You are on page 1of 11

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS HASIL INDUSTRI ANALISIS KANDUNGAN BORAKS

NAMA KELOMPOK B3 :

I KOMANG TRIKUTI NI PUTU ITA PURNAMA YANTI I PUTU HENDRA PRASETYA GEDE GORA ADRISTA

1111205037 1111205038 1111205039 1111205040

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sekarang ini banyak sekali penggunaan bahan kimia untuk mengawetkan suatu makanan dan salah satunya adalah bakso, karena bakso termasuk makanan yang tidak dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama dan para konsumen beranggapan bahwa pedagang-pedagang bakso yang dagangannya tidak terjual habis, pasti ada yang menggunakan bahan kimia untuk mengawetkan baksonya. Penambahan boraks maupun formalin untuk bakso memang banyak dilakukan oleh pedagang-pedagang tidak bertanggung jawab. Perkembangan produk pangan awet terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan awet. Boraks adalah salah satu jenis bahan kimia yang dapat mengawetkan suatu makanan dalam waktu yang cukup lama. Kebanyakan makanan yang dikemas mengandung bahan tambahan, yaitu suatu bahan yang dapat mengawetkan makanan atau merubahnya dengan berbagai teknik dan cara. Berbicara mengenai bahan tambahan atau bahan kimia maka tidak akan terlepas dari bahayanya. Meski masyarakat telah mengetahui terdapat bakso yang mengandung boraks, tetapi sebagian belum dapat membedakan antara bakso yang mengandung boraks dengan bakso yang aman dikonsumsi. Oleh karena itu, pada praktikum ini sangat penting untuk dilakukan agar dapat mengidentifikasi kandungan boraks yang ada pada bakso. 1.2 Manfaat dan Tujuan Praktikum Adapun manfaat praktikum ini adalah : a. Mahasiswa dapat mengetahui metode penentuan boraks pada bakso. b. Mahasiswa dapat menganalisis kandungan boraks pada bakso.

Adapun manfaat praktikum ini adalah : a. Untuk mengetahui metode penentuan boraks pada bakso. b. Untuk menganalisis kandungan boraks pada bakso.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Bakso Bakso tersedia dalam beragam jenis masakan. Bakso yang digunakan

harus bebas dari sentuhan bahan-bahan kimia berbahaya. Meskipun bakso sangat memasyarakat, nyatanya pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Bakso yang mengandung boraks atau formalin masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Asupan boraks sangat merugikan kesehatan. Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan maupun udang. Selain protein hewani, aneka daging itu juga mengandung zat-zat gizi lainnya, termasuk asam amino esensial yang penting bagi tubuh. Karena itu, bakso mestinya dapat menjadi pemenuh kebutuhan masyarakat akan protein (Cahyadi, 2006). Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dibentuk bulatan-bulatan, dan selanjutnya direbus. Parameter mutu bakso yang diperhatikan pada pengolahan maupun konsumen adalah tekstur, warna dan rasa. Tekstur yang biasanya disukai adalah yang halus, kompak, kenyal dan empuk. Halus dimana permukaan irisannya rata, seragam dan serta dagingnya tidak tampak. Kekenyalan bakso dapat ditentukan dengan melempar bakso ke permukaan meja dan lantai, dimana bakso yang kenyal akan memantul, sedangkan keempukan diukur dengan cara digigt, dimana bakso yang empuk akan mudah pecah. Bahan pengawet yang biasa digunakan dalam bakso adalah benzoat. Pemakaian benzoat dilakukan dengan cara mencampurkannya ke dalam adonan bakso, sebanyak 0,1 sampai 0,5 % dari berat adonan. Peraturan Menkes RI membatasi penggunaan benzoat dalam produk pangan maksimum 0,1 persen dari berat produk.

2.2

Pengawet Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau

menghambat fermentasi, pengasam atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak atau makanan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan sebagainya. Pertumbuhan bakteri dicegah atau dihambat tergantung dari jumlah pengawet yang ditambahkan dan juga pH/keasaman dari makanan. Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi merupakan hal yang menguntungkan karena dengan bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun, dari sisi yang lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan umtuk dikonsumsi. Apabila dosis pemakaian bahan pangan tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsiogenik (beracun). Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini banyak dijumpai pemakaian bahan pengawet secara luas. Kebanyakan bahan pengawet memiliki ciri sebagai senyawa kimia yang relatif sederhana jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya (Cahyadi, 2006).

2.3

Boraks Natrium Tetraborat (Na2B4O7.10H2O) adalah campuran garam mineral

dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yang merupakan bentuk tidak murni dari boraks. Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq, merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron dan mudah larut dalam air. Boraks berbentuk serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol dan memiliki PH : 9,5 (Rahmawati, 2010).

Borat diturunkan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam piroborat (H2B4O7), dan asam metaborat (HBO2). Asam ortoborat adalah zat padat kristalin putih, yang sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang diketahui dengan pasti. Asam ortoborat yang dipanaskan pada 1000 C, akan diubah menjadi asam metaborat. Pada 1400 C dihasilkan asam piroborat. Kebanyakan garam ini diturunkan dari asam metaborat dan piroborat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya asam borat, garam-garam yang larut terhidrolisis dalam larutan, dan karenanya bereaksi basa (Vogel, 1985). Pada dasarnya asam dapat menurunkan kadar pH pada makanan, sehingga dapat menghambat bakteri pembusuk. Asam dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu, asam alami yang pada umumnya adalah asam organik misalnya asam tartrat dan asam dari buah-buahan misalnya asam sitrat. Asam yang dihasilkan dari proses fermentasi misalnya asam laktat dan asam asetat. Asam-asam sintetik misalnya asam malat, asam fosfat dan asam adifat (Winarno, 1980).

2.4

Toksisitas Boraks Konsumen yang mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks, tidak

serta merta berdampak buruk terhadap kesehatan. Tetapi boraks yang sedikit tersebut diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Di samping melalui saluran pencernaan, boraks dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terlanjur terserap ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Konsumsi boraks yang tinggi jumlahnya dalam makanan dan terserap dalam tubuh akan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak atau testis (buah zakar). Lee dkk (dalam Winarno, 1994) menyatakan bahwa boraks dapat berpengaruh buruk seperti mengganggu berfungsinya testis (testicular). Kerusakan testis tersebut terjadi pada dosis 1170 ppm selama 90 hari dengan akibat testis mengecil dan pada dosis yang lebih tinggi yaitu 52 50 ppm dalam waktu 30 hari dapat mengakibatkan degenerasi gonad. Wen dan Fisher tahun 1972 (dalam Winarno, 1994) mengutarakan bahwa boraks relatif kurang beracun apabila dikonsumsi melalui oral karena memiliki batas

keamanan (reasonable margin of safety) antara dosis keracunan pada binatang dan jumlah yang sesungguhnya dikonsumsi manusia. Dalam dosis yang cukup tinggi dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, cyanis, kompulsi. Pada anak kecil dan bayi bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gr atau lebih dapat menyebabkan kematian, sedang untuk orang dewasa, kematian terjadi pada dosis 10 20 gr atau lebih.

BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1

Alat dan Bahan Alat Praktikum a. Muffle furnace b. Cawan porselin c. Timbangan analitik d. Tumbukan e. Oven f. Pipet volume Bahan Praktikum a. b. c. d. e. Bakso bermerk CaCO3 Aquades H2SO4 Metanol

3.2 -

Cara Kerja Praktikum Bahan/produk bakso bermerk dihaluskan, kemudian timbang 2 gram. Ditambahkan 0,5 gram CaCO3 Ditambahkan aquades (sedikit demi sedikit hingga rata/terendam) Dimasukkan ke dalam oven hingga kering (suhu 105o C) Dibakar sampai berbentuk arang Bahan yang telah menjadi arang, dimasukkan ke dalam muffle furnace sampai berubah menjadi abu Ditambhakan 2,5 ml asam sulfat (H2SO4) dan 2,5 ml methanol Dibakar (jika mengandung boraks api berwarna hijau, jika tidak mengandung boraks api berwarna biru)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Pengamatan

Sampel Warna B1 (Bakso bermerk) B2 (Bakso bermerk) B3 (Bakso bermerk) B4 (Bakso tidak bermerk) B5 (Bakso tidak bermerk) B6 (Bakso tidak bermerk) Biru Biru Biru Biru Biru Biru

Kandungan Boraks Negatif Positif -

4.2

Pembahasan Dalam praktikum analisis boraks ini kami menggunakan dua sampel, yaitu

sampel bakso bermerek dan bakso yang tidak bermerek. Pada praktikum ini diperoleh hasil pengamatan yang sama. Kedua sampel bakso tersebut diberikan perlakuan yang sama, mulai dari ditambahkan CaCO3, kemudian ditambahkan aquades sedikit demi sedikit sampai sampel bakso terendam. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam oven hingga kering dalam suhu 105o C, lalu diarangkan dan kemudian ditetesi dengan 2,5 ml H2SO4 dan 2,5 ml metanol kemudian dibakar. Dari hasil praktikum ini sampel bakso bermerk dan tidak bermerk, nyala api berwarna biru menandakan tidak ditemukannya kandungan boraks atau hasil yang diperoleh negatif mengandung boraks.

BAB V PENUTUP

5.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum yang telah kami lakukan dapat disimpulkan

bahwa : a. Metode penentuan kandungan boraks pada bakso dapat dilakukan dengan uji nyala. b. Pada sampel bakso bermerk dan tidak bermerk warna nyala api berwarna biru ini menandakan tidak adanya kandungan boraks pada kedua sampel bakso tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Suci. 2011. Identifikasi Boraks Dalam Bakso Dengan Reaksi Nyala. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25615 (Diakses pada tanggal 27 Mei 2013)

Anonimus.

. Bakso Daging.

http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Bakso%20daging. pdf (Diakses pada tanggal 27 Mei 2013)

You might also like