You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak ditetapkannya Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tetang Standar Isi dan berikutnya Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), maka di sekolahsekolah dari jenjang pendidikan dasar dan menengah diterapkan kurikulum baru yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, disingkat KTSP, sebagai penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004. Semangat yang mendasari pemberlakuan KTSP ini adalah semangat perubahan, perubahan dari suasana keterpasungan menjadi suasana yang penuh dengan kebebasan dan kreativitas. Dari segi proses pembelajaran, KTSP menghembuskan perubahan dari model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi model pembelajaran yang berpusat pada subyek didik (students centered), perubahan dari kegiatan mengajar menjadi kegiatan membelajarkan, dan seterusnya, dan seterusnya.

Penerapan KTSP membuat guru semakin pintar dan kreatif, karena mereka dituntut harus mampu menyusun sendiri kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta didiknya, guru dituntut harus mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Hal ini jelas berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang datang dari dan dibuat oleh Pemerintah Pusat, dan guru hanya tinggal menerapkannya, sehingga nyaris tidak memberikan ruang dan tantangan bagi perkembangan ide dan kreativitas dari guru.

Namun demikian, di balik perubahan-perubahan besar dan mendasar yang dihembuskan oleh KTSP, tantangan yang dihadapi oleh guru tidaklah semakin ringan, melainkan semakin berat. Penerapan Standar Isi dan Standar Kompetensi sebagai acuan dasar dalam penyusunan KTSP membawa konsekuensi yang tidak ringan dalam implementasinya di lapangan. Itu berarti KTSP menuntut adanya profesionalisme yang tinggi dari guru.

Dan dalam kaitannya dengan konsep pembelajaran biologi, KTSP menghendaki dilakukakannya perubahan mendasar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kesalahan yang

selama ini terjadi dalam penyelenggaraan pembelajaran biologi tidak boleh terulang lagi. Tugas guru sekarang ini bukanlah mengajar biologi, tetapi membelajarkan siswa tentang biologi. Itu berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada siswa, dan bukan pada guru.

Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang lahir dan berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian, belajar Biologi tidak cukup hanya dengan menghafalkan fakta dan konsep yang sudah jadi, tetapi dituntut pula menemukan fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut melalui observasi dan eksperimen. Melalui pembelajaran biologi (IPA) siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan eksplorasi alam. Melalui proses inilah dapat dikembangkan Keterampilan Sains (Keterampilan Proses Ilmiah), sehingga pengalaman belajar yang benar-benar bermakna tentang Sains dapat diperoleh subyek didik

Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan materi (obyek), dan guru hanya bertindak sebagai motivator, fasilitator dan supervisor. Itulah perubahan mendasar dalam pola pembelajaran biologi yang harus diakomodir dan disikapi secara positif oleh guru biologi seiring dengan penerapan KTSP.

Namun demikian, meskipun sikap positif terhadap perubahan telah diakomodir oleh guru, bukan berarti bahwa guru akan serta merta terbebas sama sekali dari masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran di kelas sepertinya akan selalu memunculkan permasalahan seiring dengan perkembangan pribadi subyek didik dan seiring pula dengan perkembangan sekolah dan tuntutan masyarakat yang semakin dinamis. Terkait dengan itu tugas guru adalah merespon dan mencari pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul sepanjang masih dalam batas jangkauan kompetensi dan profesinya demi terciptanya suasana belajar yang lebih baik dan kondusif dan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran biologi di Kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012, khususnya terhadap penguasaan materi/Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peran virus dalam kehidupan. Guru dengan

berbagai cara telah mengusahakan agar semua siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran standar juga telah dilakukan oleh guru, berbagai media pembelajaran yang ada di sekolah telah dimanfaatkan, berbagai bentuk penugasan telah pula diberikan untuk dilaksanakan oleh siswa, baik di dalam maupun di luar kelas, mulai dari tugas melakukan observasi, melakukan eksperimen, membuat laporan singkat hasil eksperimen atau hasil observasi, mengerjakan LKS, dan lain sebagainya. Namun demikian, dalam berbagai kesempatan tanya jawab, diskusi kelas, maupun ulangan harian, aktivitas dan prestasi belajar mereka sangat rendah. Berdasarkan catatan guru, aktivitas siswa dalam tanya jawab dan diskusi kelas masing-masing hanya sebesar 30% dan 35% dari 40 siswa yang ada. Sebagian besar dari siswa justru memperlihatkan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran, seperti kelihatan bengong dan melamun, kurang bergairah, kurang memperhatikan, bermain-main sendiri, berbicara dengan teman ketika dijelaskan, canggung berbicara atau berdialog dengan teman waktu diskusi, dan lain sebagainya. Sementara itu dari hasil ulangan harian, prestasi belajar mereka hanya sebesar 45% yang berhasil mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Padahal KKM yang ditetapkan bagi Kelas X SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012 untuk mata pelajaran biologi (IPA) hanya sebesar 73.

Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut jelas hal itu mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran yang harus segera dicarikan pemecahannya.

Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab timbulnya masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan penyebab, di antaranya adalah:

1. faktor rendahnya minat dan motivasi belajar siswa;

2. faktor penyampaian materi dari guru;

3. faktor pengelolaan kelas; dan

4. faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa.

Dari berbagai faktor kemungkinan penyebab tersebut Guru lebih condong pada faktor ke4, yaitu faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa, dan diduga kuat sebagai faktor utama penyebab rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012 pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan. Dugaan tersebut sangat beralasan, karena bagi siswa kelas X, suasana sekolah di lingkungan SMA adalah suasana baru, yang jelas berbeda dalam segala sesuatunya dengan suasana dan lingkungan sekolah mereka sebelumnya, baik itu menyangkut tempat, teman sekolah, mata pelajaran, guru, dan lain sebagainya, yang kesemuanya masih memerlukan waktu bagi mereka untuk beradaptasi dengan baik. Kesulitan siswa dalam beradaptasi, terutama dengan materi pelajaran di SMA dan dengan teman-teman sekelas, sangat mungkin menjadi penyebab utama rendahnya aktivitas mereka dalam pembelajaran dan juga rendahnya prestasi belajar yang mereka capai.

Sebagai langkah dan upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul dalam pembelajaran biologi di Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi tersebut maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut pula dengan istilah Classroom Action Research. Pendekatan dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions).

Banyak ahli berpendapat bahwa metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Pembelajaran kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan sikap multikultural dan sikap penerimaan terhadap perbedaan antar-individu, baik itu menyangkut perbedaan kecerdasan, status sosial ekonomi, agama, ras, gender, budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau teamwork. Pembelajaran kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran demi tercapainya prestasi belajar yang optimal.

Berdasarkan latar pemikiran yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini diformulasikan dengan judul sebagai berikut: UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG STUDI BIOLOGI MELALUI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012).

Pada akhirnya diharapkan, melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD itu nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya semangat kebersamaan, saling membantu dan saling memotivasi di antara siswa, yang pada gilirannya juga bisa meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar mereka pada bidang studi biologi, khususnya pada materi dan atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.

B. Rumusan Masalah

Untuk memberikan arahan bagi pelaksanaan penelitian, maka perlu dirumuskan masalahmasalah pokok yang ingin dicarikan jawaban pemecahannya melalui penelitian tindakan ini, sebagai berikut:

1. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012 pada bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan?

2. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012 pada bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendiskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan?

C. Tujuan Penelitian Tindakan

Penelitian tindakan ini bertujuan:

1.

Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan aktivitas belajar melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.

2.

Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan prestasi belajar melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendiskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.

D. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang tidak diinginkan, maka perlu diberikan batasan-batasan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Penelitian tindakan ini hanya dilakukan terhadap siswa kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012.

2.

Penelitian ini berlaku dalam ruang lingkup kegiatan pembelajaran bidang studi Biologi, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.

3. Rentang waktu pelaksanaan penelitian tindakan ini hanya berlangsung selama kurang lebih 3 bulan ( September-Nopember ).

4. Pelaku dan pelaksana penelitian tindakan ini dilakukan secara individual oleh guru bidang studi yang bersangkutan sendiri.

E. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, sekecil apapun, bagi :

1. Siswa; diharapkan bisa meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa Kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012 pada bidang studi Biologi,

khususnya pada penguasaan materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peran virus dalam kehidupan.

2.

Guru; hasil penelitian ini diharapkan bisa semakin meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sehingga dengan begitu aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa bisa ditingkatkan secara optimal.

3.

Sekolah; hasil penelitian ini setidaknya bisa menambah referensi dan khazanah bagi kepustakaan sekolah, yang suatu saat mungkin berguna sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah setempat.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Aktivitas Belajar Siswa

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar itu dilakukan oleh peserta didik. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah belajar itu?

Menurut James O. Whittaker (dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991), belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman (Learning may be difined as the process by which behavior originates or is altered through training or experience).

Hampir senada dengan pendapat di atas, Howard L. Kingsley (dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991) menyatakan sebagai berikut: Learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training {Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan}.

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.

Menurut Winarno Surakhmad (1980), belajar dapat dipandang sebagai hasil, sebagai proses dan sebagai sebuah fungsi. Belajar dipandang sebagai hasil bilamana guru terutama hanya melihat bentuk terakhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif. Yang diperhatikan adalah menampaknya sifat dan tanda-tanda tingkah laku yang dipelajari. Adapun belajar dipandang sebagai proses dimaksudkan adalah sebagai proses di mana guru terutama melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai sesuatu tujuan. Selanjutnya, belajar dipandang sebagai fungsi dimaksudkan adalah bilamana perhatian ditujukan

pada aspek-aspek yang menentukan atau yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku manusia di dalam pengalaman edukatif. Sementara itu menurut Moh. Surya (1997) : belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya. Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (affective domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain).

Selanjutnya, perlu pula diketengahkan di sini empat pilar belajar sebagai landasan pendidikan yang dikemukakan oleh organisasi pendidikan sedunia, yakni UNESCO (dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005), dalam rangka membangun kebersamaan masa depan memasuki abad ke-21 dan dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan dunia yang semakin cepat. Keempat pilar belajar dimaksud adalah: : belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar berkembang secara utuh (learning to be).

Masalahnya sekarang adalah bagaimana meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar dari siswa atau subyek didik dalam suatu proses pembelajaran? Pertanyaan demikian sangatlah penting dikemukakan mengingat lembaga pendidikan (baca, sekolah) dengan segala komponennya itu didirikan dan diselenggarakan tidak lain adalah untuk memfasilitasi kepentingan belajar siswa. Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa pada hekekatnya mereka (siswa) itulah yang menjadi pemilik sekolah. Berbagai pembekalan yang diberikan oleh para guru di sekolah pada hakikatnya, menurut Wardiman Djojonegoro, untuk

menginternalisasikan tiga nilai dasar. Masing-masing adalah (1) membangun atau membentuk siswa yang memiliki orientasi ke depan dengan ciri-ciri, antara lain luwes, tanggap terhadap perubahan, dan memiliki semangat berinovasi; (2) senantiasa punya hasrat untuk

mengeksploitasi lingkungan dan kekuatan-kekuatan alam, artinya tidak tunduk pada nasib, senantiasa memecahkan masalah yang dihadapi dan berusaha menguasai iptek, dan (3) memiliki orientasi terhadap karya yang bermutu atau punya achievement orientation, antara lain ditandai oleh penilain yang tinggi terhadap hasil karya. Untuk menuju pada tiga nilai dasar tersebut siswa harus dipacu kemauan belajarnya (Suyanto dan M.S. Abbas, 2001: 148).

Gibbs (dalam E. Mulyasa, 2003:106) berdasarkan berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil penelitian tersebut dapat diterapkan dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan aktivitas belajar siswa di sini adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh siswa terutama dalam proses pembelajaran di kelas atau di sekolah. Bentuk kegiatan yang disebut aktivitas belajar itu dapat bermacammacam, bisa berupa mendengarkan, mencatat, membaca, membuat ringkasan, bertanya, menjawab pertanyaan, berdiskusi, melakukan eksperimen, dan lain sebagainya, yang dengan itu semua dapat diketahui bahwa kegitan pembelajaran berpusat pada siswa dan bukan pada guru. Guru hanya sekedar berperan untuk memfasilitasi, membelajarkan, membimbing dan mengarahkan, serta mengkoreksi dan mengevaluasi hasil belajar dari siswa.

B. Prestasi Belajar

Istilah prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan hasil belajar. Sebenarnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian prestasi belajar sama dengan hasil belajar. Akan tetapi ada pula yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan prestasi belajar diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Nawawi (1981:100) mengemukakan pengertian hasil belajar sebagai keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.

Selanjutnya Nawawi (1981:127) membedakan hasil belajar menjadi tiga macam yaitu:

a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecakapan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.

b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan, dan

c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar memiliki cakupan makna yang lebih luas dibanding prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar adalah sebagian dari hasil belajar pada mata pelajaran atau materi pelajaran tertentu yang dinyatakan dengan nilai atau angka berdasarkan tes yang dikembangkan dan diberikan oleh guru.

C. Pembelajaran Kooperatif

Metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif.

Belajar secara koperatif adalah strategi mengajar yang menyertakan partisipasi anak dalam aktivitas belajar kelompok kecil yang mengembangkan interaksi positif. Pemikiran ini mendiskusikan alasan untuk menggunakan strategi belajar secara koperatif di pusat dan kelaskelas, cara menerapkan strategi, dan keuntungan jangka panjang bagi pendidikan anak.

Belajar secara kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik, ini relatif mudah diterapkan, dan tidak mahal. Anak-anak bertambah baik tingkah laku dan kehadirannya, serta senang bersekolah adalah beberapa keuntungah belajar secara kooperatif (Slavin, 1987).

Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan(Abdurrahman &Bintoro, 2000:78-790).

Selanjutnya,

bagaimanakah

peran

guru

dalam

pembelajaran

kooperatif?

Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari model pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukanan sebagai berikut ini:

a. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu tujuan akademik (Academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaboratives skill objectives). Tujuan akademis dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik.

b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa.

Model pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions (STAD) yang dikembangkan oleh Slavin, dkk tersebut secara garis besar terdiri dari 6 (enam) langkah, sebagai berikut:

1.

Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll);

2. Guru menyajikan pelajaran;

3.

Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang tahu dan mengerti menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti dan memahami materi yang dipelajari;

4.

Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, anggota dalam suatu kelompok tidak boleh saling membantu;

5. Memberi evaluasi; dan

6. Kesimpulan.

Dari berbagai pendapat tersebut kiranya bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa di kelas. Dan dari situ pula diduga kuat bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menjadi salah satu solusi alternatif untuk memecahkan masalah yang timbul dalam pembelajaran biologi di kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012, khususnya terhadap materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan.

D. Hipotesis Tindakan

Bertolak dari kerangka pemikiran yang telah terurai kiranya dapat dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1.

Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi, dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar:

Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan.

2.

Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun

Pelajaran 2011/2012, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciriciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Subyek dan Waktu Penelitian

Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu, lokasi atau tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah SMA Negeri 6 Kota Bekasi .

Adapun subyek dalam penelitian adalah siswa Kelas X-3 Semester I SMA Negeri 6 Kota Bekasi Tahun Pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini dijadwalkan dan dilaksanakan mulai awal bulan September sampai dengan akhir bulan Nopember 2011.

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subyek penelitian di kelas tersebut.

Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu tidak lain adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi, mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah penelitian tentang halhal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahana masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.

Menurut Sukidin, dkk (2002:54), ada 4 (empat) macam bentuk penelitian tindakan kelas, yaitu : (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaborasi, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Keempat bentuk penelitian tindakan itu ada persamaan dan perbedaannya.

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian tindakan guru sebagai peneliti, dimana guru terlibat langsung secara penuh dalam proses pelaksanaan penelitian, mulai dari tahap menyusun perencanaan, melakukan tindakan, melakukan observasi dan tahap refleksi.

Ada banyak model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi secara garis besar suatu penelitian tindakan lazimnya memiliki 4 (empat) tahapan yang harus dilalui, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.

C. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang fungsinya adalah (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu, (2) untuk menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai, dan (3) untuk memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149). Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individu maupun secara klasikal. Di samping itu tes juga berguna untuk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa sehingga dapat dilihat di mana kelemahan, khususnya pada bagian mana dari materi atau kompetensi dasar berikut indikator-indikatornya yang belum dikuasai siswa.

Selain tes, alat pengumpul data lain yang dipergunakan dalam penelitian tindakan ini adalah format observasi berupa tabel-tabel isian yang telah dipersiapkan dan disusun secara terstruktur dan sistematis, sehingga guru tinggal membubuhkan tanda centang atau check list pada kolom-kolom tabel isian format observasi yang sesuai dengan aspek pengamatan. Di samping itu dipergunakan juga teknik pengumpulan data yang bersifat dokumenter melalui tugas-tugas prtofolio dan catatan-catatan pelajaran yang telah dibuat oleh siswa.

D. Variabel dan Data Penelitian

Beberapa pakar mengatakan bahwa dalam penelitian tindakan kelas hanya dikenal adanya variabel tunggal, yaitu variabel tindakan. Namun beberapa pakar lain, sebagaimana dikemukakan oleh DR.Sulipan,M.Pd, menyebutkan terdapat dua variabel, yaitu variabel tindakan dan variabel masalah, karena tindakan yang dilakukan adalah untuk memecahkan masalah.

Sehubungan dengan yang disebut belakangan itu maka dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD sebagai variabel tindakan, atau dalam penelitian konvensional dikenal dengan sebutan variabel bebas atau variabel pengaruh (independent variable), sedangkan Aktivitas Belajar dan Prestasi Belajar Siswa sebagai variabel masalah, atau dalam penelitian konvensional dikenal dengan istilah variabel terikat atau variabel terpengaruh (dependent variable).

Adapun data yang diperlukan dalam penelitian tindakan ini dilihat dari sifatnya ada yang berupa data kuantitatif dan ada pula yang berupa data kualitatif, atau kombinasi dari keduanya. Data kuantitatif terutama adalah data yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa, yang datanya akan dijaring melalui alat tes tertulis yang dibuat sendiri oleh guru. Sedangkan data kualitatif adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas, seperti ketekunan dan kerajinannya dalam kegiatan pembelajaran, tingkat keaktifannya dalam tanya jawab, semangat dan motivasinya dalam belajar, partisipasinya dalam diskusi dan kerja kelompok, dan lain sebagainya. Untuk data kualitatif ini pengumpulan datanya terutama dilakukan melalui format observasi dalam bentuk tabel isian yang telah dipersiapkan sebelumnya dan disusun secara terstruktur dan sistematis. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data dengan teknik dokumentasi melalui lembar-lembar portofolio dan catatan-catatan pelajaran dari siswa yang relevan.

E. Teknik Analisis Data Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipakai di sini, yaitu penelitian tindakan kelas (classroom action research), maka teknik analisis data yang relevan dan yang diterapkan adalah teknik analisis deskriptif-kualitatif. Dengan teknik ini maka data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian akan disortir dan selanjutnya disajikan dalam bentuk prosentase atau tabel distribusi untuk selanjutnya dilakukan penafsiran dan pemaknaan secara kualitatif dalam bentuk

seperti, tinggi-rendah, tuntas-tidak tuntas, aktif-tidak aktif, dan lain sebagainya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

F. Prosedur Penelitian Seperti telah dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa penelitian tindakan kelas berjalan melalui siklus-siklus dalam sebuah spiral, di mana setiap siklus terdiri dari 4 (empat) tahapan kegiatan yang terus berulang dan meningkat. Sejalan dengan itu maka prosedur pelaksanaan penelitian ini diwujudkan dalam bentuk tahapan-tahapan siklus yang

berkesinambungan dan berkelanjutan, di mana untuk setiap siklus terdiri dari 4 (empat) tahapan langkah yang secara garis besar adalah: 1) membuat perencanaan tindakan perbaikan, 2) implementasi atau pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan, 3) melakukan observasi atau pengamatan atas tindakan perbaikan yang dilakukan, dan 4) melakukan refleksi, termasuk di dalamnya analisis, interpretasi dan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan, sehingga bisa diketahui tindakan-tindakan mana yang sudah berhasil sesuai rencana dan tindakan mana yang masih perlu diperbaiki lebih lanjut pada siklus berikutnya.

Untuk lebih jelasnya, prosedur pelaksanaan penelitian ini bisa dipaparkan sebagai berikut:

Siklus I : meliputi tahapan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perencanaan

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah;

Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar;

Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar;

Memilih bahan pelajaran yang sesuai;

Menentukan skenario pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang telah dipilih, yang dalam

hal ini adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD;

Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat bantu yang dibutuhkan;

Menyusun lembar kerja siswa;

Menyusun format observasi;

Mengembangkan format evaluasi;

Dan lain-lain persiapan yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan dan kegiatan

pembelajaran.

2. Tindakan

Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksanaan tindakan perbaikan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan dengan mengacu pada skenario pembelajaran yang telah direncanakan, yang dalam hal ini terdiri dari urut-urutan tindakan sebagai berikut:

Guru membuka pelajaran dengan terlebih dahulu melakukan apersepsi untuk menyiapkan

mental dan membangkitkan motivasi belajar siswa serta memberitahukan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan pembelajaran;

Siswa membentuk kelompok kecil beranggotakan 5 orang yang dibentuk secara acak sesuai

arahan dari guru;

Siswa mendengarkan secara aktif penjelasan materi pelajaran secara global dari guru tentang

ciri-ciri virus reproduksi dan replikasinya;

Siswa mengamati gambar-gambar atau foto-foto virus yang telah disiapkan oleh guru dan

dibagikan kepada setiap kelompok;

Siswa melakukan tanya jawab dengan guru seputar materi pelajaran dan gambar-gambar

virus yang telah disampaikan oleh guru;

Setiap kelompok diminta membuat dan merumuskan kesimpulan tentang materi yang telah

dipelajari di bawah bimbingan guru;

Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas kelompok yang diberikan oleh guru

untuk membuat rangkuman materi tentang virus beserta ciri-ciri dan reproduksi/replikasinya sebagai bahan untuk diskusi kelas pada pertemuan yang akan datang;

3. Pengamatan

Tahap pengamatan atau observasi ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan perbaikan di atas. Teknik pelaksanaannya untuk pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan format observasi terstruktur yang telah disiapkan sebelumnya, yaitu berupa tabeltabel isian untuk setiap aspek pengamatan dari aktivitas belajar siswa. Dengan demikian, sambil melakukan tindakan (perbaikan), guru melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar setiap siswa dalam proses pembelajaran.

4. Refleksi

Tahap ini merupakan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan, tindakan mana yang sudah berhasil sesuai dengan rencana dan mana yang perlu diperbaiki sebagai acuan untuk menyusun rencana tindakan pada siklus berikutnya.

Siklus II: meliputi tahapan langkah-langkah seperti pada siklus I, tetapi berbeda bentuk dan sifat tindakan yang dilakukan. Bahkan boleh dikata, sikulus II ini merupakan perbaikan dan peningkatan dari siklus I dengan tetap mengacu pada hasil tindakan dan perbaikan pembelajaran yang ingin dicapai, sebagai berikut:

1. Perencanaan

Tahap perencanaan pada siklus II ini mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasi berikut penetapan

alternatif pemecahannya;

Merumuskan rencana pembelajaran sebagai kelanjutan sekaligus perbaikan dari rencana

pada siklus sebelumnya;

Pengembangan program tindakan yang perlu untuk mengatasi masalah yang muncul ataupun

yang belum teratasi melalui tindakan pada siklus I.

2. Tindakan

Pelaksanaan program tindakan pada siklus II ini mengacu pada identifikasi masalah yang muncul pada siklus I, sesuai dengan alternatif pemecahan masalah yang sudah ditentukan, antara lain melalui urut-urutan langkah sebagai berikut:

Guru membuka pelajaran dengan terlebih dahulu melakukan apersepsi untuk menyiapkan

mental dan membangkitkan motivasi belajar siswa, serta untuk menjajagi kemampuan pemahaman siswa tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya;

Siswa duduk bersama anggota kelompoknya masing-masing dan mendengarkan secara aktif

penjelasan materi pelajaran dari guru tentang peranan virus dalam kehidupan;

Siswa terlibat aktif tanya jawab dengan guru tentang materi pelajaran yang telah dibahas.

Dalam kesempatan ini antar anggota kelompok tidak boleh saling membantu.

Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas kelompok yang diberikan oleh guru

untuk dikerjakan di luar kelas (Pekerjaan rumah) berupa membuat klipping dari koran, majalah ataupun internet dengan tema Perkembangan virus dan dampaknya bagi kehidupan manusia. Setiap anggota kelompok harus menyumbangkan minimal satu judul/topik kliping sesuai dengan tema tersebut disertai komentar pribadi seperlunya dan dengan jelas mencantumkan nama penyusunnya. Kliping yang dibuat oleh setiap anggota kelompok tersebut kemudian disatukan dan menjadi milik hasil kerja kelompok yang bersangkutan dengan tetap memperlihatkan nama

masing-masing anggota kelompok kontributor (di bagian dalam kliping) di samping menyebutkan nama-nama anggota kelompok di bagian sampul depan kliping.

Pada pertemuan tatap muka selanjutnya, setiap kelompok siswa mempresentasikan hasil

kerja kelompoknya di depan kelas secara bergiliran disertai dengan tanya jawab antar siswa antar kelompok. Dalam kesempatan ini siswa dalam suatu kelompok harus kompak dan saling membantu dalam bertanya maupun dalam menjawab;

Pada akhir kegiatan diskusi kelas, siswa membuat kesimpulan hasil diskusi di bawah

bimbingan guru.

Setelah itu sampai akhir jam pelajaran, siswa secara individual mengerjakan soal Post tes

yang diberikan oleh guru.

3. Pengamatan (Observasi)

Sama seperti pada siklus I, tahap ini guru melakukan observasi sesuai dengan format yang sudah disiapkan dan mencatat semua yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung.

5. Refleksi

Tahap ini juga sama seperti pada siklus I, yaitu meliputi kegiatan-kegiatan, antara lain sebagai berikut:

Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus II berdasarkan data yang terkumpul.

Membahas hasil evaluasi tentang skenario pembelajaran pada siklus II.

G. Indikator Keberhasilan dan Indikator Proses

Untuk mengetahui apakah penelitian tindakan ini berhasil mencapai tujuannya maka perlu ditetapkan indikator keberhasilan dan indikator proses berikut kriteriannya masing-masing. Dengan adanya indikator keberhasilan maka dapat dilakukan pengukuran dan mudah diketahui apakah penerapan tindakan ini sudah tepat atau belum. Demikian pula dengan indikator proses,

perlu ditetapkan langkah-langkah pokok tindakan untuk mencapai keberhasilan yang telah digariskan dalam indikator keberhasilan.

Dengan demikian maka tolok ukur atau kriteria keberhasilan penelitian ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi proses dan dari sisi hasil. Dari sisi proses, keberhasilan penelitian ini dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dipilih sebagai alternatif pemecahan masalah dapat dilihat dari adanya perubahan tingkah laku belajar siswa yang relevan atau yang positif secara signifikan, seperti meningkatnya motivasi belajar siswa di kelas, meningkatnya partisipasi belajar siswa, meningkatnya keberanian bertanya dan berpendapat, meningkatnya atensi atau perhatian siswa dalam proses pembelajaran, meningkatnya kemampuan mendengarkan, meningkatnya kreativitas belajar siswa, meningkatnya interaksi belajar siswa, dan lain sebagainya.

Sedangkan keberhasilan dari sisi hasil dapat dilihat dari meningkatnya prestasi hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa secara signifikan sesuai dengan acuan yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Prinsip penilaian yang diterapkan di sini sedapat mungkin mengacu pada Penilaian Berbasis Kelas atau Berbasis Peserta Didik, artinya penilaian dilakukan sepenuhnya oleh guru terhadap seluruh aspek dan proses kegiatan belajar siswa dengan isntrumen penilaian yang bervariasi dengan tetap memperhatikan perbedaan kemampuan individual siswa. Oleh karena itu Pedoman acuan penilaian yang ditentukan dalam penelitian ini untuk mengukur kemajuan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa ditetapkan berdasarkan kriteria PAP (Penilaian Acuan Patokan). Berdasarkan kriteria PAP, kemajuan hasil belajar siswa melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dikatakan meningkat secara signifikan manakala dari hasil evaluasi di akhir tindakan penelitian (siklus), seluruh siswa atau secara klasikal 85% dari siswa telah berhasil mencapai batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan untuk mata pelajaran Biologi pada kelas X Semester I SMA Negeri 6 Bekasi Tahun Pelajaran 2011/201,2 yang dalam hal ini adalah sebesar 73. Atau secara prosentase, kemajuan hasil belajar siswa di sini dikatakan meningkat secara signifikan manakala nilai rata-rata hasil belajar siswa di akhir tindakan menunjukkan peningkatan sebesar 10% dari hasil belajar sebelumnya. Dan dengan begitu berarti menandai berakhirnya siklus pelaksanaan program tindakan.

Tabel 3

Kriteria Penilaian Prestasi Belajar

No 1 2 3 4

NiIai < 65 65 - 75 76 - 90 91 - 100

Kriteria Tidak Tuntas (Remidi) Tuntas dan cukup Tuntas dan Memuaskan (Pengayaan) Tuntas dan Sangat Memuaskan (Pengayaan) Tabel 4

Kriteria Aktivitas Siswa Yang Relevan Dengan Belajar No 1 2 3 4 5 Nilai/Frekuensi < 40 41 - 55% 56 70% 71 85% 86 100% Kriteria Rendah Sekali Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sekali

Tabel 5 Kriteria Aktivitas Siswa Yang Tidak Relevan Dengan Belajar No 1 2 3 4 5 Nilai/Frekuensi 1 20% 21 - 40% 41 60% 61 80% 81 100% Kriteria Rendah Sekali Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sekali

Indikator keberhasilan dan indikator proses yang telah ditetapkan tersebut dengan sendirinya juga merupakan kriteria penerimaan ataupun penolakan hipotesis penelitian BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi,Abu,Drs., dan Supriyono,Widodo,Drs., Psikologi Belajar, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, 1991. De Porter,Bobbi dan Hernacki,Mike dalam Abdurrahman,Alwiyah (penerjemah), Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Bandung, Kaifa, 2002. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI; Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1990. Mulyasa,E., Dr.,M.Pd., Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003. --------------------------, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003.

Gordon,Thomas, dalam Mudjito,Drs.,MA. (Penyadur); Guru Yang Efektif, Cara Mengatasi Kesulitan Dalam Kelas, Jakarta, CV Rajawali, 1984. Hamalik,Oemar,Dr., Perencanaan dan Manajemen Pendidikan, Bandung, Penerbit CV Mandar Maju, 1991. Madya,Suwarsih,Prof.,Ph.D., Teori dan Praktik, Penelitian Tindakan (Action Research), Bandung, Penerbit Alfabeta, 2006. Pemerintah RI; UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Penerbit Cemerlang, 2003. -------------------; UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bandung, Penerbit Citra Umbara, 2006. Surakhmad,Winarno,Dr.,M.Sc.,Ed.; Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung, Penerbit Jemmars, 1980. Sunarto,H.,Prof.,Dr. dan Hartono, Ny.B.Agung,Dra.; Perkembangan Peserta Didik, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, 1999. Sudjana,Nana,Dr.; Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, Penerbit PT Remaja, 1989. Suyanto,Prof.,Drs.,M.Ed.,Ph.D. dan Abbas,M.S.,Drs.,M.Si.; Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, Yogyakarta, Penerbit Adi Cita Karya Nusa, 2001. Sulipan,Dr., Artikel Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), http://www.ktiguru.org/

You might also like