Professional Documents
Culture Documents
TRANSFUSI DARAH
Tugas Mata Kuliah Masailul Fiqih
Disusun oleh:
Eka Lusiandani Koncara
0101.0701.851
2008
KATA PENGANTAR
Semoga bermanfaat.
Penyusun
Purwakarta, Mei 2008
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Pada hakekatnya usaha transfusi darah merupakan bagian
penting dari tugas pemerintah di bidang pelayanan kesehatan rakyat
dan juga merupakan suatu bentuk pertolongan sesama umat manusia.
Di samping aspek pelayanan kesehatan rakyat, terkait pula aspek-
aspek sosial, organisasi, interdependensi nasional dan internasional
yang luas, baik dalam rangka kerjasama antara Pemerintah maupun
antar perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional.
Pamakaian darah sebagai salah satu obat yang belum ada
gantinya akhir-akhir ini semakin meningkat, sedangkan sumber darah
itu masih tetap manusia sendiri, hal mana menimbulkan kepincangan
antara pengadaan darah dan kebutuhan darah yang dapat
menyebabkan timbulnya jual-beli darah yang tidak sesuai dengan
falsafah bangsa dan tidak sesuai pula dengan resolusi yang diambil
oleh Kongres Internasional Palang Merah yang ke XXII di Teheran pada
tahun 1973 maupun World Health Assembly ke XXVIII tahun 1974.
Dalam rangka mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dari
transfusi darah dan untuk menjaga derajat kesehatan penyumbang
maupun pemakai darah itu, maka penyumbangan darah harus
didasarkan pada kesukarelaan, tanpa mengharapkan penggantian
uang maupun benda.
Dalam referensi fiqh klasik, belum ditemukan keterangan
mengenai donor darah. Keterangan tentang donor darah terdapat di
dalam karya ulama-ulama modern.
Dalam kitab Fatawa Syarâ’iyah, diterangkan bahwa boleh
melakukan donor darah dengan syarat:
1) Dokter menyatakan bahwa pengambilan darah itu tidak
menimbulkan akibat berbahaya bagi si pendonor.
2) Darah diambil secukupnya.
3) Tidak ada alternatif lain selain melakukan donor darah.
3
Lalu muncul pertanyaan; Siapakah orang yang berhak diberi
tambahan darah? Siapakah si pendonor darah? Siapakah orang yang
menjadi rujukan dalam masalah perlu transfusi darah ini? Dan apakah
darah boleh diperjualbelikan?
Pertama, orang yang perlu diberi tambahan darah ialah orang
sakit atau terluka, yang keberlangsungan hidupnya sangat tergantung
pada donor darah.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Maidah : 3]
4
Kedua, si pendonor darah adalah orang yang tidak terancam
resiko jika ia mendonorkan darah. Artinya bahwa apabila si pendonor
mendonorkan darahnya untuk menolong orang lain, jangan sampai
malah dia yang terancam untuk ditolong karena kehabisan darah atau
suatu penyakit lain yang akhirnya kambuh karena pendonoran
tersebut. Kemudian, kondisi pendonor haruslah orang yang sehat yang
tidak memungkinkan terjadinya penularan penyakit kepada orang lain
melalui darah yang didonorkan.
Ketiga, orang yang didengar ucapannya dalam masalah perlunya
transfusi darah adalah dokter muslim. Jika kesulitan mendapatkannya,
tidak ada larangan untuk mendengar ucapan dari dokter non muslim,
baik Yahudi ataupun Nasrani, jika ia ahli dan dipercaya orang banyak.
Dalilnya yaitu kisah yang terdapat dalam hadits shahih, bahwa
pada saat melakukan hijrah, beliau Shallallahu „alaihi wa sallam
menyewa seorang musyrik yang lihai sebagai pemandu jalan.
Ibnu Al-Qayyim rahimahullahu mengatakan dalam kitabnya
(Bada’i Al-Fawaid) : “Dalam (kisah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyewa Abdullah bin Uraiqith Ad-Daili sebagai pemandu saat berhijrah
padahal dia seorang kafir,” terdapat dalil bolehnya meruju‟ kepada
orang kafir dalam bidang kedokteran, celak, obat, tulis menulis,
hitungan, cacat atau yang lainnya, selama tidak masuk wilayah yang
mengandung keadilan.
Keberadaannya sebagai seorang kafir tidak serta merta
menyebabkannya tidak bisa dipercaya sama sekali dalam segala hal.
Dan tidak ada yang lebih beresiko ketimbang menjadikannya sebagai
pemandu jalan, terutama seperti perjalanan melakukan hijrah”.
Ibnu Al-Muflih, dalam kitab Al-Adab Asy-Syar‟iyah, menukil
perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. “Jika ada seorang Yahudi atau
Nasrani yang ahli dalam masalah kedokteran serta dipercaya banyak
orang, maka boleh bagi seorang muslim untuk berobat kepadanya,
sebagaimana juga boleh menitipkan harta kepadanya dan bermu’amalah
dengannya.”
5
Sebagaimana firman Allah SWT:
6
orang sakit kecuali dengan darah orang lain, dan ini menjadi satu-
satunya usaha menyelamatkan orang sakit atau lemah, sementara para
ahli memiliki dugaan kuat bahwa ini akan memberikan manfaat bagi
pasien, maka dalam kondisi seperti ini diperbolehkan untuk mengobati
dengan darah orang lain.
Keempat, apapun alasannya, darah tidak dapat dan tidak boleh
diperjualbelikan. Agama jelas mengharamkan jual beli perkara yang
haram, dan darah termasuk perkara yang haram.
7
BAB III
PENUTUP
8
DAFTAR PUSTAKA