You are on page 1of 18

Referat

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ANTIPHOSPHOLIPID SYNDROME

Oleh :

Annisa Setiawati Ria Rahma A.

G99121007 G99121038

Pembimbing

dr. Supriyanto Muktiatmodjo, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN Antiphospholipidsyndrome(aPL)merupakan suatu kelainan autoimun

didapat yang bermanifestasi sebagai thrombosis dan ditemukannya autoantibodi terhadap fosfolipid dan atau phospholipid-binding protein pada pemeriksaan laboratorium. (aCL)syndrome Pada pada mulanya, tahun sindrom 1985, ini diberi nama anticardiolipin nama menjadi

kemudian

berganti

antiphospholipid (aPL) syndrome. Ada bermacam-macam jenis antigen yang dikenali oleh antibodi antifosfolipid, sehingga mulai muncul istilah lainyang lebih spesifik seperti aPL/cofactor syndrome dan the antibodi-mediated thrombosis syndrome1. Antibodi antifosfolipid ditemukan pertama kali pada pasien yang mempunyai test sifilis positif tanpa tanda-tanda infeksi. Kemudian pada tahun 1952gangguan pembekuan ditemukan pada dua pasien dengan SLE.Pada tahun 1957, ditemukan hubungan antara abortus berulang dan APS yang dikenal sekarang dengan Lupus Antikoagulan.Tahun 1983, Dr. Graham Hughes membuktikan adanya hubungan antara antibodi antifosfolipid dengan trombosis arteri dan vena2. Prevalensi antibodi antifosfolipid, sebagaimana pada kelainan autoantibodi lainnya, meningkat seiring dengan bertambahnya usia, khususnya di antara pasien usia lanjut dengan penyakit kronis penyerta. Di antara pasien dengan SLE, prevalensi ACA positif sekitar 12-30%, dan sekitar 15-34% dengan antibodi Lupus Antikoagulan positif.Banyak pasien yang menunjukkan bukti laboratorium adanya antibodi antifosfolipid tidak menunjukkan gejala klinis.Tetapi dalam 20 tahun, 50-70% pasien dengan SLE maupun antibodi antifosfolipid dapat berkembang menjadi sindrom antifosfolipid3. Trombosis yang paling sering terjadi di vena dalam ekstremitas bawah1, walaupun sebenarnya semua organ dapat terkena sebagai akibat dari thrombosis

pada pembuluh darah besar maupun kecil4. Pada sindroma antifosfolipid, thrombosis vena dilaporkan sebanyak 50%, thrombosis arteri 28%, thrombosis baik pada vena maupun arteri sebanyak 13%4.Sindroma ini juga dapat berupa komplikasi-komplikasi dalam kehamilan, terutama abortus spontan rekuren4. Sindroma ini memerlukan terapi antikoagulan jangka panjang, bahkan dapat seumur hidup.Oleh karena itu, dibutuhkan monitoring rutin terhadap efek samping antikoagulan.Perhatian khusus juga ditujukan untuk diet dan aktivitas yang menimbulkan risiko perdarahan. Penyakit- penyakit komorbid yang

menyertai sindroma ini seperti hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes mellitus juga harus dikontrol5.Makalah ini menyajikan tentang sindroma antifosfolipid dengan menitikberatkan pada diagnosis dan penatalaksanaannya.

BAB II SINDROMA ANTIFOSFOLIPID

A. Definisi Sindroma antifosfolipid didiagnosis pada pasien dengan

thrombosis dan/atau morbiditas kehamilan tertentu yang memiliki antibodi antifosfolipid persisten6.Antibodi ini dideteksi melalui metode

immunoassays menggunakan fosfolipid fase solid dan protein kofaktor sebagai target antigen, atau dengan coagulation assays yang

mendemonstrasikan penghambatan rekasi koagulasi yang bergantung fosfolipid1. Tidak seperti namanya, antibodi antifosfolipid tidak langsung menyerang fosfolipid, tetapi merupakan antibodi terhadap protein-protein tertentu yang terikat pada fosfolipid. Target antigen yang dilaporkan pada pasien dengan sindroma antifosfolipid adalah 2-Glikoprotein I, protrombin, dan annexin V. Antigen lain yang juga thrombin, protein C, protein S, trombomodulin, tissue plasminogen activator, kininogen, prekalikrein, faktor VII/VIIA, faktor XI, faktor XII, komplemen C4, heparin, dan LDL teroksidasi7.

B. Etiologi Pembentukan gen antibodi dan spesifisitas antigenik pada aPL belum sepenuhnya dimengerti. aPL secara umum dikategorikan sebagai kondisi autoimun1. 1. Predisposisi Genetik HLA1 Pengelompokan familial pada individu yang mengalami peningkatan antibodiaPL bersama dengan HLA yang terkait mengindikasikan

bahwa antibodi aPL muncul sebagai respon terhadap antigen tertentu pada individu yang rentan secara genetik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa respon aPL pada pasien SLE dan sindrom aPL primer secara imunogenetik berbeda. HLA yang paling berhubungan dengan aPL adalah HLA-DR53, sedangkan HLA-B8, DR17, DQ2 yang berhubungan erat dengan SLE menurun secara signifikan pada pasien dengan aPL primer dan sekunder. 2. Infeksi1 Antibodi antifosfolipid dilaporkan pernah ditemukan pada pasien post Varicella purpura fulminan, varicella pneumonia, dan pasien dengan Hepatitis C26. Hubungan antara aPL dengan infeksi CMV yang mengalami thrombosis femoropopliteal dan mesenterika juga telah ditemukan. Apoptosis sel yang membuat fosfolipid anion berinteraksi dengan permukaan sel diduga memicu terbentuknya antibodi antifosfolipid. 3. Penyakit-penyakit autoimun dan rematik lainnya, yaitu8: a. Anemia hemolitik autoimun b. ITP (30%) c. Juvenile arthritis d. Arthritis rematoid (7-50%) e. Arthritis psoriatic (28%) f. Skleroderma (25%) g. Sindroma Behcet (7-20%) h. Sindroma Sjogren (25-42%) i. Mixed connective tissue disease (22%) j. Poliomiositis dan dermatomiositis k. Polimialgia rematika (20%) l. Osteoatritis (<14%) m. Gout n. Multiple sklerosis o. Vaskulitis

p. Penyakit tiroid autoimun 4. Neoplasma8 Antibodi antifosfolipid dilaporkan ditemukan pada pasien kanker paru, kolon, serviks, prostat, ginjal, ovarium, payudara, tulang, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, mielofibrosis, polisitemia vera, leukemia myeloid, dan leukemia limfositik. 5. Keadan lain8 Antibodi antifosfolipid juga ditemukan pada sickle cell anemia, anemia pernisiosa, diabetes mellitus, inflammatory bowel disease, terapi pengganti ginjal dialysis, dan sindroma Klinefelter.

C. Patogenesis dan Patofisiologi Mekanisme terjadinya thrombosis dan kematian janin pada pasien dengan sindroma ada antifosfolipid beberapa masih jalur belum diketahui yang secara telah

pasti.Namun,

patogenik

diidentifikasi.Pertama, antibodi antifosfolipid mengganggu kaskade koagulasi dan menyebabkan kondisi prokoagulan. Contohnya adalah penghambatan jalur koagulasi yang melibatkan protein C teraktivasi dan antitrombin III, inhibisi fibrinolisis dan peningkatan aktivitas tissue factor. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, 2-Glikoprotein I dapat berperan sebagai antikoagulan in vivo sehingga molekul yang mengganggu peran ini dapat mengacaukan koagulasi.Protein-protein lain yang berperan penting dalam mengatur koagulasi seperti protrombin, protein C dan S, dan annexin V juga menjadi target antibodi antifosfolipid2.

Gambar 1. Mekanisme patogenik pada sindroma antifosfolipid 2

Antigen-antigen yang menjadi target antibodi antifosfolipid tersebut tertarik ke bagian terluar membran sel yang mengandung fosfolipid bermuatan negatif dalam jumlah besar pada keadaan tertentu saja, seperti pada kerusakan/apoptosis (seperti pada sel endotel), atau setelah terjadi aktivasi protein (seperti platelet).Beberapa reseptor membrane diketahui berperan sebagai signal transducers. Setelahproses penerjemahan sinyal secara intraselular, ekspresi molekul adhesi seperti vascular-cell-adhesionmolecule-1 (VCAM-1) atau intracellular adhesion-molecule-1 (ICAM-1) meningkatkan adhesi sel imunokompeten dan mengaktivasi endotel. Produksi tissue factor atau inhibisi tissue-factor-pathway-inhibitor (TFPI) mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik, dan penurunan produksi

prostasiklin menginduksi vasokonstriksi dan agregasi platelet.Aktivasi platelet menimbulkan produksi thromboxane A2 yang meningkatkan adhesi kolagen. Di sisi lain, pelepasan tissue type plasminogen activator (t-PA) dari annexin II dapat mengurangi aktivasi plasmin sehingga menurunkan kecepatan fibrinolisis7. Secara ringkas, mekanisme protrombotik pada sindroma antifosfolipid disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Jalur dan mekanisme yang menyebabkan keadaan prokoagulasi pada APLS7

Banyak individu yang memiliki kadarantibodi antifosfolipid tinggi yang asimptomatik, beberapa studi mengajukan sebuah hipotesis 2-hit. Adanya antibodi antifosfolipid menginduksi disfungsi endotel (first hit) dan kondisi lain (second hit) seperti infeksi pada kehamilan atau vascular injury memacu terjadinya thrombosis7.

D. Manifestasi Klinis Secara klinis, sindroma antifosfolipid terdiri dari dua jenis9: a. Jika muncul sebagai sindroma sendiri tanpa penyakit autoimun lain disebut sindroma antifosfolipid primer b. Jika sindroma ini muncul bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya disebut sindroma antifsfolipid sekunder Spektrum klinis sindroma antifosfolipid dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Gambar 2. Spektrum klinis sindroma antifosfolipid 9

Manifestasi klinis lain yang dapat ditemukan pada sindroma antifosfolipid adalah sebagai berikut9: 1. Thrombosis pada pembuluh darah besar a. Neurologik Transcient ischemic attack, stroke iskemik, chorea, kejang, dementia, myelitis transversa, ensefalopati, migraine, pseudotumor serebri, thrombosis vena serebral, mononeuritis multipleks b. Optalmik Thrombosis arteri/vena retina, amaurosis fugax c. Kulit

Flebitis superfisial, ulkus di kaki, iskemik distal, blue toe syndrome d. Jantung Infark miokardial, vegetasi valvular, trombi intrakardiak,

aterosklerosis e. Paru Emboli paru, hipertensi pulmonal, thrombosis arteri pulmonal, perdarahan alveolar f. Arteri Thrombosis aorta, thrombosis arteri besar dan kecil g. Ginjal Thrombosis vena/arteri renalis, infark ginjal, gagal ginjal akut, proteinuria, hematuria, sindroma nefrotik h. Gastrointestinal Sindroma Budd-Chiari, infark hati, infark kandung empedu, infark usus, infark limpa, pankreatitis, ascites, perforasi esophagus, colitis iskemi i. Endokrin Infark dan kegagalan fungsi adrenal, infark testis, infark prostat, infark dan kegagalan fungsi pituitary j. Vena Thrombosis vena ekstremitas, adrenal, hepatik, mesenterik, lien, vena cava k. Komplikasi obstetrik Keguguran, gangguan pertumbuhan janin intrauterine, anemia hemolitik, peningkatan enzim hati, trombositopeni (sindroma HELLP), oligohidramnion, preeklampsi l. Hematologi Trombositopenia, anemia hemolitik, sindroma hemolitik uremik, purpura trombotik trombisitopeni m. Lain- lain Perforasi septum nasal, nekrosis avaskular tulang.

2. Thrombosis mikrovaskuler9 a. Mata Retinitis b. Kulit Livido retikularis, gangrene superfisial, purpura, ekimosis, nodul subkutan c. Jantung Infark miokardial, mikrotrombi kardial, miokarditis, abnormalitas katup d. Paru Acute respiratory distress syndrome, perdarahan alveolar e. Ginjal Gagal ginjal akut, mikroangiopati trombotik, hipertensi, f. Hematologi Koagulasi intravaskuler diseminata (pada sindroma antifosfolipid katastropik) g. Lain-lain Mikrotrombi, mikroinfark Bick mengklasifikasikan sindroma thrombosis yang berhubungan dengan antibodi antifosfolipid menjadi 6 tipe, yaitu10,11: 1. Sindroma tipe I Thrombosis vena dalam dengan atau tanpa emboli paru 2. Sindroma tipe II Thrombosis arteri koroner Thrombosis arteri perifer Thrombosis aorta Thrombosis arteri karotis

3. Sindroma tipe III Thrombosis arteri retina Thrombosis vena retina

Thrombosis serebrovaskuler Transcient cerebral ischemic attacks

4. Sindroma tipe IV Campuran syndrome tipe I, II, dan III

5. Sindroma tipe V (Fetal wastage syndrome) Trombosis vaskuler plasenta Fetal wastage (sering pada trimester 1, dapat pada trimester 2 dan 3) 6. Sindroma tipe 6 Antibodi antifosfolipid tanpa manifestasi klinis

E. Pemeriksaan Penunjang12,13 1. IgG dan IgM antikardiolipin antibody 2. IgG dan IgM anti 2-Glikoprotein 3. Tes lupus antikoagulan

F. Kriteria Diagnostik Diagnosis didasarkan pada kriteria International Consensus Statement on an Update of the Classification
4

Criteria for Definite

Antiphospholipid Syndrome tahun 2006 .Untuk menegakkan diagnosis sindrom antifosfolipid, minimal harus ada 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium yang ditemukan pada pasien. Kriteria klinis: Thrombosis vaskular 1. Satu atau lebih episode thrombosis vena, arteri, atau pembuluh darah kecil (selain thrombosis vena superfisial) di jaringan maupun organ. Thrombosis harus dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan/Doppler atau histopatologis (tanpa bukti adanya pembuluh darah). inflamasi pada dinding

2. Morbiditas kehamilan a. Satu atau lebih kematian fetus dengan morfologi normal pada usia10 minggu kehamilan tanpa sebab yang dapat dijelaskan. Morfologi fetus yang normal dikonfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan fetus langsung, atau b. Satu atau lebih kelahiran prematurpada neonatus dengan

morfologi normal sebelum usia 34 minggu karena: (1) eklampsia atau preeklampsi, atau(2) insufisiensi plasenta, atau c. Tigaatau lebih aborsi spontan konsekutif sebelum usia kehamilan 10 minggu tanpa adanya kelainan genetik, anatomi, maupun penyebab hormonal. Kriteria Laboratorium: 1. Adanya lupus antikoagulan (LA) di dalam plasma, pada dua kali pemeriksaan yang berjarak minimal 12 minggu yang dideteksi menurut panduan The International Society of Thrombosis and Hemostasis (Scientific Antibodies). 2. Adanya IgG Antibodi dan/atau isotope IgM antikardiolipin dalam serum atau plasma dengan titer sedang atau tinggi (>40 unit GPL atau MPL atau > persentil 99) pada dua kali pemeriksaan yang berjarak minimal 12 minggu, yang diukur dengan metode ELISA terstandar. 3. Adanya IgG antibodianti-2 glikoprotein-I dan/atau IgM isotipe dalam serum atau plasma( titer > persentil 99), pada dua kali pemeriksaan yang berjarak minimal 12 minggu, diukur dengan metode ELISA terstandar dengan prosedur yang direkomendasikan. G. Diagnosis Banding3 1. ITP (Idiopatic Thrombocyitopenic Purpura), anemia hemolitik autoimun 2. Kelainan autoimun sekunder: Subcommittee on LACs/Phospholipid-Dependent

a. SLE, arthritis rematoid b. Induksi obat-obatan (drug induced), oleh prokainamid, hidralazin, kuinidin, fenotiazin, penisilin 3. Keganasan hematologi (leukemia dan penyakit limfoproliferatif lainnya) 4. Penyakit Infeksi: a. Viral b. Bakterial c. Parasit : CMV, Hepatitis C, HIV : S. hemolyticus, H.pylori, Ricketsia spp. : malaria

5. Penyakit hati kronis/ Sirosis hati : alkoholik, hepatitis C 6. SIndrom hemolitik: a. Inkompatibilitas ibu dan bayi (ABO, Rh, HLA) b. Talasemia

H. Penatalaksanaan Terapi untuk thrombosis pada sindroma antifosfolipid adalah14: 1. Heparin 2. Warfarin Pada umumnya, warfarin saja cukup untuk terapi thrombosis vena.Meskipun demikian, penambahan aspirin atau dipiridamol pada terapi warfarin dapat mencegah rekurensi thrombosis arteri. 3. Antiplatelet: aspirin, dipiridamol, klopidrogel Klopidrogel diduga mempunyai peranan dalam terapi profilaksis primer dan sekunder APS pada penderita alergi aspirin. 4. Hidroksiklorokuin Data penelitian pemberian hidroksiklorokuin dalam pencegahan tromboemboli pada APS masih terbatas.Hidroksiklorokuin lebih sering digunakan pada penderita tanpa tromboemboli arterial.

Rekomendasi regimen antitrombotik pada thrombosis dengan antibodi antifosfolipid10,11 1. Sindroma tipe I dan II Heparin unfractioned/low molecular weight heparin jangka pendek diikuti pemberian heparin subkutan jangka panjang. Clopidrogel jangka panjang dapat dipertimbangkan sebagai pengganti heparin unfractioned/low molecular weight

heparinbila tidak terjadi thrombus dalam 6-12 bulan atau adanya efek samping osteoporosis karena heparin. 2. Sindroma tipe III Serebrovaskuler: clopidrogel dengan heparin subkutan jangka panjang. Setelah keadaan stabil dalam jangka panjng, heparin dapat dihentikan, clopidrogel tetap diteruskan. 3. Sindroma tipe IV Terapi tergantung jenis thrombosis.

4. Sindroma tipe V Aspirin 81 mg/hari sebelum konsepsi diikuti heparin 5000 unit setiap 12 jam segera setelah konsepsi. 5. Sindroma tipe VI Tidak ada indikasi yang jelas untuk pemberian terapi antitrombotik First Event Direkomendasikan pemeberian antikoagulan warfarin dengan target INR antara 2-3 pada penderita dengn thrombosis vena dalam atau emboli paru yang pertama kali terjadi. Warfarin diberikan selama minimal 6 bulan8. Recurrent disease Direkomendasikan pemberian warfarin life-long dengan target INR 2-3. Bila terjadi thrombosis berulang selama terapi warfarin dengan target INR

2-3, direkomendasikan untuk menaikkan target INR 3.1-4.0 dan/ atau menambahkan aspirin dosis rendah8. Terapi profilaksis14 Terapi profilaksis diberikan pada penderita asimptomatik dengan aPL tanpa riwayat thrombosis. Insidensi terjadinya thrombosis pada keadaan ini berkisar antara 10-75% bila kadarantibodi sangat tinggi. Terapi profilaksis yang direkomendasikan: 1. Aspirin 81 mg/ hari direkomendasikan pada penderita asimptomatik dan tidak hamil 2. Kombinasi aspirin dan hidroksiklorokuin (6.5 mg/kg/hari) Terapi pada Catastrophic APS14 1. Terapi factor presipitasi (misal: infeksi) 2. Heparin diikuti warfarin (target INR 2-3) 3. Metilprednisolon 1 gr/hari IV selama 3 hari, diikuti steroid parenteral atau oral ekivalen dengan prednisolon 1-2 mg/kg 4. Plasma exchange dan/atau IVIG (400mg/kg/hari selama 5 hari bila didapatkan adanya mikroangiopati (trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopati) 5. Siklofosfamid (diberikan pada sindrom antifosfolipid yang

berhubungan dengan SLE dengan komplikasi yang mengancam jiwa) 6. Terapi eksperimental: fibrinolitik, prostasiklin, ancrod, defibrotide, antisitokin, immunoadsorption, anti sel B antibodi (rituximab)

DAFTAR PUSTAKA 1. Beutler, E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps TJ, Seligsohn U. Lupus Anticoagulant and Related Disorders in Williams Hematology 6thEd . McGraw Hill Publishing; 2000. 2. Hanly, JG. Antiphospholipid syndrome: an overview. Canad Med Assoc J 2003;168(13):1675-681 3. Effendy, S. Sindrom AntibodiAntifosfolipid: Aspek Hematologik dan Penatalaksanaan dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Edisi IV jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD UI; 2006. 4. Rand, JH, The Antiphospholipid Syndrome. Journal of American Society of Hematology. New York: American Society of Hematology. 2007. 5. Meroni, PL. 2012. Antiphospholipid Syndrome. American College of Rheumatology. http://www.rheumatology.org 6. Keeling, D, Mackie I, Moore GW, Greer IA, Greaves M. 2012. Guidelines on The Investigation and Management of Antiphospholipid Syndrome. British Journal of Haematology. Blackwell Publishing Ltd. 7. Koniari I, Siminelakis SN, Baikoussis NG, Papadopoulos G, Goudevenos J, Apostolakis E. Antiphospholipid Syndrome; Its Implication in Cardiovascular Disease. Journal of Cardiothoracic Surgery. 2010. http://www.cardiothoracicsurgery.org/contents/5/1/101 8. Bermas B, Erkan D, Schur PH. Clinical manifestasions and diagnosis of antiphospholipid syndrome. Available from http://www.uptodate.com 9. Baker WF, Bick RL. The clinical spectrum of Antiphospholipid Syndrome. Hematol Oncol Clin N Am 2008;.22:33-52 10. Bick RL. In Bick RL, ed. Disorders of thrombosis and hemostasis clinical and laboratory practice 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2002

11. Bick RL, Baker WF. Treatment options for patients who have antiphospholipid syndromes. Hematol Oncol Cln N Am 2008;22:145-53. 12. Miyakis S, Lockshin MD, Atsumi T, Branch DW, Brey RL, Cervera R, et al. International consensus statement on an uptodate classification criteria for definite antiphospholipd syndrome. Journal of Thrombosis and Hemostasis 2006;4:295-306. 13. Pengo W. Anti 2-glykoprotein I antibodi testing in the laboratory diagnosis of antiphospholipid syndrome. J Thromb Haemost 2006;3:11589. 14. Bermas BL. Schur PH. Treatment of the antiphospholipid syndrome. Available from http://www.uptodate.com 15. Irastorza GR, Khamashta MA. Stroke and Antiphospholipid Syndrome: the Treatment Debate. Journal of British Society of Rheumatology. Oxford University Press. 2005;44:971-974 16. Baker WF, Bick RL, Farreed J. Controversies and unresolved issues in antiphospholipid syndrome pathogenesis and management. Hematol Oncol Clin N Am 2008;22:155-74 17. Fonseca AG, Cruz DP. Controversies in the antiphospholipid syndrome: can we ever stop warfarin? J Autoimmune Disease 2008;5:1-12

You might also like