You are on page 1of 12

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kami juga berterimakasih kepada setiap pihak yang telah terlibat dan membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Makalah untuk Mata Kuliah Birokrasi dan Demokrasi kali ini mengangkat topik mengenai keterkaitan antara Pilkada Jawa Tengah periode 2013-2018 dengan proses demokratisasi lokal. Dalam kesempatan ini menganalisa tentang Pilkada Jawa Timur. Makalah ini kami susun sedemikian rupa dengan mencari dan menggabungkan sejumlah informasi yang kami dapatkan baik melalaui buku, media cetak, elektronik maupun media lainnya. Kami berharap dengan informasi yang kami dapat dan kemudian kami sajikan ini dapat memberikan penjelasan yang cukup tentang Pilkada dalam hubungannya dengan demokratisasi lokal. Demikian satu dua kata yang bisa kami sampaikan kepada seluruh pembaca makalah ini. Jika ada kesalahan baik dalam penulisan maupun kutipan, kami terlebih dahulu memohon maaf dan kami juga berharap semua pihak dapat memakluminya. Semoga semua pihak dapat menikmati dan mengambil esensi dari makalah ini. Trimakasih.

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 I.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1 I.2 Identifikasi Masalah ..................................................................................................... 2 I.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3 II.1 Pemilihan Kepala Daerah ............................................................................................ 3 II.2 Demokratisasi Lokal ................................................................................................... 3 II.5 Gambaran Umum Pilkada di Jawa Tengah .................................................................. 4

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 9 III.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 9 III.2 Saran ........................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Pemilihan langsung Kepala Daerah menjadi consensus politik nasional1, yang merupakan salah satu instrument penting penyelenggaraan pemerintahan setelah

digulirkannya otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan Indonesia sendiri telah melaksanakan Pilkada secara langsung sejak diberlakukannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004. tentang pemerintahan daerah. Hal ini apabila dilihat dari perspektif desentralisasi, Pilkada langsung tersebut merupakan sebuat terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Pilkada langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. System ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan perwakilan. elite politik, seperti ketika berlaku sistem demokrasi

Pilkada langsung juga memicu timbulnya figure pemimpin yang aspiratif,

kompeten, legitimate, dan berdedikasi. Sudah barang tentu hal ini karena Kepala Daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelitir elite di DPRD. Akan tetapi Pilkada tidak sepenuhnya berjalan mulus seperti yang

diharapkan. Dapat kita lihat contohnya pada pilkada di Jawa Tengah. Pelaksanaan Pilkada di Jawa Tengah menjadi salah satu sejarah bagi proses demokratiasasi lokal di Indonesia. Proses pilkada pertama kali di Jawa Tengah berlangsung dengan banyak masalah tetapi masalah tersebut tidak menyebabkan runtuhnya system pemerintahan dan politik lokal di Jawa Tengah. Masalah tersebut justru diselesaikan melalui jalan hukum yang sah dan sesuai dengan hakikat demokrasi.

Pembahasan pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/ Walikota dan Wakil Bupati/Walikota yang demokratis dan berkualitas, seharunya dikaitkan tidak dengan pemahaman akan makna demokrasi, tetapi juga aspek normatif yang mengatur

penyelenggaraan Pilkada dan aspek-aspek etika, sosial serta budaya2. Semua pihak-pihak yang ikut andil dalam pelaksanaan Pilkada, harus memahami dan melaksanakan seluruh peraturan perundangan yang berlaku secar konsisten. Pada dasarnya Pilkada langsung adalah memilih Kepala Daerah yang profesional, legitimate, dan demokratis, yang mampu mengemban amanat otonomi daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selayaknya Pilkada di Indonesia dilaksanakan dengan efektif dan tetap menjunjung
1

tinggi asas demokrasi

dan

hukum.

Oleh

karena

itu,

kami

mencoba

untuk

menganalisa pelaksanaan pilkada di Jawa Tengah berdasarkan perspektif demokratisasi lokal yang sedang menjadi isu sentral dalam pelaksannaan otonomi daerah dan demokrasi di Indonesia. Dengan demikian dapat dianalisa proses demokratisasi lokal melalui pelaksanaan pilkada di Jawa Tengah.

I.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan Pilkada di Jawa Tengah? 2. Bagaimana proses pelaksanaan Pilkada di Jawa Timur dalam konteks

konsolidasi demokrasi lokal?

I.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pelaksanaan Pilkada di Jawa Tengah. 2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Pilkada di Jawa Tengah dalam konteks konsolidasi demokrasi lokal.

BAB II KERANGKA TEORI DAN GAMBARAN UMUM

II.1 Pemilihan Kepala Daerah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19453. Sebelum diberlakukannya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni 2005 Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Pada dasarnya daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang seharusnya sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu pemilihan secara langsung. Menurut Rozali Abdullah, beberapa alasan mengapa diharuskan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung4, adalah: 1. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat 2. Legitimasi yang sama antar Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan DPRD 3. Kedudukan yang sejajar antara Kepala Daerah dan wakil daerah dengan DPRD 4. UU No.22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD Dalam UU diatas, kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sudah dicabut. 5. Mencegah politik uang

II.2 Demokratisasi Lokal Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang dijalankan di daerahdaerah sebagai perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia. Konsepnya mengandaikan pemerintahan itu dari, oleh dan untuk rakyat. Hal paling mendasar dalam demokrasi adalah keikutsertaan rakyat, serta kesepakatan bersama atau konsensus untuk mencapai tujuan yang dirumuskan bersama. Perkembangan desentralisasi menuntut adanya proses demokrasi bukan hanya di tingkat regional tetapi di tingkat lokal. Demokrasi di Indonesia pasca Orde Baru hampir selalu dibicarakan secara berkaitan dengan pembentukan sistem politik yang mencerminkan prinsip keterwakilan, partisipasi,
3

dan kontrol. Oleh karenanya,

pemerintahan yang demokratis mengandaikan pemisahan

kekuasaan dalam tiga wilayah institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis jika terdapat indikator utama yaitu keterwakilan, partisipasi dan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh ketiga institusi tersebut. Prinsip partisipasi menjamin aspek keikutsertaan rakyat dalam proses perencanaan pembangunan daerah; atau keikutsertaan rakyat dalam proses pemilihan wakil dalam lembaga politik; sedangkan prinsip pemerintahan. Dalam demokrasi, kontrol menekankan pada aspek akuntabilitas

aspek kelembagaan merupakan keutamaan dari

berlangsungnya praktik politik yang demokratis, sehingga, terdapat partai politik, pemilihan umum dan pers bebas. Sedangkan, istilah lokal mengacu kepada arena tempat praktek demokrasi itu berlangsung.

II.3 Gambaran Umum Pilkada di Jawa Tengah Jawa Tengah (Jateng) memang sarang utama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Tiga Kandidat yang bertarung dalam pilkada kali ini pun semuanya berasal dari kandang Banteng. The real competitor dalam Pilkada kali ini hanya 2, yaitu Bibit Waluyo dan Ganjar Pranowo. Bibit misalnya, kelebihan Bibit karena incumbent. Incumbent adalah posisi seseorang yang sedang menjabat sebagai kepala daerah dan hendak ikut dalam pilkada. Sedangkan Ganjar mendapat restu serta dukungan dari PDIP Pusat. Di antara ketiga kandidat itu ada "kandidat bayangan". Dia adalah Rustriningsih, seorang tokoh lokal dan juga kader PDIP yang tersisih atau disisihkan dalam pecalegan dari kandang banteng. Namun di antara pendukung Rustri, ada yang mengusung bendera Golongan Putih (Golput) atau abstain. Melihat kondisi ini, wacana dalam Pilkada Jateng terkesan didominasi dan terpaku pada figur kandidat dan saling hujat antar kubu pendukung. Seolah masa depan Jateng tergantung pada kandidat yang akan terpilih. Hal ini menampikan peran civil society yang tidak dianggap atau memang sudah lumpuh. Padahal, apabila gerakan kekuatan civil society ini muncul dan digerakkan, momen Pilkada ini dapat dimanfaatkan sebagai proses pendidikan politik serta penyadaran seputar masalah Jateng. Tidak terdengarnya suara akademisi atau Perguruan Tinggi dan lembaga sosial bagi arah Jateng ke depan, apakah ini diartikan sebagai ketidakpedulian atau semakin apatisnya warga untuk bisa memperbaiki keadaan lewat Pemilihan Kepala Daerah secara langsung (Pilkada) di Jateng?
4

Seperti halnya di daerah lain, tampaknya Pilkada Jateng kali ini pun akan berlangsung hanya sebagai ritual demokrasi 5 tahunan yang semakin tidak menarik dan tidak memberikan harapan untuk perbaikan bagi kebanyakan warga. Namun yang pasti, hajatan besar ini akan diguyur dengan ratusan miliar uang hasil keringat dan kerja keras rakyat Jateng. Ironi Pilkada, Ironi demokrasi di negeri yang masih berkutat dalam lilitan korupsi yang makin menggurita. Seperti igauan dalam penantian Godot (sesuatu yang tak pasti).

Kandidat Jawa Tengah (Jateng) memang sarang utama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Tiga Kandidat yang bertarung dalam pilkada kali ini pun semuanya berasal dari kandang Banteng. The real competitor dalam Pilkada kali ini hanya 2, yaitu Bibit Waluyo dan Ganjar Pranowo. Bibit misalnya, kelebihan Bibit karena incumbent. Incumbent adalah posisi seseorang yang sedang menjabat sebagai kepala daerah dan hendak ikut dalam pilkada. Sedangkan Ganjar mendapat restu serta dukungan dari PDIP Pusat. Di antara ketiga kandidat itu ada "kandidat bayangan". Dia adalah Rustriningsih, seorang tokoh lokal dan juga kader PDIP yang tersisih atau disisihkan dalam pecalegan dari kandang banteng. Namun di antara pendukung Rustri, ada yang mengusung bendera Golongan Putih (Golput) atau abstain. Dari percakapan di jejaring sosial yang saya amati, kubu ganjar terkesan khawatir dengan kubu golput. Di antaranya diekspresikan dengan menuduh kubu Golput ini sebagai pihak luar yang menggembosi Ganjar dan upaya pemecah belah PDIP. Padahal kita tahu, akar masalah Golput tidak sesederhana itu, melainkan sangat kompleks. Di Jateng ini, nyata sekali Rustri akan menjadi salah satu penyebab mewabahnya Golput, sebagai sikap kecewa dan protes. Melihat kondisi ini, wacana dalam Pilkada Jateng terkesan didominasi dan terpaku pada figur kandidat dan saling hujat antar kubu pendukung. Seolah masa depan Jateng tergantung pada kandidat yang akan terpilih. Hal ini menampikan peran civil society yang tidak dianggap atau memang sudah lumpuh. Padahal, apabila gerakan kekuatan civil society ini muncul dan digerakkan, momen Pilkada ini dapat dimanfaatkan sebagai proses pendidikan politik serta penyadaran seputar masalah Jateng. Tidak terdengarnya suara akademisi atau Perguruan Tinggi dan lembaga sosial bagi arah Jateng ke depan, apakah ini diartikan sebagai ketidakpedulian atau semakin apatisnya

warga untuk bisa memperbaiki keadaan lewat Pemilihan Kepala Daerah secara langsung (Pilkada) di Jateng? Seperti halnya di daerah lain, tampaknya Pilkada Jateng kali ini pun akan berlangsung hanya sebagai ritual demokrasi 5 tahunan yang semakin tidak menarik dan tidak memberikan harapan untuk perbaikan bagi kebanyakan warga. Namun yang pasti, hajatan besar ini akan diguyur dengan ratusan miliar uang hasil keringat dan kerja keras rakyat Jateng. Ironi Pilkada, Ironi demokrasi di negeri yang masih berkutat dalam lilitan korupsi yang makin menggurita. Seperti igauan dalam penantian Godot (sesuatu yang tak pasti).

Jadwal Pemilihan Gubernur Jawa Tengah akan dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2013. Tiga pasang calon telah mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur. Selanjutnya para calon gubernur dan calon wakil gubernur yang telah mendaftar, akan melalui beberapa tahapan sebelum pemungutan suara. Adapun beberapa tahapan yang akan dilalui sebagai berikut. Tahapan, Program & Jadwal Penyelenggaraan Pilgub 2013 dalam waktu dekat ini : 1. Tanggal 6 - 10 Maret 2013, dilakukan pemeriksaan kesehatan bakal pasangan calon oleh tim dokter dan RS yang ditunjuk KPU Provinsi Jawa Tengah. KPU menunjuk Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang sebagai tempat untuk tes kesehatan bagi ketiga pasang calon gubernur. 2. Tanggal 13 Maret 2013, pemberitahuan hasil penelitian syarat calon dan pencalonan kepada bakal pasangan calon. Setelah KPU menerima pendaftaran calon gubernur dan bakal calon gubernur Jawa Tengah, KPU akan melakukan penelitian terhadap persyaratan pencalonan. Hasil penelitian akan disampaikan kembali kepada ketiga pasang calon. 3. Tanggal 14 - 27 Maret 2013, perbaikan syarat pencalonan dan syarat calon, termasuk penyerahan tambahan syarat dukungan oleh bakal pasangan yang disampaikan oleh parpol/gab.parpol yang mengajukan. 4. Tanggal 10 April 2013, Penyampaian hasil penelitian ulang dan pemberitauan kepada bakal calon oleh KPU Provinsi Jawa Tengah. 5. Tanggal 11 April 2013, Penetapan dan Pengumuman secara resmi Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur oleh KPU Provinsi Jawa Tengah selanjutnya disebarluaskan oleh KPUD Kab/Kota se Jawa Tengah.

6.

Tanggal 16 April 2013, Penetapan NOMOR URUT Cagub cawagub Provinsi Jawa Tengah

7.

Tanggal 9 Mei 2013 s/d 22 Mei 2013, Pelaksanaan kampanye cagub cawagub Provinsi Jateng.

8.

Tanggal 9 Mei 2013, Penyampaian visi-misi calon gubernur dan calonwakil gubernur Provinsi Jateng..

9.

Tanggal 12 Mei 2013, Debat Kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jateng tahap pertama

10. Tanggal 22 Mei 2013, Debat Kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jateng tahap kedua 11. Tanggal 26 Mei 2013, Pemungutan Suara yang dilakukan serentak di seluruh TPS di seluruh Kabupaten/Kota se Provinsi Jawa Tengah.

Pelaksanaan Secara umum pesta demokrasi Jateng berjalan kondusif dengan lancar. Kedewasaan warga Kota Semarang dalam hal demokrasi semakin tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ada konflik, keributan, maupun money politic," katanya. Hendi sapaan akrab Hendrar Prihadi berharap, agar setelah pelaksanaan pilgub para Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkot Semarang bisa segera menyelesaikan tugas-tugas kegiatan yang belum terlaksana. "Mari kita satukan lagi ke arah tugas-tugas dan kewajiban seperti biasanya", harap Hendrar Prihadi di depan Kepala SKPD dan PNS di lingkungan Balaikota dan Gedung Pandanaran. Tak lupa Hendrar juga mengingatkan kepada seluruh SKPD agar segera menyelesaikan program kegiatan masing-masing. "Hal paling penting saat ini adalah kawankawan bisa menggunakan anggaran sesuai dengan program kegiatan masing-masing", tegasnya. Menutup pengarahan, dirinya mengimbau agar segera dilaksanakan evaluasi pelaksanaan rangkaian kegiatan HUT Kota Semarang. "Saya menyampaikan terima kasih berbagai pihak atas kerjasama mensukseskan rangkaian kegiatan HUT Kota Semarang. Namun setelah itu kita bersama harus melakukan evaluasi supaya ke depannya bisa berjalan lebih lancar," tandasnya Hendrar Prihadi. Sebagai informasi, meski pelaksanaan Pilgub Jateng 2013 dinilai sukses, ternyata banyak warga yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya alias menjadi golongan
7

putih (golput). Alasannya beragam, ada yang mengaku tidak kenal calonnya, malas ke TPS atapun alasan lain. Beberapa pihak memperkirakan angka golput bisa mencapai 40 persen, mendekati jumlah golput pada Pilgub Jateng 2008 lalu sebesar 45 persen. "Partisipasi warga memang belum sesuai harapan. Penyebabnya ada banyak hal, mungkin masyarakat sudah apatis atau ada alasan lain. Hal itu akan kami evaluasi," kata Hendi.

BAB III PENUTUP

III.1. Kesimpulan Pemilihan langsung Di Jawa Tengah ini dapat memberikan popular mandat kepada calon terpilih, sehingga dapat memperkuat peran dan kedudukannya terhadap DPRD, atau dengan kata lain posisi Gubernur dengan DPRD Jawa Tengah sejajar. Pilkada di Jawa Tengah ini dapat mengurangi intervensi DPRD terhadapap gubernur dan agar transaksi politik yang melahirkan money politics dapat diminimalisasi. Sehingga Pilkada sebagai pengejawantahan dari demokratisasi local dapat berjalan dengan demokratis. Dengan kata lain Pilkada di Jawa Tengah ini adalah instrument untuk menguatkan tradisi demokrasi langsung di tingkat lokal. Bahwa penguatan demokrasi lokal ini juga akan memperkuat keterlibatan masyarakat Jawa Tengah dalam perencanaan dan pengawasan kebijakan yang merupakan konsekuensi logis yang dapat terjadi. Tetapi demikian, pemilihan langsung ini tidak pula akan serta merta menghilangkan praktek praktek kecurangan, kelemahan, dan kekurangan lainnya yang terjadi di banyak daerah di Jawa Tengah.

III.2. Saran 1. Pilkada sedagai pengejawantahan dari demokrasi local sudah selayaknya

dipersiapkan sematangnya oleh pemerintah daerah, KPUD, dan unsur terkait agar mereduksi permasalahan-permasalahan yang akan terjadi.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Rozali. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2005. Fatwa, A M. Otonomi Daerah dan Demokratisasi Bangsa. Jakarta: YARSIF WATAMPONE. 2002 Hardjito, Dydiet. Pemecahan masalah yang Analitik: Otonomi Daerah dalam

10

You might also like