You are on page 1of 14

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP ACUTE LUNG OEDEM (ALO) 1.

Defenisi Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di

ekstravaskuler dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan yaitu peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru. Acute lung oedem (ALO) atau kardiak adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peninggian tekanan intravascular. Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Akut (Kardiak) menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.

2. Klasifikasi dan Etiologi I. Ketidak-seimbangan Starling Forces : 1. Peningkatan tekanan kapiler paru : a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral). b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri. c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema). 2. Penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. 3. Peningkatan tekanan negatif intersisial : a. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral). b. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

II.

Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome) 1. Pneumonia (bakteri, virus, parasit). 2. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO2, dsb). 3. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea). 4. Aspirasi asam lambung. 5. Pneumonitis radiasi akut. 6. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). 7. G Disseminated Intravascular Coagulation. 8. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin. 9. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks. 10. Pankreatitis Perdarahan Akut.

III.

Insufisiensi Limfatik : 1. Post Lung Transplant. 2. Lymphangitic Carcinomatosis. 3. C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

IV.

Tak diketahui/tak jelas 1. High Altitude Pulmonary Edema. 2. Neurogenic Pulmonary Edema. 3. Narcotic overdose. 4. Pulmonary embolism. 5. Eclampsia. 6. Post Cardioversion. 7. Post Anesthesia. 8. Post Cardiopulmonary Bypass.

Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasarnya.

3. Etiologi Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu: Kardiogenik 1. Penyakit pada arteri koronaria Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa. 2. Kardiomiopati Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obatobatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paruparu. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding). 3. Gangguan katup jantung Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru. 4. Hipertensi Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

Non-Kardiogenik Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah. 2. Kondisi yang berpotensi serius Disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. 3. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh

Menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh. 5. High altitude pulmonary edema Yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet. 6. Trauma otak, Perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema. 7. Paru yang mengembang secara cepat Dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema). 8. Penyebab yang jarang terjadi, Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

4. Manifestasi Klinis Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini. Stadium 1 Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya

ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi. Stadium 2 Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja. Stadium 3 Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati.

Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

5. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan darah meliputi ureum, kreatinin, analisa gas darah, elektrolit, urinalisa Foto toraks EKG

Enzim jantung (CK-CKMB, Troponin T) Echocardiografi transtorakal Angiografi koroner

6. Penatalaksanaan a. Posisi duduk b. Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisadipertahankan > 60 mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator. c. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu. d. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitrogliserin IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. e. Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari). f. Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. g. Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya. h. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard. i. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen. j. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.

k. Operasi pada komplikasi akut infark miokard sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel/corda tendinae. 7. Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah gagal napas. Selain itu kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary

edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Identitas, umur, jenis kelamin Riwayat masuk: Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak napas, sianosis atau batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada kasus trauma. Riwayat penyakit sebelumnya: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada pasien. Sistem Integumen Subyektif : Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan Sistem Pulmonal Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, Sistem Cardiovaskuler Subyektif : sakit kepala Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan Sistem Neurosensori Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi Sistem Musculoskeletal Subyektif : lemah, cepat lelah Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan Sistem genitourinaria Subyektif : Obyektif : produksi urine menurun/normal.

Sistem digestif Subyektif : mual, kadang muntah Obyektif : konsistensi feses normal/diare.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. 2. 3. 4. 5. Kelebihan volume cairan Gangguan pertukaran gas Ketidakefektifan pola nafas Intoleransi aktivitas Deficit perawatan diri RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Kelebihan volume cairan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah kelebihan volume cairan dapat teratasi Kriteria hasil: Terbebas dari edema, efusi, dan anasarka Bunyi nafas bersih Distensi vena jugularis (-) TTV dalam batas normal Keseimbangan elektrolit

NOC No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Indikator Edema periorbital Edema tangan Edema kaki Asites Peningkatan tekanan darah Penurunan urin out put Penurunan serum natrium 1 2 3 4 5

Keterangan Penilaian : 1 : secara konsisten 2 : sering 3 : kadang kadang

4 5

: jarang : tidak pernah

Intervensi NIC : 1. Monitor TTV 2. Monitor BB 3. Monitor intake dan output 4. Monitor perubahan edema, edema perifer, distensi vena jugularis, asites 5. Monitor hasil laboratorium 6. Monitor elektrolit 7. Kolaborasi pemberian diuretik

2.

Gangguan pertukaran gas Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah gangguan pertukaran gas dapat teratasi Kriteria hasil: Sianosis (-) TTV dalam batas normal AGD dalam batas normal Status neurologis dalam batas normal Suara nafas tambahan (-)

NOC No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. PaO2 PaCO2 pH Saturasi O2 Gelisah Sianosis Gangguan kognitif Indikator 1 2 3 4 5

Keterangan Penilaian : Untuk indicator no 1-4 1 : secara konsisten menyimpang dari rentang normal 2 : sering menyimpang dari rentang normal 3 : kadang kadang menyimpang dari rentang normal 4 : sedikit menyimpang dari rentang normal 5 : tidak menyimpang dari rentang normal Untuk indicator no 5-6 1. : secara konsisten 2. : sering 3. : kadang kadang 4. : jarang 5. : tidak pernah Intervensi NIC : 1. Monitor TTV, elektrolit dan status mental 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Keluarkan secret dengan suction atau batuk efektif 4. Auskultasi suara nafas

5. Berikan pelembab udara 6. Monitor respirasi dan status O2 7. Kolaborasi pemberian bronkodilator

3.

Deficit perawatan diri Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah defisit perawatan dirii dapat teratasi Kriteria hasil: Terbebas dari bau badan Dapat melakukan ADL dengan bantuan

NOC No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Makan Minum Toileting Mandi Kebersihan Oral hygiene Indikator 1 2 3 4 5

Keterangan penilaian : 1. 2. 3. 4. 5. : sangat kompromi : kompromi sedang : kadang kadang kompromi : sedikit kompromi : tidak kompromi

Intervensi NIC : 1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan 3. Sediakan bantuan sampai klien bisa melakukan secara mandiri 4. Dorong klien untuk melakukannya sendiri tapi bantu klien bila tidak mampu

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Panji. 2008. Edema Paru Akut (kardiak). http://panji102blogspot.com/2008/06/edema-paruakut-kardiak.html. Diakses tanggal 6 April 2012. Pukul 20.00 WIB.

Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Smeltzer, BG., 2000. Brunners and Suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher

Faktor kardiogenik PATHWAY

Faktor non-kardiogenik

Isufisiensi ARSD limfatik

Unkwnown

Gagal jantung kiri

Pnemonia Aspirasi As. Lambung Bahan Toksik inhalan

Post. Lung transplant Lymphangiti c carsinomicl osis Silicosis

Pulmonary Embolism Eclamasia High altitude Pulmonary edema

Ketidakseimbangan Staling Force

Tekanan Kapiler Paru

Tekanan Onkotik Plasma

Tekanan Negative Interstitial

Tekanan Onkotik Interstitial

Edema

Cairan berpindah ke interstitial

Kel volume cairan

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi cairan

Cardiac ouput

Pemasangan alat bantu nafas (ventilator)

Gangguan pertukaran gas

O2 jaringan

Bed rest fisik

Pemasangan selang endotrakheal

Area invasi M.O

Gangguan perfusi jaringan

Pengambilan O2

Kelelahan

Defisit perawatan diri Gangguan komunikasi verbal Resiko tinggi infeksi

Intoleransi Gangguan pola nafas aktivitas

HWAY

You might also like