You are on page 1of 6

Masyarakat Aceh memiliki adat tersendiri dalam memperlakukan anak yang baru lahir.

Adat peucicap dan peutron bak tanoh salah satunya. Adat peucicap ini biasanya dilakukan pada hari ketujuh bayi lahir, yang disertai dengan cuko ok (cukur rambut) dan pemberian nama terhadap si bayi. Acara peucicap dilakukan dengan cara mengoles madu pada bibir bayi disertai dengan doa dan pengharapan dengan kata-kata agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti kepada kedua orang tua, agama, nusa dan bangsa. Selama 44 hari sejak lahir, ibu bayi banyak menjalani pantangan-pantangan. Ia harus tetap berada di kamarnya, tidak boleh berjalan-jalan apalagi keluar rumah. Tidak boleh minum yang banyak, nasi yang dimakan juga tanpa gulai dan lauk pauk. Begitu juga dengan makanan yang peda-pedas sangat dilarang. Selama pantangan tersebut ibu bayi selalu dihangatkan dengan bara api yang terus menerus di samping atau dibawah ranjang tidurnya. Masa pantangan inu disebut madeung. Untuk menjaga badan dan perut si ibu yang baru melahirkan tidak melar dan agar tetap langsing, dilakukan cara tradisonal yakni dengan toet bateei (memanasi batu). Batu dibakar lalu di balut dengan kain dan diletakkan di perut wanita yang baru melahirkan. Rasa hangat atau panas dari batu tersebut akan membakar lemak sehingga tubuh wanita yang baru melahirkan tersebut setelah menjalani masa pantangan akan tetap langsing. Setelah masa madeung selesai, ibu bayi akan dimandikan oleh bidan yang merawatnya dengan air yang dicampur irisan boh kruet (limau perut). Acara mandi ini disebut manoe peut ploh peut, yang bermakna mandi setelah 44 hari menjalani masa madeueng. Pada hari ini mertuanya akan datang membawakan nasi pulut kuning, ayam panggang, dan bahan-bahan untuk peusijuek ro darah (keluar darah) menantunya pada saat melahirkan. Setelah upacara itu selesai, kepada bidan yang merawat ibu hamil tersebut diberikan hadiah berupa: pakaian satu salin, uang ala kadar, uang penebus cincin suasa, beras dua bambu, padi dua bambu, pulut kuning, ayam panggang, dan seekor ayam hidup. Setelah itu selesaikan kewajiban bidan dan tanggung jawab terhadap ibu hamil tersebut. Setelah masa 44 hari ibunya menjalani madeueng, bayi akan diturunkan untuk menginjang tanah pertama kalinya. Prosesi adat ini disebut peutron bak tanoh. Ada juga yang melakukannya dengan mengadakan pesta besar-besaran untuk, apalagi pada kelahiran anak pertama. Pada upacara adat ini bayi digendong oleh seseorang yang terpandang, baik perangai maupun budi pekertinya. Orang yang mengendongnya memakai pakaian yang bagus-bagus. Waktu bayi diturunkan dari tangga dipayungi dengan selembar kain yang dipegang oleh empat orang pada setiap sisi kain. Di atas kain tersebut dibelah kelapa agar bayi menjadi pemberani. Suara saat batok kelapa dibelah ditamsilkan sebagai suara petir, si bayi nantinya tidak takut terhadap petir dan berbagai tantangan hidup lainnya. Ia akan menjadi seorang anak yang ceubeh dan beuhe (gagah berani). Belahan kelapada tadi sebelah akan dilemparkan ke arah para wali si bayi, sebelah lagi kepada karong. Wali merupakan saudara dari pihak ayah si bayi, sedangkan karong saudara dari pihak ibu. Setelah itu salah seorang anggota keluarga bergegas menyapu halaman dan yang lain menampi beras bila bayi yang diturunkan ke tanah perempuan. Sedangkan bila bayi laki-laki, keluarga tadi akan mencangkul tanah, mencencang batang pisang atau batang tebu. Perlakuan ini sebagai maksud agar si bayi kelak menjadi anak yang rajin dan giat

berusaha. Setelah itu bayi akan di jejakkan ke tanah, kakinya menyentuh tanah untuk pertama kali, lalu digendong dibawa berkeliling rumah atau mesjid. Setelah itu baru dibawa pulang kembali ke rumah.[] Penulis: Oleh Iskandar Norman Sumber: http://blog.harian-aceh.com, [2 January, 2010, 11:33 pm] note: Sengaja disalin ulang oleh plik-u.com untuk lebih memperkenalkan budaya, sejarah Aceh secara lebih luas ke masyarakat dunia umumnya dan masyarakat Aceh khususnya dalam rangka memelihara budaya dan sejarah Aceh. Popularity: 8% [?]

INCOMING SEARCH TERMS:


peucicap,adat saat melahirkan,budaya aceh pada ibu hamil,madeung,makalah pantangan makanan pada masyarakat aceh,Pantangan ibu yang baru melahirkan,pantangan kepada ibu hamil dalam adat aceh,pantangan ibu hami aceh,pantangan bagi orang baru melahirkan,pantangan ibu hamil budaya aceh,pantangan makanan masyarakat aceh,pantangan orang aceh terhadap bumil,pantangan setelah melahirkan bagi org china,pantangan terhadap ibu hamil pada masyarakat aceh,pantangan untuk ibu hamil menurut budaya,perawatan ibu malahirkan menurut budaya,pantangan bagi ibu yang baru melahirkan,pantangan bagi ibu setelah melahirkan,adat kelahiran bayi di aceh,Adat kelahiran bayi masyarakat aceh,budaya masyarakat aceh pada ibu hamil,kebiasaan masyarakat aceh memberikan makanan pertama pada bayi baru lahir,kebudayaan aceh pada masa melahirkan,kebudayaan dalam pemberian madu pada BBL,kebudayaan wanita hamil di aceh,makan plik saat hamil,makanan yang dilarang untuk ibu hamil dalam budaya aceh,Mengolesi madu bayi baru lahir,pantangan bagi ibu hamil di aceh,adat dan tradisi masyarakat aceh pada bayi baru lahir,

PENGARUH KEBIASAAN PEUCICAP DAN PADA BAYI USIA DIBAWAH 6 BULAN TERHADAP PERKEMBANGAN BB KOMPLEKSITAS BUDAYA ACEH PADA IBU MELAHIRKAN TERHADAP PENINGKATAN RESIKO INFEKSI PASCA PERSALINAN

PERLAKUAN TERHADAP BAYI DALAM ADAT ACEH


Posted on 19 Desember 2009 | 1 Komentar

http://mulyadinurdin.wordpress.com/2009/12/19/perlakuan-terhadap-bayi-dalam-adat-aceh/
Rate This Oleh: Mulyadi Nurdin, Lc (Ketua IKADI Kota Banda Aceh, Pengurus MAA, Ketua Dewan Pembina Yayasan AlMukarramah Banda Aceh) Masyarakat Aceh memberi prioritas kepada kesehatan ibu hamil dan anak. Keduanya merupakan tumpuan harapan yang sangat menentukan pertumbuhan, perkembangan dan penerusan generasi Aceh ke depan. Karena itu, setiap ibu hamil di sambut gembira oleh keluarga suamiistri dan diberikan spirit serta diciptakan kondisi yang menyenangkan. Masyarakat Aceh dapat memahami pengaruh besar psikologis ibu hamil terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dalam kandungan. Dengan ini lahirlah petuahpetuah dan pantanganpantangan yang bertujuan menjaga kehamilan terpelihara dan selamat sampai melahirkan. Kesehatan ibu hamil harus terus di perhatikan. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan keluarga terhadap kebutuhan ibu dari saat hamil sampai melahirkan, baik dari segi makanan, ramuan, obatobatan, thet batee (bakar batu), salee (diasapi), dan lain-lain. Semua pelayanan ini sebagai upaya memulihkan kesehatan seperti semula, sehingga keberadaan ibu maksimal dalam mendidik dan menjaga kesehatan anak anaknya. Begitu pula kepedulian terhadap kesehatan anak semata wayang yang meneruskan keturunan orang tuanya. Berikut tradisi yang dilakukan masyarakat Aceh terhadap bayi yang baru lahir: 1. Setelah bayi lahir, dipotong tali pusat, dibersihkan dan dibalut. Lalu diberikan ke ayahnya untuk diazankan ditelinga kanan dan diiqamatkan ditelinga kiri. Dipeucicap (dioleskan dibibir) dengan madu, kuning telur, air zamzam, dan sari buahbuahan, sambil membaca doa: Kuluu wasyrabuu min rizkillah hallalan thayyibaa, Kuluu wasyrabuu walaa tusrifuu(Makan dan minumlah dari rizki yang diberikan Allah yang halal

2.

dan baik. Makan dan minumlan jangan berlebih-lebihan). Hal ini dimaksud agar anak kelak berbicara santun dan baik.

3.

Bak uro ke tujoh, empat belas atau empat puluh empat maksudnya para hari tersebut diadakan kenduri aqiqah dengan menyembelih dua ekor kambing yang berumur dua tahun ke atas untuk anak lakilaki dan seekor saja untuk anak perempuan. Pertanda syukur kepada Allah dan terima kasih kepada semua keluarga dan sahabat andai taulan.

4.

Sebagai tanda kebahagiaan mertua (ibu suami) pada hari pertama membawa peralatan bayi (tilam disertai sprainya dan bantal di sertai sarungnya, kain popok, kain panjang, ayunan dan baju bayi). Untuk ibu dibawa limun, susu dan buah buahan segar.

5.

Sejak lahir anak terus dicoba untuk disusui oleh ibunya jika susunya baik dan cukup 3 bulan anak tidak makan apaapa. Kecuali air susu ibu bagi yang tidak cukup diberikan makan tambahan berupa sari pisang wak dan bubur tepung beras. Hal tersebut sesuai dengan prinsip kesehatan modern tentang pemberian ASI eksklusif. Hanya perkembangan ilmu pengetahuan saat ini menyarankan pemberian ASI ekslusif sampai usia 6 bulan.

6.

Pada bulan pertama kebiasaan mertua, keluarga dan tetangga dekat bergatian bermalam. Hal ini membantu memberikan pelayanan bagi bayi. Khusus ibu, diadakan acara bakar batu dan menjaga api. Hal ini dilakukan agar si ibu merasa adanya dukungan dan perhatian penuh dari keluarga dekat. Sehingga menambah percaya diri, nyaman, menghilangkan rasa takut, dan memberikan kebahagiaan.

7.

Pada umur 3 bulan anak diberi makanan. Adakalanya pisang dicampur nasi digiling halus dan ada pula bubur yang bahannya dari tepung beras. Hal ini juga sesuai dengan prinsip kesehatan modern bahwa anak usia di bawah 1 tahun mendapat makanan secara bertahap; dari lunak ke nasi biasa. Pada umur 5 bulan, bayi biasanya diberikan nasi yang diulek. Di campur sayur rebus dan tomat. Lamanya diberikan nasi di sesuaikan dengan selera anak. Setelah itu nasi biasa di tambah sayur, telur dan ikan segar. Namun sejalan dengan prisip ASI eksklusif, maka pemberian makanan lunak pada bayi,i dimulai pada usia 6 bulan.

8.

Biasanya anak disusui sampai lebih kurang 2 tahun. Hal ini membentuk psikologis, kekebalan tubuh dan dapat menunda kehamilan berikutnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 233.

Pada hari ke-44 di adakan hari peutroun bak tanoh. Pada hari di adakan kenduri menurut kemampuan masing-masing dan diikuti oleh beberapa acara antara lain: 1. Mengundang orang yang alim untuk menurunkan anak ke bawah rumah sambil bersalawat. Di halaman rumah ditunggui oleh orang yang dituakan untuk mengambil bayi. Kemudian kaki bayi dipijakkan ke tanah sambil mengucapkan S iiruu fil ardhii wabtaghuu min fadhillah, wasykuruu lillahi inkuntum iyaahu takbudunn. Artinya adalah berjalanlah dimuka bumi carilah karunia ilahi/ rizki dan bersyukurlah pada Allah jika kamu menyembah-Nya. Saat anak dituruntanahkan, dibelah kelapa di atas

kepalanya. Dibunyikan meriam bambu disertai takbir (Allahu Akbar). Dan tampillah beberapa orang ahli pedang menebas pohon pisang, serta pohon tebu yang melambangkan keberanian dan kepahlawanan menghadapi musuh Allah. Sambil berselawat, ayahnya membagi-bagikan hadiah kepada hadirin, agar kelak anaknya nanti menjadi dermawan dan berguna untuk masyarakat, agama, bangsa dan negara. 1. Rambut anak dicukur dan ditimbang. Setelah itu berat rambut anak itu dinilai dengan emas. Nilai emas tersebut disedekahkan kepada hadirin. Hal ini dimaksudkan agar putra-putri mereka kelak menjadi orang yang dermawan yang suka membantu saudaranya. 2. Seperangkat hati ayam diletakkan di atas daun jeruk bali yang di lapisi kapas dan cermin. Kemudian hati ayam dengan lapisannya di balik-balik di atas dada anak-anak (harapan semoga anak memiliki hati nurani yang cerdas dan cerdik dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan dan memancarkan sinar ilahi).

3.

Pada hari peutron menerima kunjungan sanak keluarga dan tetangga sekitar, . membawa kue, buah-buahan dan uang.

Mereka

Ketika mengayunkan anak, ibu melantunkan kalimah thaibah, shalawat, dan lagu-lagu perjuangan contoh: Laailahaillallah Kalimah Thaiyibah, Bekai Ta Matee, Berijang Rayeuk Aneuk Meutuah, Jak Bantu Ayah Jak Prang Kaphee (arti dalam bahasa Indonesia : Kalimat Thayyibah, bekal untuk menghadapi kematian, Cepatlah Besar Anak Baik, Pergi Bantu Ayah memerangi kaum kafir).

Peucicap dalam Budaya Aceh


http://iskandarnorman.blogspot.com/2011/04/masyarakat-aceh-memiliki-adat.html
Masyarakat Aceh memiliki adat tersendiri dalam memperlakukan anak yang baru lahir. Adat peucicap dan peutron bak tanoh salah satunya. Adat peucicap ini biasanya dilakukan pada hari ketujuh bayi lahir, yang disertai dengan cuko ok (cukur rambut) dan pemberian nama terhadap si bayi. Acara peucicap dilakukan dengan cara mengoles madu pada bibir bayi disertai dengan doa dan pengharapan dengan kata-kata agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti kepada kedua orang tua, agama, nusa dan bangsa. Selama 44 hari sejak lahir, ibu bayi banyak menjalani pantangan-pantangan. Ia harus tetap berada di kamarnya, tidak boleh berjalan-jalan apalagi keluar rumah. Tidak boleh minum yang banyak, nasi yang dimakan juga tanpa gulai dan lauk pauk. Begitu juga dengan makanan yang peda-pedas sangat dilarang. Selama pantangan tersebut ibu bayi selalu dihangatkan dengan bara api yang terus menerus di samping atau dibawah ranjang tidurnya.Masa pantangan inu disebut madeung.

Untuk menjaga badan dan perut si ibu yang baru melahirkan tidak melar dan agar tetap langsing, dilakukan cara tradisonal yakni dengan toet bateei (memanasi batu). Batu dibakar lalu di balut dengan kain dan diletakkan di perut wanita yang baru melahirkan. Rasa hangat atau panas dari batu tersebut akan membakar lemak sehingga tubuh wanita yang baru melahirkan tersebut setelah menjalani masa pantangan akan tetap langsing. Setelah masa madeung selesai, ibu bayi akan dimandikan oleh bidan yang merawatnya dengan air yang dicampur irisan boh kruet (limau perut). Acara mandi ini disebut manoe peu ploh peut, yang bermakna mandi setelah 44 hari menjalani masa madeueng. Pada hari ini mertuanya akan datang membawakan nasi pulut kuning, ayam panggang, dan bahan-bahan untuk peusijuek ro darah (keluar darah) menantunya pada saat melahirkan. Setelah upacara itu selesai, kepada bidan yang merawat ibu hamil tersebut diberikan hadiah berupa: pakaian satu salin, uang ala kadar, uang penebus cincin suasa, beras dua bambu,padi dua bambu, pulut kuning, ayam panggang, dan seekor ayam hidup. Setelah itu selesaikan kewajiban bidan dan tanggung jawab terhadap ibu hamil tersebut. Setelah masa 44 hari ibunya menjalani madeueng, bayi akan diturunkan untuk menginjang tanah pertama kalinya. Prosesi adat ini disebut peutron bak tanoh. Ada juga yang melakukannya dengan mengadakan pesta besar-besaran untuk, apalagi pada kelahiran anak pertama. Pada upacara adat ini bayi digendong oleh seseorang yang terpandang, baik perangai maupun budi pekertinya. Orang yang mengendongnya memakai pakaian yang bagus-bagus. Waktu bayi diturunkan dari tangga dipayungi dengan selembar kain yang dipegang oleh empat orangpada setiap sisi kain. Di atas kain tersebut dibelah kelapa agar bayi menjadi pemberani. Suara saat batok kelapa dibelah ditamsilkan sebagai suara petir, si bayi nantinya tidak takut terhadap petir dan berbagai tantangan hidup lainnya. Ia akan menjadi seorang anak yang ceubeh dan beuhe (gagah berani). Belahan kelapada tadi sebelah akan dilemparkan ke arah para wali si bayi, sebelah lagi kepada karong. Wali merupakan saudara dari pihak ayah si bayi, sedangkan karong saudara dari pihak ibu. Setelah itu salah seorang anggota keluarga bergegas menyapu halaman dan yang lain menampi beras bila bayi yang diturunkan ke tanah perempuan. Sedangkan bila bayi laki-laki, keluarga tadi akan mencangkul tanah, mencencang batang pisang atau batang tebu. Perlakuan ini sebagai maksud agar si bayi kelak menjadi anak yang rajin dan giat berusaha. Setelah itu bayi akan di jejakkan ke tanah, kakinya menyentuh tanah untuk pertama kali, lalu digendong dibawa berkeliling rumah atau mesjid. Setelah itu baru dibawa pulang kembali ke rumah.[]

You might also like