Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Eka Lusiandani Koncara
2008
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang sempurna yang sudah barang tentu
mengandung aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh
seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki sumbernya sendiri
sebagai pedoman dalam pelaksanaannya.
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukum yang datang
dari Yang Maha Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya
Muhammad SAW. Hukum Islam termaktub lengkap dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah, yang kemudian disebut sebagai Sumber Hukum Islam. Al-Qur‟an
dan Sunnah adalah dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat
Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kesempurnaan dunia dan
akhirat.
Bila dilihat dari sudut berat ringannya atau luas sempitnya suatu
hukum, dalam hukum Islam ada yang disebut dengan „Azimah dan
Rukhsah.
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa masalah yang penulis angkat pada makalah ini adalah:
1. Apa yang disebut dengan hukum?
2. Apa yang disebut dengan „Azimah?
3. Apa yang disebut dengan Rukhsah?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2. Hukum Wadh‟i, yaitu firman yang menjadikan sesuatu sebagai
sebab adanya yang lain, atau sebagai syarat yang lain, atau
sebagai penghalang.
Hukum wadh‟i terdiri atas:
a. Sebab, yaitu sesuatu yang terang dan tertentu yang dijadikan
sebagai pangkal adanya hukum. Artinya, dengan adanya sebab
maka dengan sendirinya akan terbentuk hukum (musabab).
Sebab terbagi atas:
1) Sebab diluar usaha atau kesanggupan mukallaf.
2) Sebab yang disanggupi dan dapat diusahakan oleh mukallaf.
Mengerjakan sebab berarti menghendaki dan mengerjakan
musababnya, baik disadari ataupun tidak. Orang yang
mengerjakan sebab dengan sempurna maka orang tersebut
tidak bisa mengelakkan diri dari musababnya.
b. Syarat, yaitu sesuatu yang karenanya baru ada hukum, dan
dengan ketiadaannya tidak akan ada hukum.
Syarat terbagi atas:
1) Syarat haqiqi (syar‟i), yaitu suatu pekerjaan yang
diperintahkan syari‟at sebelum mengerjakan yang lain, dan
pekerjaan yang lain ini tidak diterima apabila tidak
melakukan pekerjaan yang pertama.
2) Syarat ja‟li, yaitu segala hal yang dijadikan syarat oleh
perbuatannya untuk mewujudkan perbuatan yang lain.
Syarat ja‟li terbagi atas:
a) syarat penyempurnaan adanya masyrut (syarat yang
lain).
b) syarat yang tidak cocok dengan maksud masyrut dan
berlawanan dengan hikmahnya.
c) syarat yang tidak nyata-nyata berlawanan atau tidak
nyata-nyata sesuai dengan masyrut.
3
d) suatu pekerjaan yang tergantung pada sebab dan syarat,
di mana sebab telah ada tetapi syarat belum ada, maka
pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan.
c. Mani‟ (Penghalang), yaitu sesuatu hal yang karena adanya
menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab
bagi hukum.
Perbedaan hukum taklifi dengan hukum wadh‟i:
1. Hukum taklifi menuntut perbuatan mencegahnya atau
membolehkan memilih untuk melakukan atau tidak, sedangkan
hukum wadh‟i tidak menuntut melarang atau membolehkan
memilih.
2. Hukum taklifi selalu dalam kesanggupan mukallaf, sedangkan
hukum wadh‟i kadang disanggupi kadang tidak.
Hukum bila dilihat dari sudut berat ringannya atau luas sempit
daerah berlakunya, maka dapat dibagi dua, yaitu:
1. „Azimah, yaitu peraturan agama yang pokok dan berlaku umum
sejak semulanya. Artinya, hukum ini berlaku bagi seluruh mukallaf
di setiap keadaan dan waktu dan tidak ada peraturan lain yang
mendahuluinya. Seperti: “Semua bangkai haram dimakan oleh
setiap orang dalam keadaan bagaimanapun.”
2. Rukhsah, yaitu peraturan tambahan yang dijalankan berhubung
adanya hal-hal yang memberatkan, sebagai pengecualian dari
peraturan pokok. Seperti: “Dalam keadaan terpaksa bangkaipun
boleh dimakan, tanpa maksud menentang hukum pokok dan tidak
berlebihan.”
Hukum rukhsah adalah mubah (boleh) apabila terdapat hal yang
memberatkan atau terdapat kesukaran dalam melakukan suatu
„azimah. Maksud Rukhsah ialah untuk memberi kelapangan bagi
seseorang sehingga ia bebas memilih antara melakukan atau
4
meninggalkan suatu perkara dalam suatu keadaan yang
darurat/mendesak.
Hal yang memberatkan dalam melakukan atau meninggalkan suatu
perkara (musyakat) terbagi atas:
a. Musyakat yang tidak tertahan lagi oleh manusia, seperti sakit
keras yang bisa membawa kepada kematian. Hukum rukhsah di
sini adalah wajib.
b. Musyakat yang masih bisa tertahan oleh manusia, seperti
keadaan hamil bagi wanita. Hukum rukhsah di sini adalah
mubah, artinya manusia boleh mengambil rukhsah boleh juga
tidak.
5
BAB III
PENUTUP
6
DAFTAR PUSTAKA