You are on page 1of 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.

Pewarnaan dan Morfologi Bakteri Bakteri bersifat transparan dan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Salah satu cara untuk mengetahui struktur, morfologi, dan sifat kimia bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi adalah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Zat warna yang biasa dijadikan untuk mengecat bakteri adalah methylene blue, basic fuchsin, dan crystal violet. Zat warna ini menghasilkan warna (chromophore) yang bermuatan positif sehingga bakteri yang bermuatan negatif menarik chromophore kationik (Aditya, 2010). Sel bakteri dapat teramati dengan jelas jika digunakan mikroskop dengan perbesaran 100x10 yang ditambah minyak imersi. Jika dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat. Pewarnaan bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke permukaan sel bakteri. Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan. Zat warna yang digunakan bersifat asam atau basa. Pada zat warna basa, bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut kromofor dan mempunyai muatan positif. Sebaliknya pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna memiliki muatan negatif. Zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan negatif banyak ditemukan pada permukaan sel. Contoh zat warna asam antara lain Crystal Violet, Methylene Blue, Safranin, Base Fuchsin, Malachite Green, dan sebagainya. Zat warna basa antara lain Eosin dan Congo Red (Fadli, 2012). 1. Pewarnaan sederhana Pewarnaan sederhana merupakan pewarnaan menggunakan satu macam zat warna (biru metilen atau air fukhsin), tujuannya hanya untuk melihat bentuk sel. Pewarnaan sederhana merupakan pewarna yang paling umum digunakan. Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana, yaitu mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif) (Fadli, 2012). 2. Pewarnaan Negatif Pewarnaan negatif merupakan suatu pewarnaan yang bukan untuk mewarnai bakteri, tetapi digunakan untuk mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Metode ini meliputi

pencampuran mikroorganisme di dalam setetes tinta bak atau nigrosin, lalu menyebarkannya di atas sebuah kaca obyek yang bersih. Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel (Hadioetomo, 1993). 3. Pewarnaan Gram Pewarnaan gram merupakan salah satu prosedur yang amat penting dan paling banyak digunakan dalam karakterisasi bakteri karena bakteri dapat dipisahkan secara umum menjadi dua kelompok besar, yaitu organisme yang dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai pada akhir prosedur (Gram positif) dan organisme yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan (Gram negatif), sehingga masing-masing mempunyai kegunaan yang berbeda (Hadioetomo, 1993). Reagen yang digunakan untuk pewarnaan gram terdiri dari pewarna primer crystal violet untuk pewarnaan pertama kali, iodin untuk memperkuat ikatan pewarna primer, alkohol sebagai pelarut lemak dan dehidrasi protein, dan safranin sebagai pewarna terakhir yang menyebabkan warna merah pada sel yang telah mengalami dekolorisasi. Langkah dekolorisasi merupakan salah satu proses penting yang sebagian besar sumber noda inkonsistensi gram. Hal ini dimungkinkan karena terlalu lama meninggalkan alkohol dan mendapatkan sel Gram-positif dengan warna merah. Hal ini juga dimungkinkan karena dekolorisasi yang menghasilkan sel Gram-negatif dengan warna ungu. Situasi ini terjadi karena adanya perubahan reaksi gram untuk organisme yang bernoda, sebaliknya hal tersebut juga merupakan salah satu hasil karena teknik yang buruk pada bagian pewarnaan Gram (Rudi, 2010). Bakteri Gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna gram A yang mengandung crystal violet sewaktu proses pewarnaan gram. Bakteri jenis ini akan berwarna ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri Gram negatif akan berwarna merah atau merah muda karena warna ungu dapat dilunturkan kemudian mengikat cat gram D sebagai warna kontras. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri. Pada bakteri Gram positif susunan lebih sederhana terdiri atas 2 lapis namun memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal sementara pada dinding sel bakteri lebih kompleks terdiri atas 3 lapis namun lapisan peptidoglikan tipis (Rudi, 2010). Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipoposakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai dengan safranin akan berwarna merah. Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal, sehingga setelah pewarnaan dengan crystal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru (Rudi, 2010). Tabel 2.1. Perbedaan Relatif Sifat Bakteri Gram Positif Dan Gram Negatif (Rudi, 2010). Sifat Komposisi dinding sel Bakteri garam (+) Bakteri gram negatif (-) Kandungan lipid rendah (1- Kandungan lipid tinggi

Ketahanan penisilin Penghambatan pewarna basa (VK) Kebutuhan nutrisi

4%) terhadap Lebih sensitif oleh Lebih dihambat

Lebih tahan Kurang dihambat

Ketahanaa terhadap perlakuan fisik 4. Pewarnaan Khusus

Kebanyakan spesies relatif Relatif sederhana kompleks Lebih tahan Kurang tahan

Pewarnaan khusus merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai struktur khusus atau struktur tertentu dari bakteri terdiri dari pewarnaan kapsul, spora, flagel, nucleoid, dan sebagainya (Aditya, 2010). a. Pewarnaan kapsul, merupakan pewarnaan menggunakan larutan kristal violet panas, lalu larutan tembaga sulfat sebagai pembilasan menghasilkan warna biru pucat pada kapsul. Garam tembaga memberikan warna pada latar belakang yang berwana biru gelap. b. Pewarnaan spora, merupakan pewarnaan pada spora bakteri dimana dinding spora relatif tidak permeable, namun zat warna bisa menembusnya dengan cara memanaskan preparat. c. Pewarnaan flagel, merupakan pewarnaan dengan memberi suspensi koloid garam asam tanat yang tidak stabil, sehingga terbentuk presipitat tebal pada dinding sel dan flagel. d. Pewarnaan nucleoid, merupakan pewarnaan menggunakan pewarna fuelgen yang khusus untuk DNA. B. Uji Katalase Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang diuji. Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase diduga penting untuk pertumbuhan aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan bantuan berbagai enzim pernafasan bersifat racun terhadap sel mikroba. Keberadaan H2O2 pertama kali dideteksi pada kultur Pneumococcus, sebuah organisme yang tidak memproduksi katalase dan sedikit sensitif terhadap peroksida. Organisme yang tidak memproduksi katalase dilindungi oleh penanaman dengan jaringan hewan/tumbuhan atau organisme lain yang mempunyai kemampuan memproduksi enzim. Beberapa bakteri memproduksi katalase lebih banyak daripada yang lain, hal ini ditunjukkan dengan jumlah yang banyak pada bakteri aerob, sedangkan enzim tersebut tidak diproduksi oleh bakteri anaerob obligat karena mereka tidak memerlukan enzim tersebut (Anonim, 2008).. Bakteri katalase positif bisa menghasilkan gelembung-gelembung oksigen karena adanya pemecahan H2O2 (hidrogen peroksida) oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Komponen H2O2 ini merupakan salah satu hasil respirasi aerobik bakteri,

dimana hasil respirasi tersebut justru dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik bagi bakteri itu sendiri, sehingga komponen ini harus dipecah agar tidak bersifat toksik lagi. Bakteri katalase negatif tidak menghasilkan gelembung-gelembung, hal ini berarti H2O2 yang diberikan tidak dipecah oleh bakteri katalase negatif sehingga tidak menghasilkan oksigen. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase yang menguraikan H2O2. Reaksi penguraian H2O2 oleh enzim katalase sebagai berikut: 2H2O2 3. Uji Motilitas Motilitas bakteri adalah suatu gerakan bakteri yang disebabkan adanya gerak aktif dan pasif. Gerak aktif adalah gerakan bakteri yang disebabkan karena bakteri memiliki flagel. Gerak pasif disebabkan karena faktor dari luar (gerak brown). Gerak brown adalah suatu gerakan yang dapat menggetarkan partikel-partikel secara acak atau terarah karena terusmenerus terkena pukulan molekul-molekul kecil yang tak terlihat yang terdapat dalam cairan. Motilitas dapat diamati dengan baik pada biakan yang masih baru. Bakteri mati pada biakan yang sudah lama sehingga sangat sukar untuk mendapatkan sel yang motil, selain itu produksi asam dan produk yang bersifat racun dapat menyebabkan hilangnya motilitas sel bakteri pada biakan (Volk, 1988). Menurut Taringan (1988), beberapa bakteri dapat melakukan gerakan meluncur yang sangat mulus yang hanya terjadi kalau persentuhan dengan benda padat. Kebanyakan bakteri yang motil dapat mendekati atau menjauhi berbagai senyawa kimia yang disebut kemotaksis. Hampir semua sel bakteri spiral dan sebagian dari sel bakteri basil bersifat motil, sedangkan bakteri yang berbentuk kokus bersifat immotil (Volk, 1988). Keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan metode preparat tetes gantung dalam uji motilitas bakteri menurut Ryan (2011) adalah: a. Sel bakteri akan lebih leluasa atau mudah bergerak karena fluida yang menggantung memberikan ruangan yang lebih besar untuk bakteri bergerak, sedangkan fluida yang menempel pada permukaan objek glass (tidak menggantung), akan membuat bakteri terhimpit sehingga tidak dapat bebas bergerak. b. Sel bakteri tidak akan mati terhimpit kaca penutup dan kaca benda, karena pada metode ini kaca benda yang digunakan adalah kaca benda yang cekung pada bagian tenganya. c. Sel bakteri tidak membahayakan praktikan seandainya saja bakteri tersebut bersifat patogen karena posisi bakteri yang menggantung diatas cekungan. d. Gerak sel bakteri lebih mudah diamati karena sel-sel bakteri hanya bergerak sebatas tetesan fluida sebagai media tinggal bakteri. 2H2O + O2

DAFTAR PUSTAKA

Aditya,

Mushoffa.

2010.

Teknik

Pewarnaan

Bakteri,

(Online), diakses

(http://mushoffaditya.blogspot.com/2010/01/teknik-pewarnaan-bakteri.html pada tanggal 20 Maret 2013). Anonim. 2008. Uji Katalase, (Online),

(http://dunia-mikro.blogspot.com/2008/08/uji-

katalase.html diakses pada tanggal 20 Maret 2013). Ryan, Chaterina. 2011. Uji Motilitas, (Online), (http://chaterinaryan.blogspot.com/2011/04/ujimotilitas-bakteri.html diakses pada tanggal 20 Maret 2013). Fadli, Mohammad. 2012. Morfologi dan Pewarnaan Bakteri, (Online), diakses

(http://fadlx.blogspot.com/2012/03/morfologi-dan-pewarnaan-bakteri.html pada tanggal 18 Maret 2013). Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Gramedia. Rudi. 2010. Bakteri Gram dan Pewarnaannya,

(Online), Diakses

(http://rudyregobiz.wordpress.com/bakteri-gram-dan-pewarnaannya-2/. pada tanggal 20 Maret 2013). Taringan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Depdikbud.

Volk, Swisley A & Margareth F Whceler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

You might also like