You are on page 1of 13

Laporan Praktikum Gelombang

Interferometer Michelson

Atika Syah Endarti Rofiqoh 4201408059


Anggota Kelompok : Sri Purwanti 4201408045 Zulis Elby Pradana 4201408049 Esti Maretasari 4201408057

Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2010

Interferometer Michelson
I. Tujuan Percobaan : 1. Memahami interferensi pada interferometer Michelson. 2. Menentukan panjang interferensi. gelombang sumber cahaya dengan pola

II.

Landasan Teori Interferensi adalah penggabungan superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu pada satu titik ruang. Hasil interfrensi yang berupa pola-pola cincin dapat digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan interferensi, misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias, dan ketebalan bahan. Untuk memahami fenomena interferensi harus berdasar pada prinsip optika fisis, yaitu cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang tiba pada suatu titik yang bergantung pada fase dan amplitude gelombang tersebut. Untuk memperoleh pola-pola interferensi cahaya haruslah bersifat koheren, yaitu gelombang-gelombang harus bersalah dari satu sumber cahaya yang sama. Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari sumber celah tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi. Pada interferensi, apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fase. Perbedaan fase antara dua gelombang sering disebabkan oleh adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh oleh kedua gelombang. Perbedaan lintasan satu panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 360o, yang ekivalen dengan tidak ada perbedaan fase sama sekali. Perbedaan lintasan setengah panjang gelombang menghasilkan perbedaan

fase 180o. Umumnya, perbedaan lintasan yang sama dengan d menyumbang suatu perbedaan fase yang diberikan oleh :

Suatu alat yang dirancang untuk menghasilkan interferensi dan polapolanya yang dihasilkan dari perbedaan panjang lintasan disebut interferometer optic. Interferometer dibagi menjadi 2 jenis, yaitu interferometer pembagi muka gelombang dan terferometer pembagi amplitude. Pada pembagi muka gelombang, muka gelombang pada berkas cahaya pertama dibagi menjadi dua, shingga menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di layar akan membentuk pola interferensi yang berwujud cincin gelap terang berselang-seling. Pola terang terjadi apabila gelombang-gelombng dari kedua berkas sinar sefase sewaktu tiba di layar. Sebaliknya, pola gelap terjadi apabila gelombang-gelombang dari kedua berkas sinar berlawanan fase sewaktu tiba di layar. Agar pola interferensi nyata, tempat garis-garis gelap terang itu harus tetap sepanjang waktu yang berarti beda fase antara gelombang-gelombang dari kedua celah harus tidak berubah-ubah dan hal ini hanya mungkin apabila kedua gelombang tersebut koheren, yaitu identik bentuknya. Untuk interferometer pembagi amplitudo, diumpamakan sebuah gelombang cahaya jatuh pada suatu lempeng kaca yang tipis. Sebagian dari gelombang akan diteruskan dan sebagian lagi akan dipantulkan. Kedua gelombang tersebut tentu saja mempunyai amplitudo gelombang yang lebih kecil dari gelombang sebelumnya. Ini dapat dikatakan bahwa amplitudo telah terbagi. Jika kedua gelombang tersebut bisa disatukan kembali pada sebuah layar, maka akan dihasilkan pola interferensi.

Gambar di atas merupakan diagram skematik interferometer Michelson. Oleh permukaan beam splitter (pembagi berkas) cahaya laser, sebagian dipantulkan ke M1 dan sisanya ditransmisikan ke M2. Bagian yang dipantulkan ke M1 akan dipantulkan kembali ke beam splitter yang kemudian menuju ke layar. Adapun bagian yang ditransmisikan oleh M 2 juga akan dipantulkan kembali ke beam splitter, kemudian bersatu dengan cahaya dari M1 menuju layar, sehingga kedua sinar akan berinterferensi yang ditunjukkan dengan adanya pola-pola cincin gelap terang. Pengukuran jarak yang tepat dapat diperoleh dengan menggerakkan M2 pada interferometer Michelson dan menghitung cincin yang bergerak atau berpindah, dengan acuan suatu titik pusat. Sehingga diperoleh jarak pergeseran yang berhubungan dengan perubahan cincin :

Dengan : d N = perubahan lintasan optis = panjang gelombang sumber cahaya = perubahan jumlah cincin

Koherensi adalah salah satu sifat

gelombang yang dapat

menunjukkan interferensi, yaitu gelombang tersebut selalu sama baik fase maupun arah penjalarannya. Untuk menghasilkan cincin-cincin interferensi, sangat diperlukan syarat-syarat agar gelombang-gelombang yang

berinterferensi tersebut tetap koheren selama priode waktu tertentu. Jika salah satu gelombang berubah fasenya, cincin akan berubah menurut waktu. Laser merupakan contoh sumber cahaya tunggal dari radiasi tampak yangkoheren. Pada panjang gelombang yang lebih panjang, mudah untuk menghasilkan gelombang koheren. Cahaya keluaran laser mempunyai koherensi terhadap waktu dan ruang sangat besar dibandingkan dengan sumber-sumber cahaya yang lain. Ada dua konsep koherensi yang tidak begantung satu sama lain, yaitu koherensi rruang dan koherensi waktu. Koherensi ruang adalah sifat yang dimiliki dua gelombang yang berasal dari sumber yang sama, setelah menempuh lintasan yang berbeda akan tiba di dua titik yang sama jauhnya dari sumber dengan fase dan frekuensi yang sama. Sedangkan koherensi waktu adalah sifat yang dimiliki dua gelombang yang berasal dari sumber sama, yang setelah menempuh lintasan yang berbeda tiba di titik yang sama dengan beda fase tetap. Jika beda fase berubah beberapa kali dan secara tidak teratur selama periode pengamatan yang singkat, maka gelombang dikatakan tidak koheren. Koherensi waktu dari sebuah gelombang menyatakan kesempitan spectrum frekuensinya dan tingkat keteraturan dari barisan gelombang. Cahaya koheren sempurna ekivalen dengan sebuah barisan gelombang stu frekuensi dengan spectrum frekuensinya dapat dinyatakan hanya dengan satu garis, sehingga menunjukkan seberapa monokromais suatu sumber cahaya. Dengan kata lain, koherensi waktu mengkarakterisasi seberapa baik suatu gelombang dapat berinterferensi pada waktu yang berbeda. Panjang koherensi merupakan jarak sejauh mana dapat

berinterferensi. Panjang koherensi suatu gelombang tertentu, seperti laser atau sumber lain dapat dijelaskan dari persamaan berikut :

Dimana : Lc c c v = panjang koherensi = koherensi waktu = cepat rambat cahaya = lebar spectrum

Pada interferometer Michelson, panjang koherensi sama dengan dua kali panjang lintasan optic antara kedua lengan pada interferometer Michelson, diukur pada saat penampakan frinji sama dengan nol. ketika movable mirror digerakkan, maka kedua berkas laser yang melewati L1 dan L2 memiliki jarak lintasan yang berbeda. Sehingga beda optic masingmasing berkas adalah 2L1 dan 2L2. Jadi beda lintasan optisnya dalah :

III.

Alat dan Bahan 1. Meja interferometer 2. Sumber cahaya Laser He-Ne 3. Sumber cahaya diode merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu. 4. Bangku laser 5. Beam splitter 6. Movable mirror (cermin yang digeser) 7. Adjustable mirror (cermin dengan posisi tetap) 8. Lensa konveks 9. Layar

IV.

Langkah-Langkah Percobaan 1. Merangkai alat seperti gambar di bawah :

2. Menghidupkan laser 3. Mengatur laser agar tepat melewati lensa hingga terfokus ke beam spliiter. 4. Menutup M2, dan mengatur posisi M1 sehingga berkas sinar pantul dapat dilihat di layar. 5. Mengatur posisi M2 sehingga cahaya dari M2 berhimpit dengan cahaya
dari M1 di layar.

6. Menghitung jumlah frinji sebagai titik acuan perhitungan jumlah frinji awal. 7. Memutar sekrup M2 berlawanan dengan arah jarum jam sehingga pola
interferensi dapat dilihat.

8. Menghitung jumlah frinji sebanyak 25 kali. 9. Mencatat perubahan lintasan optis. 10. Mengulangi semua langkah di atas dengan variasi sumber cahaya.

V.

Data Percobaan Menentukan panjang gelombang sumber cahaya No 1 2 3 4 5 6 7 N 20 25 30 35 40 45 50 5 5 5 5 5 5 N dm(m) 1,6.10


-6

dm(m) 1,6.10-6 1,5.10-6 1,7.10-6 1,4.10-6 1,4.10-6 1,6.10-6

3,2.10-6 4,7.10-6 6,4.10-6 7,8.10-6 9,2.10-6 1,08.10-6

VI.

Rencana Analisis Data Menentukan panjang gelombang sumber cahaya

1. 2. 3. 4. 5. 6.

No 1 2 3 4 5 6

VII.

Pembahasan Interferensi gelombang adalah perpaduan dua gelombang atau lebih pada suatu daerah tertentu pada saat yang bersamaan. Salah satu alat yang digunakan untuk mengindentifikasi pola interferensi tersebut adalah interferometer. Salah satu jenis interferometer tersebut adalah

Interferometer Michelson. Pada percobaan Interferometer Michelson dilakukan dengan meletakkan secara tegak lurus posisi Movable Mirror dan Adjustable Mirror yang ditengahi oleh split. Dengan posisi demikian, akan terjadi perbedaan lintasan yang diakibatkan oleh pola reflektansi dan tranmisivitas split dari cahaya yang masuk melewati lensa 1,8 nm. Selanjutnya, perbedaan lintasan ini akan menyebabkan adanya beda fase dan penguatan fase (yang biasa disebut sebagai interferensi) yang selanjutnya menyebabkan munculnya pola-pola pada cincin. Prinsip dari percobaan interferometer Michelson yang telah dilakukan, yaitu seberkas cahaya monokromatik yang dipisahkan di suatu titik tertentu sehingga masing-masing berkas dibuat melewati dua panjang lintasan yang berbeda, dan kemudian disatukan kembali melalui pantulan dari dua cermin yang letaknya saling tegak lurus dengan titik pembagi berkas tersebut. Setelah berkas cahaya monokromatik tersebut disatukan maka akan didapat pola interferensi akibat penggabungan dua gelombang cahaya tersebut. Pola interferensi itu terjadi karena adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh dua berkas gelombang cahaya yang telah disatukan tersebut. Jika panjang lintasan dirubah dengan diperpanjang maka yang akan terjadi adalah pola-pola cincin akan masuk ke pusat pola. Jarak lintasan yang lebih panjang akan mempengaruhi fase gelombang yang jatuh ke layar. Bila pergeseran beda panjang lintasan gelombang cahaya mencapai maka akan terjadi interferensi konstruktif yaitu terlihat pola terang, namun bila pergeserannya hanya sejauh /4 yang sama artinya dengan berkas menempuh lintasan /2 maka akan terlihat pola gelap.

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkalibrasi interferometer Michelson dengan cara mengatur posisi laser, beam splitter, kedua cermin dan lensa agar sinar laser yang melewati semua peralatan tersebut tepat segaris. Kemudian mencari pola interferensi dengan cara menggeser-geser salah satu cermin sampai dihasilkan pola gelap terang (cincin) pada layar. Kalibrasi mikrometer ini bertujuan untuk menentukan nilai 1 skala micrometer ( d) pada alat belum tentu sama dengan pergeseran cermin (movable mirror) sebesar 1m. Kalibrasi mikrometer dilakukan dengan menggeser movable mirror tiap 1mm, hingga mencapai 25 pergeseran skala mikrometer. Akibat pergeseran skala mikrometer maka pada layar akan nampak perubahan jumlah cincin. Sehingga dari transisi cincin yang terhitung dapat ditentukan nilai tiap skala mikrometer dengan menganggap nilai panjang gelombang laser He-Ne adalah 632,8nm. Hasil dari kalibrasi micrometer tersebut kemudian digunakan sebagai nilai patokan untuk perhitungan selanjutnya yaitu penentuan nilai panjang gelombang laser. Dalam eksperimen ini, dilakukan pengamatan terhadap dua variable, yaitu pengamatan terhadap penambahan jumlah cincin dan pengamatan terhadap pergeseran Movable mirror dari titik acuan awal perhitungan. Pergeseran pada Movable mirror tersebut dilakukan dalam orde mikrometer. Sehingga guna kehati-hatian dalam mendapatkan data yang valid, selain melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap mikrometer pada interferometer, praktikan juga melakukan perhitungan matematis terhadap penentuan nilai yang pasti dan pengkalibrasian titik awalnya. Dari data yang diperoleh, didapatkan bahwa penambahan dan banyaknya jumlah cincin (N) berbanding lurus dengan pergeseran Movable mirror yang dilakukan. Hal ini dapat terlihat dari semakin besarnya nilai N (banyaknya cincin), maka nilai dm (jarak pergeseran Movable mirror terhadap titik acuan) juga menunjukkan angka yang semakin besar.

Misalnya

saat

N=25,

pergeseran

Movable

mirror

(dm)

memberikan angka 1,6.10-6 m. Sedangkan saat N=30, pergeseran Movable mirror (dm) memberikan angka 4,7.10-6 m; saat N=35, pergeseran Movable mirror (dm) bernilai 6,4.10-6 m; dan demikian seterusnya hingga N=50, pergeseran Movable mirror (dm) menunjukkan angka 1,08.10-6 m. Untuk menentukan panjang gelombang dalam percobaan ini menggunakan persamaan :

Dari percobaan Interferometer Michelson didapatkan nilai panjang gelombang laser He-Ne adalah 613 nm. Secara teori, panjang gelombang laser He-Ne adalah 632,86 nm. Adanya selisih ini disebabkan kurangnya ketelitian praktikan dalam melakukan praktikum. Terutama saat mengkalibrasi interferometer.

VIII.

Kesimpulan 1. Pada Interferometer panjang lintasan dirubah dengan diperpanjang maka yang akan terjadi adalah pola-pola cincin akan masuk ke pusat pola. Sehingga panjang lintasan optic sebanding dengan jumlah cincin yang terjadi. 2. Nilai panjang gelombang laser He-Ne adalah .

IX.

Daftar Pustaka Tippler, P.A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Solihin, Abdus. 2010. Eksperimen Interferometer Michelson Laporan Eksperimen Fisika II. Jember : Laboraturium Optoelektronika dan Fisika Modern Jurusan Fisika Universitas Negeri Jember.

Oktavia, A. 2006. Penggunaan Interferometer Michelson Untuk Menentukan Panjang Gelombang Laser Dioda dan Indeks Bias Bahan Transparan. Semarang : Skripsi S1 FMIPA UNDIP.

Falah, M. 2008. Analisis Pola Interferensi pada Interferometer Michelson Untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya.

Semarang : Skripsi S1 FMIPA UNDIP.

Setyaningsih, Agustina. 2009. Penentuan Nilai Panjang Koherensi Laser Menggunakan Interferometer Michelson. Semarang : Skripsi S1 FMIPA UNDIP.

You might also like