You are on page 1of 7

Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan.

Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari. Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah mencoba dikembangkan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30). Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif

mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah make a match. Model pembelajaran mencari pasangan (make a match) yaitu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Model pembelajaran kooperatif tipe make a match yaitu model pembelajaran mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal dari kartu yang dimiliki sebelum batas waktu yang ditetapkan. Pada Model pembelajaran kooperatif tipe make a match sangat diperlukan ketelitian, kecermatan, ketepatan dan kecepatan siswa untuk mencari pasangan dari kartu yang dimilikinya. Model pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe make a match sangat cocok digunakan oleh guru untuk melakukan review terhadap konsep yang telah diajarkannya dengan tujuan dapat meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas. Dengan demikian siswa belajar tidak hanya mendengarkan dan guru menerangkan di depan kelas saja namun diperlukan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Ada beberapa langkah yang diterapkan dalam menerapkan Model pembelajaran kooperatif tipe make a match (dalam Suyatno, 2009 : 121) yaitu : a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang

d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya g. Demikian seterusnya h. Kesimpulan/penutup Menurut Amin (2011), sintaks model pembelajaran kooperatif tipe make a match sebagai berikut: Tahap Awal a. Guru menyiapkan beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review. b. Guru menyiapkan kertas karton yang berbeda warna untuk membuat kartu soal dan kartu jawaban. c. Kartu soal dan kartu jawaban dipotong berbentuk segi empat (seukuran kartu remi). d. Guru menulis pertanyaan pada kartu soal dan jawaban pertanyaan pada kartu jawaban. e. Kartu soal dan kartu jawaban dibuat dalam jumlah yang sama, agar dapat dipasangkan. Tahap Inti a. Siswa dibagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok mendapat kartu soal dan kelompok lainnya mendapat kartu jawaban. b. Setiap siswa dibagikan sebuah kartu soal dan kartu jawaban.

c. Setiap siswa yang sudah mendapat sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban, memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. e. Pasangan siswa yang sudah dapat mencocokkan kartunya, kemudian saling duduk berdekatan. f. Siswa yang belum dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban), berkumpul dalam kelompok sendiri. g. Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran pasangan kartu-kartu tersebut. h. Pasangan siswa mempresentasikan topik yang diperolehnya, yang ditanggapi oleh kelompok lain. i. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. Tahap Akhir a. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. b. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa yang kurang memahami materi pelajaran.

Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, karena tidak ada metode pembelajaran yang terbaik. Suatu metode pembelajaran cocok untuk materi dan tujuan tertentu, tetapi belum tentu cocok untuk materi atau tujuan lainnya. Demikian juga dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match

yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran kooperatif tipe make a match seperti yang dikemukakan oleh Lie (dalam Isjoni 2009:112) bahwa salah satu keunggulan make a match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan dan dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Sedangkan menurut Sriayu (2009), keunggulan dari model pembelajaran make a match yaitu: (a) Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran ; (b) Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis; (c) Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa. Menurut Amin (2011), kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai berikut: a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. b. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan. c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. e. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. f. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. Selain memiliki keunggulan, model pembelajaran make a match juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang diungkapkan Ramadhan (2008) bahwa kelemahan dari make a match adalah: (a) Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan pembelajaran; (b) Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat mengganggu kelas lain; (c) Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.

Sedangkan Amin (2011), kekurangan atau kelemahan dari tipe make a match, antara lain: a. Jika tidak merancangnya dengan baik, maka banyak waktu terbuang. b. Pada awal-awal penerapan metode ini, banyak siswa yang malu bila berpasangan dengan lawan jenisnya. c. Jika tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang kurang memperhatikan. d. Harus berhati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan (bisa saja karena malu). e. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan. f. Guru perlu persiapan alat yang memadai.

You might also like