You are on page 1of 46

askep ulkus diabetus mellitus

1,110

Senin, 30 Juli 2012


askep ulkus diabetus mellitus

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus (DM) 1. Pengertian Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai akibat dari kurangnya efektif insulin (ada Diabetes Mellitus Tipe 2) atau insulin absolute (pada Diabetes Mellitus Tipe 1) di dalam tubuh, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan gejala klinik acut (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan) dan gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat dan sekunder pada metabolisme lemak dan protein (Tjokroprawiro A, 1999). Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (Hiperglikemia), mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak terhadapnya pembentukan insulin oleh pankreas (Braughman, 2000). 7 Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopelektronik. (Mansjoer,2001). Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau Hiperglikemia (Brunner Dan Suddarth, 2002) sedangkan Waspadji (2005) mengatakan Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai oleh adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) yang disebabkan oleh kekurangan hormon pengaturan kadar glukosa

darah (insulin), baik secara mutlak yaitu memang kadarnya berkurang atau dapat juga jumlah insulinnya sendiri mencukupi tetapi kerja insulin yang kurang baik dalam mengatur kadar glukosa darah agar terjadi selalu normal seperti pada orang normal yang tidak menyandang Diabetes Mellitus. 2. Klasifikasi Boughman dan Hackley (2001) mengklasifikasikan Diabetes Mellitus, yaitu : 1. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Para ilmuan percaya bahwa fungsi lingkungan berupa infeksi virus, fungsi gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal menyebabkan sistim kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pancreas. Awitan mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun. 2. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Paling sering terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 40 tahun dan pada mereka yang obesitas. 3. Diabetes Mellitus gestasional (GDM) : terjadi selama kehamilan (pada trimester kedua atau ketiga) 4. Diabetes MellitusYang Lain Merupakan diabetes yang timbul akibat penyakit lain yang mengakibatkan gula darah meningkat, misalnya infeksi berat, pemakaian obat kortikosteroid, dan lainlain. 5. Etiologi Menurut Misnadiarly (2006), Brunner & Suddarth (2002). 1. Diabetes Mellitus Tipe I Faktor yang menyebabkan terjadinya tipe I adalah : a. Faktor genetik Diabetes Mellitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap Diabetes Mellitus. b. Faktor imunologi Adanya suatu respon autoimun, merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. c. Faktor lingkungan Misalnya : infeksi virus.

2. Diabetes Mellitus tipe II Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Diabetes Mellitus tipe II a. Faktor usia Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. b. Gaya hidup stress Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. c. Obesitas Cadangan gula darah yang disimpan dalam tubuh sangat berlebihan sehingga mengakibatkan gangguan kerja insulin. d. Mal nutrisi Dapat merusak pankreas e. Faktor genetik

4. Anatomi Fisiologi

Gambar

2.1.Pankreas

dan

sekitarnya

(kepala

pankreas

dilingkari

oleh

duodenum

dan ekornya menyentuh limpa)

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan dengan panjang kira-kira 15 cm, terletak pada retroperitoneal abdomen bagian atas di depan vertebra lumbalis I dan II dimulai diantara duodenum dan limpa/lekukan usus dua belas jari dan di belakang lambung. Pankreas terdiri dari 3 bagian, yaitu kepala, badan dan ekor pankreas. Kepala pankreas dan badan menempel pada duodenum dan bagian ekor pankreas merupakan bagian yang runcing berada di sebelah kiri menyentuh lien (limpa). Pankreas mempunyai dua fungsi yaitu sebagai endokrin dan sebagai eksokrin. Fungsi endokrin dilaksanakan oleh pulau-pulau langerhans sedangkan fungsi eksokrin dilakukan oleh sel-sel sekroti atau sel asini membentuk getah pankreas yang berisi cairan enzim dan elektrolit. Pulau-pulau langerhans terdiri dari empat sel, yaitu : a. Sel alfa (a) Membuat glukagon suatu hormon yang meningkatkan kadar glukosa dalam darah. b. Sel betha () Membuat insulin, yaitu hormon yang memegang peranan penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak c. Sel Delta (0) dan sel gamma (y) Membuat hormon somatostatin dan gastrin. Hormon somatostatin memberikan efek pada growth hormon, tirotropin, insulin dan glukagon. Sedangkan gastrin memberikan pengaruh dalam meningkatkan tonus otot gastro intestinal meningkatkan sekresi mukosa usus. Insulin merupakan salah satu hormon di dalam tubuh manusia yang dihasilkan oleh sel pulau langerhans yang berada di dalam kelenjar pankreas. Kelenjar pankreas ini terletak di dalam rongga perut bagian atas. tepatnya di belakang lambung. Insulin merupakan suatu polipeptida, sehingga dapat juga disebut protein. Dalam keadaan normal bila kadar glukosa darah naik maka insulin akan dikeluarkan dari kelenjar pankreas dan masuk ke dalam aliran darah. Dalam aliran darah insulin akan menuju ke tempat kerjanya (reseptor) yaitu 50% ke hati, 10-20% ke ginjal, dan 30-40% bekerja pada sel darah, otot dan jaringan lemak. Adanya insulinlah yang memungkinkan kadar glukosa darah akan kembali normal. Makanan yang kita makan sehari-hari secara garis besar terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Makanan yang kita santap ini sejak dikunyah di dalam mulut sampai masuk ke dalam usus akan diproses oleh berbagai macam enzim yang terdapat dalam air liur, getah lambung, dan getah usus. Setelah dicerna, karbohidrat yang berasal dari makanan akan dipecah menjadi monosakharida. Sementara sebagian besar monosakharida

adalah glukosa (80%). Adapun protein yang telah dicerna akan diubah menjadi asam amino, sedangkan lemak diubah menjadi asam lemak, glukosa, asam amino, dan asam lemak ini kemudian diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam peredaran darah. Glukosa sebagian disimpan dalam sel hati menjadi glikogen, sebagian lagi masuk ke dalam sel jaringan lain seperti otak, otot, dan jaringan lemak (adipose tissue) untuk disimpan atau dimetabolisir menjadi energi atau tenaga. Kelebihan glukosa di dalam otot disimpan sebagai glikogen, dan glukosa yang masuk ke dalam jaringan lemak di simpan sebagai trigliserida. Pada keadaan dimana kadar insulin cukup atau fungsi aktivitas insulin tidak terganggu maka kelebihan glukosa yang ada pada peredaran darah setelah makan akan segera diubah dan disimpan atau dimanfaatkan untuk proses metabolisme tubuh. Glukosa, yang kita kenal juga sebagai gula darah, merupakan bahan bakar utama yang akan diubah menjadi energi atau tenaga. Kadar glukosa darah yang tinggi setelah makan akan merangsang sel pulau langerhans untuk mengeluarkan insulin. Selama belum ada insulin, glukosa yang ada di peredaran darah ini tidak dapat masuk ke dalam sel-sel jaringan tubuh seperti otot dan jaringan lemak. Apabila tubuh kekurangan insulin atau terjadi penurunan efektivitias insulin seperti yang kerap terjadi pada orang gemuk, maka sebagian glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan tubuh. Akibatnya glukosa darah tetap tinggi. Keadaan ini dinamakan hiperglikemia. Gula darah atau glukosa yang berlebihan ini sebagian akan dikeluarkan bersama kencing (urine), sehingga dalam air kencing penderita terdapat glukosa, yang istilahnya glukosuria. Adanya gula di dalam air kencing inilah yang menimbulkan rasa manis sehingga semut pun akan berkerumun bila penderita kencing di lantai atau di tanah tanpa disiram seperti telah disebutkan di atas. 5 Patofisiologi Diabetes Mellitus Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, maka asupan glukosa (produksi glukosa yang melebihi kebutuhan kalori) akan disimpan sebagai glikogen dalam selsel hati dan sel otot. Proses ini disebut glikogenesis yang dapat mencegah hiperglikemia (kadar glukosa dalam darah >110 mg/dl). Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160/180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus

renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuria disertai kehilangan sodium, klorida, potassium, dan pospat. Adanya poliuria menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine, maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung menjadi polifagia. Akibat yang lain adalah asthenia atau kekurangan energi, sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya Ulkus Diabetikum (Ismail, 2007). 6. Manifestasi Klinis Menurut Mansjoer (2001), gejala Diabetes Mellitus yaitu : a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Konsentrasi glukosa darah yang melebihi akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuria. b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ektrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstra sel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus. c. Polifagia (peningkatan rasa lapar) Akibat keadaan pasca absorbtif yang kronis, katabolisme protein dan lemak dan kelaparan relatif sel-sel. d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. e. Mudah sakit berkepanjangan. f. Infeksi kulit yang berulang. g. Meningkatnya kadar gula dalam darah dalam air seni.

Gejala-gejala di atas sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Gejala lain yang biasanya muncul adalah penglihatan kabur, luka yang lama sembuh, kaki terasa kebal, geli atau terasa terbakar, infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita, impoten pada pria (Brunner & Suddarth, 2002, Harnawatiaj, 2008, Ismail, 2007). 7. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : a. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : gula darah sewaktu > 200 mg/dl, gula darah puasa >140 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. b. Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). c. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. 8. Komplikasi a. Komplikasi Akut. Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak biasa menggunakan glukosa sebagai energi dan karenanya lemak tubuh immobilisasi tempat penyimpanannya. Penghancuran lemak untuk melepas energi menghasilkan formasi asam lemak. Asam lemak ini melewati hepar dan membentuk satu kelompok senyawa kimia yang bernama benda keton yang meningkat dalam tubuh disebut Ketosis. Ketosis bisa meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadar yang sangat tinggi dan menyebabkan satu kondisi yang disebut Asidosis. Asidosis terbuat dari benda keton yang meningkat disebut Ketoasidosis. Gejala-gejalanya: Dehidrasi, kekeringan dimulut dan hilangnya elastisitas kulit, Nafas berbau kecut atau asam, Mual-mual, muntah, dan rasa sakit diperut, Nafas berat, Tarikan nafas meningkat, Merasa sangat lemah dan mengantuk. 2). Hipoglikemia 1). Ketoasidosis Diabetikum.

Merupakan salah satu komplikasi yang tidak Jarang terjadi dan seringkali membahayakan hidup penderitanya, serta ditandai kadar gula darah yang melonjak turun dibawah 50 sampai 60 mg/dl. Komplikasi ini dapat disebabkan faktor eksogen dan endogen. Faktor eksogen diantaranya akibat pemakaian insulin atau obat hipoglikemia oral yang tidak terkontrol dan tidak diikuti asupan kalori yang memadai. Di negara maju, hipoglikemia sering ditemukan pada penderita Diabetes yang menggunakan insulin atau obat, hipoglikemia oral beratnaan dengan alcohol yang berlebihan tanpa asupan kalori yang baik. Gejala hipoglikemia mula-mula berupa gejala adrenergic seperti pucat, berkeringat, tachikaidi, palpitasi, lapar, lemah, dan gugup. Kemudian se1anjutnya gejala disusul pada fase neuroglikopepia yang meliputi cepat lelah, cepat marah, sakit, kepala, gangguan kesadaran, kehilangan konsentrasi, gangguan sensorik dan motorik, bingung: kejang dan bahkan koma. 3).I n f e k s i Pengidap diabetes cenderung terkena infeksi karena 3 alasan: a). Bakteri tumbuh baik jika kadar glukosa lebih dari normal b). Mekanisme pertahanan tubuh rendah pada orang yang terkena Diabetes. c). Komplikasi terkait Diabetes yang meningkatkan resiko infeksi. Infeksi yang pada umumnya menyerang pengidap. Diabetes termasuk infeksi kulit, infeksi saluran kencing, penyakit pada gusi, tuberculosis, beberapa dan jenis-jenis Jamur. b. Komplikasi Kronis. 1). Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Aterosklorosis adalah sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri dikaki bisa mempengaruhi otot-otot kaki . karena yang berkurangnya suplai darah, mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman atau lemas saat berjalan, Jika suplai darah pada kaki sangat kurang atau terputus dalam waktu lama bisa terjadi kematian pada jaringan. 2). Kerusakan Pada Ginjal. Diabetes mempengaruhi pembuluh darah karena ginjal akibat defisiensi ginjal untuk menyaring darah terganggu. Pasien dengan nefropati menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak nafas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin

atau ureum. serum yang berkisar antara 2-7,1% pasien Diabetes Melitus. Adanya proteinuria yang persisten tanpa adanya. 3). Kerusakan Saraf. Gula darah tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan lemak di sekitar saraf. Saraf yang rusak tidak bisa mengirim sinyal ke otak dan dari otak dengan baik sehingga akibatnya bias kehilangan indera perasa, meningkatnya indera perasa atau nyeri dibagian yang terganggu. Kerusakan saraf tepi tubuh lebih sering terjadi. kerusakan dimulai dari jempol kaki serta berlanjut hingga telapak kaki dan seluruh kaki yang menimbulkan mati rasa, kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa tertusuk serta kram pada otot kaki. 4). Kerusakan Mata. Retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan sebagian atau seluruh penglihatan Pasien dengan retinopati Diabetic mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan. 9. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis. Jika klien berhasil mengatasi Diabetes Mellitus yang dideritanya, ia akan terhindar dari hiperglikemia atau hipoglikemia. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor yaitu aktifitas fisik/latihan, diit dan obat-obatan (Harnawatiaj, 2008). 1. Latihan Jasmani Latihan jasmani sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus karena latihan jasmani akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot, sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga, kegiatan yang dapat dilakukan adalah jogging, berenang, jalan kaki dan lain-lain (Misnadiarly, 2006). 2. Diit Pola diit Diabetes Mellitus : kurangi energi, kurangi lemak, makanlah karbohidrat kompleks, menghindari makanan yang manis, mengemil diantara waktu makan, lengkapi dengan serat (Brunner dan Suddarth, 2002). 3. Obat-obatan

Apabila pengendalian Diabetes Mellitus tidak berhasil dengan pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemia oral (OHO) dan terapi insulin. a. 1) 2) 3) b. oral (OHO) Obat hipoglikemia Pemicu sekresi insulin : sulfonylurea dan glinid. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiozolidindion. Penghambat absorbsi glukosa : penghambat alfa glukosidase. Terapi Insulin Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin ada 2 macam : 1) 2) Insulin endogen : insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Insulin eksogen : insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi. Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibedakan menjadi 3 golongan :

Indikasi terapi dengan insulin : 1) Semua Penyandang Diabetes Mellitus tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak atau hampir tidak ada. 2) Penyandang Diabetes Mellitus tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. 3) Keadaan stress berat seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke. 4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. 5) Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemia oral (Misnadiarly, 2006). B. Konsep Dasar Ulkus Diabetikum 1. Pengertian Ulkus Diabetikum adalah luka pada kaki yang merah kehitam hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di tungkai (Askandar,2001). Corwin (2001) mengatakan ulkus adalah hilangnya epidermis dan lapisan kulit yang lebih dalam yang dapat mengeluarkan darah dan membentuk jaringan parut. Ulkus adalah tukak, luka terbuka pada permukaan kulit (Laksamana, 2005). Sedangkan Misnadiarly (2006) mengungkapkan bahwa Ulkus Diabetikum adalah kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai darah, infeksi bakteri dan

kerusakan jaringan sekitarnya. Adji (2007) mengatakan bahwa Ulkus Diabetikum adalah adanya tukak atau borok dan atau kerusakan jaringan dalam, berhubungan dengan kelainan saraf dan pembuluh darah pada tungkai bawah. 2. Patogenesis Penyebab terjadinya Ulkus Diabetikum bersifat multifaktorial. Dasar terjadinya Ulkus Diabetikum adalah adanya suatu kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Dari ketiga hal tersebut yang paling berperan adalah kelainan pada saraf, sedangkan kelainan pembuluh darah lebih berperan nyata pada penyembuhan luka yang dapat menentukan nasib kaki. Keadaan kelainan saraf dapat mengenai saraf sensorik, saraf motorik dan otonom. a. Kelainan saraf sensoris Menyebabkan hilangnya rasa sehingga penderita tidak merasakan rangsang nyeri sehingga kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Akibatnya, kaki lebih rentan terhadap luka meskipun terhadap benturan kecil. b. Kelainan saraf motorik (serabut saraf yang menuju otot) Mengakibatkan pengecilan otot, akibatnya otot kaki menjadi tidak seimbang sehingga terjadi perubahan bentuk ( deformitas) pada kaki seperti menekuk (cock up toes), bergesernya sendi (luksasi) pada sendi kaki depan dan terjadi penipisan bantalan lemak dibawah pangkal jari kaki sehingga terjadi perluasan daerah yang mengalami penekanan. c. Kelainan saraf otonom Menyebabkan perubahan pola keringat sehingga pasien tidak dapat berkeringat, kulit menjadi kering, mudah timbul pecah-pecah pada kulit kepala, akibatnya mudah terkena infeksi. Selain itu pembuluh darah mengalami perubahan daya membesar mengecil (vasodilatasi, vasokonstriksi) di daerah tungkai bawah, akibatnya sendi menjadi kaku. Keadaan lebih lanjut menyebabkan perubahan bentuk kaki ( charchot) yang menyebabkan perubahan daerah tekanan kaki, yang baru dan berisiko terjadinya luka. Kelainan pembuluh darah berakibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah, mengganggu suplai oksigen, bahan makanan atau obat antibiotik yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka (Prabowo, 2007). 3. Klasifikasi Klinis

Rapapatr M. (2001) mengklasifikasikan Ulkus Diabetikum untuk menilai grade lesi, salah satunya yang banyak dianut adalah klasifikasi Ulkus Diabetikum berdasarkan University of texas classification system. System klasifikasi ini menilai lesi bukan hanya factor dalamnya lesi, tetapi juga menilai ada tidaknya factor infeksi dan iskemia. Lesi semakin berat dan semakin berisiko dilakukan amputasi bila sifat lesi semakin ke bawah dan ke arah kanan.
Tabel 2.2. Klasifikasi Ulkus

Grade Stage A 0 1 II III

Lesi pre atau postLesi superficial ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna tidak sampai pada tendon, kapsul atau tulang

Luka sampai Luka sampai pada tendon tulang atau atau kapsul sendi

Lesi pre atau postLesi superficial ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna, mengalami infeksi tidak sampai pada tendon, kapsul atau tulang, mengalami infeksi.

Luka sampai Luka sampai pada tendon tulang atau atau kapsul sendi mengalami infeksi mengalami infeksi

Lesi pre atau postLesi superficial ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna tidak sampai pada tendon, kapsul atau

Luka sampai Luka sampai pada tendon tulang atau atau kapsul sendi mengalami mengalami iskemi.

tulang mengalami iskemia

dengan iskemia. iskemia. (Rapapatr M, 2001) Tidak semua ulkus mengalami infeksi, infeksi superfisial di kulit apabila tidak diatasi dapat berkembang menembus jaringan dibawah kulit, seperti otot, tendon, sendi dan tulang atau bahkan menjadi infeksi perlu dicurigai apabila dicurigai peradangan lokal, cairan purulen, sinus atau krepitsasi.

Menentukan ada/tidak infeksi dan derajat infeksi merupakan hal penting dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetikum. Elemen dalam klasifikasi klinis infeksi ulkus Diabetes Mellitus di singkat menjadi PEDIS (perfusion, extend/size, depth/tissueloss, infestion, and sensation). Derajat infeksi terbagi : 1. derajat 1 (tanpa infeksi) 2. derajat II (infeksi ringan : melibatkan jaringan kulit dan subkutis ) 3. derajat III (infeksi : terjadi selulitis luas atau infeksi lebih lama) 4. derajat IV (infeksi berat : dijumpai adanya sepsis). Secara praktis, derajat infeksi dapat dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Infeksi yang tidak mengancam kaki (derajat 1 dan 2). 2. Infeksi yang mengancam kaki (derajat 3 dan 4)

Tabel 2.3.Klasifikasi Klinis Infeksi Ulkus Diabetikum Grad e 1 Tingkat Infeksi Tanpa infeksi 2 Ringan Dijumpai lebih dari 2 tanda inflamasi (pus, eritema, nyeri, nyeri tekan, hangat), luas selulitis/eritema < 2 cm sekitar ulkus, dan infeksi terbatas di kulit/jaringan subkutan superficial, tidak dijumpai komplikasi lokal/ sistemik Manifestasi Klinis Tidak tampak tanda inflamasi atau pus pada ulkus

Sedang

Kriteria di atas dengan keadaan sistemik dan metabolik stabil, ditambah dengan adanya > 1 keadaan berikut : - Selulitis > 2 cm sekitar ulkus - Kebocoran sistem limfatika - Abses di jaringan dalam - Gangren dengan melibatkan jaringan otot, tulang dan tendon.

Berat

Pasien mengalami infeksi dengan gangguan sistemik atau metabolik yang tidak stabil (demam, takikardi, hipotensi, bingung, mual, lekositosis, asidosis, hiperglikemia berat, azotermia.

(Shukia VK, 2005). 3. Etiologi Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar gula (glukosa) darah pada penyandang diabetes. Tingginya kadar gula darah yang berkelanjutan dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah pada kaki penyandang diabetes, yakni:

Kerusakan saraf Masalah pertama yang timbul adalah kerusakan saraf di tangan dan kaki. Saraf

yang telah rusak membuat penyandang diabetes tidak dapat merasakan sensasi sakit, panas, atau dingin pada tangan dan kaki. Luka pada kaki dapat menjadi buruk karena penyandang diabetes tidak menyadari adanya luka tersebut. Hilangnya sensasi rasa ini disebabkan kerusakan saraf yang disebut sebagai neuropati diabetik. Neuropati diabetik terjadi pada lebih dari 50% penyandang diabetes. Gejala yang umum terjadi adalah rasa kebas (baal) dan kelemahan pada kaki dan tangan.

Gangguan pembuluh darah Masalah kedua adalah terjadinya gangguan pada pembuluh darah, sehingga

menyebabkan tidak cukupnya aliran darah ke kaki dan tangan. Aliran darah yang buruk ini akan menyebabkan luka dan infeksi sukar sembuh. Ini disebut penyakit pembuluh darah perifer (pembuluh darah tepi) yang umum menyerang kaki dan

tangan. Penyandang diabetes yang merokok akan semakin memperburuk aliran darahnya. 5. Manifestasi klinis Ulkus Diabetikum adalah ulkus yang tejadi pada pasien Diabetes Mellitus. Ulkus ini terjadi pada setiap bagian tubuh yang teletak pada bagian tubuh yang teletak di ujung, terutama extemitas bawah. Seiring timbul rasa nyeri yang hebat pada bagian yang terkena ulkus diabetikum. Bagian tersebut menjadi pucat kebirubiruan dan bercak-bercak, kemudian cairan menguap, menjadi kering dan mengeriput dingin pada perabaan, bau, tidak terasa denyut nadi, dan perasaan nyeri berangsur-angsur dan hilang sama sekali. 6. Penatalaksaan Penatalaksanaan terhadap Ulkus Diabetikum dan gangren digolongkan pada tiga kelompok sesuai dengan penyebab dan gejala klinik, yaitu : 1. Ulkus dan gangren tanpa gangguan pembuluh darah besar (neuropati dan mikroangiopati). Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi infeksi dengan pemberian antibiotika yang sesuai dan obat antiseptik yang ringan. 2. Ulkus dan gangren disertai gangguan pembuluh darah besar, pertama-tama harus diatasi dan gangguan sgperti biasa, debridemen dilakukan lebih hatihati karena terdapat iskemik, setelah ulkus dan infeksi teratasi. 3. Ulkus dan gangren yang disertai sepsis yang mengancam nyawa. Dalam keadaan septicemia dan short yang disebabkan oleh ulkus atau gangren dapat menyebabkan kematian. Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi sepsis dan shock dengan pemberian antibiotic dan monitor tanda-tanda vital. Sedangkan menurut Shukia VK (2005) penatalaksanaan Ulkus Diabetikum melalui upaya : 1. Debridemen Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada ulkus diabetikum. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya memberikan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, callus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu :

a. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiologis, ultrasonik laser dan sebagainya. Dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. b. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topical pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu-residu protein. Contohnya kolagenasi akan melisiskan kolagen dan elastis. Beberapa jenis debridemen yang sering dipakai adalah papin dan fibrinolisin. c. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintesis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk (1) mengevakuasi bakteri kontaminasi, (2) mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan, (3) menghilangkan jaringan kalus, (4) mengurangi risiko infeksi lokal. ( Shukia VK , 2005) 2. Mengurangi beban tekanan (off loading) Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada penderita Diabetes Mellitus yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading berdasarkan peneliti terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah : mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory. Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikan kesembuhan antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan

dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah diginjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumir) (Ulbrecht (1994) dan Lavery LA (2005). 3. Perawatan Luka Perawatan luka modem menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalarn menulih dressing yang akan digunakan, yaltu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam Perawatan luka, seperti: hydrocoloid, hydragel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya seperti pada tabel berikut:

Tabe12.4 Perawatan luka menggunakan kompres atau terapi topical Kategori Transparent film luka yang sulit dibungkus (plantar) Lesi basah Indikasi Luka yang kering, terutama untuk Kontra-indikasi Lesi dengan infeksi

Hydrogeis

Luka yang kering/nekrotik Sediaan berupa gel dengan Lesi basah

Foam

Membersihkan luka dengan komposisi 95% air eksudat atau gliserin granulasi dan Preparat mengandung polyurethme foam yang memiliki kemampuan Lesi kering

Hydrocolloid s Calcium alginates

Digunakan untuk lesi kering nekrotik dengan eksudat minimal mengabsorbsi Preparat bersifat absorbent sehingga bermanfaat pada lesi basah/banyak

Lesi basah dan Dalam

Lesi kering Antimicrobial dressing Preparat berisi silverhodine eksudat Lesi dengan infeksi/untuk mencegah Alergi terhadap

Preparat debridemen

Preparat mengandung enzim/zat Infeksi kinuatt (papan urea, collagenase) Lesi nekrotik sebagai alternatif

komponen obat

Lesi basah (Shukia VK, 2005) 4. Pengenda l i a n debridemen bedah Pemberian antibiotika didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada tabel 6 dapat dilihat antibiotika yang disarankan pada kaki diabetik terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan pada pathogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum,

diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti. ampicilin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/ tazobactam cefotaxime atau ceftazidime, imipenemlciiastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibiotic diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhan menjadi lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenterai selama 6 minggu dan kemudian dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tuiang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu. Tabel 2.5. Antibiotika empiris yang disarankan pada ulkus kaki diabetik terinfeksi Derajat infeksi dan rute pemberian Ringan/sedang (oral) direkomendasikan Cephalexin 500 mg/6 jam Amoxicillin/clavulanate/12 jam Alternatif Levafloxacin 750/2 u jamt Clindamycin 300 mg/8 jam Trimeiboprim Antibiotika yang Antibiotika

Berat/seclang intravena sampai stabil, garti oral

Ampicillin/sulbactam 3 gram/6 Piperacillin/tawbatam 3,3 Clindamycin 300 mg/8 jam Jam gram/6 jam mg/6 sulfamethoxazole 960/12 Clindamycin 450 jam+ Clindamycin 600 mg/8 jam+

Cliprofloxacin 750 mg/12 jam Ceftazidime15 2 gram/8 jam Mengancam jiwa Imipenem/cifastatin 500 mg/6 jam Vancomycin mglkgBB/12 (intravena lebih Clindamycin 900 mg/8 jam + jam + azfivonam 2 gram/8 lama) Tobramycin 5,1 mg/kg BB/24 jam (Shukia VK, 2005). 5. Revaskularisasi + ampicilin 50 mg/kgBB/6 jam Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkan kemudian hari akan menyerang tempat lain apabila penyempitan pembuluh darah kaki tidak dilakukan revaskularisasi. Tindakan debridemen, mengurangi beban, perawatan luka, tidak akan memberikan hasil optimal apabila sumbatan di pembuluh darah tidak jam + metronidazole7,5

dihilangkan. Tindakan endovaskuler (angioplasti transluminal perkutaneus (ATP) dan atherectomy) atau tindakan bedah vaskuler dipilih berdasarkan jumlah dan panjang arteri femoralis yang tersumbat. Bila kolusi terjadi di arteri femoralis satu sisi dengan panjang atherosclerosis < 15 cm tanpa melibatkan arteri politea, maka tindakan yang dipilih adalah ATP. Namun lesi kolusi bersifat multiple dan mengenai arteri poplitea/arteri tibilis maka tindakan yang direkomendacikan adalah bedah vaskuler. Berdasarkan penelitian revaskularisasi agresif pada tungkai yang mengalami iskemia dapat menghindarkan amputasi dalam periode 3 tahun sebesar 98%. 6. Tindakan bedah Jenis tindakan bedah pada kaki diabetikum tergantung dan berat ringannya ulkus diabetikum. Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage, debridemen, amputasi, bedah revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik. Intervensi bedah pada kaki diabetikum dapat digolongkan menjadi empat : kelas I (efektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergensi). Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti pada kelainan spur tulang. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati. prosedur rekonstruksi yang dilakukan adalah melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratifdiindikasika.a bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif. Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan endovaskuler (angioplasti dengan menggunakan balon atau atherekomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah vaskuler. Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus dan rongga mati harus dihilangkan. Prosedur bedah ditujukan untuk penekanan kronis yang mengganggu proses penyembuhan. Tindakan tersebut dapat berupa artroplasti digital, reseksi caput metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan, yang diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik. Dan sudut pandang seorang ahli bedah, tindakan pembedahan ulkus terinfeksi dapat dibagi menjadi infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1 dan 2) dan infeksi yang mengancam tungkai (grade 3 dan 4).

Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridemen dilakukan dengan tujuan untuk : drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan jaringan yang menghambat pertumbuhan jaringan dan untuk mengambil sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien Diabetes Mellitus adalah fascilitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi amputasi pada kaki diabetikum adalah : gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas, infeksi yang tidak bisa dikendalikan, ulkus resisten, osteomielitis, amputasi jarak kaki yang tidak berhasil, bedah revaskularisasi yang tidak berhasil, trauma pada kaki, luka terbuka yang terinfeksi pada Ulkus Diabetikum akibat neuropati.( Shukia VK , 2005)

C. Perbedaan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Yang Tidak Mengalami Ulkus Diabetikum Dengan Yang Mengalami Ulkus Diabetikum Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya yaitu 3P ( polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi (tidak normal). Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan. Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65 tahun. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan karena usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) 3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl). Hasil glukosa contoh darah dibandingkan dengan kriteria diagnostik gula darah terbaru yang dikeluarkan oleh PERKENI tahun 2006. Sebelum berkembang menjadi diabetes tipe 2, biasanya selalu menderita pra-diabetes, yang memiliki gejala tingkat gula darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosa diabetes. Setidaknya 20% dari populasi usia 40 hingga 74 tahun menderita pradiabetes. memiliki resiko satu setengah kali lebih besar terkena Ulkus Diabetikum, Saat Anda menderita diabetes, maka risiko naik menjadi 2 hingga 4 kali. Akan tetapi, pada beberapa orang yang memiliki pra-diabetes, kemungkinan untuk menjadi diabetes dapat di tunda atau di cegah dengan perubahan gaya hidup. Diabetes dan pra-diabetes dapat muncul pada orang-orang dengan umur dan ras yang beragam, tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko lebih tinggi. Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju kekulit dan saraf. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi. (Jusinta Kristella T, 2007). komplikasi bisa dicegah, di tunda atau di perlambat dengan mengendalikan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benarbenar normal sulit untuk dipertahankan. Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat. (Jusinta Kristella T, 2007).

Mengontrol kadar gula darah dapat dilakukan dengan terapi misalnya patuh meminum obat Hindari Diabetes dengan Ubah Gaya Hidup Faktor keturunan memiliki pengaruh apakah seseorang dapat terkena diabetes atau tidak. Karena kadar gula di dalam darah tinggi, maka darah menjadi lebih kental dari biasanya. Fungsi darah menjadi terganggu, misalnya : fungsi transportasi nutrisi dan oksigen ke jaringan akan lebih sulit, terutama ke daerah-daerah yang terdapat pada ujungujung pembuluh darah, akibatnya akan mudah merasa kesemutan, baal, kulit menjadi kering, mudah pecah dan mudah luka, luka juga menjadi sulit sembuh karena oksigen dan zat-zat penyembuh lainnya sulit sampai pada luka. (Jusinta Kristella T, 2007). Tingginya kadar gula darah juga akan membuat penderita tetap lapar jadi makan banyak (polifagi), haus terus sehingga banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing (poliuri). Penderita akan semakin kurus dalam waktu yang relatif singkat, lemah badan, kesemutan, mata kabur yang berubah-ubah, penurunan kemampuan seksual, juga penurunan kemampuan kerja. Jika dibiarkan atau penderita tidak menyadari hal ini dalam waktu yang lama, maka akan terjadi gangguan yang serius, biasanya pada ginjal, jantung dan pembuluh darah. (Jusinta Kristella T, 2007). D. Hipotesis Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kadar gula darah pada pasien Diabetes Mellitus yang tidak mengalami Ulkus Diabetikum dengan yang mengalami Ulkus Diabetikum di RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu. Ha : Ada perbedaan yang signifikan antara kadar gula darah Diabetikum di RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu. pada pasien Diabetes Mellitus yang tidak mengalami Ulkus Diabetikum dengan yang mengalami Ulkus

Diposkan oleh Rofek sumantri di 09.59 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Beranda Langganan: Entri (Atom)

Mengenai Saya

Rofek sumantri Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

2012 (1) o Juli (1)

askep ulkus diabetus mellitus

Digital clock Daily Calendar Amazon SearchBox Cari Blog Ini

Pengikut Follow by Email

Translate
Powered by Translate FOREDI UNTUK TAHAN LAMA SEX REKOMENDASI BOYKE! Herbal Oles Anti Ejakulasi Dini, Istri Ketagihan! INVESTASI 80 RIBU HASIL 30 JUTA/BULAN, MAU ? KUNJUNGI WWW.MCUO.NET SEX KUAT EREKSI KERAS & TAHAN LAMA, MAU?

Herbal Kapsul, Aman, Bikin Istri Ketagihan Mlulu! MAU GAJI 20 JUTA ? KERJA 2 JAM MODAL CUMA 80 RIBU KUNJUNGI WWW.MCUO.NET Perbesar PENIS dan TAHAN LAMA hanya 199rb Tanpa obat, 100% alami, - www.ILMUKEJANTANAN.com PEMBESAR PENIS ARAB ASLI www.MetodeX.com Ketik ORDER & SMS ke 0821.2123.1155 GASA UNTUK EREKSI KENCENG REKOMENDASI BOYKE! GASA Herbal Kapsul Rekom Boyke Resmi BPOM, Aman! Perbesar PENIS dan TAHAN LAMA hanya 199rb Tanpa obat, 100% alami, - www.ILMUKEJANTANAN.com INVESTASI 80 RIBU HASIL 30 JUTA/BULAN, MAU ? KUNJUNGI WWW.MCUO.NET LOWONGAN KERJA ONLINE 2013 Menerima Karyawan Baru..Gaji Dibayar 80 - 150 Ribu 1X Pakai VAGINA LGS RAPAT GALIAN RAPET NY. KARSIH, GARANSI UANG KEMBALI! PE FOREDI UNTUK TAHAN LAMA SEX REKOMENDASI BOYKE! FOREDI: HERBAL OLES YANG 100% AMAN,IZIN BPOM. PERUT KEMPES DALAM 3 HARI! PELANGSING SAVANNAH 100% HERBAL&AMAN. PESAN SEKARA VAGINA jadi RAPAT dan Kencang Garansi uang kembali! Membersihkan dan merapatkan
KumpulBlogger.com

Microsoft Chip Online Portal - Xbox One, Konsol Game Terbaru dari Microsoft didukung oleh Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

Lina Apriani
Rabu, 19 Desember 2012
Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetikum

ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DIABETIKUM


A. Definisi Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya ulkus diabetic melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005). Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

B.

Etiologi Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.

1. a. b.

Faktor endogen. Genetik, metabolik. Angiopati diabetik.

c. 2. a. b. c.

Neuropati diabetic Faktor ekstrogen Trauma Infeksi Obat Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

C. Patofisiologi Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai

permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

D. Manifestasi Klinis Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Pain (nyeri) Paleness (kepucatan) Paresthesia (kesemutan) Pulselessness (denyut nadi hilang) Paralysis (lumpuh) Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine: a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan) b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Smeltzer dan Bare (2001: 1220). Klasifikasi : Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu: Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

E.

Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah :

1. a.

Pemeriksaan fisik Inspeksi Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki / jari (-), kalus, claw toe Ulkus tergantung saat ditemukan ( 0 5 )

b.

Palpasi Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal Klusi arteri dingin,pulsasi ( ) Ulkus :kalus tebal dan keras.

2. a. b. c. d.

Pemeriksaan fisik Penting pada neuropati untuk cegah ulkus Nilon monofilament 10 G Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas (83%).

3.

Pemeriksaan vaskuler Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.

4.

Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis

5. a.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.

b.

Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

c.

Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

F.

Penatalaksanaan

1.

Medis Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:

a.

Obat hiperglikemik oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

b.

Pemicu sekresi insulin Penambah sensitivitas terhadap insulin Penghambat glukoneogenesis Penghambat glukosidase alfa Insulin Insulin diperlukan pada keadaan :

c.

Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis Ketoasidosis diabetic Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2.

Keperawatan Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik: a. Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak b. Latihan Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin c. Pemantauan Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

3.

Terapi (jika diperlukan) Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari

4.

Pendidikan Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri

5.

Kontrol nutrisi dan metabolik Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren

diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total

6.

Stres Mekanik Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka

7.

Tindakan Bedah Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

a. b.

Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada. Derajat I V : pengelolaan medik dan bedah minor.

G. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Ulkus Diabetikum 1. Pengkajian Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi : a. Aktivitas / istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma

b.

Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung

c.

Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.

d.

Makanan/cairan Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen

e.

Neurosensori Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang

f.

Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri tekan abdomen Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi

g.

Pernafasan Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan

h.

Seksualitas Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

i.

Penyuluhan / pembelajaran Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi

2. a.

Diagnosa Keperawatan Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah

b.

Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada daerah luka

c. d. e.

Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

f.

Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.

g.

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi

h.

Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh

3. a.

Intervensi Keperawatan Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal Kriteria Hasil : Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis Kulit sekitar luka teraba hangat Edema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah Sensorik dan motorik membaik Intervensi : Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah

Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.

Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi. Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,

merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ). Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dpaat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien. HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangrene.

b.

Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada daerah luka

Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka Kriteria hasil : Berkurangnya oedema sekitar luka. Pus dan jaringan berkurang Adanya jaringan granulasi. Bau busuk luka berkurang. Intervensi : Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.

Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati. Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan penyakit. c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil : Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri. Ekspresi wajah klien rileks. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 37,5 0C, N: 60 80 x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 20 x /menit ). Intervensi : Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. Lakukan massage saat rawat luka. Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

d. -

Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal. Kriteria hasil : Pergerakan paien bertambah luas Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).

Rasa nyeri berkurang. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.

Intervensi : Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien. Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.

Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal. Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.

Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesuai kemampuan. Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.

Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi. Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

e.

Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil : Berat badan dan tinggi badan ideal. Pasien mematuhi dietnya. Kadar gula darah dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia Intervensi : Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan. Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan. Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.

Timbang berat badan setiap seminggu sekali. Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).

Identifikasi perubahan pola makan. Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.

Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik. Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

f.

Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.

Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis). Kriteria hasil :

Tanda-tanda infeksi tidak ada. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C ) Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal. Intervensi : Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka. Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.

Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan. Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.

Lakukan perawatan luka secara aseptik. Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.

Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan. Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin. Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.

g.

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil : Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.

Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Intervensi : Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren. Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.

Kaji latar belakang pendidikan pasien. Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.

Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti. Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya. Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secara langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.

Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada/memungkinkan). Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

h.

Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh

Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secara positif.

Kriteria hasil :

Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.

Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki. Intervensi : Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal. Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.

Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.

Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.

Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.

Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan. Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.

Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien. Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

4.

Implementasi Keperawatan Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis.

5.

Evaluasi Keperawatan Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:

a.

Berhasil prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.

b.

Tercapai sebagian pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.

c.

Belum tercapai pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC Brunner dan Suddarth.(2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC http://medicom.blogdetik.com/2009/03/11/ulkus-diabetik-2/

Diposkan oleh Lina Apriani di 07.48 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook 1 komentar: 1. Viv Sen20 Maret 2013 07.45

mbak mana woc nya kok gax ada...??"


Balas Tambahkan komentar Muat yang lain... Posting Lebih Baru Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2012 (5) o Desember (5)

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Sistem Persy...

Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Harga Di... Leaflet Latihan Rentang Gerak (ROM) Asuhan Keperawatan Fraktur Femur Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetikum

Mengenai Saya

Lina Apriani Lihat profil lengkapku

Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like