You are on page 1of 21

MENAKAR KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT Studi Identifikasi dan Proses-proses Pengambilan Kebijakan Pemerintah Daerah Kota

Palu Oleh Sumitro

EXECUTIVE SUMMARY Peraturan perundang-undangan adalah salah satu metode dan instrumen yang tersedia untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-cita yang diharapkan, olehnya itu haruslah tersusun secara demokratis. Hukum yang demokratis hanya terbentuk dalam konfigurasi politik yang demokratis sehingga Peraturan perundang-undangan yang dihasilkan akan lebih aspiratif dan responsive, yang akan berimplikasi pada hidupnya peraturan dalam kehidupan masyarakat. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan ditegaskan bahwa peraturan daerah merupakan salah satu bagian produk hukum pemerintah untuk melaksanakan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan. Dengan otonomi yang dipunyai oleh daerah dengan segala konsekuensi yang ditimbulkannya yang dalam hal ini memberikan kewenangan untuk membuat aturan sepanjang menyangkut urusan yang menjadi kewenangan daerah. Kewenangan Pemerintah Kota Palu untuk mengatur telah mengeluarkan sejumlah kebijakan pemerintah daerah yang secara prosedur tidak memuat mekanisme keterlibatan masyarakat dan stakeholder lainnya dalam proses perumusan kebijakan. Yang ironisnya kebijakan pemerintah pusat yang mengatur tentang prosedur pengambilan kebijakan tidak dilaksanakan, malah sebaliknya yang dilakukan adalah hak inisiatif yang dimiliki telah membentuk mekanisme baru jalan pintas kebijakan pemerintah daerah. Kemudian diperparah lagi oleh tertutup ruang akses informasi bagi masyarakat, adanya hubungan kekuasaan, kemauan politik pemerintah, kecakapan dan kemampuan serta pendanaan telah turut mewarnai wajah kebijakan pemerintah daerah kota palu. Akankah organisasi masyarakat sipil bersama elemen masyarakat lainnya dapat mempengaruhi/mengubah kebijakan pemerintah daerah lebih aspiratif dan responsive dan menghidupkannya dalam kehidupan masyarakat dalam suatu kemitraan.

345

MENAKAR KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT Studi Identifikasi dan Proses-proses Pengambilan Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Palu Oleh Sumitro

I. PENDAHULUAN A. Konteks Sosial Politik Lokal Kota Palu dulunya merupakan bagian wilayah dari kabupaten Donggala dikenal dengan Kota Administratif Palu. Namun kerena tuntutan perkembangan pembangunan dan masyarakat. Secara wilayah Kota Palu memiki 4 kecamatan yaitu kecamatan Palu barat, Palu Utara, Palu Selatan, dan Palu Timur. Keberadaan penduduk yang mendiami Kota Palu sejak dulu telah menjalin hubungan kekeluargaan dan kekerabatan, sehingga yang nampak dari kehidupan masyarakat setempat pembauran kebudayaan dan perilaku yang saling mempengaruhi satu sama lain. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dengan keanekaragaman budaya, etnis dan kepentingan masyarakat tolitoli telah turut mewarnai politik pemerintahan dan orientasi kepentingan pejabat pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan dipergunakannya sentimentsentimen kedaerahan putra daerah - putra kaili dalam percaturan proses pengambilan kebijakan dan tata pemerintahan. B. Dinamika OMS Seiring dengan perkembangan masyarakat dan pemerintah tidak lepas dari keberadaan beberapa organisasi masyarakat sipil dimana kehadiran OMS didasari oleh kepentingankepentingan yang dimilikinya. Partai Golkar misalnya telah melahirkan berbagai organisasi yang khusus dibangun untuk memperkuat pilar-pilar kepentingan partainya seperti AMPI, Pemuda Pancasila, KNPI, AMPG dan terakhir KPPG sebagai jawaban atas terbukanya ruang politik bagi kaum perempuan. Sementara di tingkat kelompok masyarakat yang memperjuangkan penegakan HAM dan demokratisasi ini terus berupaya agar ruang gerak untuk hal tersebut dapat terbuka di berbagai segmen, maka tidak mengherankan ketika lembaga swadaya masyarakat seperti ED. Walhi Sulteng bersama-sama jaringannya terus mendorong lahirnya berbagai organisasi rakyat. Organisasi ini diharapkan akan dapat memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya dan mempunyai kemampuan untuk terlibat dalam proses penegakan HAM dan demokratisasi. C. Metodologi Penelitian Studi identifikasi dan proses-proses pembuatan kebijakan bertujuan untuk pertama, mengidentifikasi substansi seluruh kebijakan publik dari aspek demokratis dan keberpihakannya dalam periode 20002003. Kedua, mengetahui proses pembuatan

346

sebuah kebijakan publik. Ketiga, mengetahui kapasitas OMS dalam menginisiasi perubahan dan perumusan kebijakan. Untuk itu dalam pelaksanaan riset ini menggunakan metode deskriptif melalui : a. Teknik Pengumpulan Data - Studi kepustakaan (Library Research) Studi ini dimaksudkan adalah untuk memperoleh dokumen resmi atau data, baik data media massa, hasil penelitian terpublikasi maupun data yang belum terpublikasi yang bersumber dari pihak DRPD Kota Palu, Pemda, Akademisi, Tokoh Masyarakat, OMS dan sumber-sumber lain yang dapat mendukung riset ini. - Wawancara Mendalam (Deft Interview) Setelah mengumpulkan data sekunder, data ini kemudian diverifikasi melalui tanya jawab dengan mempergunakan terhadap responden dan informan yang dianggap representatif dan berbagai pihak antara lain Anggota DPRD Tkt. II, Pemda, Masyarakat/Ormas, Akademisi dll. b. Manfaat Riset 1. 2. Untuk mengetahui sejauhmana kebijakan-kebijakan pemerintah mampu mencerminkan asprasi dan kepentingan masyarakat. Untuk mengetahui sejauhmana ruang partisipasi dan kapasitas masyarakat/OMS dalam proses perumusan, penentuan dan peluang perubahan kebijakan di Kota Palu Sulawesi Tengah. Menjadi bahan referensi kepada berbagai pihak terutama yang berminat pada masalah pengambilan kebijakan publik pemerintah daerah dalam konteks tata pemerintahan lokal yang demokatis.

3.

c. Tujuan Riset 1. 2. 3. Mengidentifikasi substansi kebijakan publik dari aspek demokratis. Mengetahui proses pembuatan sebuah kebijakan publik pemerintah daerah baik dari eksekutif maupun legislatif. Untuk mengetahui sejauhmana ruang partisipasi masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik pemerintah daerah baik dari eksekutif maupun legislatif. Mengetahui kapasitas masyarakat melalui organisasi masyarakat untuk melakukan inisiatif perubahan dan perumusan kebijakan publik.

4.

d. Indikator-indikator Analisa 1. 2. 3. Landasan hukum (mekanisme kerja) Penyusunan Perda Proses pelaksanaan sistim pengambilan keputusan (penerapan aturan pengambilan kebijakan. Peran berbagai pihak (aktor) antara lain masyarakat, ormas, pemerintah daerah dan akademisi terhadap proses kebijakan baik yang sementara dibahas ataupun yang telah diputuskan.

347

4.

5. 6.

Situasi dan kondisi antar pihak (aktor-aktor) serta bentuk keterlibatannya yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan publik pemerintah daerah baik dari eksekutif maupun legislatif. Kemampuan dan kelemahan (capacity) para pihak (aktor-aktor) terhadap lahirnya kebijakan publik. Analisis peluang dan tantangan masyarakat/OMS dalam proses pengambilan, penentuan dan perubahan suatu kebijakan publik.

e. Langkah-langkah Kerja 1. Pengumpulan Dokumen Kegiatan mengumpulkan dokumen atau data, hasil penelitian yang sudah dipublikasi maupun data yang belum terpublikasi yang sumbernya dari pihak DRPD Kota Palu, Pemda, Akademisi, Tokoh Masyarakat, Koran Lokal, LSM dan sumber-sumber lain yang dapat mendukung penelitian ini.

2.

Proses Wawancara Setelah mengumpulkan data sekunder, data ini kemudian diverifikasi lagi dengan melakukan wawancara mendalam (Dept Interview) terhadap responden dan informan yang dianggap representatif dengan berbagai pihak antara lain Anggota DPRD Tkt. II, Pemda, Masyarakat/Ormas, Akademisi dll. Pedoman wawancara ini dibuat berdasarkan indikator-indikator yang akan diteliti. Diskusi Focus Diskusi fokus ini dilakukan dengan melibatkan para pihak (aktor-aktor) yang dimaksudkan sebagai bagian proses pengambilan data pendukung serta sebagai alat uji data telah dikumpulkan sebelumnya (verifikasi) sebelum melakukan analisis.

3.

4.

Analisis Data Seluruh data ini kemudian diolah dan dianalisis yang akan dilokakaryakan secara bersama.

II. HASIL PENELITIAN : POTRET KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU A. Peta Kebijakan Pemerintah Daerah Sebagai negara hukum yang tertuang dalam UUD 1945, dimana fungsi perundangundangan bukanlah hanya memberi bentuk kepada nilai-nilai dikandungnya dan berlaku dalam kehidupan masyarakat serta undang-undang bukanlah hanya sekedar produk fungsi negara di bidang pengaturan. Melainkan peraturan perundang-undangan adalah salah satu metode dan instrumen yang tersedia untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-cita yang diharapkan. Olehnya itu produk perundang-undangan haruslah tersusun secara demokratis. Hukum yang demokratis hanya terbentuk dalam konfigurasi politik yang demokratis sehingga

348

Peraturan perundang-undangan yang dihasilkan akan lebih aspiratif dan responsive, yang akan berimplikasi pada hidupnya peraturan dalam kehidupan masyarakat. Dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan ditegaskan bahwa peraturan daerah merupakan salah satu bagian produk hukum pemerintah untuk melaksanakan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan. Dengan adanya otonomi yang dipunyai oleh daerah dengan segala konsekuensi yang ditimbulkannya yang dalam hal ini memberikan kewenangan untuk membuat aturan sepanjang menyangkut urusan yang menjadi kewenangan daerah. Bahwa dengan adanya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah daerah Kota Palu telah mengeluarkan sejumlah kebijakan pemerintah daerah yang tertuang dalam bentuk peraturan daerah. kebijakan pemerintah tersebut dalam di lihat dalam tabel berikut ini : Tabel 1 Beberapa Produk Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Palu Dalam Bentuk Peraturan Daerah Berdasarkan Materi/Isi

MATERI /ISI 1. TURUNAN ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Perda No. 21 Thn 2000 Tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan Kota Palu

2.

PEMBATASAN HAK / PEMBEBANAN Perda No. 1 Thn 2001 Tentang Pajak Hotel Perda No. 2 Thn 2001 Tentang Pajak Restoran Perda No. 3 Thn 2001 Tentang Retribusi Izin Gangguan Perda No. 4 Thn 2001 Tentang Retribusi Izin Rekreasi dan Hiburan Umum Perda No. 5 Thn 2001 Tentang Retribisi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil Perda No. 6 Thn 2001 Tentang Retribusi Izin Rumah Kost / Pemondokan Perda No. 7 Thn 2001 Tentang Retriusi Izin Restoran / Rumah Makan Perda No. 8 Thn 2001 Tentang Retribusi Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Perda No. 9 Thn 2001 Tentang Retribusi Surat Izin Usaha Industri (SIUI) Perda No. 10 Thn 2001 Tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdangangan (SIUP) Perda No. 11 Thn 2001 Tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Perda No. 12 Thn 2001 Tentang Retribusi Izin Usaha Angkutan Penumpang, Izin Usaha Angkutan Barang, Izin Usaha Angkutan Sewa dan Izin Bengkel Umum Kendaraan Bermotor Perda No. 13 Thn 2001 Tentang Retribusi Izin Salon Kecantikan dan Pemangkas Rambut Perda No. 14 Thn 2001 Tentang Larangan Melepas Hewan Ternak dan

349

mengembalakannya 3. RUMAH TANGGA PEMDA/ KELEMBAGAAN Perda No. 18 Thn 2000 Tentang Visi Kota Palu Lebih Maju dan Lestari Perda No. 19 Thn 2000 Tentang Lambang daerah Kota Palu. Perda No. 20 Thn 2000 Tentang Hari jadi Kota Palu Perda No. 22 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Perda No. 23 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Perda No. 24 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum, Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Perda No. 25 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tata Kota dan Bangunan Perda No. 26 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan Perda No. 27 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan. Perda No. 28 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Perda No. 29 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendaftaran Penduduk, Catatan Sipil dan Tenaga Kerja Perda No. 30 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Perda No. 31 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanahan Perda No. 32 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Perda No. 33 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Perda No. 34 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian dan Kehutanan Perda No. 35 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Perda No.36 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesejahteraan Sosial Perda No.37 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Badan Pengawas Perda No.38 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Perda No. 39 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Badan Pemberdayaan Masyarakat Perda No. 40 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Perda No. 41 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Perda No. 42 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Satuan Polisi Pamong Praja

350

Perda No. 43 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kecamatan Perda No. 44 Thn 2000 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kelurahan Perda No. 15 Thn 2001 Tentang Pencabutan 3 (Tiga ) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu di Bidang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja dan 2 (Dua) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu di Bidang Kedudukan Keuangan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kota Palu Perda No. 16 Thn 2001 Tentang Pemberian Nama Jalan, Bangunan, dan Taman di Kota Palu Perda No. 17 Thn 2001 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Palu tahun Anggaran 2001 Sumber : Sekeretariat Daerah Kota Palu, 2003. Apabila mencermati setiap isi/materi perda tersebut maka dapat bagi dalam beberapa kelompok berdasarkan bentuknya sebagai berikut: 1. Peraturan daerah yang bersifat rutin dalam pengertiannya bahwa pembentukan peraturan daerah ini ditetapkan secara rutin atau selalu diadakan di setiap tahun anggaran. Misalnya : Peraturan daerah tentang penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Palu No. 17 Tahun 2001. Peraturan daerah yang bersifat insidentil, dalam pengertian pembentukannya yang dimaksud disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan hukum masyarakat dan pemerintah baik itu berupa pengaturan, penertiban, perubahan atau pun pencabutan suatu peraturan yang tidak lagi relevan atau bertentangan dengan aturan perundang-undangan lainnya. Misalnya : Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2001 tentang Larangan Melepas Ternak dan mengembalakannya, serta Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2001 tentang Pencabutan 3 (tiga) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu di Bidang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja dan 2 (dua) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu di Bidang Kedudukan Keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Kota Palu.

2.

Meski saat ini pemerintah daerah sedang melakukan sejumlah 6 (enam) penyusunan rancangan Perda antara lain, tentang perubahan perda No. 7 Thn 2001 tentang Retribusi Izin Restouran/Rumah Makan, Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Sepeda Motor (Ojek), Pemberian Surat Izin Usaha perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB) dan Pengawasan Pengedaran Minuman Beralkohol. Retribusi Izin Praktek Tenaga Kesehatan dan Sarana Kesehatan Swasta, Izin Pertambangan Galian C, Pokok-pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kota Palu.

B. Kapasitas OMS Dalam perkembangan organisasi masyarakat sipil di Kota Palu akan diuraikan sebagai berikut :

351

Klasifikasi OMS Partai Politik

Kepentingan Orientasi kekuasaan

Kemampuan - Pendanaan - Lobby politik - Beberapa individu yang terlibat punya kemampuan memadai

Kelemahan - Minim menyuarakan kepentingan masyarakat disebabkan dominasi kepentingan partai/golongan - Tidak kurang menjadi alat legitimasi kepentingan kekuasaan (legislator). - Tidak merespon persoalan agrarian dan lingkungan - Tidak kurang menjadi alat legitimasi kepentingan kekuasaan (legislator). - Bersifat primodial - Rentang dengan konflik antar paguyuban - Terkadang bekerja atas dasar isu, moment sehingga terkesan parsial - Kurang mempunyai hubungan kerjasama dengan

Organisasi Agama

- Alat pemersatu pemeluk - Media syiar agama/pemeluk

Paguyuban

- Pemersatu anggotanya dalam memperjuangkan kepentingannya - Membangun hubungan kekeluargaan dan persaudaraan

- Mampu mengerakkan kekuatan massa/umat/pemelukn ya dengan sentimen agama - Mampu menggalang dana sosial - Punya kepedulian terhadap persoalan antara agama dan pemeluk - Terorganisir meski belum maksimal - Mampu mengalang dana - Mampu sebagai penggerak kekuatan massa dengan sentiment yang melekat pada dirinya - SDM anggoata lebih beragam - Punya kemampuan dan pengalaman yang memadai - Akses kemasyarakat lebih baik - Mampu membangun jaringan anggota yang lebih besar

Lembaga Swadaya Masyarakat

- Advokasi kepentingan public - Penegakan HAM dan demokrasi

352

- Sumber daya pendukung

kekuasaan/ pemerintah

C. Proses Penyusunan Kebijakan Daerah Dalam konteks pemerintahan lokal, pemerintah daerah menjadi lembaga yang diamanati menjadi oleh masyarakat lokal untuk mengatur/mengurusi kehidupannya, yang rumusan keinginan hidup tersebut terumus dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yang mengatur dan berlaku secara umum yang dalam perspektif daerah adalah peraturan daerah. a. Prosedur Dalam Penyusunan Rancangan peraturan daerah pemerintah Kota Palu pada dasarnya mengaju pada Keputusan Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2001 tentang prosedur Penyusunan Produk hukum daerah. Seperti halnya rancangan Undang-undang di Tingkat pusat dipersiapkan oleh eksekutif, maka rancangan peraturan daerah juga dipersiapkan oleh SEKDA dan Bagian Hukum. Berikut ini alur Penyusunan peraturan daerah yang dipergunakan pada pemerintah Kota Palu : 1. Proses Rancangan Peraturan Usulan Pemerintah Daerah. Rancangan peraturan daerah, terlebih dahulu dimulai dengan pembuatan Pra Rancangan Peraturan Daerah Penyusunan yang disusun Dinas/Unit Kerja dengan mengkoordinasikan maksudnya kepada Bagian Hukum untuk mendapatkan petunjuk dan informasi yang berkaitan Peraturan Daerah yang sementara ingin disusun. Setelah Pra Rancangan Peraturan Daerah selesai disusun, lalu disampaikan kembali kepada Biro/Bagian Hukum yang melakukan penelitian awal terhadap Pra Rancangan Peraturan Daerah dan melakukan penyesuaian sesuai dengan ketentuan-ketentuan tentang bentuk dan materinya. Rencana Peraturan Daerah disertai dengan maksud dan tujuan, dasar hukum, materi, keterkaitan dengan peraturan-peraturan lainnya dan terkadang dilengkapi dengan Naskah Akademik. Data olahan wawancara, 2003 Selanjutnya Biro/Bagian Hukum mengundang Dinas/Unit Kerja yang mengajukan dengan melibatkan unit Kerja lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan materi yang akan diatur untuk melakukan pembahasan materi, teknik penyusunan dan melakukan penyempurnaan bersama dalam sebuah Tim Antar Unit Kerja (Dinas dengan Bagian Hukum). Setelah Kepala Daerah dalam hal ini Walikota Palu menerima hasil Raperda untuk ditandatangani dan kemudian dilakukan autentifikasi oleh Bagian Hukum. Hasil Raperda tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD Kota Palu untuk dilakukan pembahasan. Dalam pembahasan Perda yang diajukan tersebut maka dibentuk Tim Asistensi Eksekutif sebagai media antara Pemerintah Daerah dalam hal ini Walikota Palu dengan DPRD Kota Palu.

353

Tim Asistensi tersebut beranggotakan : Walikota Palu sebagai penanggung jawab, Sekda sebagai Pengarah, Asisten Sekda (disesuaikan materi perda) sebagai Ketua, Kepala Bagian Hukum sebagai sekretaris, Kepala Dinas dan dinas terkait (disesuaikan materi perda) sebagai anggota. Data olahan wawancara, 2003 Ketua DPRD menerima Raperda dan kemudian membentuk Panmus untuk merumuskan mekanisme pembahasan beserta jadual dan personil yang terlibat dalam pembahasan. Tim Pansus tersebut dibentuk melalui SK Pimpinan DPRD yang akan melaksanakan perda bersama-sama Tim Asistensi yang dibentuk oleh pihak Pemerintah Kota Palu (eksekutif). Walikota Palu yang bertindak sebagai kepala daerah melakukan penandatanganan perda berdasarkan SK DPRD Kota Palu tentang pengesahan perda sebagai dasar persetujuan. Kemudian dilanjutkan oleh penandatangan lembaran negara oleh Sekda sebagai pengundangandari perda dan Keputusan bersifat mengatur. Sedangkan bagian hukum melakukan autentifikasi produk hukum (penomoran produk hukum, penomoran lembaran daerah, penserasian serta pendistribusian produk hukum baru tersebut. Alur Penyusunan Produk Hukum Daerah/Peraturan Daerah Berdasarkan Kepmendagri dan Otda No. 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah
Unit Kerja Sekda

Kepala Daerah

DPRD

Tim Pansus

Kepala Daerah/DPRD

Sekda

Bagian Hukum

Tim Asistensi

2.

Proses Rancangan Peraturan Usulan DPRD.

Salah satu bagian hak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu dapat mengusulkan perubahan atas sebuah rancangan produk hukum peraturan daerah yang diajukan oleh kepala daerah. Untuk lebih jelas dapat disimak dalam proses berikut ini : Usulan prakarsa anggota DPRD dalam bentuk rancangan peraturan daerah sedikitnya diusulkan 5 (lima) orang anggota DPRD yang terdiri dari lebih 1 (satu) fraksi yang memprakarsai pengaturan kewenangan daerah. Usul prakarsa tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai penjelasan secara tertulis. Kemudian usul tersebut diberi Nomor pokok oleh sekretariat DPRD, lalu oleh pimpinan disampaikan pada rapat paripurna DPRD, setelah mendapat pertimbangan dari panitia musyawarah.

354

Dalam rapat paripurna pada pengusul diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan atas usul prakarsa tersebut. Pembicaraan mengenai sesuatu usul prakarsa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada masing-masing anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan dan kepala daerah untuk memberikan pendapat serta para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan kepala daerah. Setelah itu pembicaraan dapat diakhiri dengan suatu Keputusan yang dikeluarkan oleh Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul prakarsa menjadi Prakarsa DPRD. Selama usul prakarsa tersebut belum diputuskan menjadi prakarsa DPRD para pengusul berhak mengajukan perubahan/revisi dan atau pencabutan kembali prakarsa tersebut. Data olahan wawancara, 2003. Berikut ini tahapan-tahapan pembahasan Raperda atas usul pemerintah Daerah dan Raperda Usul DPRD antara lain : PERDA USUL PEMDA PERDA USUL DPRD

Pimpinan Komisi memberikan 1. Kepala daerah memberikan 1. penjelasan dalam Rapat Paripurna penjelasan dalam Rapat Paripurna tentang Raperda yang diusulkan. mengenai Raperda Kepala daerah memberikan 2. Anggota Fraksi memberikan 2. Pemandangan Umum tentang Raperda pendapat terhadap Raperda dalam Rapat Paripurna. dalam Rapat Paripurna. 3. Kepala Daerah memberikan 3. Pimpinan Komisi memberikan jawaban atas Pemanadangan Umum jawaban atas pendapat Kepala Daerah para Anggota Fraksi dalam Rapat pada Rapat Gabungan Komisi atau Paripurna. Pimpinan Pansus atas DPRD. 4. Pembahasan dilanjutkan dalam Rapat Komisi/Rapat Gabungnan Komisi atau Rapat Pansus yang dilakukan bersama-sama dengan pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. 5. Sebelum dilaksanakan pengambilan Keputusan dalam rapat paripurna terlebih dahulu dilakukan : Laporan hasil pembicaraan pada tahap pembahasan bersama pada Rapat Komisi/Rapat Gabungnan Komisi atau Rapat Pansus Penyampaian pendapat akhir Fraksi yang disampaikan oleh masing-masing anggotanya. 6. Kepala Daerah diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan terhadap pengambilan Keputusan dihadapan peserta Rapat Paripurna. b. Substansi Mengaitkan bentuk dengan materi/isi yang menjadi muatan peraturan daerah dalam penyelenggaraanya yang ditetapkan melalui peraturan daerah Pemerintah Kota Palu dapat dibagi dalam beberapa klasifikasi materi/isi sebagai berikut : 1. Peraturan Pemerintah, Undang-undang dan Keputusan Menteri yang dalam penyelengaraannya di daerah memerintahkan menetapkan peraturan daerah sebagai turunan aturan perundang-undangan yang Lebih tinggi seperti Pasal 67 ayat 6 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan

355

2.

3.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 tahun 1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Pembentukan Kelurahan agar Lebih meningkatkan pelayanan kepada seluruh anggota masyarakat. Misalnya : Memenuhi maksud itu pemerintah Kota Palu mengeluarkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan Kota Palu dalam rangka penataan kelembagaan yang perlu dilaksanakan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas-tugas lembaga-lembaga pemerintahan daerah. Pembatasan hak-hak masyarakat atau pembebanan pada masyarakat dalam bentuk Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Setiap kegiatan pemerintah daerah, yang menimbulkan beban biaya tertentu, serta menimbulkan adanya pembatasan hak-hak pada masyarakat, yang untuk pelaksanaannya harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Misalnya : Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2001 Retribusi Izin Salon Kecantikan dan Pemangkas Rambut, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Retribusi Izin Gangguan dengan dasar pungutan atas pelayanan pemberian izin gangguan/tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan masyarakat dan kelestarian Lingkungan. Sebagai konsekuensi suatu urusan adalah merupakan unsur rumah tangga pemerintah daerah yang otonom, maka secara kelembagaan untuk penyelenggaraanya harus dibentuk dinas daerah maka pembentukan Struktur, Tata Kerja Organisasi dan Dinas Daerah yang dimaksud harus dilakukan melalui peraturan daerah. Misalnya : Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta peraturan-peraturan daerah lainnya.

D. Implementasi Kebijakan Daerah Implementasi kebijakan kebijakan daerah pada dasarnya terletak bagaimana kebijakan daerah itu dibuat, atas dasar kepentingan apa kebijakan itu dibuat, dan siapa keterlibatan. Seperti halnya Peraturan Daerah Kota Palu saat ini telah banyak mengeluarkan produk hukum dalam Pajak dan Retribusi yang kepentingannya untuk dapat menambah pendapatan asli daerah. Maka dikeluarkanlah berbagai bentuk Perda Pajak dan Retribusi yang kemudian berdampak orientasi Pemerintah Kota Palu , Namun kebijakan perpajakan ini tidak diikuti perbaikan pengelolaan perpajakan sehingga pemerintah daerah terkesan memproduksi peraturan daerah tetapi realisasinya yang tidak maksimal. Seperti yang diungkapkan oleh Bpk. Rifky (Bagian ekonomi Pemda Kota Palu) bahwa persoalan mendasar ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan perpajakan itu terletak pada : pertama, tingkatan aparat pemerintah dalam menjalankan aturan tersebut seperti kurangnya pengetahuan dan pemahaman, disiplin Kerja; kedua, aturan itu tersebut tidak diikuti dengan mekanisme yang baik sehingga tidak jarang Pajak dan retribusi itu dinikmati oleh pemungut/petugas bukan diterima oleh pemerintah daerah. Ketiga, kurangnya pemahaman masyarakat dimana mereka tidak penah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka sehingga merasa

356

terkesan dibebani, disebabkan konstribusi mereka (Pajak dan Retribusi) tersebut mereka tidak pernah dirasakan. Dalam realitasnya sering menghadapi kewajiban membayar Retribusi Kebersihan yang bersamaan dengan pembayaran listrik setiap bulannya, meski pelayanannya tidak maksimal. Sebutlah listrik yang sering mengalami pemadaman bergilir dan sampah tetap juga berserakan di setiap sudut Kota Palu. Tetapi kondisi ini pun tetap membuat sebagian besar masyarakat palu dan organisasi masyarakat sipil hanya mampu menhardik bukannya tidak berbuat sesuatu langkah penyelesaian. Lebih parahnya masyarakat dan organisasi masyarakat sipil seakan-akan menganggap masalah tersebut akan berakhir dengan sendiri (setiap awal bulan). Mencermati proses rancangan kebijakan daerah dalam bentuk peraturan daerah yang pada dasarnya tidak mencerminkan pelibatan masyarakat sipil baik perorangan maupun kelompok/Organisasi, sehingga hal ini berdampak pada lemahnya kontrol publik terhadap kebijakan pemerintah daerah. Pemerintah daerah hanya melakukan sosialisasi kebijakan sehingga dalam proses tersebut kami tidak beri ruang untuk mempengaruhi kebijakan tersebut, karena kebijakan yang pemerintah daerah sosialisasikan sudah pada tahap final. Justru sebaliknya yang pemerintah harus lakukan adalah konsultasi publik dan masyarakat serta lembaga sosial lainnya harus mempersiapkan diri minimal naskah akademik tentang kebijakan daerah ungkap oleh Bpk. Jumadi (Direktur SORAK) yang konsentrasi Kerja lembaganya di sektor masyarakat miskin Kota Palu. Khusus di Kota Palu beberapa kontrol publik telah berjalan dengan baik dilakukan oleh JATAM, SPRA, YAMMI, ED Walhi meskipun masih pada tingkat kebijakan pengelolaan sumber daya alam khususnya kegiatan penambangan yang berada di sekitar Kota Palu. yang oleh pemerintah daerah kegiatan penambangan ini diharapkan dapat memberikan dan menambah pendapatan asli daerah Namun kemudian tidak memperhitung bahaya dan kerusakana Lingkungan hidup dan masyarakat sekitarnya. Dengan orientasi penambahan pendapatan asli daerah telah berdampak pada lahirnya produk aturan yang saling tumpang tindih, sebutlah kebijakan pemerintah daerah yang tertuang dalam peraturan daerah No. 2 Thn 2001 tentang Pajak Restoran dengan Perda No. 7 Thn 2001 tentang Retribusi Izin Restoran/Rumah Makan. Dampak lain yang terjadi akibat tumpang tindihnya aturan tersebut adalah dikenakannya biaya tambahan (pengalihan pembebanan pajak) bagi setiap pelanggan restaurant oleh pemilik restaurant. Dari berbagai temuan dan pengalaman yang menjadi faktor penyebab lemahnya kontrol publik adalah sebagai berikut : i.Hubungan kekuasaan; partisipasi dan kontrol publik dalam kebijakan pemerintah penguasa serta penggunaannya diciptakan hanya sebagai ruang hubungan interaksi dari berbagai pelaku sosial dalam ruang yang diciptakan antara masyarakat dan pemerintah daerah, sementara pengawasan struktur, model partisipasi, muatan materi, penentuan pelaku biasanya ditentukan oleh pemerintah daerah. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi partisipasi dan kontrol publik menjadi tidak efektif. ii.Kemauan politik; dalam meningkatkan partisipasi dan kontrol publik mencakup tidak adanya wewenang pusat yang kuat dan pasti dalam memberikan kesempatan partsipasi dan kontrol publik dalam proses penyusunan kebijakan pemerintah daerah,

357

serta tidak adanya kemauan politik dari pejabat pemerintah daerah untuk mendorong atau melaksanakan kebijakan yang dapat menjamin keterlibatan masyarakat untuk berpartisipasi dan kontrol publik. iii.Ketertutupan informasi; keterlibatan masyarakat dan kontrol publik dalam ini juga turut menentukan karena ketidaktahuan warga dan ketika masyarakat berkeinginan untuk mengetahui hal tersebut maka tidak jarang mereka ketemukan adalah prosedur administrasi yang justru membuat sulit warga. Sementara di bagian Sekda Kota Palu yang ditegaskan oleh Rosida Thalib, SH, bahwa kebijakan daerah yang dikeluarkan dengan melibatkan warga mulai dari proses awalnya hingga pengawasan dalam Pembangunan daerah pada dasarnya terhalang oleh kurangnya sumber pembiayaan baik yang sudah dialokasikan oleh pusat maupun dari pendapatan daerah, Meski demikian Pemerintah daerah tidak akan menutup mata akan keinginan kelompok masyarakat tertentu untuk terlibat, terutama yang bersentuhan langsung dengan kebijakan yang akan ditetapkan, seperti saat ini perancangan peraturan daerah tentang izin penyelengaraan angkutan orang dengan sepeda motor (ojek). Dalam hal ini, para tukang ojek dari berbagai pangkalan kami undang hadir untuk merumuskan bersama aturan yang nantinya tidak membuat mereka merasa diperas oleh retribusi yang ditetapkan. Sedangkan Bpk. Amir (28 Thn) yang sehari-harinya mencari nafkah dengan kendaraan roda duanya yang berpangkalan di perempatan Palu Studio sebagai tukang ojek mencoba mengungkapkan pengalamannya ketika ikut serta menghadiri pertemuan untuk membicarakan rancangan peraturan daerah tentang izin penyelengaraan angkutan orang dengan sepeda motor (ojek) di Kantor Walikota Palu. ya kami memang diundang untuk menghadirinya, tapi kehadiran kami saat ini sudah disediakan naskah Perdanya, jadi kita (kami) tinggal mengoreksi bagian-bagian yang menurut kita kurang. Meskipun menurut kami masih ada kekurangan tapi tidak ada peluang kita untuk menambahnya, karenanya perda tersebut hanya mengatur kewajiban, larangan, besarnya retribusi, syarat-syarat pemberian izin. Tetapi tidak mengatur tentang hak-hak tukang ojek, bagaimana mungkin kita diwajibkan menjaga keselamatan penumpang. sedangkan keselamatan kami tidak ada yang menjamin, yang berarti apabila terjadi kecelakaan kami bertanggungjawab. Tetapi apabila itu terjadi pada kami umpamanya kami sakit yang nanggung siapa? Inikan tidak adil. Ketika kami sehat beroperasi sebagai tukang ojek kami dipungut retribusi tetapi kalau kami sudah sakit dibiarkan saja. Saya yakin pemerintah tidak menginginkan kami jadi sapi perahan, olehnya perbaikan perda itu harus ada (memuat) hak-hak tukang ojek dan hal-hal lain yang kurang jelas.

III. ANALISIS A. Kajian Teoritik dan Indikator indikator Untuk Mengukur Ketajaman analisis akan dimiliki wakil rakyat jika memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relatif tentang penyusunan peraturan daerah yang demokratis menjadi sangat penting dihubungkan dengan 3 (tiga) pilar pengelolaan pemerintahan sebagai berikut :

358

Masyarakat

Eksekutif

Legislatif

Masing-masing (3) tiga elemen di atas harus mampu untuk menciptakan keseimbangan kekuatan, sehingga masing-masing pilar akan mendapatkan keadilandan keseteraan dalam kemitraan dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Meski sedemikian besarnya tuntutan masyarakat akan dapat terealisir Apabila hal tersebut diikuti oleh political will pemerintah (eksekuitif dan legislatif) dalam merumuskan kebijakan pemerintah daerah (peraturan daerah) dan program Pembangunan daerah yang dapat dirasakan bersama. Oleh Bagir Manan mengungkapkan bahwa suatu produk aturan yang baik apabila memenuhi 3 (tiga) landasan sebagai berikut : 1. Landasan filosofis 2. Landasan Yuridis 3. Landasan Sosiologis Lebih lanjut dijelaskan bahwa secara filosofis hukum peraturan harus dibentuk dengan memperhatikan nilai yang merupakan moral bangsa yang berisikan pandangan hidup, cita-cita, karenanya peraturan yang dibentuk\ tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi. Secara sosiologis, peraturan tersebut memenuhi ketentuan-ketentuan sesuai dengan kebutuhan, keyakinan dan kesadaran hukum masyarakat. Hal ini berarti bahwa peraturan yang di buat harus dipahami oleh masyarakat sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian para politisi yang ada dilegislatif harus mampu menciptakan paraturan yang muatan materinya telah menjamin terpenuhinya sebanyak mungkin kebutuhan dan sebanyak-banyaknya pelibatan warga masyarakat. Sedangkan secara Yuridis adalah memiliki landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan pembuatan peraturan perundangan. sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 UU No. 22/1999 yaitu : daerah mempunyai kewenangan otonom dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. B. Sistem Pengambilan Keputusan Eksekutif dan Legislatif a. Tahapan Dalam Sistem Pengambilan Keputusan dan Mekanisme Kerja Dalam Penyusunan Kebijakan. Sesuai dengan pasal 69 s/d 70 Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 menyebutkan:

359

Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi Selanjutnya Peraturan Daerah hendaknya tidak bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah lain, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Semangat ini kemudian dituangkan dalam tahapan-tahapan pembicaraan dan pengambilan Keputusan yang diatur dalam tata tertib DPRD. Sebagai contoh : Dalam tata tertib DPRD Kota Palu sebagai berikut: 1. Walikota menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD 2. Rancangan Peraturan daerah berasal dan Walikota atau atas usul Prakarsa DPRD a. Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Walikota disampaikan kepada pimpinan DPRD dengan nota Pengantar Walikota beserta penjelasannya; b. Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dan usul prakarsa DPRD beserta penjelasannya sebagaimana dimaksud disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD; 3. Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada seluruh anggota DPRD. Apabila ada dua Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan mengenai hal yang sama, maka yang dibicarakan adalah Rancangan Peraturan Daerah yang diterima lebih dulu dan Rancangan Peraturan Daerah yang diterima kemudian dipergunakan sebagai pelengkap. 1. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan melalui empat tahapan pembicaraan, yaitu tahap I, II, III, dan IV, kecuali apabila Panitia Musyawarah menentukan lain. Sebelum dilakukan pembicaraan tahap II, III, dan IV diadakan Rapat Fraksi. Apabila dipandang perlu Panitia Musyawarah dapat menentukan bahwa pembicanaan tahap II dilakukan dalam Rapat gabungan Komisi atau dalam Panitia Khusus.

2. 3.

Pembicanaan Tahap I 1. Penjelasan Walikota dalam rapat Paripurna terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Walikota. 2. Penjelasan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan Komisi Pimpinan Rapat Gabungan Koinisi atau Pimpinan Rapat Panitia Khusus atas nama DPRD terhadap Rancangan Peraturan Daerah usul prakasa. Pembicaraan Tahap II Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dan Walikota: 1. Pemandangan Umum dalam Rapat Paripurna oleh para Anggota yang membawakan suatu Fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah. 2. Jawaban Walikota dalam Rapat Paripurna terhadap pemandangan umum para Anggota.

360

Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah usul DPRD: 1. Pendapat Walikota dalam Rapat Paripurna terhadap Rancangan Peraturan Daerah. 2. Jawaban Pimpinan Komisi, Pimpinan Rapat Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus atas nama DPRD dalam Rapat Paripurna Terhadap pendapat Walikota. Pembicaraan Tahap III Pada pembahasan tahap ini dilakukan dalam Rapat Komisi/Rapat Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus, yang dilakukan bersama-sama dengan pejabat yang ditunjuk oleh Walikota. Pembicaraan Tahap IV Pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului dengan: 1. Laporan hasil pembicaraan Tahap III. 2. Pendapat akhir Fraksi-fraksi yang disampaikan oleh Anggotannya. Pemberian kesempatan kepada Kepala Daerah untuk menyampaikan sambutan terhadap pengambilan Keputusan tersebut. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan, tahapan pembicaraan I IV tidak melalui pergunakan/dilakukan tetapi menempuh jalan yang singkat yaitu pembicaraan I yaitu Paripurna penyampaian Nota Raperda dilanjutkan dengan Rapat Panitia Musywarah yang membahas perlu tidaknya Raperda tersebut diteruskan untuk dibahas, jika perlu maka langsung dibentuk Panitia Khusus yang ditugasi memproses dengan jangka waktu yang ditetapkan. Secara umum pembahasan yang dilakukan diarahkan untuk memenuhi tiga hal : 1. Memenuhi unsur ketepatan meliputi Ketepatan Struktur, Ketepatan Pertimbangan, Ketepatan Dasar Hukum, Ketepatan Bahasa, Ketepatan pemakaian huruf, Ketepatan Tanda Baca, 2. Kesesuaian landasan filosofis, sosiologis dan Yuridis 3. Aplikatif ( Qiplacable ) dan menjainin kepastian yaitu memperhatikan dengan dukungan lingkungan yaitu Lingkungan pemerintah yang akan melaksanakan maupun masyarakat tempat peraturan perundang-undangan itu berlaku. Dalam pelaksanaan pembahasannya pun tidak diatur secara jelas pelibatan di luar stakeholder pemerintah, sehingga tergantung kepada Panitia Khusus membijaki hal tersebut. Keleluasaan untuk melibatkan atau tidak di luar stakeholder Pemerintah sesungguhnya memiliki dampak positif bagi personal anggota Dewan dan pemerintah yang memiliki Kapasitas yaitu terdorong secara bebas melakukan pelibatan secara penuh, tetapi Dampak negatifnya adalah sebaliknya dapat menegasikan kepentingan dan aspirasi masyarakat. b. Wacana dan Perdebatan di Lingkungan Lembaga Pengambil Kebijakan Isu dan Kepentingan Dalam Proses Pembuatan Kebijakan. Wacana dan perdebatan yang terjadi Lingkungan lembaga pengambil kebijakan baik ditingkat eksekutif dan legislative sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi daerah pada saat itu serta orientasi Pembangunan daerah.

361

Seperti yang telah diuraikan paba bab sebelumnya bahwa kebijakan pemerintah daerah dalam ini pemerintah daerah Kota Palu lebih difokuskan kepada bagaimana strategi pemerintah dpat meningkatkan pendapatan daerah dengan mengeluarkan berbagai produk peraturan daerah tentang perpajakan. Karena dengan terjadinya peningkatan pendapatan daerah maka akan berdampak pada ketersediaannya biaya Pembangunan daerah yang hanya mengandalkan disektor perpajakan. Seperti yang ditegaskan oleh Bpk. Farid Balhaer (DRPD Kota Palu) bahwa Kota Palu seperti layaknya kota-kota lain hanya mengandalkan pendapatan daerahnya di sektor perpajakan karena mayoritas penduduk hanya bekerja sebagai pegawai negeri/swasta, pedagang buruh dan sebagian kecil menjadi nelayan. Sehingga tidak mengherankan apabila Kota Palu berusaha mengenjot penerimaan sektor pajak dan Retribusi karena disinilah pemerintah mendapatkan sumber pembiayaan Pembangunan daerah. c. Langkah langkah Yang Ditempuh Masyarakat Dalam Mempengaruhi Kebijakan. Ketika kebijakan hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan merasa terusik karena kepentingan dari kebijakan pemerintah tidak bersumber dari mereka maka, tidak mengherankan ketika beberapa komunitas di yang ada di Kota Palu menyuarakan aspirasinya. Protes masyarakat Poboya misalnya dengan hadirnya industri pertambangan emas di Taman Hutan Rakyat yang dapat mengancam pencemaran Lingkungan masyarakat sekitar dan turut terancamnya Wilayah penangkapan nelayan yang sehari-harinya mencari nafkah tambahan keluarga di Teluk Palu. Olehnya itu ED. Walhi bersama jaringannya seperti SPRA, JATAM, YMPP dan lain-lain melakukan upaya advokasi atas kebijakan pemerintah kemudian berdampak pada perubahan kebijakan pemerintah untuk menerima industri tambang yang rencananya akan melakukan eksplorasi. Sebelumnya ratusan massa Rakyat yang tergabung TERKAM (aliansi masyarakat dan OMS) menolak kehadiran tambang galian C di seluruh teluk Palu. Kasus lain advokasi dan pendampingan masyarakat miskin kota khususnya tukang becak di Kota Palu yang dilakukan oleh SORAK. Organisasi ini kemudian berupaya untuk mencoba menyusun naskah akademik peraturan daerah tentang pengaturan becak dan dokar bersama instansi terkait dalam ini Kantor Dinas Perhubungan Kota Palu pada awal September 2003. Sementara kondisi lain ditingkat masyarakat lainnya adalah beban Pajak dan Retribusi yang diberlakukan oleh pemerintah Kota Palu masih terdengar dengan nada sumbang. Protes-protes kecil ini sering terdengar ketika warga mendatangi setiap loket pembayaran Pajak dan Retribusi, hal ini disebabkan rendahnya kualitas standar pelayanan masyarakat. C. Aktor aktor Strategis Yang Mempengaruhi Kebijakan Beberapa aktor/kelompok strategis yang turut mempergaruhi kebijakan adalah sebagai berikut :

362

Aktor/Kelompok Eksekutif - Kepala daerah - Sekda - Kepala Dinas/Instansi - Kepala Bagian/Biro - Bapedalda Legislatif - Ketua DPRD - Pimpinan Fraksi - Pimpinan Komisi - Ketua Pansus Perguruan Tinggi - Rektor/Dosen - Lembaga Penelitian

Peran - Mempergunakan kewenangan dan hak dalam proses pengambilan kebijakan - Mempergunakan hak pemanfaatan fasilitas dan sumber-sumber daya yang dimiliki. - Mempergunakan kajian yang telah dilakukan untuk melegitimasi kepentingannya terhadap kebijakan pembangunan. - Memberikan arahan dan masukan yang mengarah pada perubahan kebijakan. - Memberikan legitimasi terhadap kebijakan dengan mepergunakan strukutur kekuasaan yang dimilikinya. - Memberikan dukungan (legislator) - Menjadi mitra pemerintah daerah dan DPRD - Mampu mempergunakan sumber daya - Dapat berpeluang untuk mengkritisi kebijakan dengan gagasan dan konsep secara ilmiah.

Kelompok, Golongan Kepentingan - Pengusaha - Organisasi Kepentingan - Partai Politik - Lembaga Kreditor Dunia OMS/LSM, Lembaga Profesi dan Pers -

- Mengajukan pendapat, tawaran yang berujung untuk memenuhi kepentingannya.

- Mendorong terbuka ruang partispasi aktif bagi seluruh element masyarakat untuk mengkritisi dan berupaya menyiap konsep alternatif bagi perbaikan kebijakan. - Menjadi mediator (host) antara pemerintah dan masyarakat sebagai wujud kebersamaan dalam pembangunan yang demokratis. - Melakukan advokasi kebijakan secara aktif dan kiritis dan mampu memberikan kebijakan alternatif sebagai solusi yang ideal dalam pengambilan kebijakan pembangunan

4. Kekuatan dan Kelemahan Sektor Masyarakat Sipil Dalam Mempengaruhi Kebijakan.

363

Kekuatan Mempunyai jumlah yang besar dan apabila dapat diorganisir maka dapat menjadi kekuatan besar. Punya sumber daya meskipun sangat beragam

Kelemahan Hambatan struktur kekuasaan Kemampuan dan kecakapan untuk menyampaikan pandangan, ide masih rendah. Kurangnya ruang akses informasi yang dimiliki oleh masyarakat

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan a. Tahapan pembicaraan I IV dalam pengambilan kebijakan tidak melalui mempergunakan/dilakukan tetapi menempuh jalan yang singkat yaitu pembicaraan I yaitu Paripurna penyampaian Nota Raperda dilanjutkan dengan Rapat Panitia Musyawarah yang membahas perlu tidaknya Raperda tersebut diteruskan untuk dibahas, jika perlu maka langsung dibentuk Panitia Khusus yang ditugasi memproses dengan jangka waktu yang ditetapkan. b. Pada pelaksanaan pembahasan tidak diatur secara jelas pelibatan di luar stakeholder Pemerintah, sehingga tergantung kepada Panitia Khusus membijaki hal tersebut. Keleluasaan untuk melibatkan atau tidak di luar stakeholder Pemerintah sesungguhnya memiliki dampak positif bagi personal anggota Dewan dan pemerintah yang memiliki Kapasitas yaitu terdorong secara bebas melakukan pelibatan secara penuh, tetapi Dampak negatifnya adalah sebaliknya dapat menegasikan kepentingan dan aspirasi masyarakat. c. Beberapa faktor yang menyebabkan lemah kontrol dan partsipasi masyarakat dalam setiap proses pengambilan kebijakan : 1. Hubungan kekuasaan; 2. Kemauan politik (political will); 3. Ketertutupan informasi; 4. Kemampuan dan Kecakapan; 5. Tidak cukupnya sumber daya keuangan daerah. B. Rekomendasi a. b. Untuk memenuhi pelibatan secara penuh dan stakeholder di pemerintah atau di luar pemerintah hendaknya dituangkan dalam peraturan tata tertib DPRD. Untuk melawan ketertutupan informasi hendaknya stakeholder di pemerintah atau di luar pemerintah termasuk OMS menyiapkan Naskah draft akademik tentang kebebasan memperoleh informasi.

364

c.

d.

Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat bersama mendorong lahirnya kebijakan yang dalam bentuk Peraturan daerah yang mengatur partisipasi warga dalam proses pengambilan dan pengawasan Pembangunan daerah. Bagi organisasi masyarakat sipil yang saat ini bersama dengan masyarakat membentuk suatu Jaringan Aspirasi Warga (JAGA) yang dapat berada dalam Wilayah Kelurahan/desa dan tetap melakukan peningkatan kapasitas warga dengan melakukan pendidikan sebagai media penyadaran dalam upaya peningkatan partisipasi warga.

++++

365

You might also like