar domestik maupun internasional, (2)
mendefinisikan daya saing negara lebih problematik daripada daya saing perusahaan. Apabila
suatu perusahaan tidak dapat membayar gaji karyawannya, membayar pasokan bahan baku
dari para pemasok, dan membagi dividen, maka perusahaan itu akan bangkrut dan terpaksa ke
luar dari bisnis yang digelutinya. Perusahaan memang bisa bangkrut, namun negara tidak
memiliki bottom line alias tidak akan pernah “ke luar dari arena persaingan”.
Tahun 1995 adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal
Rp1 miliar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
paling banyak Rp200 juta. Kedua, menurut BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan
jumlah pekerjanya, yaitu (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri
kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4)
industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999: 250).
Usaha kecil pada umumnya memiliki karakteristik (1) tidak adanya pembagian
tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi, (2) rendahnya akses industri kecil
terhadap lembaga-lembaga kredit formal, (3) sebagian besar usaha kecil ditandai dengan
belum dipunyainya status badan hukum, (4) dilihat menurut golongan industri tampak bahwa
hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri
makanan, minuman dan tembakau, kelompok industri barang galian bukan logam, industri
tekstil, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumah
tangga. Masing-masing berkisar antara 21% hingga 22% dari seluruh industri kecil yang ada.
setidaknya dilandasi oleh 3 alasan, yaitu (1) IKRT menyerap banyak tenaga kerja, (2) IKRT
18
memegang peranan penting dalam ekspor nonmigas.
BAB III
Pada awal pembangunan di Indonesia, beredar suatu teori yang sangat terkenal
mula-mula dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Swedia dan penerima hadiah nobel
untuk ekonomi, Ragnar Nurkse. Teori itu disebut teori “Lingkaran Setan Kemiskinan”,
terjemahan dari “Vicius Sircle of Poverty”. Teori itu menjelaskan sebab-sebab kemiskinan
19
dinegara-negara sedang berkembang yang umunya baru merdeka dari penjajahan asing.
Bertolak dari teori inilah, kemudian dikembangkan teori-teori ekonomi pembangunan, yaitu
teori yang telah dikembangkan lebih dahulu di Eropa Barat yang menjadi cara pandang atau
Pada pkoknya teori itu mengatakan bahwa negara-negara sedang berkembang itu
miskin dan tetap miskin, karena produktivitasnya rendah. Kerana rendah produktivitasnya,
maka penghasilan seseoarang juga remdah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya yang minim. Karena itulah mereka tidak bisa menabung. Padahal tabungan
Untuk bisa membangun, maka lingkaran setan itu harus diputus, yaitu pada titik
lingkaran rendahnya produktivitas, sebagai sebab awal dan pokok. Caranya adalah dengan
memberi modal kepada pelaku ekonomi. Masalahnya tentu adalah, dari mana modal itu
diperoleh ? jawabnya pada waktu itu adalah, utang dari luar. Dari sinilah maka pemerintah
terjebak dari teori itu. Dengan alasan tidak memiliki modal rupiah atau devisa, maka
berkembang muncul teori mengkoreksinya. Pertama muncul pendapat, bahwa modal finansial
bukan satu-satunya faktor penyebab kemiskinan dan kunci pembangunan. Ada dua faktor lain
yang penting peranannya, yaitu rendahnya mutu sumber daya manusai dan yang lain adalah
tiadanya lembaga-lembaga negara. Pemerintah dan administrasi yang kuat dan efektif yang
kemudian disebut juga negara rentan (soft-state). Kedua adalah, bahwa masyarakat tidak
mampu menabung bukan karena tiadanya uang, melainkan tidak adanya lembaga yang
menghimpun modal.
dari Gunar Myrdal dari Swedia dan John Kenneth Galbraith dari AS. Menurut ekonom AS
20
yang pernah menjadi Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Kennedy itu dalam bukunya
miskinnya sumber daya alam, kolonialisme atau korupsi, yang berbeda dari satu negara ke
negara lain. Faktor-faktor itu bukan hanya kelemahan, tatapi juga bisa menjadi potensi dan
keunggulan. Misalnya Indonesia kaya sumber daya alam, tetapi rendah mutu sumber daya
manusianya.
produktivitas rakyat miskin. Jauh sebelum lahirnya teori barat itu, pentingnya peranan uang
atau modal sudah diketahui oleh Patih Purwokerto, R Wiria Atmaja. Tapi ia menangapi
masalah itu dengan cara khas Indonesia, yaitu melalui lembaga gotong royang guna
membangkitkan swadaya dari bawah. Maka dibentuklah bank tolong menolong simpan
pinjam (hulp en spaarbank), yang merupakan cikal bakal lembaga perkreditan mikro kemudia
Maka iapun memulai pendirian bank itu degan merogoh kocek sendiri dan
kemudian mempergunakan kas masjid yang berasal dari zakat dan sadaqah sebagai modal
awal. Bank itu didirikan pada tahun 1890, ketika rakyat Hindia Belanda dilanda kemiskinan
oleh kaum liberal dalam parlemen Belanda. Patih itu memberikan jawaban terhadap teori
ketidak mampuan rakyat dalam berswadaya, dengan sikap tidak meminta dan mengharap
bantuan kepada Pemerintah Penjajah. Caranya adalah dengan ”tolong menolong” atau
”menolong diri sendiri” yang kemudia menjadi sebuah teori pembedayaan masyarakat yang
populer di zaman kontemporer. Ia juga melakukan pendekatan kultural yang menjawab teori
yang dikemukakan oleh Ranis mengenai tidak adanya lembaga yang menghimpun tabungan
dan membentuk modal, yaitu dengan membentuk lembaga berbentuk koperasi simpan pinjam.
Gambar
“Lingkaran Setan Kemiskinan”, terjemahan dari “Vicius Sircle of Poverty”.
21
Tabungn Rendah
Investasi Pendapatan
Produktivitas
Ketidaksempurnaan Pasar Rendah
Rendah
Kekurangan Modal
Ketebelakangan,
Ketertinggalan
Memang, pada mulanya, bank tolong menolong itu di maksudkan untuk membantu
kelompok priyayi rendahan yang miskin dan mengalami kesulitan hidup sehari-hari. Tapi tak
lama kemudian, bank itu dimaksudkan untuk melong kaum tani, baik untuk kegiatan
kalangan petani, karena bagaimanapun kredit itu memperkuat ketersediaan modal uang
(financial capital).
Model Wira Atmadja itu, dalam aktualisasinya sekarang ini merupakan alternatif
terhadap kebijaksanaan Pemerintah sekarang yang mengharapkan dana dari luar itu.
pembangunan dari atas, melalui model sinterklas yang menyebabkan ketergantungan modal
Namun masa Orde Baru, muncul pula reaksi kritis dan kreatif terhadap pendekatan
dan kebijaksanaan pembangunan itu dan membuktikan kebenaran teori swadaya (selp-help)
dan kemandirian (self-relience) itu. Orang itu adalah pejabat Bank Rakyat Indonesia (BRI)
bernama Sugianto. BRI sebenarnya mengakui bahwa cikal bakal bank negara ini adalah hulp
en sparbank. Hanya saja, ketika Pemeintah Hindia Belanda melihat potensi dan prospek bank
22
perkreditan rakyat, yang karena mangikuti nasihat residen Banyumas, Wolf van Westerode
mengikuti model koperasi kredit Jerman, Raifeissen itu, kemudian dihimpun menjadi sebuah
bank pusat atau sistem branc-banking yaitu bank yang didirikan di tingkat pusatdengan
Di zaman kemerdekaan AVB ini dinasionaliasi dan dijadikan bank negara yang
disebut BRI. Namun BRI ini berubah pendekatannya. Jika lembaga perkreditan rakyat (LPR)
yang sekarang lebih populer disebut sebagai lembaga keuangan mikro (LKM) dengan
kelompok sasaran rakyat miskin itu. Maka sistem perbankan berubah dari bank of the people
(bank milik rakyat) menjadi bank for the people (bank untuk rakyat), model sinterklas.
di Gunungkidu, ternyata mampu menabung, bahkan dalam jumlah besar. Kuncinya adalah
lembaga yang mampu menghimpun tabungan itu secara sistematis, konsisten dan terus
menerus. Selain itu, pada awal abad 21, lembaga keuangan mikro sya’riah yang disebut BMT
sya’riah mampu pula menghimpun modal secara swadaya dan memberdayakan ekonomi
rakyat. Landasan teorinya adalah langsung mengkaitkan transaksi keuangan dengan kegiatan
produktif, sehingga terhindar dari riba yang berbentuk ekonomi buih (bublble economy) yang
disebut riba itu. Yaitu melalui model tabungan dan pembiayaan atas dasar prinsip bagi-hasil-
rugi, (profit and loss-sharing) sebagai salah satu bentuk gotong royong.
BAB IV
Konsep Kemiskinan
sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
23
meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut
tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini, maka
kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumberdaya yang
dimiliki melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty
line). Cara seperti ini sering disebut dengan metode pengukuran kemiskinan absolut. Garis
kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang disetarakan
dengan pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan 1 dolar AS per
Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power).
Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan
kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Ada tiga
pertanyaan mendasar yang bekaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu :
kemasyarakatan.
produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang
disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang
penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal
datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya
hambatan budaya. Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar
24
Lewis, misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-
nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah
pada nasib, kurang memiliki etos kerja dsb. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan
orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat
diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan
multidimensional ini kiranya lebih tepat jika digunakan sebagai pisau analisis dalam
Sebagaimana akan dikemukakan pada pembahasan berikutnya, konsepsi kemiskinan ini juga
sangat dekat dengan perspektif pekerjaan sosial yang memfokuskan pada konsep
keberfungsian sosial dan senantiasa melihat manusia dalam konteks lingkungan dan situasi
sosialnya.
Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-1999. Setelah
dalam kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara spektakuler dari 40,1
persen menjadi 11,3 persen, jumlah orang miskin meningkat kembali dengan tajam, terutama
selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan BPS, UNDP dan UNSFIR menunjukkan bahwa
jumlah penduduk miskin pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa
(11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa (BPS, 1999).
25
Sementara itu, International Labour Organisation (ILO) memperkirakan jumlah orang miskin
di Indonesia pada akhir tahun 1999 mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3 persen dari seluruh
Data dari BPS (1999) juga memperlihatkan bahwa selama periode 1996-1998,
telah terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin secara hampir sama di wilayah pedesaan
dan perkotaan, yaitu menjadi sebesar 62,72% untuk wilayah pedesaan dan 61,1% untuk
wilayah perkotaan. Secara agregat, presentasi peningkatan penduduk miskin terhadap total
populasi memang lebih besar di wilayah pedesaan (7,78%) dibandingkan dengan di perkotaan
(4,72%). Akan tetapi, selama dua tahun terakhir ini secara absolut jumlah orang miskin
meningkat sekitar 140% atau 10,4 juta jiwa di wilayah perkotaan, sedangkan di pedesaan
sekitar 105% atau 16,6 juta jiwa (lihat Remi dan Tjiptoherijanto, 2002).
perkotaan lebih parah ketimbang penduduk pedesan. Menurut Thorbecke (1999) setidaknya
ada dua penjelasan atas hal ini: Pertama, krisis cenderung memberi pengaruh lebih buruk pada
beberapa sektor ekonomi utama di perkotaan, seperti perdagangan, perbankan dan konstruksi.
Kedua, pertambahan harga bahan makanan kurang berpengaruh terhadap penduduk pedesaan,
karena mereka masih dapat memenuhi kebutuhan dasarnya melalui sistem produksi subsisten
yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri. Hal ini tidak terjadi pada masyarakat perkotaan
dimana sistem produksi subsisten, khususnya yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan
Angka kemiskinan ini akan lebih besar lagi jika dalam kategori kemiskinan
dimasukan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang kini jumlahnya mencapai
lebih dari 21 juta orang. PMKS meliputi gelandangan, pengemis, anak jalanan, yatim piatu,
jompo terlantar, dan penyandang cacat yang tidak memiliki pekerjaan atau memiliki pekerjaan
namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara umum kondisi PMKS lebih
26
memprihatinkan ketimbang orang miskin. Selain memiliki kekurangan pangan, sandang dan
papan, kelompok rentan (vulnerable group) ini mengalami pula ketelantaran psikologis, sosial
dan politik.
Selain kelompok di atas, terdapat juga kecenderungan dimana krisis ekonomi telah
struktur industri formal telah mendorong orang untuk memasuki sektor informal yang lebih
fleksibel. Studi ILO (1998) memperkirakan bahwa selama periode krisis antara tahun 1997
dan 1998, pemutusan hubungan kerja terhadap 5,4 juta pekerja pada sektor industri modern
telah menurunkan jumlah pekerja formal dari 35 persen menjadi 30 persen. Menurut
Tambunan (2000), sedikitnya setengah dari para penganggur baru tersebut diserap oleh sektor
informal dan industri kecil dan rumah-tangga lainnya. Pada sektor informal perkotaan,
khususnya yang menyangkut kasus pedagang kaki lima, peningkatannya bahkan lebih
dramatis lagi. Di Jakarta dan Bandung, misalnya, pada periode akhir 1996-1999 pertumbuhan
pedagang kaki lima mencapai 300 persen (Kompas, 23 November 1998; Pikiran Rakyat, 11
October 1999). Dilihat dari jumlah dan potensinya, pekerja sektor informal ini sangat besar.
Namun demikian, seperti halnya dua kelompok masyarakat di atas, kondisi sosial ekonomi
pekerja sektor informal masih berada dalam kondisi miskin dan rentan.
Departemen Sosial tidak pernah absen dalam mengkaji masalah kemiskinan ini,
dengan departemen-departemen lain secara lintas sektoral. Dalam garis besar, pendekatan
Depsos dalam menelaah dan menangani kemiskinan sangat dipengaruhi oleh perspektif
sukarela atau pekerjaan-pekerjaan amal begitu saja, melainkan merupakan profesi pertolongan
27
value) dan keterampilan (body of skils) profesional yang umumnya diperoleh melalui
Pekerjaan sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan yang fokus utamanya untuk
membantu orang agar dapat membantu dirinya sendiri. Dalam proses pertolongannya,
pekerjaan sosial berpijak pada nilai, pengetahuan dan keterampilan profesional yang
1982; 1989; Morales, 1989; Suharto, 1997). Konsep keberfungsian sosial pada intinya
klien adalah subyek pembangunan; bahwa klien memiliki kapabilitas dan potensi yang dapat
dikembangkan dalam proses pertolongan, bahwa klien memiliki dan/atau dapat menjangkau,
memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya.
psikolog dengan konsepsi “perilaku adekwat”, guru dengan konsepsi “pendidikan”, dan
penting bagi pekerjaan sosial karena merupakan pembeda antara profesi pekerjaaan sosial
Social functioning is a helpful concept because it takes into consideration both the
environment characteristics of the person and the forces from the environment. It suggests
that a person brings to the situation a set of behaviors, needs, and beliefs that are the result of
his or her unique experiences from birth. Yet it also recognizes that whatever is brought to the
situation must be related to the world as that person confronts it. It is in the transactions
28
between the person and the parts of that person’s world that the quality of life can be
struktural. Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat
sama sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
yang sering disebut “near poor” (agak miskin) ini masih rentan terhadap
status “rentan” menjadi “miskin” dan bahhkan “destitute” bila terjadi krisis
sosial adalah salah satu kelompok dari ketiga kelompok di atas. Pekerjaan sosial melihat
bahwa kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan harus mencakup tiga kelompok
29
miskin secara simultan. Dalam kaitan ini, maka seringkali orang mengklasifikasikan
kemiskinan berdasarkan “status” atau “profil” yang melekat padanya yang kemudian disebut
suku terasing, jompo terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dll adalah beberapa
contoh PMKS yang sering diidentikan dengan sasaran pekerjaan sosial di Indonesia. Belum
ada hasil penelitian yang komprehensif apakah mereka ini tergolong pada kelompok destitute,
poor atau vulnerable. Namun dapat diasumsikan bahwa proporsi jumlah PMKS diantara
kemiskinan pekerjaan sosial terfokus pada peningkatan kemampuan orang miskin dalam
dan status merupakan konsepsi yang dinamis dan multi-wajah, maka intervensi pekerjaan
sosial senantiasa melihat sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan
situasi yang dihadapinya. Prinsip ini dikenal dengan pendekatan “person-in-environment dan
person-in-situation”.
miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer group), maupun
didasari oleh pertimbangan ini. Beberapa bentuk PROKESOS yang telah dan sedang
panti sosial.
30
pekerjaan sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self-determinism yang
melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan unik. Program
anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan dengan kejadian-kejadian dan/atau masalah-
1. Strategi kedaruratan. Misalnya, bantuan uang, barang dan tenaga bagi korban
bencana alam.
remaja.
4. Strategi “penanganan bagian yang hilang”. Strategi yang oleh Caroline Moser
satu aspek kunci kemiskinan yang kalau “disentuh” akan membawa dampak
PENUTUP
KESIMPULAN
memerlukan penanganan lintas sektoral, lintas profesional dan lintas lembaga. Departemen
Sosial merupakan salah satu lembaga pemerintah yang telah lama aktif dalam program
pengentasan kemsikinan. Dalam strateginya Depsos berpijak pada teori dan pendekatan
pekerjaan sosial. Strategi penanganan kemiskinan dalam persepektif pekerjaan sosial terfokus
pada peningkatan keberfungsian sosial si miskin (dalam arti individu dan kelompok) dalam
31
kaitannya dengan konteks lingkungan dan sistuasi sosial. Dianalogikan dengan strategi
pemberian ikan dan kail, maka strategi pengentasan kemiskinan tidak hanya bermatra
individual, yakni dengan: (a) Memberi ikan; dan (b) Memberi kail. Lebih jauh lagi, pekerjaan
sosial berupaya untuk mengubah struktur-struktur sosial yang tidak adil, dengan: (c) Memberi
keterampilan memancing; (d) Menghilangkan dominasi kepemilikan kolam ikan; dan (e)
Mengusahakan perluasan akses pemasaran bagi penjualan ikan hasil memancing tersebut
SARAN
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5
juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998).
Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di
perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996
(sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta
jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin
diperkirakan makin bertambah. Jadi, saran saya agar Pemerintah dan Seluruh Masyarakat di
Indonesia mau bekerja-sama untuk ikut berperan serata dalam meminimalkan jumlah
kemiskinan agar Negara kita bisa bangkit dari keterpurukan baik dari krisis ekonomi maupun
kemiskinan yang semakin meningkat setiap tahunnya, agar Negara kita bisa berkembang dan
DAFTAR PUSTAKA
Internet : www.google.co.id
www.wordpers.com/masalah kemiskinan/makna/go.id
32