You are on page 1of 77

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam rangka menyiapkan sarjana yang kompeten, dirasa perlu Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB memberikan pengetahuan yang komprehensif mengenai teknologi proses yang banyak diaplikasikan di industri pangan. Dengan cara ini pula mahasiswa dapat terekspose sedini mungkin dengan kondisi nyata di industri pangan dan dapat mendorong mahasiswa untuk dapat mempersiapkan diri lebih baik lagi. Pembekalan teknologi proses dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas proses produksi yang ada di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Hal tersebut telah terbukti dari hasil survei pada tahun 1999 dimana diperoleh data bahwa lebih dari 80 % lulusan bekerja di bidang yang sesuai yaitu industri pangan. Akan tetapi ada beberapa kelemahan yang menjadi keluhan industri pangan diantaranya adalah rendahnya kemampuan teknis dan kemandirian. Melalui praktikum terpadu yang mengintegrasikan aspek proses dan manajemen serta aspek analisis (fisik, kimia/biokimia dan mikrobiologi) diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan kelemahan-kelemahan tersebut. Praktikum terpadu ini merupakan salah satu mata kuliah wajib pada kurikulum baru Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang dikembangkan dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti ketersediaan dana praktikum yang semakin terbatas, adanya tumpang tindih beberapa materi praktikum, keterkaitan antar praktikum yang lemah, gambaran proses di Industri secara utuh serta pendalaman materi terutama terhadap materi praktikum mata kuliah dasar. Dalam materi praktikum terpadu, materi diberikan berdasarkan teknologi proses dengan melibatkan mata kuliah dasar yang telah dipelajari sebelumnya (kimia/biokimia, mikrobiologi dan rekayasa proses pangan) dan diaplikasikan mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi sampai pada produk yang dihasilkan. Selain proses analisis rutin fisik, kimia dan mikrobiologis yang bertujuan mengendalikan proses sehingga diperoleh produk yang bermutu juga untuk menjamin keamanan produk yang dihasilkan. Aspek GMP, HACCP, perlu diintegrasikan pula karena hal tersebut merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan pada suatu proses pengolahan yang biasa dilakukan di industri pangan. Dengan demikian dalam praktikum terpadu mahasiswa akan melakukan keseluruhan rangkaian proses yang relatif sama dengan kondisi industri pangan yang sesungguhnya. Selain itu dari survei alumni, ditemui beberapa kelemahan lulusan Departemen ITP seperti : kemampuan komunikasi, kemandirian/inisiatif, etos kerja dan kerja tim. Praktikum terpadu akan dilaksanakan dalam bentuk kelompok dengan pembagian kerja yang jelas dan berkesinambungan dimana keberhasilan produk sangat ditentukan oleh tahapan sebelumnya sehingga diperlukan kecermatan dan kerjasama yang baik. Selain itu proses fermentasi memiliki risiko kegagalan yang cukup tinggi jika proses tidak dilakukan secara cermat, teliti dan terkontrol karena melibatkan unsur mikroorganisme didalam prosesnya.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

Oleh karena itu kerja tim yang baik, serta etos kerja yang tinggi akan sangat menunjang keberhasilan setiap tahapan proses yang akan dilakukan. Dengan demikian melalui kegiatan praktikum terpadu ini mahasiswa memiliki sarana untuk mengasah kerja secara kelompok, melatih kemampuan menganalisis masalah sekaligus memecahkan masalah yang dihadapi melalui kerja di laboratorium dan diskusi kelas. Pendekatan teknologi proses fermentasi susu sebagai pemilihan materi dalam praktikum terpadu disebabkan tingkat kompleksitas proses fermentasi yang melibatkan penggunaan mikroorganisme terutama bakteri asam laktat sebagai starter. Untuk meningkatkan mutu dan keunggulan-keunggulan dari produkfermentasi susu dapat digunakan kultur-kultur probiotik. Proses yang terjadi pada saat fermentasi didominasi oleh proses mikrobiologis tetapi melibatkan pula proses kimiawi seperti munculnya berbagai senyawa-senyawa hasil degradasi komponen makromolekul yang berkontribusi terhadap pembentukan citarasa dan aroma serta penghambatan kerusakan. Selain itu bahan baku yang digunakan adalah susu yang tergolong pada bahan yang sangat mudah rusak. Dengan demikian proses ini memerlukan perhatian dan pengontrolan yang cukup ketat baik selama proses produksi maupun dalam persiapan bahan termasuk persiapan bahan starter yang baik dan tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme. Dengan kata lain tingkat kegagalan produk cukup tinggi jika tidak dilakukan pengendalian proses yang cukup ketat di beberapa titik produksi yang menyangkut pengendalian mutu fisik, kimia dan mikrobiologis. Oleh karena itu teknologi proses ini sangat tepat diterapkan dalam praktikum terpadu untuk melatih mereka memahami proses produksi secara utuh. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari praktikum terpadu ini adalah: 1. Meningkatkan kemampuan teknis mahasiswa dalam melakukan proses pengolahan produk fermentasi mulai dari penanganan bahan baku sampai produk akhir 2. Meningkatkan kemampuan teknis mahasiswa dalam melakukan analisis baik fisik, kimia maupun mikrobiologis dalam keseluruhan alur proses fermentasi susu yang bertujuan untuk pengendalian mutu dan keamanan produk 3. Meningkatkan pemahaman komprehensif yang meliputi aspek afektif, kognitif dan psiko motorik mahasiswa pada mata kuliah yang merupakan kompetensi dasar dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan 4. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menentukan titik -titik kritis menurut kaidah HACCP 5. Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk merancang bussiness plan dan merangsang jiwa kewirausahaan.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

SUSU DAN FERMENTASI SUSU


Pendahuluan
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas terutama di bidang pangan. Hal tersebut telah terbukti dari hasil survei pada tahun 1999 dimana diperoleh data bahwa lebih dari 80 % lulusan bekerja di bidang yang sesuai yaitu industri pangan. Akan tetapi ada beberapa kelemahan yang menjadi keluhan industri pangan diantaranya adalah rendahnya kemampuan teknis dan kemandirian. Melalui praktikum terpadu yang mengintegrasikan aspek proses dan manajemen serta aspek analisis (fisik, kimia/biokimia dan mikrobiologi) diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan kelemahan-kelemahan tersebut. Praktikum terpadu ini merupakan salah satu mata kuliah wajib pada kurikulum baru Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang dikembangkan dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti ketersediaan dana praktikum yang semakin terbatas, adanya tumpang tindih beberapa materi praktikum, keterkaitan antar praktikum yang lemah, gambaran proses di Industri secara utuh serta pendalaman materi terutama terhadap materi praktikum mata kuliah dasar. Dalam materi praktikum terpadu, materi diberikan berdasarkan teknologi proses dengan melibatkan mata kuliah dasar yang telah dipelajari sebelumnya (kimia/biokimia, mikrobiologi dan rekayasa proses pangan) dan diaplikasikan mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi sampai pada produk yang dihasilkan. Selain proses analisis rutin fisik, kimia dan mikrobiologis yang bertujuan mengendalikan proses sehingga diperoleh produk yang bermutu juga untuk menjamin keamanan produk yang dihasilkan. Aspek GMP, HACCP, perlu diintegrasikan pula karena hal tersebut merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan pada suatu proses pengolahan yang biasa dilakukan di industri pangan. Dengan demikian dalam praktikum terpadu mahasiswa akan melakukan keseluruhan rangkaian proses yang relatif sama dengan kondisi industri pangan yang sesungguhnya. Selain itu dari survei alumni, ditemui beberapa kelemahan lulusan TPG (sekarang sebagai Departemen ITP) seperti :kemampuan komunikasi, kemandirian/inisiatif, etos kerja dan kerja tim. Praktikum terpadu akan dilaksanakan dalam bentuk kelompok dengan pembagian kerja yang jelas dan berkesinambungan dimana keberhasilan produk sangat ditentukan oleh tahapan sebelumnya sehingga diperlukan kecermatan dan kerjasama yang baik. Selain itu proses fermentasi memiliki risiko kegagalan yang cukup tinggi jika proses tidak dilakukan secara cermat, teliti dan terkontrol karena melibatkan unsur mikroorganisme didalam prosesnya. Oleh karena itu kerja tim yang baik, serta etos kerja yang tinggi akan sangat menunjang keberhasilan setiap tahapan proses yang akan dilakukan. Dengan demikian melalui kegiatan praktikum terpadu ini mahasiswa memiliki sarana untuk mengasah kerja secara kelompok, melatih kemampuan menganalisis masalah sekaligus memecahkan masalah yang dihadapi melalui kerja di laboratorium dan diskusi kelas.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

Pendekatan teknologi proses fermentasi susu sebagai pemilihan materi dalam praktikum terpadu disebabkan tingkat kompleksitas proses fermentasi yang melibatkan penggunaan mikroorganisme terutama bakteri asam laktat sebagai starter. Penggunaan kultur-kultur probiotik bakteri asam laktat pada saat ini sedang trend dengan keunggulan-keunggulan yang muncul dari pemakaian kultur hidup tersebut. Proses yang terjadi pada saat fermentasi didominasi oleh proses mikrobiologis tetapi melibatkan pula proses kimiawi seperti munculnya berbagai senyawa-senyawa hasil degradasi komponen makromolekul yang berkontribusi terhadap pembentukan citarasa dan aroma serta penghambatan kerusakan. Selain itu bahan baku yang digunakan adalah susu yang tergolong pada bahan yang sangat mudah rusak. Dengan demikian proses ini memerlukan perhatian dan pengontrolan yang cukup ketat baik selama proses produksi maupun dalam persiapan bahan termasuk persiapan bahan starter yang baik dan tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme. Dengan kata lain tingkat kegagalan produk cukup tinggi jika tidak dilakukan pengendalian proses yang cukup ketat di beberapa titik produksi yang menyangkut pengendalian mutu fisik, kimia dan mikrobiologis. Oleh karena itu teknologi proses ini sangat tepat diterapkan dalam praktikum terpadu untuk melatih mereka memahami proses produksi secara utuh.

Susu dan Susu Fermentasi


Susu didefenisikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya. Sebagian besar susu yang diproduksi adalah susu yang berasal dari sapi, baik yang dikonsumsi langsung maupun yang digunakan sebagai bahan baku dalam memproduksi berbagai produk susu olahan. Susu segar memiliki nilai pH sekitar 6.5-6.6, bersifat agak asam. Keasaman susu segar berhubungan dengan adanya fosfat susu, protein serta sejumlah kecil CO2 dan sitrat. Susu sapi segar memiliki warna putih kebiruan yang disebabkan adanya pemantulan cahaya oleh globula lemak yang terdispersi, kalsium kaseinat dan fosfat koloidal. Warna kuning susu dipengaruhi oleh karoten dan riboflavin. Rasa susu agak manis dan memiliki aroma yang khas. Aroma khas ini berhubungan dengan kandungan laktosa yang tinggi dan klorida yang relatif rendah. Berat jenis susu berkisar antara 1.027-1.035 dan dipengaruhi oleh kadar padatan total dan padatan total tanpa lemak. Fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam laktat merupakan teknologi tertua yang digunakan untuk mengubah makanan. Lactobacillus dan bifidobakteria umumnya digunakan untuk memproduksi susu fermentasi tersebut. Bakteri asam laktat telah digunakan secara luas sebagai kultur starter untuk berbagai ragam fermentasi daging, susu, sayuran dan bakery. Fermentasi yang melibatkan asam laktat dicirikan oleh akumulasi asam-asam organik terutama asam laktat dan asetat dengan diserta terjadinya penurunan pH. Jumlah dan proporsi produk akhir ini tergantung pada spesies organisme yang terlibat, komposisi kimia dari lingkungan kultur dan kondisi fisik yang tercipta selama proses fermentasi.

Tujuan Khusus

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

1. Meningkatkan kemampuan teknis mahasiswa dalam melakukan proses pengolahan produk fermentasi mulai dari penanganan bahan baku sampai produk akhir. 2. Meningkatkan kemampuan teknis mahasiswa dalam melakukan analisis baik fisik, kimia maupun mikrobiologis dalam keseluruhan alur proses fermentasi susu yang bertujuan untuk pengendalian mutu dan keamanan produk. 3. Meningkatkan pemahaman komprehensif yang meliputi aspek afektif, kognitif dan psiko motorik mahasiswa pada mata kuliah yang merupakan kompetensi dasar dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 4. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menentukan titik -titik kritis menurut kaidah HACCP. 5. Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk merancang bussiness plan dan merangsang jiwa kewirausahaan.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

MUTU BAHAN BAKU


Susu didefenisikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya. Sebagian besar susu yang diproduksi adalah susu yang berasal dari sapi, baik yang dikonsumsi langsung maupun yang digunakan sebagai bahan baku dalam memproduksi berbagai produk susu olahan. Komposisi susu sangat beragam tergantung dari faktor-faktor seperti pakan hewan penghasil susu, kesehatan hewan, kandungan nutrisi dalam pakan, tahap siklus laktasi dan kondisi lingkungan. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk asalnya sebagai satu kesatuan, maupun dari bagian-bagiannya. Susu segar memiliki nilai pH sekitar 6.5-6.6, bersifat agak asam. Keasaman susu segar berhubungan dengan adanya fosfat susu, protein serta sejumlah kecil CO2 dan sitrat. Susu sapi segar memiliki warna putih kebiruan yang disebabkan adanya pemantulan cahaya oleh globula lemak yang terdispersi, kalsium kaseinat dan fosfat koloidal. Warna kuning susu dipengaruhi oleh karoten dan riboflavin. Rasa susu agak manis dan memiliki aroma yang khas. Aroma khas ini berhubungan dengan kandungan laktosa yang tinggi dan klorida yang relatif rendah. Berat jenis susu berkisar antara 1.027-1.035 dan dipengaruhi oleh kadar padatan total dan padatan total tanpa lemak. Seperti telah diketahui, susu merupakan bahan makanan yang memiliki kandungan gizi hampir sempurna sehingga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Selain itu susu juga mempunyai kelemahan diantaranya adalah daya awetnya yang rendah. Untuk memperpanjang masa simpan susu maka susu tersebut dapat diolah menjadi susu pasteurisasi, susu bubuk atau diolah secara fermentasi. Fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam laktat merupakan teknologi tertua yang digunakan untuk mengubah makanan. Mikroba yang dapat digunakan sebagai starter untuk pengolahan susu secara fermentasi adalah bakteri asam laktat, contohnya Lactobacillus casei, L. bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan bifidobacteria (B. Longuum, B. Bifidum) umumnya digunakan untuk memproduksi susu fermentasi tersebut. Bakteri asam laktat telah digunakan secara luas sebagai kultur starter untuk berbagai ragam fermentasi daging, susu ataupun sayuran. Fermentasi yang melibatkan asam laktat dicirikan oleh akumulasi asam-asam organik terutama asam laktat dan asetat dengan diserta terjadinya penurunan pH. Jumlah dan proporsi produk akhir ini tergantung pada spesies organisme yang digunakan, komposisi kimia dari lingkungan kultur dan kondisi fisik yang tercipta selama proses fermentasi. Banyak sekali problema yang dihadapi dalam pengolahan, penyimpanan dan penggunaan susu. Problema-problema tersebut dapat dipecahkan apabila kita mengetahui susunan kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sifat susu. Dengan mengetahui sifat fisik dan kimia berbagai jenis susu sehingga dapat mengetahui langkah penanganan dan penyimpanan yang tepat dalam pemanfaatan susu.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

Jenis-jenis produk olahan susu secara fermentasi selain yakult, keju atau kefir adalah yogurt. Bentuk yogurt dapat berbentuk cairan (yogurt minum ) atau padatan dengan ciri-ciri rasa asam, stabil dan mudah dicerna. Bahan yang dapat digunakan untuk membuat yogurt adalah susu pasteurisasi atau susu skim atau campuran keduanya Bahan tambahan yang dapat digunakan untuk pembuatan yogurt adalah gula, kasien, kaseinat dan beberapa stabilizer yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur. Untuk pengolahan susu secara fermentasi khususnya yogurt ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan yaitu tahapan standarisasi , homogenisasi, pasteurisasi, pendinginan, penambahan starter, pengemasan, pemeraman dan pendinginan. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka homogenisasi sebaiknya dilakukan sebelum pasteurisasi. Pengemasan produk dapat dilakukan sebelum atau setelah inkubasi tetapi untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka sebaiknya pengemasan dilakukan sebelum inkubasi. Pemeraman dapat dilakukan pada suhu 42-45 0C selama 4-6 jam. Dalam pengolahan susu secara fermentasi, perlu adanya pengawasan mutu terhadap bahan baku yang akan dipergunakan baik secara kimia, organoleptik maupun secara mikrobiologis. Pengawasan mutu terhadap bahan baku terutama bila digunakan susu segar perlu dilakukan karena seperti diketahui susu merupakan bahan pangan yang bergizi tinggi dan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Jadi penanganan susu mulai dari diperah, diangkut sampai diolah merupakan titik-titik kritis yang perlu mendapat perhatian. Selain uji organoleptik yang meliputi warna, rasa dan aroma, perlu dilakukan uji secara kimiawi diantaranya adalah berat jenis, alkohol, suhu, pH, katalase, total asam, total padatan dan kadar lemak. Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang akan digunakan untuk pembuatan produk tersebut rusak atau tidak. Untuk pengujian ini, digunakan alkohol 75 % bukan alkohol 95 %. Hal ini disebabkan dengan penambahan alkohol 95 % maka susu akan menggumpal atau memberikan hasil positif. Sebaliknya bila digunakan alkohol dengan konsentrasi dibawah 75 % maka pengujian menjadi negatif. Sesuai dengan Standar SNI maka terhadap bahan baku susu segar perlu dilakukan uji mikrobiologis diantaranya adalah total mikroba, kapang/khamir, Staphylococcus, Koliform atau APM. Selain terhadap bahan baku, pengawasan mutu perlu pula dilakukan selama proses produksi dan terhadap produk yang dihasilkan. Selama proses produksi, pengawasan mutu dilakukan terhadap susu yang telah mengalami pasteurisasi, homogenisasi sampai siap dikemas. Pengujian ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya kontaminasi selama proses. Pengujian yang dilakukan meliputi uji kimia yang meliputi kadar lemak, pH, suhu, berat jenis, total padatan dan total asam. Sedangkan pengujian mikrobiologis yang dilakukan meliputi jumlah mikroba ( total plate count ), kapang- khamir, Staphylococcus dan bakteri koliform. Pengujian mutu terhadap produk biasanya dilakukan setelah produk tersebut selesai difermentasi dan setelah didinginkan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah produk tersebut mempunyai mutu yang baik atau tidak. Pengujian dilakukan baik dari segi kimia maupun mikrobiologi. Pengujian kimia meliputi uji alkohol, pH dan suhu. Apabila dari pengujian tersebut terutama dari uji alkohol diperoleh hasil yang positif yaitu terjadi
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 7

penggumpalan maka produk tersebut harus dimusnahkan. Uji mikrobiologi yang dilakukan terhadap produk seperti halnya pada pengujian selama proses produksi yaitu:jumlah mikroba, kapang- khamir, Staphylococcus dan bakteri koliform BAHAN BAKU Uji organoleptik: warna, rasa dan aroma

Uji kimiawi : a. Uji Total Padatan Terlarut Susu diteteskan pada prisma refraktometer

refraktometer,

dibaca

skala

pada

b. Uji pH Diukur nilai pH susu, lakukan dua kali ulangan c. Uji Katalase Sebanyak 2 tetes susu diletakkan pada gelas preparat, ditambah 2 tetes H2O2 2%, diamati ada tidaknya gelembung gas. Hasil uji katalase dinyatakan positif jika terbentuk gelombung-gelembung gas. d. Uji Alkohol Sebanyak 5 ml susu dan 5 ml alkohol dimasukkan ke tabung reaksi, tabung ditutup dengan jari, dibolak-balik kemudian diamati ada tidaknya gumpalan atau partikel halus e. Berat Jenis Susu dituang ke gelas ukur, laktometer dimasukkan ke gelas ukur dan dibiarkan stabil kemudian dibaca skala meniscus atas pada laktometer. Diukur pula suhu susu. BJ = BJ terbaca + (T susu-27,5)x 0,002 f. Total Asam Buret diisi dengan NaOH 0,1 N perlahan-lahan sehingga tidak ada gelembung udara di dalamnya. Contoh susu ditimbang dalam erlenmeyer sebanyak 18 gr. Pada contoh ditambahkan 0,5 ml (10 tetes) fenolftalein 1 % sebagai indikator. Contoh dititrasi dengan NaOH sambil distirer (atau digoyangkan) sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Pemakaian titer dicatat dan asiditas susu dihitung sebagai persen asam laktat. % asam laktat = ml NaOH x N x 90 g contoh x 1000 N = normalitas larutan NaOH yang digunakan sebagai titer.

Uji Mutu Mikrobiologis 1. Total Plate Count , Total Staphylococcus Dan Total Bakteri Psikrotof Pendahuluan
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 8

Untuk mengetahui kandungan mikroba (kapang, kamir dan bakteri) pada bahan baku dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah metode standar total aerobic plate count atau TPC. Pada metode ini digunakan media PCA (Plate Count Agar), diinkubasi pada suhu kamar dan seluruh koloni yang tumbuh dinyatakan sebagai total mikroba. Sedangkan untuk total Staphylococcus digunakan media VJA atau BPA + telurit. Jika ingin mengetahui adanya bakteri yang bersifat psikrotrof maka digunakan media NA. Inkubasi untuk total mikroba dilakukan pada suhu kamar, Staphylococcus inkubasi dilakukan pada suhu 35-37 oC sedangkan untuk bakteri psikotrof inkubasi dilakukan pada suhu 7 10 oC. Uji bakteri psikotrof ini dilakukan terutama bila contoh susu yang akan dipergunakan untuk produksi telah mengalami penyimpanan pada suhu rendah. Bahan

Contoh : susu segar Media pengencer : buffer fosfat steril (atau larutan fisiologis steril) 90 dan 450 ml (untuk 1 contoh) Larutan pengencer buffer fosfat steril 9 ml = 5 tabung ( untuk 1 contoh) Media PCA, VJA +telurit dan NA masing-masing sebanyak 100 ml (untuk 1 contoh)

Alat Cawan steril 2 (duplo) x 3 (pengenceran) = 6 (untuk 1 contoh, 1 media) Timbangan Pipet steril (pipet 1ml, pipet 5 ml, pipet 10 ml) Bunsen Sudip steril Kantong plastik Stomaker Erlenmeyer

Cara Kerja 1. Secara aseptik diambil 40 ml (atau 50 gram) contoh kemudian diencerkan dengan 450 ml larutan pengencer steril dan dikocok sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10 -1. 2. Dari suspensi contoh pada pengenceran 10 -1 dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer, dikocok (diperoleh tingkat pengenceran 10 -2) 3. Selanjutnya dilakukan pengenceran desimal hingga tingkat pengenceran tertentu atau yang dikehendaki (dari 1 ml suspensi contoh maka akan tumbuh mikroba sebanyak 25-250 koloni) 4. Dari tingkat pengenceran yang diinginkan dilakukan pemupukan (1 ml) pada cawan steril (duplo) kemudian ke dalam cawan tersebut
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 9

ditambahkan medium PCA, VJA atau NA. Untuk menghitung jumlah Staphylococcus pada susu segar, pemupukan dapat dilakukan mulai dari pengenceran 0 ( contoh langsung tanpa pengenceran) 5. Dilakukan pencampuran dengan cara cawan diputar membuat angka delapan (8) secara perlahan-lahan dan dibiarkan sampai agar membeku. 6. Setelah agar membeku cawan selanjutnya diinkubasikan dengan posisi terbalik, pada suhu kamar (untuk PCA), 35-37 oC (untuk VJA) atau 100C (untuk NA) selama 2 3 hari. 7. Koloni pada media PCA dinyatakan dengan total mikroba (kapang, khamir dan bakteri), koloni berwarna hitam pada media VJA dinyatakan sebagai total Staphylococcus; pada media NA yang diinkubasi pada suhu rendah dinyatakan dengan total bakteri psikrotrof. Pengamatan a. Total mikroba Jumlah koloni Sampel 10-1 10-2 10-3 Jumlah mikroba (koloni/ml)

b.

Total Staphylococcus Jumlah koloni Sampel 10-0 10-1 10-2 Jumlah Staphylococcus (koloni/ml)

c.Total Bakteri Psikrotrof Jumlah koloni Sampel 10-2 10-3 10-4 Jumlah mikroba (koloni/ml)

2. Bakteri Koliform Pendahuluan Bakteri koliform adalah bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi atau adanya pencemaran. Keberadaan bakteri ini menunjukkan adanya polusi kotoran terhadap berbagai produk pangan karena biasanya bakteri koliform terdapat pada kotoran hewan maupun manusia atau terdapat pada hewan atau tanaman yang telah mati. Bakteri koliform dapat dibedakan menjadi dua
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 10

grup yaitu koliform fekal seperti Escherichia coli (terdapat pada kotoran), dan koliform non fekal seperti seperti Enterobacter aerogenes (terdapat pada hewan/tumbuhan yang telah mati). Keberadaan bakteri koliform pada produk pangan dapat diuji secara kuantitatif dan secara kualitatif. Jumlah bakteri koliform dalam sampel dapat diuji dengan menggunakan metode APM atau MPN (Most Probable Number) yaitu uji penduga, yaitu menduga adanya koliform berdasarkan pembentukan gas dalam tabung Durham. Media yang digunakan adalah media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) dan jumlah bakteri koliform ditentukan berdasarkan jumlah tabung yang positif membentuk gas (Tabel 1) Terbentuknya gas di dalam tabung Durham tidak selalu menunjukkan adanya bakteri kolifom. Oleh karena itu perlu dilakukan uji penguat yaitu dengan cara menumbuhkan contoh dari tabung yang positif pada media EMBA (Eosine Methylene Blue Agar). Koliform fekal akan menunjukkan koloni berwarna gelap hijau metalik, sedangkan koliform non fekal berwarna merah muda berbintik hitam seperti mata ikan. Untuk memperkuat dugaan adanya bakteri koliform, dapat digunakan media EMBA yaitu dengan cara menumbuhkan contoh pada media tersebut dan menghitung jumlah koloni yang berwarna gelap dengan kilau hijau metalik. Dan untuk memperkuat dugaan bahwa koloni yang tumbuh pada media agar cawan EMB adalah bakteri koliform maka dapat dilakukan pewarnaan Gram dan menumbuhkannya pada agar miring Nutrient Agar. Untuk menentukan jenis bakteri koliform yang terdapat pada sampel dilakukan uji lengkap dengan uji IMViC, media yang digunakan adalah media Tryptone Broth (untuk uji indol), MR-VP Broth (untuk uji Methyl Red dan VogesProskauer) dan Koser Citrate Medium (untuk uji penggunaan sitrat sebagai sumber karbon). Hasil reaksi dari uji IMViC dapat dilihat pada Tabel 2 sedangkan untuk uji jenis koliform dapat dilihat pada Tabel 3. Selain menggunakan media-media tersebut, untuk uji ini dapat pula digunakan metode cepat dengan menggunakan API test kit untuk grup enterobacteriaceae. Pada praktikum terpadu ini akan dilakukan uji koliform pada bahan baku yang digunakan yaitu susu segar dan produk akhir (Bab III). Untuk susu segar sesuai dengan standar SNI untuk susu segar ataupun produk, uji koliform dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan uji penduga dan penguat. Untuk uji penduga susu segar maupun produk susu fermentasi digunakan media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) yang dilengkapi dengan tabung durham. Bahan Contoh susu segar , produk (susu fermentasi) Medium BGLBB 10 ml + tabung Durham = 12 contoh produk Medium EMBA = 300 ml Buffer fosfat steril 90 atau 450 ml (untuk satu contoh) Larutan pengencer steril 9 ml = 10 tabung/ contoh tabung (untuk 1

Medium EMBA = 2 cawan (untuk masing masing contoh)

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

11

Alat

Larutan pengencer steril 9 ml = 4 tabung (untuk masing masing contoh) Larutan pengencer steril 3 ml = 4 tabung (untuk masing masing contoh) Larutan kristal violet Lugol ; Alkohol 95 % Safranin

Cawan steril 3 (tingkat pengenceran) x 2 (duplo) = 6/contoh Objek gelas Jarum ose Mikroskop Kertas serap Minyak imersi

Kuantitatif : metode MPN /APM 1. Uji Penduga Contoh : susu segar /produk a.Contoh susu segar dapat langsung dianalisis sedangkan untuk contoh - sebelum diinokulasikan dilakukan persiapan contoh yaitu dengan cara menimbang atau memipet contoh yang akan diuji, kemudian dilakukan pengenceran secara desimal dengan larutan pengencer dan didapat pengenceran 10 -1, 10-2, 10-3, 10-4. Untuk menentukan banyaknya pengenceran perlu dipertimbangkan kondisi dari contoh. b. Contoh susu segar / produk dengan empat tingkat pengenceran masing-masing diinokulasikan pada tabung berisi media BGLBB+ tabung Durham. c. Semua tabung diinkubasikan pada suhu 37 0C selama 24 - 48 jam d. Dihitung jumlah tabung positif yang ditandai dengan adanya pembentukan gas pada tabung Durham. e. Hasil pengamatan kemudian dicocokkan dengan tabel MPN kombinasi 3 seri (Tabel 1), dihitung dan dinyatakan dalam count/ml. 2. Uji Penguat a. Dipilih 1 tabung positif dari masing-masing pengenceran pada uji penduga, diambil satu ose dan digoreskan pada agar cawan EMB. b. Cawan diinkubasikan pada suhu 370C selama 24 - 48 jam c. Diamati adanya bakteri koliform fekal yaitu koloni berwarna gelap dengan warna hijau metalik berdiameter sekitar 0.5 1.5 mm

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

12

d.

e. f.

g.

i.

Koloni bakteri koliform non fekal berwarna merah muda berdiameter 1.0 3.0 mm dengan bintik hitam/gelap di bagian tengahnya seperti mata ikan. Dari pertumbuhan koloni pada agar cawan EMB, dipilih masingmasing satu koloni yang mewakili koliform fekal dan non fekal. Dari masing-masing koloni tersebut dibuat pewarnaan Gram dan sisanya masing-masing dilarutkan ke dalam 3 ml larutan pengencer steril. Dari suspensi bakteri tersebut masing-masing diinokulasikan menggunakan jarum ose ke dalam tabung berisi LB + durham, dan digoreskan pada agar miring NA. Tabung diinkubasikan pada suhu 370C selama 48 jam. Diamati reaksi pewarnaan Gram, bentuk bakteri dan adanya pertumbuhan dalam media NA serta pembentukan gas di dalam Lactose Broth.

3. Uji Lengkap a. Dari suspensi bakteri yang dibuat pada uji penguat (tahap 2 f) diinokulasikan menggunakan jarum Ose ke dalam tiga tabung yang masing-masing berisi medium yang berbeda (Tryptone Broth, MRVP Broth dan Koser Citrate). b. Semua tabung diinkubasikan pada suhu 35 - 37 0C selama 2 hari, kecuali sisa medium MR-VP (dipisahkan setengahnya untuk uji methyl red) dimana inkubasi diperpanjang sampai 5 7 hari. Reaksi-reaksi yang terjadi pada uji IMViC dilihat pada Tabel 2 dan 3. Pengamatan Uji Kuantitatif 1. Uji Penduga Sampe l Pengen ceran 1 Jumlah Tabung Positif Pengen Pengen Pengen ceran 2 ceren 3 ceran 4 MPN/100 ml

2. Uji Penguat a. Kualitatif pada media EMBA Sampel Bakteri Fekal

Non Fekal

b. Hasil pewarnaan Gram dan pertumbuhan pada media NA dan


LB (+tabung Durham)

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

13

Sampel

Pewarnaan Gram

Bentuk Bakteri

Pertumbuhan (NA)

Gas (LB+Durham)

3.

Uji Lengkap Sampe l Indol Merah Metil Voges Proskaue r Sitra t Fekal / nonFekal Jenis koliform

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

14

Tabel 1. Nilai MPN untuk tiga seri tabung


Jumlah tabung positif Seri Seri Seri A B C 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 0 0 0 0 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 MPN* Jumlah tabung positif Seri Seri Seri A B C 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 0 0 0 0 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 0 0 0 0 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 MPN*

< 0.03 0.03 0.06 0.09 0.03 0.061 0.092 0.12 0.062 0.093 0.12 0.16 0.094 0.13 0.16 0.19 0.036 0.072 0.11 0.15 0.073 0.11 0.15 0.19 0.11 0.15 0.20 0.24 0.16 0.20 0.24 0.29

0.091 0.14 0.20 0.26 0.15 0.20 0.27 0.34 0.21 0.28 0.35 0.42 0.29 0.36 0.44 0.53 0.23 0.39 0.64 0.95 0.43 0.75 1.20 1.60 0.93 1.50 2.10 2.90 2.40 4.60 11.00 >24.00

*Nilai MPN bakteri dari pengenceran yang di tengah (seri B)

Tabel 2. Hasil Reaksi Uji IMViC


Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 15

Uji Indol Merah Metil Voges Proskauer Sitrat

Medium Tryptone Broth/Indol Nitrite MR-VP atau Peptone Broth + glukosa 1 % MR-VP atau Peptone Broth + glukosa 1 % Koser sitrat medium

Produk akhir Indol Asam organik Asam metil karbinol Pertumbuhan

Reaksi positif +kovacs reagent: merah muda-merah +indikator merah metil : merah + naftol & 40% KOH : merah tua Keruh

Tabel 3. Hasil Uji Jenis Koliform


Koliform E. coli : Var I Var II E. aerogenes: Var I Var II Indol + Merah Metil + + Voges Proskauer + + Sitrat + Jenis Koliform Fekal Fekal Non fekal Fekal

Daftar Pustaka Rahayu, W.P., L. Nuraida, Suliantari dan C.C.Nurwitri. 2001. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan II. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB. Bogor. 3. DMC (Direct Microscopic Count) Metode hitungan langsung (DMC= Direc Microscopic Count) atau metode breed sering digunakan untuk menganalisis susu yang mengandung mikroba dalam jumlah tinggi, misalnya susu yang diperoleh dari sapi yang terkena mastitis yaitu suatu penyakit infeksi yang menyerang kelenjar susu sapi. Cara ini merupakan cara yang cepat, yaitu menghitung bakteri secara langsung mengunakan mikroskop. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat di lakukan terhadap susu yang telah dipasteurisasi karena secara mikroskopik tidak dapat dibedakan antara sel-sel bakteri yang masih hidup atau yang telah mati karena perlakuan pasteurisasi. Dalam metode DMC ,luas areal pandang (field) mikroskop yang akan digunakan harus dihitung terlebih dahulu .Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur diameter areal pandang menggunakan mikrometer yang dilihat melalui lensa minyak imersi. Untuk menghitung jumlah bakteri di dalam susu, sebanyak 0,01 ml susu dipipet dengan pipet Breed dan sebarkan di atas gelas objek sehingga mencapai luas 1 cm2 didiamkan sampai kering, difiksasi, dan diwarnai dengan biru metilen. Rata-rata jumlah bakteri per areal pandang mikroskop ditentukan setelah mengamati 10-60 kali areal pandang. Sel-sel yang mengumpul dalam kelompok dapat dihitung sebagai satu kelompok tersebut. Hasil perhitungan berdasarkan jumlah kelompok bakteri biasanya lebih mendekati hasil perhitungan jumlah bakteri mengunakan agar cawan.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

16

Pada sapi yang terserang mastitis, susunya biasanya mengandung sel-sel darah putih dalam jumlah tinggi. Setelah pewarnaan dengan biru metilen, selsel tersebut akan terlihat sebagai sel yang bulat atau berbentuk tidak teratur, berwarna biru dengan ukuran lebih besar dari bakteri. Mikrometer yang digunakan adalah mikrometer gelas obyek yang mempunyai skala terkecil 0,01 mm. Areal pandang mikroskop biasanya mempunyai ukuran 14-16 skala atau 0,14 sampai 0,16 mm. Beberapa mikroskop mungkin mempunyai ukuran diameter areal pandang lebih dari 0,18 mm. Luas areal pandang mikroskop = r2 mm2 = r2 cm2 100 dimana r adalah jari-jari areal pandang mikroskop dalam mm Karena contoh susu yang disebarkan pada gelas obyek seluas 1 cm 2 adalah 0, 01 ml maka : Jumlah susu per areal pandang mikroskop = r2 cm2 100 = r2 ml x FP 10.000 1 Faktor Pengenceran (FP) : Pengenceran Dengan kata lain, untuk mendapatkan 1 ml contoh susu dapat diperoleh dari 10.000/ r2 kali areal pandang mikroskop. Angka 10.000/ r2 disebut juga faktor mikroskopik (FM) dan digunakan untuk mengubah jumlah organisme per areal pandang mikroskop menjadi organisme per ml. Jumlah organisme per ml = 10.000/ r2 kali jumlah organisme perreal pandang Jumlah organisme perreal pandang dihitung dari rata-rata pengamatan areal pandang. Jumlah areal pandang yang harus diamati ditentukan sebagai berikut : Jumlah rata-rata organisme per areal pandang 0.5-1 >1 - 10 10- 30 30 >30 Bahan Alat
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 17

Jumlah areal pandang yang harus diamati 50 25 10 5 Dilaporkan sebagai TBUD

Contoh susu Metilen blue Webb

Gelas obyek Kartu penolong DMC Pipet Breed Jarum ose Mikrometer Mikroskop

Cara Kerja : a. Tepatkan skala mikrometer pada mikroskop menggunakan lensa berkekuatan rendah. Teteskan minyak imersi pada mikrometer, dan fokuskan dengan lensa minyak imersi. Gerakkan mikrometer sehingga salah satu garis/ skala berhimpit dengan batas pinggir areal pandang dan hitung jumlah skala (0,01 mm) pada diameter areal pandang. b. Pipet contoh susu sampai bata 0,01 ml. Seka ujung pipet dengan kertas saring dan keluarkan kelebihan contoh sampai batas 0,01 ml. c. Letakkan gelas obyek di atas kartu penolong dan keluarkan contoh susu dari pipet breed pada gelas obyek d. Keringkan di udara atau tempat yang hangat dengan permukaan datar selama 5 menit e. Teteskan pewarna biru metilen di atas preparat dan biarkan selama 2 menit. Buang kelebihan zat warna dengan menyerapnya menggunakan kertas serap f. Biarkan sampai kering dan bilaslah dengan air kemudian keringkan di udara g. Amati preparat di bawah mikroskop menggunakan lensa minyak imersi dan hitung rata-rata jumlah organisme per areal pandang. Hitung sel-sel bakteri yang berkelompok atau membentuk rantai sebagai satu sel, karena setiap kelompok akan membentuk satu koloni jika dipupukkan pada medium agar. h. Jika jumlah bakteri > 30 sel per bidang pandang, ulangi pembuatan preparat dengan mengencerkan contoh terlebih dahulu. Faktor pengenceran harus diperhitungkan dalam menghitung jumlah sel per ml atau per gr contoh. Tabel 4. Perbedaan sel Bakteri dengan sel lainnya pada metode DMC. KOMPONEN Kumpulan bakteri Sel leukosit dan somatik Protein susu Globula lemak Kotoran CIRI-CIRI Berwarna biru tua Berwarna biru tua dengan ukuran lebih besar daripada bakteri Berwarna putih sampai tidak berwarna Berwarna putih sampai tidak berwarna Partikel coklat kehitaman

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

18

PROSES PENGOLAHAN
Persiapan Medium Fermentasi
Bahan Alat Refractometer Panci Kompor Blender steril Termometer Susu segar 5 liter Susu skim 0.5-1 kg Gula pasir 0.5 kg

Cara Kerja 1. Total padatan susu segar diukur dengan Hand Refractometer 2. Susu sebagai medium fermentasi harus distandarisasi dengan menambahkan susu skim dan gula 3. Jumlah susu skim yang harus ditambahkan dihitung berdasarkan rumus bujur sangkar Pearson, sehingga diperoleh total padatannya 14 % Contoh Perhitungan Standarisasi Susu dengan Metode Pearson Square (Tamime dan Robinson , 1989) Dik : Total padatan Susu Standar Total Padatan Susu Skim = 13.69 13.7 % = 95.4 %

Untuk Standarisasi 100 ml susu standar maka jumlah susu skim yang harus ditambahkan adalah : TS susu 13.7 14 TS skim 95. 4 14-13.7 = 0.3 95.4-14 = 81.4

jumlah susu skim yang harus ditambahkan =

0.3 81.4 +0.3 = 0.37

X 100

jadi jumlah susu yang ditambahkan yaitu sebesar 0.37 g /100 ml susu

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

19

4. Susu yang telah distandarisasi kemudian dipanaskan 90 oC selama 30 menit 5. Setelah agak dingin (sekitar 45oC) kemudian dihomogenisasi dengan cara mengocoknya dalam blender steril selama 5-10 menit, dan siap diinokulasi dengan starter. 6. Sebagian medium dipisahkan untuk uji daya cernanya.

Pembuatan Starter
1. Proses Pembuatan a. Disiapkan 200 ml susu skim 10 % kemudian disterilkan dan siap digunakan sebagai medium pembuatan starter b. Dipilih 1 atau 2 jenis bakteri asam laktat yang akan digunakan, yang diperoleh dari kultur stok (kultur imobil dalam manik-manik bergliserol) c. Untuk mendapatkan kultur antara maka diambil 3-5 manik-manik tersebut dan dimasukkan ke dalam 10 ml MRS broth, diinkubasi pada 37oC selama 1-2 hari d. Pertumbuhan mikroba ditandai dengan adanya kekeruhan pada MRS broth e. Ke dalam 200 ml susu skim 10% (medium starter yang telah disiapkan) diinokulasikan 5 ml kultur antara, diinkubasi pada 37 oC selama 1 hari f. Starter siap digunakan

2. Pengamatan Proses : Viabilitas starter a.1. Dihitung jumlah bakteri asam laktat dalam starter dengan menggunakan media MRSAgar (cara kerja analisis BAL seperti pada penentuan TPC, dengan kondisi inkubasi pada 37 oC selama 12 hari) a.2. Diukur kemampuan starter dalam memfermentasi susu * Medium fermentasi (prosedur butir III.a) diinokulasi dengan 5% starter * Diinkubasi 37oC selama 4 jam * Diukur tingkat keasamannya (harus mencapai pH 3.7 4.0)

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

20

Pembuatan Susu Fermentasi


Proses Pembuatan Susu Segar Distandarisasi Dihomogenisasi Dipasteurisasi Didinginkan 35-40oC Diinokulasi dengan starter 3-5 % Dikemas Inkubasi 42-45o C: 5 - 6 jam Susu fermentasi Disimpan pada suhu 10o C Gambar 1. Bagan Alir Pembuatan Susu Fermentasi

ANALISIS PRODUK AKHIR


Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 21

Analisis Kimia
1. Analisis Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl

Pendahuluan Penetapan protein berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa, dan amonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan HCl 0.02 N. Bahan Alat Cara 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pemanas Kjeldahl lengkap yang dihubungkan dengan penghisap uap melalui aspirator Labu Kjeldahl berukuran 30 ml atau 50 ml Alat distilasi lengkap dengan erlenmeyer berpenampung berukuran 125 ml Buret 25 ml atau 50 ml. Asam Sulfat pekat dengan berat jenis 1.84 Air raksa oksida Kalium sulfat Larutan natrium hidroksida-natrium tiosulfat (larutkan 60 g NaOH dan 5 g NaS2O2.5H2O dalam air dan encerkan sampai 100 ml). Larutan asam borat jenuh Larutan asam klorida 0.02 N Indikator (campuran 2 bagian Metil Merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian Metilen Biru 0.2% dalam alkohol)

Kerja Timbang 0.1-0.15 g sampel, pindahkan ke dalam labu Kjeldah Tambahkan 1.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2.0 ml H2SO4 Tambahkan beberapa butir batu didih. Didihkan sampel selama 1 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Dinginkan sampel tambahkan sejumlah air secara perlahan-lahan (hatihati, tabung akan menjadi panas), kemudian dinginkan. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi. Cuci dan bilas labu 5 6 kali dengan 1 2 ml air, pindahkan air bilasan ini ke dalam alat distilasi. Letakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H 2BO3 dan 2 tetes indikator di bawah kondensor. Tambahkan 8 10 ml larutan NaOH-Na 2S2O3 kemudian lakukan distilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondenser dengan air, tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml kemudian titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.
22

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

10.Lakukan juga penetapan blanko. Pengamatan Ulangan 1 2 3 Berat sampel (mg) ml. HCl 0.02N sampel (A) ml.HCl 0.02N blanko (B)

Perhitungan (A-B) x N HCl x 14.007 x 100 %N = -----------------------------------------mg sampel Persentase Protein (%bb) = %N x Faktor Konversi A = ml HCl yang dipergunakan untuk titrasi sampel B = ml HCl yang dipergunakan untuk titrasi blanko Tabel 6. Faktor konversi berbagai bahan dalam penentuan kadar protein No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Bahan Bir, sirup, biji-bijian,ragi, makanan ternak, buah-buahan, malt, anggur, tepung jagung. Beras Roti, gandum, makaroni, mie Kacang tanah Kedelai Kenari Susu dan produk produk susu Faktor Konversi 6.25 5.95 5.70 5.46 5.71 5.18 6.38

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

23

Daftar Pustaka Apriyantono, Anton, Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarnawati dan Slamet Budianto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Nielsen, S.S. 2003. Food Analysis Third Edition. Kluwer Academic/ Plenum Publishers. New York. 2. Analisis Kadar Lemak Metode Hidrolisis (Weibull) Pendahuluan Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat. Bahan Cara Kerja 1. 2. 3. 4. 5. 6. Timbang 1-2 gram sampel ke dalam gelas piala Tambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml air Tutup gelas piala dengan gelas arloji dan didihkan selama 15 menit Saring dalam keadaan panas dan cuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi (gunakan indikator kertas lakmus) Keringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100-105 oC Masukkan sampel kering dalam kertas saring ke dalam kertas saring pembungkus yang pada kedua ujungnya diberi kapas wool bebas lemak Ambil labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang akan digunakan, keringkan dalam oven, dinginkan dalam desikator, dan timbang Letakkan kertas saring yang berisi sampel ke dalam alat ekstraksi Soxhlet, dan rangkai dengan labu lemak Tuangkan pelarut heksana ke dalam alat Soxhlet secukupnya dan rangkai dengan kondensor
24

Sampel Larutan HCl 25% Kertas lakmus Heksan atau pelarut lemak lainnya Alat ekstraksi Soxhlet lengkap dengan kondenser dan labu lemak. Alat pemanas listrik atau penangas uap Oven Timbangan analitik Kertas saring Gelas piala Gelas arloji Pipet Mohr

Alat

7.

8. 9.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

10. Refluks selama minimum 5 jam 11.Suling larutan heksana dan keringkan ekstrak lemak pada oven suhu 105oC sampai semua pelarut menguap 12.Dinginkan dalam desikator dan timbang beratnya Pengamatan Ulangan 1 2 3 B. sampel dlm gram (W1) B. labu kosong dlm gram (W2) B.lemak + B.labu (W3) B. lemak (W3-W2)

Perhitungan Berat lemak (g) Persentase lemak (% bb) = ------------------------ x 100 Berat sampel (g) Daftar Pustaka Apriyantono, Anton, Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedanarwati dan Slamet Budianto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB,Bogor. SNI 01-2891-1992. Cara uji makanan dan minuman. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta 3. Analisis Kadar Air Dengan Metode Oven Vakum Pendahuluan Metode ini digunakan untuk produk pangan yang mengandung komponenkomponen yang dapat terdekomposisi pada pemanasan 100 oC (misalnya bahan pangan dengan kadar gula tinggi). Oleh karena itu disarankan untuk menurunkan suhu pengeringan menjadi sekitar 60 oC dan tekanan 25 mmHg Bahan Alat Oven vakum suhu 60oC. Cawan (bisa dari bahan stainless steel, alumunium, nikel, atau porselen). Untuk bahan-bahan yang memberikan efek korosif, sebaiknya tidak menggunakan cawan-cawan logam. Desikator yang berisi bahan pengering (misalnya fosfor pentoksida kering, kalsium klorida atau butiran halus silika gel) Penjepit cawan.
25

Sampel

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

Cara Kerja 1.

Timbangan analitik

2. 3. 4. 5. 6.

Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu dinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Khusus untuk cawan alumunium didinginkan selama 10 menit dan untuk cawan porselen dinginkan selama 20 menit. Timbang berat cawan kosong yang telah dikeringkan Timbang 5 gram sampel yang sudah dihomogenkan ke dalam cawan Keringkan cawan berisi sampel dalam oven vakum selama 6 jam. Hindarkan kontak antara cawan dengan dinding oven Pindahkan cawan ke desikator lalu dinginkan. Setelah dingin timbang kembali Ulangi hingga diperoleh berat sampel kering yang relatif kostan

Pengamatan Berat Cawan kosong (A) Berat cawan + Berat Sampel kering (B) Berat sampel kering (B-A)

Ulangan

Berat Sampel (W)

Berat air W-(B-A)

1 2 3 Keterangan W = Berat Sampel awal (gram) A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan + sampel kering (gram) Perhitungan Persentase Kadar Air (% bk) = Persentase Kadar Air (% bb) =

W-(B -A) X 100 (BA) W-(B-A) X 100 W

Daftar Pustaka Apriyantono, Anton, Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedanarwati dan Slamet Budianto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB,Bogor.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

26

4. Penetapan Kadar Abu Dan Mineral


Penetapan Total Abu Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 oC. Bahan Sampel Alat Cawan porselin Tanur Pengabuan Penjepit Cawan Desikator yang berisi bahan pengering (misalnya fosfor pentoksida kering, kalsium klorida atau butiran halus silika gel) Timbangan analitik Cara Penetapan 1. Siapkan cawan, kemudian bakar dalam tanur, dinginkan dalam desikator, dan timbang 2. Timbang sebanyak 2 g sampel dalam cawan tersebut, kemudian letakkan dalam hot plate/ penangas sampai asapnya hilang 3. Masukkan dalam tanur pengabuan suhu 550 oC selama 6 jam 4. Dinginkan dalam desikator, kemudian timbang Pengamatan Ulangan 1 2 3 Perhitungan Berat Abu (g) Persentase abu (%bb) = --------------------------- x 100 Berat Sampel (g) Daftar Pustaka Apriyantono, Anton, Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedanarwati dan Slamet Budianto 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB,Bogor. B. sampel (W) B. cawan (A) B.cawan+ B.abu (B) B. abu (B-A)

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

27

5. Perhitungan Kadar Karbohidrat (By Difference)


Pengamatan Sampel Kadar Karbohidrat (%)

Perhitungan Kadar karbohidrat diukur dengan menghitung selisih angka 100% dengan jumlah persentase kandungan protein, lemak, air dan abu pada basis tertentu (basis basah atau basis kering). Persentase Karbohidrat = 100% - (%kadar protein + % kadar lemak + %kadar air + % kadar abu) Daftar Pustaka Apriyantono, Anton, Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedanarwati Slamet Budianto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Pangan dan Gizi IPB,Bogor. Slamet Budianto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Pangan dan Gizi IPB,Bogor. 6. Nilai pH Dilakukan seperti tertera pada Bab II
7. Total Asam

dan PAU

PAU

Dilakukan sesuai prosedur yang tertera pada Bab II

Perhitungan Kalori Produk


Pendahuluan Nilai energi fisiologis adalah nilai energi yang dihitung dengan menggunakan Bomb calorimeter namun telah dikoreksi oleh faktor daya cerna dan kehilangan selama metabolisme. Nilai energi fisiologis masing-masing zat gizi sumber energi adalah : 4 kkal/g untuk karbohidrat (pati, gula), 4 kkal/g untuk protein dan 9 kkal/g untuk lemak. Nilai-nilai ini disebut faktor Atwater-Bryant (nama penemunya) dan telah digunakan hampir di seluruh dunia untuk menghitung nilai energi suatu bahan pangan berdasarkan analisis komposisi kimianya.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

28

Bahan Alat

Data hasil analisis proksimat sampel Kalkulator

Contoh Perhitungan Diketahui hasil analisis sampel sebagai berikut : kadar air 21,3%, kadar protein 6,6%, kadar lemak 15,7%, kadar abu 0,9% dan kadar serat 0,5%. Hitung energi (kalori) yang dihasilkan dari sampel tersebut ! Total karbohidrat (by difference) = 100 kadar air kadar protein kadar lemak kadar abu = 100 21,3 6,6 15,7 0,9 = 55,5 % Energi dari 100 g sampel = 6,6 (4) + 15,7 (9) + 55,5 (4) = 389,7 kkal = 389,7 Kal. Pengamatan per gram Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Karbohidrat Kal/g Total Kal/g sampel

Daftar Pustaka Anonim. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. DepKes R.I. Muchtadi, D., Palupi, N.S., dan Astawan, M. 1993. Metabolisme Zat Gizi Jilid I. Pustaka Sinar Harapan.Jakarta

Analisis Fisik : Uji Stabilitas Curd


Pendahuluan Kestabilan curd yang terbentuk pada produk fermentasi susu merupakan salah satu parameter mutu fisik yang perlu diperhatikan. Jika curd yang terbentuk kurang stabil, maka akan terbentuk whey (yaitu adanya cairan yang terpisah/keluar dari curd).

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

29

Bahan Alat Cara Kerja 1. Gelas ukur didisinfeksi dengan cara seluruh permukaan dalamnya dibilas dengan alkohol kemudian ditiriskan 2. Sebanyak 40 ml contoh (medium fermentasi yang telah diinokulasi dengan starter namun belum diinkubasi) dimasukkan ke dalam masingmasing gelas ukur dan ditutup dengan alufo. 3. Inkubasi dilakukan pada suhu 42oC selama 5-6 jam 4. Diukur volume whey yang keluar dari produk fermentasi 5. Selanjutnya produk dalam kedua gelas ukur tersebut disimpan pada suhu rendah (7-10oC) selama seminggu 6. Diukur setiap hari volume whey yang keluar dari produk fermentasi yang disimpan dingin Pengamatan Contoh Volume whey (%) produk simpan dingin pada hari ke0 1 2 3 4 5 6 7 Gelas ukur 50 ml (disinfeksi dahulu dengan alkohol 70%) = 2 buah Alkohol 70% Bunsen Aluminium foil Contoh yang diuji (medium fermentasi yang telah diinokulasi dengan starter namun belum diinkubasi)

Rata-rata

Analisis Mikrobiologi
1. Total Kapang/Kamir Pendahuluan Untuk mengetahui adanya kapang dan / atau khamir pada produk maka digunakan media APDA (Acidified Potato dextrose Agar) yaitu media PDA yang diasamkan dengan asam tartarat steril (1 ml asam tartarat 10% steril hingga nilai pH media sekitar 3.5) sedangkan untuk Staphylococcus digunakan media VJA. Koloni bakteri sulit dibedakan secara visual dengan koloni kamir, oleh karena itu rendahnya nilai pH media APDA akan menghambat pertumbuhan bakteri sehingga hanya kapang atau kamir yang tumbuh. Dalam media VJA, koloni bakteri Staphylococcus akan tampak berwarna hitam. Bahan
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 30

Alat

Contoh yang akan diuji Media APDA : 120 ml Media pengencer : buffer phospfat steril 90 atau 450 ml (untuk 1 contoh) Larutan pengencer buffer phosfat steril 9 ml = 5 tabung (untuk 1 contoh) Cawan petri steril = 6 buah Timbangan Pipet steril (1 ml dan 10 ml) Bunsen Sudip steril Kantong plastik Stomaker

Cara Kerja 1. Contoh dihancurkan dengan menggunakan stomaker selama 2 menit 2. Contoh tersebut kemudian diencerkan sampai tingkat pengenceran tertentu atau yang dikehendaki sehingga jika per ml dipupukkan, maka diperkirakan koloni yang tumbuh antara 25-250 koloni (untuk kapang/khamir : 10 -150) 3. Dari tingkat pengenceran yang diinginkan dilakukan pemupukan pada cawan steril (duplo) kemudian ke dalam masing-masing cawan tersebut ditambahkan media APDA 4. Dilakukan pencampuran dengan cara memutar cawan petri seperti angka delapan secara perlahan-lahan dan dibiarkan agar sehingga membeku 5. Setelah membeku cawan selanjutnya diinkubasikan dengan posisi terbalik pada suhu kamar. 6. Koloni pada media APDA dihitung dan dinyatakan sebagai total kapang dan kamir Pengamatan Total Kapang- khamir Jumlah koloni/pengenceran Sampel 10-1 10-2 10-3 Jumlah kapangkhamir (koloni/ml)

2. Koliform Lakukan uji kuantitatif koliform seperti prosedur pada butir II (koliform)

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

31

Analisis Sensori Produk


Pendahuluan Analisis sensori atau analisis organoleptik adalah identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis dan interpretasi dari karakteristik (atribut) produk berdasarkan penerimaan melalui ke lima indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan dan pendengaran. Analisis organoleptik pada umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan mutu produk, diantaranya untuk mendapatkan spesifikasi produk pangan, untuk pengawasan mutu produk dalam suatu rangkaian proses produksi, penentuan umur simpan, deteksi bau dan flavor asing dalam bahan pangan, reformulasi produk, pemetaan produk ( product mapping) dan penerimaan produk. Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan dengan mutu produk, biasanya uji sensori menggunakan kemampuan manusia untuk membedakan, mendeskripsikan serta dalam mengungkapkan kesukaan mereka. Oleh karena itu secara garis besar, analisis sensori terdiri dari tiga jenis uji yaitu (1) uji pembedaan ( difference or discrimination test), (2) uji deskripsi dan (3) uji afektif ( preference and acceptability test ). Uji pembedaan digunakan untuk pengawasan mutu produk, menentukan umur simpan dan pengujian bau atau flavor asing dan dalam aplikasinya diperlukan kemampuan panelis untuk mendetaksi dan pengenali adanya perbedaan. Uji deskripsi lebih tepat digunakan untuk pengembangan produk, reformulasi produk dan untuk meneliti perbedaan produkpercobaan dengan produk komersial. Untuk keperluan uji deskripsi, panel yang diperlukan adalah panel terlatih yang telah melalui proses seleksi atau pelatihan sehingga memiliki kemampuan dan kecakapan yang akurat. Sedangkan uji afektif yang meliputi preference test dan acceptance test bertujuan untuk melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap produk. Panelis yang diperlukan mewakili target populasi konsumen. Tujuan uji sensori pada praktikum ini adalah untuk melakukan pengawasan mutu produk yogurt yang dihasilkan dengan menggunakan uji segitiga dan uji hedonik atau penerimaan konsumen. Dengan uji hedonik dapat diketahui seberapa jauh tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Metode 1. Uji Segitiga Prinsip pengujian Menyajikan tiga sampel yang telah diberi kode dan sampel tersebut terdiri dari dua (2) sampel yang sama (A) dan 1 berbeda (B). Sampel A adalah sampel yang dihasilkan dari praktikum dan sampel B adalah sampel sejenis (yogurt) yang telah ada dipasaran atau sampel yang dihasilkan dari batch

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

32

yang berbeda. Kesan yang diharapkan dari panelis adalah panelis mampu mengenali dan memilih satu sampel yang berbeda. Bahan : 2 jenis produk susu fermentasi A dan B Alat : wadah untuk penyajian (warna putih atau netral) Kertas label Tissue Form atau lembar pengujian (Lampiran 1) Gelas yang berisi air putih Sendok teh

Cara Pengujian 1. Tempatkan produk dalam wadah untuk penyajian yang telah diberi kode ( 3 digit, acak). 2 Contoh yang sama (A atau B ), diberi kode yang masing-masing berbeda demikian juga untuk 1 contoh yang berbeda. Sajikan contoh-contoh tersebut secara bersamaan. Misalnya : AAB, ABA, BAA secara berurutan dari kiri ke kanan. 2. Bagikan lembar isian pada masing-masing panelis. 3. Panelis diminta untuk menguji contoh dengan cara mencicip produk produk tersebut, kemudian diminta kesannya terhadap warna, rasa, bau, tesktur dan penampakan secara umum Pengujian (pencicipan) oleh panelis hanya dilakukan satu kali (tidak boleh mencicip ulang). 4. Panelis memberikan kesan ada beda atau tidak . Cara analisis: a. Hitung jumlah panelis yang memberikan jawaban benar. b. Lakukan konfirmasi jumlah panelis yang memberikan jawaban benar tersebut dengan Tabel binomial untuk segitiga dengan batasan tingkat signifikasi 95 %. Tabel tersebut menunjukkan jumlah minimal jawaban yang benar untuk dapat mengambil kesimpulan bahwa sampel yang diuji yaitu A dan B berbeda nyata.

2. Uji Penerimaan : Uji Hedonik. Prinsip pengujian Panelis diminta untuk menguji tingkat kesukaannya terhadap produk susu fernmentasi yang dihasilkan (yogurt). Untuk uji ini, penyajian bisa dilakukan satu persatu atau secara bersamaan dengan tanpa melakukan pembandingan antar contoh. Kesan yang diminta dari panelis adalah respon tingkat kesukaan panelis terhadap parameter contoh yang diujikan ( amat
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 33

sangat suka sampai amat sangat tidak suka). Parameter yang diujikan adalah warna, rasa, bau dan penampakan secara umum. Bahan : produk yang dihasilkan Alat : wadah untuk penyajian (warna putih atau netral) Kertas label Tissue Form atau lembar pengujian (Lampiran 2) Gelas yang berisi air putih Sendok teh Cara penyajian & penilaian. 1. Sajikan semua contoh yang akan diuji. 2. Panelis mencicip contoh secara berurutan (tanpa membandingkan) dan langsung memberi penilaian dengan memberi tanda pada form penilaian Cara analisis Tabulasikan data dari masing-masing panelis terhadap masing-masing kesan yang diuji Panelis 1 2 3 4 5 .. dst Total Rata-rata Contoh ...... 5 3 4 5 .. . dst 17 ... dst 3.4 Kesan panelis /kode contoh Contoh ...... Contoh ...... 4 4 5 3 4 5 5 5 ... dst ... dst

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

34

UJI SANITASI
Uji Sanitasi Pekerja
Pendahuluan Mikroorganisme yang terdapat pada tubuh pekerja pengolahan dapat menjadi sumber kontaminasi bagi bahan pangan. Mikroorganisme yang mungkin mengkontaminasi misalnya bakteri pembentuk spora dan stapilokoki yang sering terdapat pada kulit serta kapang yang sering terdapat pada rambut. 1. Status Kebersihan Tangan Perlakuan a. Kondisi Tangan : ~ Sebelum dicuci ~ Dicuci tanpa sabun ~ Dicuci dengan sabun tangan ~ Dicuci dengan sabun antiseptik b. Mikroba yang akan diamati: ~ Total mikroba ~ Total stapilokoki ~ Total koliform (fekal dan nonfekal) Bahan Media PCA = 75 ml Media VJA (dengan kalium telurit) = 75 ml Sabun cuci tangan Sabun antiseptik Alat Cawan petri steril = 4 (perlakuan) x 3 (media) = 12 buah

Cara kerja 1. Dibuat 3 jenis agar cawan (setiap media dibutuhkan 4 agar cawan). 2. Setelah agar membeku, 3 jari tangan ditempelkan pada permukaan satu media PCA selama 4 detik, setelah itu cawan ditutup 3. Kemudian tangan dicuci sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan dan dibiarkan kering 4. Selanjutnya pekerjaan butir 2 diulangi 5. Lakukan hal yang sama untuk media VJA 6. Setelah semua perlakuan selesai lalu agar cawan diinkubasi (posisi terbalik) pada suhu kamar (PCA) dan suhu 37 C (VJA )selama 2 hari

Pengamatan
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 35

Perlakuan Mikroba Sebelum dicuci Cuci tanpa sabun Cuci dengan sabun Cuci dengan antiseptik

Total Staphylococcus

Keterangan: ~ PCA : semua koloni tumbuh (total mikroba) ~ VJA : untuk pertumbuhan stapilokoki dengan mengamati koloni yang berwarna hitam Keterangan: Diperkirakan jumlah mikroba yang tumbuh yaitu: (-) tidak ada pertumbuhan (+) pertumbuhan sedikit (++) pertumbuhan banyak (+++) pertumbuhan banyak sekali 2. Status Kebersihan Rambut Perlakuan 1. Kondisi rambut ~ Belum dicuci selama 1-2 hari ~ Baru dicuci 2. Mikroba yang akan diamati: ~ Total bakteri ~ Total kapang - khamir Bahan Alat Cawan petri steril = 2 (dicuci dan belum dicuci) X 2 (media) = 4 buah Pinset steril Media NA = 40 ml Media APDA = 40 ml

Cara kerja 1. Masing-masing media dibuat 2 agar cawan 2. Pinset dipanaskan sebentar, dan digunakan untuk mencabut rambut yang kemudian diletakkan di atas permukaan masing-masing agar cawan 3. Agar cawan diinkubasi pada suhu 30C selama 2 hari Pengamatan
Perlakuan Jumlah (secara kualitatif) Kapang-khamir Bakteri (NA) (APDA)

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

36

Dicuci Belum dicuci

Uji Sanitasi Alat Pengolahan & Kemasan


1. Pendahuluan Setiap proses pengolahan pangan melibatkan penggunaan alat-alat dan wadah. Jika pembersihan benda-benda ini tidak dilakukan dengan baik, maka bukan mustahil alat dan wadah tersebut justru menjadi sumber kontaminasi bagi makanan hasil olahan. Untuk menguji efisiensi sanitasi terhadap wadah dan alat pengolahan dapat digunakan metode bilas dan metode oles (swab). Metode bilas digunakan untuk alat dan wadah yang tertutup, sedangkan metode swab untuk alat dan wadah yang besar dan memiliki permukaan datar. 2. Metode Bilas Perlakuan Alat Pengolahan (misalnya panci) dianalisis pada kondisi : Sebelum dicuci Setelah dicuci dengan air Setelah dicuci dengan deterjen Kemasan produk pada kondisi Sebelum dicuci Setelah dicuci dengan air Setelah disterilisasi (direbus dalam air mendidih selama 10 menit ) Mikroba yang diamati : Total Mikroba Total kapang-khamir Total bakteri pembentuk spora Bahan Alat Tabung reaksi steril = 4 buah Cawan petri steril = 12 buah Penangas air 80 oC Media APDA = 50 ml Media NA = 50 ml Media PCA = 50 ml Larutan Bufer fosfat steril @ 50 ml = 4 buah Deterjen

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

37

Cara kerja 1. Panci/ kemasan dibilas dengan cara memasukkan 50 ml larutan bufer fosfat steril ke dalam botol / wadah tersebut, kemudian diputar-putar secara semi horizontal sebanyak 25 kali 2. Hasil bilasan tersebut dituangkan kembali ke dalam tabung reaksi steril 3. Terhadap suspensi yang berasal dari contoh masing-masing diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 2 cawan petri 4. Satu cawan petri dituangi dengan media PCA dan cawan petri lainnya dituangi media APDA 5. Sisa suspensi atau bilasan yang ada pada tabung dipanaskan dalam penangas air 80oC selama 10 menit untuk membunuh sel vegetatif 6. Dari tabung yang telah dipanaskan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri dan dituangi dengan media NA 7. Pekerjaan tersebut dilakukan untuk setiap perlakuan yang diberikan yaitu wadah sebelum dicuci dengan air dan wadah setelah dicuci dengan deterjen lalu dibilas dengan air 8. Semua cawan petri diinkubasi (posisi cawan terbalik) pada suhu 30oC selama 2 hari. Pengamatan Peralatan Perlakuan Jumlah mikroba /alat Total mikroba Kapangkhamir Bakteri pembentuk spora

Panci Kemasan produk Keterangan : BC = CA = CD = CS =

BC CA CD BC CA CS Belum dicuci Dicuci dengan air Dicuci dengan deterjen dan dibilas Dicuci dengan air dan disterilkan

* Mikroba dalam alat pengolahan dihitung dengan rumus (Jumlah mikroba / alat pengolahan )/(Jumlah mikroba/alat pengolahan ) = Jumlah koloni dalam cawan petri x 50 3. Metode Swab / Oles Perlakuan a. Alat yang akan dilihat sanitasinya antara lain panci b. Alat tersebut dianalisis pada kondisi : Kotor
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 38

Setelah dicuci dengan air Setelah dicuci dengan deterjen c. Mikroba yang diamati : Total kapang - khamir Total mikroba Total bakteri pembentuk spora Bahan Alat Swab / alat pengoles steril 3 -5 buah Cawan petri steril = 24 buah Penangas air 80oC Larutan Bufer fosfat steril @ 10 ml = 3 tabung Cawan petri steril = 24 buah Media APDA = 100 ml Media PCA = 100 ml Media NA = 100 ml Deterjen

Cara kerja 1. Swab dimasukkan ke tabung bufer fosfat dan diperas dengan cara menekannya pada dinding tabung bagian atas sambil diputar-putar 2. Swab tersebut digunakan untuk menyeka permukaan alat seluas misalnya 5 cm x 2 cm atau 3 cm x 4 cm atau 10 cm x 2 cm tergantung luas permukaan dari alatnya. Penyekaan dilakukan pada area yang sama sebanyak 3 kali 3. Swab tersebut dimasukkan kembali pada tabung bufer fosfat dan diaduk selama 2 menit, kemudian diperas kembali di bagian dalam dinding tabung dan dikeluarkan dari tabung sehingga diperoleh suspensi mikroba. 4. Dari masing-masing suspensi mikroba diambil sebanyak @ 1 ml dimasukkan ke dalam 3 cawan petri, kemudian masing-masing dituangi media PCA dan media APDA . 5. Sisa suspensi dipanaskan dalam penangas air 80 oC selama 10 menit untuk membunuh sel vegetatif 6. Setelah suspensi dipanaskan, dari tabung tersebut diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri, selanjutnya dituangi dengan media NA 7. Setelah semua agar dalam cawan petri membeku, cawan-cawan petri tersebut diinkubasi (posisi cawan terbalik) pada suhu 30 oC selama 2 menit. Pengamatan ALAT Jumlah koloni / 100 cm2 Total Mikroba Kapang-khamir Bakteri pembentuk spora I II III I II III I II

III

Sendok kayu Panci

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

39

Keterangan : I = Belum dicuci II = Dicuci dengan air III = Dicuci dengan deterjen dan dibilas

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

40

Mikroba pada dihitung dengan rumus:

Jumlah koloni /100 cm2 = Jumlah koloni dalam cawan x 10 x 100 -----------------------------------luas cawan yang diswab (cm2)

Dilakukan pewarnaan spora dari koloni yang tumbuh pada media NA, diamati di bawah mikroskop dan dilaporkan ada atau tidaknya pembentukan spora bakteri.

Uji Sanitasi Udara Dan Ruang


1. Pendahuluan Udara di dalam suatu ruangan dapat merupakan sumber kontaminasi dalam pengolahan pangan. Meski udara secara alami tidak mengandung mikroorganisme, namun terdapat kemungkinan adanya kontaminasi dari lingkungan di sekitarnya. Mikroorganisme yang ada di udara terutama adalah mikroorganisme yang tahan keadaan kering, misalnya spora kapang, spora bakteri yang menempel pada debu atau droplet air, serta khamir terutama yang membentuk warna dan tidak membentuk spora. 2. Sanitasi udara Perlakuan a. Lingkungan yang akan diamati sanitasinya adalah udara dari: ~ Ruang Pengolahan b. Jenis mikroba yang akan diamati: ~ Bakteri ~ Kapang-khamir Bahan Alat Cawan petri steril = 2 (lokasi) x 2 (media) x 2 (duplo) = 8 buah Media NA = 75 ml Media APDA = 75 ml

Cara Kerja 1. Masing-masing cawan petri diisi dengan media yang sesuai dan dibiarkan hingga membeku, sehingga diperoleh agar cawan 2. Masing-masing cawan tersebut diletakkan secara terpisah pada ruangan yang telah ditentukan, dan dibiarkan terbuka selama 30 menit

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

41

3. Setelah cawan ditutup, cawan diinkubasikan pada suhu 30 C (posisi cawan terbalik) selama 2 hari 4. Tentukan densitas mikroba/jam/m2 5. Dibuat preparat basah dari beberapa koloni yang tumbuh dan diamati di bawah mikroskop Pengamatan
Densitas* Tempat Bakteri Kapang/khamir

Ruang Pengolahan

Perhitungan
*

Densitas mikroba dihitung dengan rumus: Densitas mikroba/jam/m2 = Rata-rata Jumlah koloni dari 2 agar cawan X 60 menit X 10000 cm2 30 menit luas cawan (cm 2)

3. Sanitasi Ruang Perlakuan a. Ruang yang diamati meliputi: ~ Ruang Pengolahan ~ Koridor b. Meja atau lantai yang akan diamati berada dalam kondisi: ~ Belum dibersihkan ~ Sudah dibersihkan dengan lap basah ~ Sudah dibersihkan dengan desinfektan Bahan Alat Cawan petri steril = 2(lokasi)X2(meja & lantai X3 (perlakuan) X 2 (duplo) = buah Cara Kerja Alat suntik berisi media PCA steril = 2 buah Silet/pisau steril = 4 buah 24 Larutan desinfektan

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

42

1. Agar pada alat suntik ditempelkan pada permukaan meja atau lantai yang akan diuji selama 4 detik 2. Agar dipotong setebal 1-1.5 cm dan secara aseptik agar tersebut diletakkan pada cawan petri. Perhatikan bahwa posisi agar yang telah menempel pada permukaan yang akan diuji harus berada di bagian atas 3. Cawan petri ditutup dan diinkubasi (tanpa perlu dibalik) pada suhu 30C selama 2 hari

4. Amati adanya pertumbuhan mikroba dan tentukan densitas mikroba pada lantai dan meja tersebut. Pengamatan
Tempat MEJA R. Pengolahan Koridor R. Pengolahan Koridor Belum bersih Densitas Jenis Lap. Basah Densitas Jenis Desinfektan Densitas Jenis

LANTAI

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

43

PEMBUATAN RENCANA USAHA INDUSTRI KECIL SUSU FERMENTASI


Industri pengolahan pangan skala kecil, termasuk industri kecil susu fermentasi memberikan kesempatan yang baik bagi seseorang untuk menghasilkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja dengan menggunakan sumber daya lokal yang tersedia. Bahan baku seringkali banyak tersedia, tingkat teknologi dan keahlian yang diperlukan untuk menjalankannya biasanya dapat diperoleh dengan mudah dan produk hasil olahannya biasanya mempunyai pasar yang baik. Tetapi tidak satupun dari faktor-faktor di atas dapat lancar begitu saja tanpa hambatan pada saat memulai suatu bisnis atau usaha skala kecil. Banyak hal yang dapat membawa ke arah kegagalan. Terutama, tidaklah cukup hanya mengetahui bagaimana memproduksi suatu produk dengan mutu tinggi, tetapi produsen juga harus mengetahui bagaimana cara menjual produk tersebut secara efektif dan bagaimana mengontrol aspek keuangan dari bisnis tersebut. Untuk ketahanan jangka panjang, produsen juga harus mengetahui bagaimana merencanakan dan mengembangkan bisnisnya. Singkatnya untuk sukses dalam berbisnis pangan diperlukan rencana bisnis yang baik.

Menyiapkan Rencana Usaha (Business Plan)


Menyiapkan rencana usaha atau business plan akan membantu entrepreneur untuk mengklarifikasi ide bisnisnya dan membuat kesalahan terjadi di atas kertas tidak dalam operasi bisnis sebenarnya. Pada saat rencana usaha telah selesai dan menunjukkan bahwa bisnis yang sukses dimungkinkan, memungkinkan entrepreneur menjadi percaya diri bahwa usahanya akan sukses. Hal ini juga akan memperjelas berapa banyak biaya yang diperlukan, dan jika dibuat dengan sangat baik, akan memungkinkan bank atau pemberi dana lain percaya bahwa pinjaman yang diberikannya akan dapat dikembalikan. Pertimbangan utama pada saat menyiapkan rencana bisnis antara lain : Buatlah rencana bisnis semudah mungkin untuk dimengerti dengan menggunakan bahasa sederhana (orang lembaga keuangan biasanya tidak terlalu memahami pengolahan pangan). Sertakan detail sebanyak mungkin dan jika perlu lakukan riset lebih dulu. Lihat ke luar dari bisnis dan lakukan penilaian apa yang dilakukan kompetitor dan bagaimana bisnis akan dikembangkan dan dapat bertahan.

Informasi dalam rencana bisnis akan membantu untuk membuat keputusan tentang: Apakah bisnis tersebut layak dan dapat dilaksanakan Permintaan terhadap produk Sumberdaya yang tersedia untuk memproduksi produk dalam jumlah, mutu dan harga yang direncanakan,
44

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

Apakah usaha tersebut akan memberikan keuntungan. Apakah dibutuhkan pinjaman, dan jika ya, berapa banyak dan kapan.

Dalam menyusun rencana bisnis, informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya ditulis dengan cara sederhana dan padat, sehingga pihak pemberi dana melihat bahwa bisnis tersebut direncanakan dengan hati-hati. Sebenarnya tidak ada cara yang baku untuk menulis rencana bisnis, tetapi langkah-langkah berikut terbukti dapat diterapkan untuk menulis rencana bisnis (business plan) yang baik. 1. Mulailah dengan Latar Belakang atau Pendahuluan Uraikan secara ringkas apakah produk tersebut, mengapa bisnis ini merupakan ide bisnis yang baik (berpotensi mendatangkan keuntungan) dan siapakah konsumennya. 2. Berikan beberapa Informasi Dasar Misalnya nama dan alamat usaha, pemilik dan pekerja, sertakan kualifikasi dan pengalamannya. 3. Beri Gambaran tentang Produk Berikan secara mendetail tentang bahan baku, proses produksi, pemeriksaan mutu, pengemasan dan lain-lain. Jika ada contoh atau foto produk produk lebih baik. Ceritakan juga apa saja keistimewaan dari produk kita. 4. Beri Gambaran tentang Pasar Siapakah konsumen produk kita ? dimana konsumen tersebut ? berapa besar pasarnya (ukuran dan nilai pasar) ? Apakah permintaan akan produk tersebut meningkat atau menurun ? Siapakah kompetitor dan apa yang mereka lakukan jika kita mulai berproduksi ? Apakah aspek kekuatan dan kelemahan mereka ? Berapa nilai pasar produk kita selama setahun ? Berapa pangsa pasar kita ? 5. Beri Gambaran tentang Rencana Penjualan atau Pemasaran Produk Bagaimana kita akan mendistribusikan dan menjual produk ? Promosi macam apa yang akan dilakukan ? Apa yang dilakukan kompetitor ? Berapa harga produk di tiap tingkat penjualan (distributor, agen, pengecer) ? mengapa cara yang akan dilakukan akan menghasilkan sukses? 6. Beri Gambaran Perlengkapan atau Peralatan Produksi yang Diperlukan Berikan gambaran dimana usaha akan berlokasi dan mengapa, bagaimana bangunan yang akan digunakan, apakah memenuhi persyaratan kesehatan/sanitasi dan hygiene, service apa yang diperlukan. Peralatan apa yang harus dibeli atau dibuat dan berapa biayanya. Juga penyimpanan/penggudangan dan distribusi produk. 7. Beri Gambarkan Keuangan yang Diperlukan
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 45

Berapa biaya yang diperlukan untuk memulai dan mengoperasikan usaha untuk satu tahun (termasuk profit/laba dan rugi serta cashflow) ? Berapa biaya dari kita atau pemilik usaha yang akan disertakan dalam bisnis/usaha ? Berapa pinjaman yang diperlukan ? Jaminan apa yang akan diberikan terhadap pinjaman tersebut ? 8. Beri Gambaran tentang Rencana Pengembangan Bisnis Apakah tujuan kita dalam menjalankan bisnis ini ? bagaimana kita dapat mencapai hal tersebut ? Apakah yang kita ramalkan akan terjadi selama 3 tahun ke depan atau lima tahun ke depan? (kalau dapat termasuk peramalan arus cast/cashflow forecast).

CONTOH 1. ANALISIS USAHA SUSU FERMENTASI Nama Produk Jumlah produksi Harga jual Periode produksi : Susu Fermentasi : 100 liter per hari : Rp 2.500 per cup (@ 100 ml) atau Rp 25.000 per liter Susu Fermentasi : 1 bulan = 25 hari kerja

Pemasukan Hasil penjualan Susu Fermentasi perbulan 25 x 100 liter x 25.000 = Rp 62.500.000,00 Kebutuhan Peralatan 1. Kompor gas 2 buah 800.000,00 2. Panci stainlees steel 664.000,00 3. Kayu pengaduk 10.000,00 4. Tabung gas 5. Thermometer 6. Inkubator

2 x Rp 400.000,00 4 x Rp 166.000,00 4 x Rp 2.500,00

= = =

Rp Rp Rp

2 x Rp 200.000,00 2 x Rp 50.000,00

= Rp 400.000,00 = Rp 100.000,00 = Rp 7.500.000,00 Rp

Total investasi peralatan 9.474.000,00 Umur teknis peralatan : 3 tahun Penyusutan perbulan Rp 263.200,00 Pengeluaran 1. Penyusutan alat 2. Sewa tempat 3. Susu sapi 100 L x 25 x Rp 2.500,00 4. Gula pasir 250 kg x Rp 6.500,00 5. Pewarna 6. Susu skim 250 kg x Rp 45.000,00
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

= = = = = =

Rp 263.200,00 Rp 100.000,00 Rp 6.250.000,00 Rp 1.625.000,00 Rp 200.000,00 Rp 11.250.000,00


46

7. Essence 7 mLx100 LxRp 7.000/50 mLx25 8. Starter (165 L x 2500) + (7x20.000) 552.500,00 9. Gelas plastik 25 x 10 x 100 x 250 10.Gas 10 x Rp 18.000,00 180.000,00 11.Tenaga kerja 5 x Rp 200.000,00 Total pengeluaran

=Rp

2.450.000,00 = Rp

= Rp 6.250.000,00 = Rp = Rp 1.000.000,00 = Rp 30.120.700,00

Keuntungan Pemasukan Pengeluaran Keuntungan perbulan

= Rp 62.500.000,00 = Rp 30.120.000,00 = Rp 32.379.700,00

Sensitivity Study

Case 0 1 2 3 4

Subject Base Price Produksi Gelas Susu

Keterangan Price = Rp 2.000 (-20%) Prod. naik 50% (100 liter menjadi 150 liter) Gelas naik 50% (Rp 250 menjadi Rp 375) Harga susu naik 10% (Rp 2500 2750) menjadiRp

Profit 32.379.000,00 19.879.000,00 45.181.050,00 29.254.300,00 30.786.950,00

+/- % - 38,6% + 39,5% - 9,65% - 2,05%

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

47

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM : PENYUSUNAN RENCANA USAHA KECIL SUSU FERMENTASI


1. Latar Belakang atau Pendahuluan Uraikan secara ringkas apakah apa yang disebut Susu Fermentasi, apa keistimewaannya, mengapa usaha produksi dan penjualan Susu Fermentasi ini berpotensi mendatangkan keuntungan ? dan siapakah konsumennya ?. 2. Berikan beberapa Informasi Dasar Misalnya nama dan alamat usaha, pemilik dan pekerja, sertakan kualifikasi dan pengalamannya (Sebutkan pengawai inti dan tugas dan kewajibannya) 3. Beri Gambaran tentang Produk (Susu Fermentasi) Dalam pembuatan Susu Fermentasi berikan secara mendetail tentang bahan baku, proses produksi, pemeriksaan mutu, pengemasan dan lainlain. Jika ada contoh atau foto produk produk lebih baik. Ceritakan juga apa saja keistimewaan dari produk Susu Fermentasi kita. 4. Beri Gambaran tentang Pasar Susu Fermentasi Siapakah konsumen Susu Fermentasi kita ? dimana konsumen tersebut ? berapa besar pasarnya (ukuran dan nilai pasar)? Apakah permintaan akan produk tersebut meningkat atau menurun ? Siapakah kompetitor dan apa yang mereka lakukan jika kita mulai berproduksi ? Apakah aspek kekuatan dan kelemahan mereka ? Berapa nilai pasar produk kita selama setahun ? Berapa pangsa pasar kita ? 5. Beri Gambaran tentang Rencana Penjualan atau Pemasaran Susu Fermentasi Bagaimana kita akan mendistribusikan dan menjual Susu Fermentasi? Promosi macam apa yang akan dilakukan ? Apa yang dilakukan kompetitor ? Berapa harga produk di tiap tingkat penjualan (distributor, agen, pengecer) ? mengapa cara yang akan dilakukan akan menghasilkan sukses? 6. Beri Gambaran Perlengkapan atau Peralatan Produksi yang Diperlukan Berikan gambaran dimana usaha akan berlokasi dan mengapa, bagaimana bangunan yang akan digunakan, apakah memenuhi persyaratan kesehatan/sanitasi dan hygiene, service apa yang diperlukan. Peralatan apa yang harus dibeli atau dibuat dan berapa biayanya. Juga penyimpanan/penggudangan dan distribusi produk. 7. Beri Gambarkan Keuangan yang Diperlukan Berapa biaya yang diperlukan untuk memulai dan mengoperasikan usaha untuk satu tahun (kalau dapat termasuk profit/laba dan rugi serta cashflow) ? Berapa biaya dari kita atau pemilik usaha yang akan disertakan dalam bisnis/usaha ? Berapa pinjaman yang diperlukan ? Jaminan apa yang akan diberikan terhadap pinjaman tersebut ?

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

48

8. Beri Gambaran tentang Rencana Pengembangan Usaha Susu Fermentasi Apakah tujuan kita dalam menjalankan bisnis ini ? bagaimana kita dapat mencapai hal tersebut ? Apakah yang kita ramalkan akan terjadi selama 3 tahun ke depan atau lima tahun ke depan? (termasuk peramalan arus cast/cashflow forecast).

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

49

PRINSIP HACCP DAN PENERAPANNYA


Pendahuluan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan pangan yang aman bagi konsumen. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zerorisk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobilogis, kimia dan fisik. HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pema-saran hingga sampai kepada pengguna akhir. Keberhasilan dalam penerapan HACCP membutuhkan tanggung jawab penuh dan keterlibatan manajemen serta tenaga kerja. Keberhasilan penerapan HACCP juga membutuhkan pendekatan tim, dimana tim ini harus terdiri dari tenaga ahli yang tepat, seperti ahli budidaya, dokter hewan, personel produksi, ahli mikrobiologi, spesialis kesehatan masyarakat, ahli teknologi pangan, ahli kimia dan perekayasa. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tuntutan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Penerapan sistem HACCP akan menghindarkan adanya bahaya pada suatu produk pangan sehingga dapat mencegah resiko komplain. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif. HACCP sudah banyak diterapkan di banyak industri pangan. Di samping karena meningkatnya kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor. Penerapan HACCP di industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak mana-jemen perusahaan yang bersangkutan. Di samping itu, agar penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan, yaitu telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 50

produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengu-bah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif, dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste.

Konsep HACCP Menurut Codex


Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC adalah seperti pada Gambar 10. Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi CAC tersebut dan menuangkan-nya dalam acuan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik-Titik Kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004/ 1999. Sistem yang penerapannya masih bersifat sukarela ini telah digunakan pula oleh Departemen Pertanian RI dalam menyusun Pedoman Umun Penyusunan Rencana Kerja Jaminan Mutu Berdasarkan HACCP atau Pedoman Mutu Nomor 5.

Penyusunan dan Penerapan HACCP


1. Tahap 1 : Pembentukan Tim HACCP Pembentukan tim HACCP merupakan kesempatan baik untuk memotivasi dan menginformasikan tentang HACCP kepada para karyawan. Jumlah tim sebaiknya maksimum 5 orang dan minimum 3 orang. Seleksi Tim sebaiknya diben-tuk oleh ketua tim (atau koordinator Tim, yang diangkat lebih dahulu), atau oleh seorang ahli HACCP (bisa dari luar atau dari dalam pabrik). Tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan Rencana HACCP secara efektif. Oleh karena itu, perlu mendapatkan anggota Tim dengan komposisi keahlian yang benar (multi-disiplin) sehingga dapat mengumpulkan dan mengevaluasi data-data teknis, serta mampu mengidentifikasi bahaya dan mengidentifikasi titik Titik Kendali Kritis (TKK atau CCP=Critical Control Points). Keputusan Tim HACCP dapat menjadi keputusan manajemen. Untuk itu, Tim HACCP seharusnya beranggotakan divisi-divisi dari unit usaha ( Quality Assurance, Produksi, Pemasaran dan lain-lain) dan multidisiplin dengan memper-hatikan jenis produk, teknologi pengolahan, teknik penanganan dan distribusi, cara pemasaran dan cara konsumsi produk, serta potensi bahaya. Orang-orang yang dilibatkan dalam Tim yang ideal adalah meliputi : (1) Staff Quality Assu-rance atau Staff Quality Control; (2) Personil Bagian Produksi (mengerti bahan baku dan proses produksi); dan (3) Personil dari bagian Teknis/Engineering; dan (4) Ahli Mikrobiologi. Tim HACCP juga dapat terdiri atas beberapa level personil (General Manager, QA manager, Inspector , mandor dan lain-lain. Pada peru-sahaan yang kecil, satu orang dapat mengisi posisi-posisi di atas dan bahkan dapat menanggantikan seluruh Tim HACCP. Dalam kasus ini perlu bantuan konsultan atau saran-saran dari pihak luar. Tim HACCP harus membuat Rencana HACCP (HACCP Plan), menulis SSOP dan memverifikasi dan mengimplementasikan sistem HACCP. Tim harus mempunyai pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyangkut keamanan

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

51

pangan. Jika masalah yang ada tidak dapat dipecahkan secara internal, maka perlu meminta saran dari ahli atau konsultan HACCP. Agar Tim HACCP mempunyai pengetahuan yang cukup dalam mendisain rencana HACCP, di antara anggota tim HACCP harus ada yang pernah mendapatkan pelatihan penerapan HACCP dan inspeksi HACCP secara cukup. Keahlian yang di maksud adalah mampu: Menetapkan lingkup dari rencana HACCP (apakah hanya masalah keamanan pangan atau termasuk mutu karakteristik produk) Mengidentifikasi bahaya Menetapkan tingkat keakutan (severity) dan resikonya Mengidentifikasi CCP, merekomendasikan cara pengendalian, menetapkan batas kritis, prosedur monitoring dan verifikasi Merekomendasikan tindakan koreksi yang tepat ketika terjadi penyimpangan Merekomendasikan atau melaksanakan investigasi dan atau penelitian yang berhubungan dengan rencana HACCP.

2. Tahap 2 : Mendeskripsikan Produk


Produk harus dijelaskan secara rinci, baik mengenai nama produk, komposisinya, perlakuan selama proses (pemanasan, pembekuan, penggaraman, peng-asapan, pengeringan, dll.), karakteristik produk akhir (struktur fisik/kimia, seperti aw, pH, dll.), persyaratan standar, pengemasan (primer/sekunder), informasi keamanan, perlakuan pengolahan, penyimpanan (kondisi dan masa simpan), metode distribusi, dan pelabelan. Di dalam menetapkan diskripsi produk, perlu diperhatikan dan diidentifikasi informasi yang berkaitan dengan program HACCP, agar memberi petunjuk dalam rangka identifikasi bahaya yang mungkin terjadi, serta untuk membantu penentuan batas-batas kritis. 3. Tahap 3 : Identifikasi Pengguna Produk Tujuan penggunaan harus didasarkan kepada kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna akhir atau konsumen. Tujuan penggunaan ini harus didasarkan kepada manfaat yang diharapkan dari produk oleh pengguna atau konsumen. Dengan demikian dapat diketahui apakah produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua populasi atau hanya populasi khusus yang sensitif (balita, manula, orang sakit dan lain-lain). Pengelompokan konsumen penting dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

52

Tahap 1 Pembentukan Tim HACCP Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Tahap 6 Deskripsikan Produk Identifikasi Pengguna yang Dituju Verifikasi Diagram Alir Susun Diagram Alir Daftarkan Semua Bahaya Potensial Lakukan Analisis Bahaya Tentukan Tindakan Pengendalian Tentukan CCP Tahap 8

Prinsip 11 Prinsip 2

Tahap 7

Tetapkan Batas Kritis untuk setiap CCP

Prinsip 3

Tahap 9

Tetapkan Sistem Pemantauan untuk Setiap CCP

Prinsip 4

Tahap 10

Tetapkan Tindakan Koreksi untuk Penyimpangan yang mungkin terjadi

Prinsip 5

Tahap 11 Tahap 12

Tetapkan Penyimpanan Catatan dan Dokumentasi

Prinsip 6

Prinsip 7 Tetapkan Prosedur Verifikasi

Gambar 10. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP menurut CAC 4. Tahap 4 : Penyusunan Diagram Alir Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal ini tentu saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi, maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

53

Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, juga dapat berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya. Diagram alir harus meliputi seluruh tahap-tahap dalam proses secara jelas mengenai: (a) Rincian seluruh kegiatan proses termasuk penyimpanan dan penundaan dalam proses. inspeksi, transportasi,

(b) Bahan-bahan yang dimasukkan kedalam proses seperti bahan baku, pengemasan, air dan bahan kimia. (c) Keluaran dan proses seperti limbah: pengemasan, bahan baku, product-inprog-ress, produk rework, dan produk yang dibuang (ditolak). 5. Tahap 5 : Verifikasi Diagram Alir Di Tempat Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan. Diagram alir proses harus dive-rifikasi di tempat dengan cara mengamati aliran proses, kegiatan penambilan sampel, wawancara dan operasi rutin/non-rutin. Tim HACCP harus mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan GAP (Good Agricultural Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufac-turing Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau GCP (Good Catering Practices) serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir selama semua tahapan dan jam operasi serta merubah digram alir dimana yang tepat. 6. Tahap 6/Prinsip 1: Analisa Bahaya Bahaya adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen secara negatif yang meliputi bahan biologis, kimia atau fisik di dalam, atau kondisi dari, makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan. Langkah ini merupakan penjabaran dari prinsip pertama dari HACCP, yang mencakup identifikasi semua potensi bahaya, analisa bahaya, dan pengem-bangan tindakan pencegahan. a. Identifikasi bahaya Tim HACCP dalam melakukan identifikasi bahaya harus mendaftar semua potensi bahaya yang terkait dengan setiap tahap dan sedapat mungkin mengindentifikasi tindakan pencegahannya. Terdapat beberapa jenis bahaya dalam bisnis pangan yang dapat mempengaruhi secara negatif atau membahayakan konsumen, yaitu bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik. b. Analisa bahaya

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

54

Tim HACCP selanjutnya mendefinisikan dan menganalisa setiap bahaya. Analisa bahaya seharusnya mencakup: Kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat pengaruhnya terhadap kesehatan Evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif dari bahaya Ketahanan hidup atau perkembangan bahaya potensial mikroorganisme Produksi atau keberadaan toksin, bahan kimia atau fisik dalam makanan Kondisi yang mempunyai tendensi menuju terjadinya bahaya.

Alternatif lain dalam analisis bahaya adalah dengan mengelompokkan bahaya menjadi enam kategori bahaya, yaitu bahaya A sampai F seperti terlihat dalam Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik Bahaya
Kelompok Bahaya Bahaya A Bahaya B Bahaya C Bahaya D Bahaya E Bahaya F Karakteristik Bahaya Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk konsumsi kelompok beresiko (lansia, bayi, immunocompromised) Produk mengandung ingridient sensitif terhadap bahaya biologi, kimia atau fisik Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali yang secara efektif membunuh mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan sebelum pengemasan Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi atau oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahaya Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di tangan kosumen atau tidak ada pemanasan akhir atau tahap pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki pabrik (untuk bahan baku) atau tidak ada cara apapun bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik

c. Analisa resiko Analisa resiko adalah untuk menentukan peluang kemungkinan suatu bahaya akan terjadi. Signifikansi bahaya ditentukan dari hasil analisa antara tingkat peluang atau peluang kejadian dengan tingkat keakutan (severity) dari bahaya keamanan pangan. Resiko dalam sistem keamanan pangan dapat dite-tapkan berdasarkan kategori resiko, yaitu kelompok resiko tinggi, resiko sedang atau resiko rendah. Secara sederhana tingkat resiko dapat dikategorikan seperti pada Tabel 13. Tabel 13. Daftar kategori resiko produk pangan
Produk-produk kategori I (Resiko Tinggi) I Produk-produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serelia dan/atau berkomposisi susu yang perlu direfrigrasi II Daging segar, ikan mentah dan produk-produk olahan susu III Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau lebih yang disterilisasi dalam wadah
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 55

yang ditutup secara hermetis Produk-produk kategori II (resiko sedang) I Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau serelia atau yang berkomposisi/penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi hygiene pangan. II Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar. III Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads, mayones dan dressing. Produk-produk kategori III (resiko rendah) I Produk asam (nilai pH<4,6) seperti acar, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan minuman asam. II Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas. III Selai, marinade, dan conserves. IV Produk-produk konfeksionari berbasis gula V Minyak dan lemak makan.

Sumber informasi yang dapat digunakan untuk menetapkan peluang keja-dian di antaranya adalah: sejarah produk, keluhan konsumen, laporan morbiditas dan mortalitas, regulasi, model pendugaan, hasil riset dan literatur. Sedangkan pengkategorian selanjutnya adalah tingkat beratnya/keakutan bahaya mikrobio-logis yang dapat menyebabkan masalah keamanan pangan yang dikelompokkan menjadi keakutan tinggi, sedang dan rendah seperti pada Tabel 14. Pengelompokan lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahaya kimia dan fisik. Secara sederhana penentuan tingkat bahaya kimia dan fisik dapat dikelom-pokkan sebagai berikut: (a) Tingkat keakutan bahaya tinggi: Bahaya yang mengancam jiwa manusia. (b) Tingkat keakutan bahaya sedang: bahaya yang mempunyai potensi mengancam jiwa manusia. (c) Tingkat keakutan bahaya rendah: bahaya yang mengakibatkan pangan tidak layak konsumsi.

Tabel 14.

Daftar tingkat keakutan bahaya dari bakteri patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau wabah penyakit.
Keakutan sedang Listeria monocytogenes Salmonella spp, Shigella spp Campylobacter jejuni Enterovirulen Escherichia coli (EEC) Streptococcus pyogenes Rotavirus. Norwalk virus group, SRV Yersinia enterocolitica Entamoeba histolytica Diphyllobothrium latum Ascaris lumbricoides Keakutan rendah Bacillus cereus Taenia saginata Clostridium perfringens Stapphylococcus aureus

Keakutan tinggi Salmonella enteritidis Eschericia coli Salmonella typhi: paratyphi A, B Trichinella spiralis

Brucella melitensis, B. suis Vibrio cholerae 01 Vibrio vulnificus Taenia solium Clostridium botulinum tipe A, B, E dan F Shigella dysenteriae

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

56

Keakutan tinggi

Keakutan sedang Cryptosporidium parvum Hepatitis A dan E. Aeromonas spp. Brucella abortus. Giardia lamblia Plesiomonas shigelloides Vibrio parahaemolyticus

Keakutan rendah

* Catatan: Pengelompokan tingkat bahaya tersebut dalam beberapa kelompok populasi sensitif mungkin tidak dapat diterapkan.

Tabel 15. Matrik Analisa Signifikansi Bahaya


Resiko tinggi (1.000) Keakutan rendah (10) R*K = (10.000) Resiko Sedang (100) Keakutan rendah (10) R*K = 1.000 Resiko Rendah (10) Keakutan rendah (10) R*K = 100 Resiko tinggi (1.000) Keakutan sedang (100) R*K = (100.000) Resiko Sedang (100) Keakutan sedang (100) R*K = 10.000 Resiko Rendah (10) Keakutan sedang (100) R*K = 1.000 Resiko tinggi (1.000) Keakutan tinggi (1.000) R*K = 1.000.000 Resiko Sedang (100) Keakutan tinggi (1.000) R*K = 100.000 Resiko Rendah (10) Keakutan tinggi (1.000) R*K = 10.000

Tingkat Resiko bahaya

Tingkat Keakutan bahaya

Dengan mengkombinasikan resiko dengan tingkat keakutan dengan matrik, maka dapat ditentukan tingkat signifikan dari bahaya, seperti pada Tabel 15. Satuan angka yang ada di dalam tabel adalah untuk memberikan gambaran ting-kat signifikansi. Tingkat kategori resiko dan keakutan bahaya diberi angka 10 untuk rendah, 100 untuk sedang dan 1000 untuk tinggi. Sedang tingkat signi-fikasi merupakan hasil perkalian antara tingkat resiko dan keakutan yang meng-hasilkan angka antara 100-1.000.000: (a) kelompok signifikasi rendah (100-1.000); (b) kelompok sigifikansi sedang (10.000); (c) kelompok signifikasi tinggi (100.000-1.000.000). Untuk nilai signifikansi 100.000-1.000.000 dapat langsung digunakan untuk penerapannya pada penetapan CCP pada diagram pohon keputusan titik kritis. Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya, maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Dari beberapa banyak bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku, maka dapat diterapkan kategori resiko I sampai VI (Tabel 16). Selain itu, bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan berdasarkan signifikansinya (Tabel 17). Signifikansi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan mempertimbangkan peluang terjadinya (reasonably likely to occur) dan keparahan (severity) suatu bahaya.

Tabel 16. Penetapan Kategori resiko

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

57

Karakteristik Bahaya 0 (+) (++) (+ + +) (+ + + +) (+ + + + +) A+ (kategori khusus) dengan atau tanpa bahaya B-F

Kategori Re sik o 0 I II III IV V VI

Jenis Bahaya Tidak mengandung bahaya A sampai F Mengandung satu bahaya B sampai F Mengandung dua bahaya B sampai F Mengandung tiga bahaya B sampai F Mengandung empat bahaya B sampai F Mengandung lima bahaya B sampai F Kategori resiko paling tinggi (semua produk yang mempunyai bahaya A)

Tabel 17. Signifikansi Bahaya


Tingkat Keparahan (Severity)

L
Peluang Terjadi (Reasonably likely to occur)

M
Ml Mm Mh*

H
Hl Hm* Hh*

l m h

Ll Lm Lh

* Umumnya dianggap signifikan dan akan diteruskan/dipertimbangkan dalam penetapan CCP Keterangan : L=l= low, M=m= medium, H=h=high

d. Pengembangan tindakan pencegahan Tahap tindakan pencegahan merupakan tahap penting setelah analisa bahaya/ hazard. Karena konsep HACCP adalah mempunyai sifat pencegahan, maka dalam mendesain HACCP tindakan pencegahan harus selalu menjadi perhatian. Tindakan pencegahan adalah semua kegiatan dan aktivitas yang dibu-tuhkan untuk menghilangkan bahaya atau memperkecil pengaruhnya atau kebe-radaan pada tingkat yang dapat diterima. Tindakan pencegahan harus mampu menghambat timbulnya bahaya ke dalam produk dan mengacu pada prosedur operasi dimana pada setiap tahap para pekerja dipekerjakan. Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pencegahan apa yang dapat diterapkan untuk setiap bahaya. Lebih dari satu tindakan pencegahan dapat mengendalikan potensi bahaya-bahaya yang spesifik, demikian juga lebih dari satu bahaya yang mungkin dapat dikendalikan oleh tindakan pencegahan yang spesifik. Tindakan pencegahan dapat berupa tindakan/bahan kimia, fisik atau lainnya yang dapat mengendalikan bahaya keamanan pangan. 7. Tahap 7/Prinsip 2 : CCP Dan Pengendalian Bahayanya Pada bagian kedua dari pengembangan HACCP adalah pengembangan/ penentuan Critical Control Point (CCP). Tahap ini merupakan kunci dalam menu-runkan atau mengeliminasi bahaya-bahaya (hazards) yang sudah diidentifikasi. CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

58

ekonomi. CCP ini ditentukan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi bahaya pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya. CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Penetapan lokasi CCP hanya dengan keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat membahaya-kan keamanan pangan. Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar, Codex Alimentarius Commission GL/32 1998, telah memberikan pedoman berupa Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree), seperti tergambar pada Gambar 11. Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan logis yang mena-nyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan memfasilitasi dan membawa Tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan. Dengan menggunakan Diagram ini membawa pola pikir analisa yang terstruktur dan memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap tahap dan setiap bahaya yang teridentifikasi. Di samping sistem Codex yang hanya menggunakan satu jenis diagram keputusan, terdapat pula format lain yang menggunakan 3 jenis diagram keputusan (Gambar 12, 13, 14) untuk menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi. 8. Tahap 8/Prinsip 3 : Penetapan Batas Kritis (Critical Limit) Merupakan batas-batas kritis pada CCP yang ditetapkan berdasarkan referensi dan standar teknis serta obesrvasi unit produksi. Batas kritis ini tidak boleh terlampaui, karena batas-batas kritis ini sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Beberapa contoh yang umumnya digunakan sebagai limit adalah suhu, waktu, kadar air, jumlah bahan tambahan, berat bersih dan lain-lain. Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diperinci pada suatu tahap tertentu. Kriteria yang sering digunakan adalah pengukuran suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw dan klorin yang ada, dan parameter yang berhubungan dengan organoleptik seperti penampakan dan tekstur. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini harus tidak boleh dilanggar untuk menjamin bahwa CCP secara efektif mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Batas kritis harus mudah diidentifikasi dan dijaga oleh operator proses produksi, sehingga perlu diusahakan dalam bentuk batas-batas kritis fisik, dan jika tidak memungkinkan baru mengarah pada kimia atau mikrobiologi.
Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi 59

Batas kritis fisik biasanya dikaitkan dengan toleransi untuk bahaya fisik atau benda asing, atau kendali bahaya mikrobiologis dimana hidup atau matinya dikendalikan oleh parameter fisik. Beberapa contoh batas kritis fisik adalah tidak adanya logam, ukuran retensi ayakan, suhu, waktu, serta unsur-unsur uji organoleptik. Batas kritis kimia biasanya dikaitkan dengan bahaya kimia atau dengan kendali bahaya mikrobiologis melalui formulasi produk dan faktor intrinsik. Sebagai contoh adalah kadar maksimum yang diterima untuk mikotoksin, pH, aw, alergen, dan sebagainya. Batas kritis mikrobiologis biasanya tidak digunakan karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memonitor, tingkat kontaminasi produk oleh patogen rendah (<1%), biaya mahal, pengukuran fisik dan kimia dapat diguna-kan sebagai indikator pengukuran atau pengendalian mikrobiologis. 9. Tahap 9/Prinsip 4 : Menetapkan Prosedur Monitoring Monitoring dalam konsep HACCP adalah tindakan dari pengujian atau observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan ini untuk menjamin bahwa critical limit tidak terlampaui. Untuk menyusun prose-dur monitoring, pertanyaan-pertanyaan siapa, apa, dimana, mengapa, bagai-mana dan kapan harus terjawab. Dengan demikian dapat ditentukan apa yang harus dievaluasi, dengan metode apa, siapa yang melakukan, jumlah dan freku-ensi yang diterapkan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu data-sheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memper-hatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

60

Bagaimana menggunakan Diagram Pohon Keputusan CCP?

P1

Adakah tindakan pencegahan ? Ya Tidak Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau produk ? Ya

Apakah pencegah pada tahap ini perlu untuk keamanan pangan ? Tidak Bukan CCP

Berhenti

P2

Apakah tahapan dirancang specifik untuk menghilang-kan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima ?

Ya

Tidak

P3

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifi-kasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima ?

Ya

Tidak

Bukan CCP

Berhen ti

P4

Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya yang teridentifikasi sampai level yang dapat diterima ?

Ya Bukan CCP

Tidak Berhenti

CCP

Gambar 11. Diagram pohon keputusan penentuan CCP

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

61

P1. Apakah terdapat bahaya dalam bahan baku ini? tidak Ya P2. Apakah proses atau konsumen akan menghilangkan bahaya tersebut?

Bukan CCP

Ya

tidak

CCP

P3. Apakah ada risiko kontaminasi silang lerhadap fasilitas alau produk lain yang tidak dapat dikendalikan ? Ya

Tida k Bukan CCP

CCP

Gambar 12. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku

P1. Apakah formulasi atau komposisi adonan atau campuran penting unluk mencegah terjadinya peningkatan bahaya ?

tidak Ya

Bukan CCP

CC P Gambar 13. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Formulasi/Komposisi


P1. Apakah terdapat bahaya pada tahap l proses ini?
62

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi Ya Tida

Bukan CCP

k P2. Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tsb?

Tida k

proses/Produ k Ya

Apakah pengendalian diperlukan untuk Pertanyaan apa dijawab dengan apa yang harus dimonitor, yaitu berdasarmeningkatkan keamanan? kan batas kritis yang ditetapkan seperti suhu, waktu, ukuran dan sebagainya. Pertanyaan mengapa dijawab dengan alasan bahwa apabila tidak dimonitor Tida Bukan CCP terkendalinya bahaya dan melampaui batas kritis akan menyebabkan tidak k tertentu dan memungkinkan menyebabkan tidak amannya produk. Pertanyaan dimana seharusnya dijawab pada titik mana atau pada lokasi P3. Apakah proses dirancang khusus untuk bagaimana menanyakan mana monitoring harus ini dilakukan. Pertanyaan menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai aman? metode monitoring, apakah secara sensori, kimia, atau pengukuran tertentu. Berikutnta adalah pertanyaan kapan dilakukan monitoring, idealnya minimal dimana terjadi interupsi dalam aliran produksi, atau lot, atau data lain yang menetapkan periode suatu moni-toring. Terakhir adalah pertanyaan siapa Tida Ya CCP yang melakukan monitoring, dimana idealnya adalah personil yang k mempunyai akses yang sangat mudah pada CCP, mempunyai keterampilan dan pengetahuan akan CCP dan cara monitoring, sangat terlatih dan P4. Apakah bahaya dapat meningkat sampai berpengalaman. batas tidak aman?

Monitoring batas kritis ini ditujukan untuk memeriksa apakah prosedur pengolahan atau penanganan pada CCP terkendali, efektif dan terencana untuk mempertahankan keamanan produk. Monitoring dapat dilakukan Ya Tidak Bukan CCP dengan cara observasi atau dengan pengukuran pada contoh yang diambil berdasarkan sta-tistik pengambilan contoh. Ada lima cara monitoring CCP: (a) observasi visual, (b) evaluasi sensori; (c) pengujian fisik; (d) pengujian kimia; P5. Apakah proses selanjutnya dapat dan (e) pengujian mikrobiologi. menghilangkanlmengurangi bahaya? Monitoring idealnya harus memberikan informasi untuk tindakan perbaikan yang perlu dilakukan dari proses sebelum dilakukan penolakan produk. Data yang diperoleh dari pemantauan mesti dinilai olehCCP orang yang ditetapkan/ditunjuk Tidak Ya dengan pengetahuan dan kewenangan untuk membawa tindakan perbaikan jika diperlukan. Jika pemantauan tidak terus menerus, maka jumlah atau periode pemantauan Bukan harus cukup CCP untuk menjamin CCP berada dalam pengendalian. Umumnya prosedur monitoring untuk CCP perlu dilaksanakan dengan cepat Gambar 14.berhubungan Decision Tree dengan Untuk Penetapan Pada Tahapan karena mereka kegiatan CCP pengolahan dan waktu untuk Proses analisa pengujian yang lama. Pengukuran fisik dan kimia sering lebih digunakan daripada pengujian mikrobiologi karena mereka dapat dikerjakan dengan cepat dan sering menunjukkan cara pengendalian mikrobiologi dari produk. Semua dokumen dan pencatatan yang berhubungan dengan monitoring CCP harus ditandatangani oleh seseorang yang melakukan monitoring dan oleh penanggung jawab. 10. Tahap 10/Prinsip 5 : Penetapan Tindakan Koreksi Tindakan koreksi adalah setiap tindakan yang harus diambil jika hasil monitoring pada suatu titik pengontrolan kritis (CCP) menunjukkan adanya kehilangan kontrol (loss of control). Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyim-pangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/ tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi adalah dengan meng-eliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

63

perubahan yang telah diterapkan dalam proses dan memas-tikannya agar tetap efektif. Tindakan koreksi yang spesifik harus ditetapkan untuk setiap CCP dalam sistem HACCP untuk digunakan jika terjadi penyimpangan terhadap CCP tersebut. Tindakan tersebut harus menjamin bahwa CCP telah berada dalam keadaan terkontrol. Tindakan yang diambil harus juga menyangkut penanganan yang sesuai untuk produk yang terpengaruh atau terkena penyimpangan terhadap suatu CCP. Prosedur penanganan produk yang mengalami penyimpangan harus didokumentasikan dalam dokumen pencatatan HACCP (HACCP record keeping). Jika HACCP digunakan untuk semua aspek mutu produk, maka tindakan koreksi mencakup tiap tindakan yang harus diambil jika hasil monitoring pada suatu titik pengontrolan kritis, titik mutu kritis, atau titik kontrol proses menun-jukkan adanya kehilangan kontrol. Dalam pelaksanaannya terdapat 2 level tindakan koreksi, yaitu : a. Tindakan Segera (Immediete Action), yaitu penyesuaian proses agar menjadi terkontrol kembali dan menangani produk-produk yang dicurigai terkena dampak penyimpangan. b. Tindakan Pencegahan (preventive Action), yaitu pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi. 11. Tahap 11/Prinsip 6 : Menetapkan Prosedur Verifikasi Verifikasi adalah pemeriksaan sistem HACCP secara menyeluruh untuk menjamin bahwa sistem seperti yang telah tertulis bahwa makanan yang dipro-duksi aman untuk dikonsumsi dan mutunya bagus, benar-benar diikuti. Informasi yang didapat melalui verifikasi harus dipakai untuk meningkatkan sistem HACCP. Pada dasarnya verifikasi adalah aplikasi suatu metoda, prosedur, pengujian dan evaluasi lain, yang dilakukan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan rencana HACCP. Verifikasi memberi jaminan bahwa rencana HACCP telah sesuai dengan kegiatan operasional sehari-hari dan akan menghasilkan produk (makanan) dengan mutu baik dan/atau aman untuk dikonsumsi. Secara spesifik, prosedur verifikasi harus menjamin bahwa: (a) Rencana HACCP yang diterapkan benar-benar tepat untuk mencegah timbulnya bahaya proses dan bahaya produk. (b) Prosedur pemantauan dan tindakan koreksi masih diterapkan. (c) Internal audit, pengujian mikrobiologi/kimia pada produk akhir tercatat. Verifikasi terdiri dari 4 jenis kegiatan validasi HACCP, tinjauan terhadap hasil pemantauan CCP, pengujian produk dan audit. 12. Tahap 12/Prinsip 7 : Dokumentasi Dan Rekaman Yang Baik HACCP memerlukan penetapan prosedur pencatatan yang efektif yang mendokumentasikan sistem HACCP. Pembuatan pencatatan yang efisien dan akurat sangat penting dalam aplikasi sistem HACCP. Prosedur-prosedur HACCP

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

64

harus didokumentasikan. Dokumentasi dan cacatan harus cukup melingkupi sifat dan ukuran operasi di lapangan. Pencatatan yang akurat terhadap apa yang terjadi merupakan bagian yang sangat penting dalam program HACCP yang sukses. Catatan harus meliputi semua area yang sangat kritis bagi keamanan produk, dan harus dibuat pada saat monitoring dilakukan. Catatan membuktikan bahwa batas-batas kritis telah dipenuhi dan tindakan koreksi yang benar telah diambil pada saat batas kritis terlampaui. Catatan juga merupakan bukti tertulis bahwa suatu kegiatan telah terjadi. Formulir atau log sheet merupakan template dimana hasil kegiatan dicatat. Jadi formulir yang telah dilengkapi merupakan catatan. FORM 1. Deskripsi produk 1. Nama produk 2. Karakteristik produk akhir yang pentung (misalnya Aw, pH, dll) 3. Bagaimana produk digunakan 4. Pengemasan 5. Umur simpan 6. Dimana produk akan dijual 7. Petunjuk pelabelan 8. Pengawasan distribusi Tanggal: khusus dalam

Disetujui

oleh:

..

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

65

FORM 2: BAHAN BAKU DAN INGREDIEN BAHAN MENTAH BAHAN PENGEMAS INGREDIEN KERING

BAHAN LAINNYA

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

66

FORM 3: DIAGRAM ALIR JAMUR (Mentah) KALENG KOSONG/TUTU P INGREDIEN KERING AIR

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

67

FORM 4: SKEMA/DENAH PABRIK Diagram harus memperlihatkan aliran produk dan lalulintas pekerja pada masing-masing pabrik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan potensi kontaminasi ulang.

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

68

Lembar Kerja HACCP: 5a Prinsip 1. Analisis Bahaya Kajian Risiko Bahaya Mikrobiologi Nama Produk : Bahay a A Produk Bahay a B Bahay a C Bahay a D Bahay a E Bahay a F Katego ri bahaya

Bahan Baku

Tanggal:

.........................................................

Disetujui

oleh : ............................

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

69

Lembar Kerja HACCP: 5b Prinsip 1. Analisis Bahaya Kajian Risiko Bahaya Kimia Nama Produk : Bahay aA Produk Bahay aB Bahay aC Bahay aD Bahay aE Bahay aF Katego ri bahaya

Bahan Baku

Tanggal:

.........................................................

Disetujui

oleh : ............................

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

70

Lembar Kerja HACCP: 5c Prinsip 1. Analisis Bahaya Kajian Risiko Bahaya Fisik Nama Produk : Bahay aA Produk Bahay aB Bahay aC Bahay aD Bahay aE Bahay aF Katego ri bahaya

Bahan Baku

Tanggal:

.........................................................

Disetujui

oleh : ............................

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

71

FORM 5d: LEMBAR ANALISIS BAHAYA PT ......................................... Produk................................... Tahap/ Input Bahaya Penyeba b/ Justifikas i bahaya Layak (H, L, M) Berat (H, L, M) Tindakan pengendalia n/ pencegahan

Tanggal:

.........................................................

Disetujui

oleh : ............................

Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

72

Modul Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

FORM 6: LEMBAR PENENTUAN TKK Produk: ..................................... Tahap / Input Bahay a Penyeba b/ Justifikas i bahaya Layak (H, L, M) Berat (H, L, M) Tindakan pengendalia n/ pencegahan P1 P2 P3 P4 CCP/ CP Alasan keputusan

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB

Modul Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

CONTOH: HACCP TABLE/PLAN Produk: ...........................................


Prinsip 1 Tahap/ Input Bahaya Tindakan Pengendalian Prinsip 2 CCP Prinsip 3 Batas Kritis Prinsip 4 Pemantauan What Where How When Who Prinsip 5 Tindakan koreksi What & who Segera: Prinsip 6 Verifika si What & who Prinsip 7 Catatan

Pencegahan:

Segera:

Pencegahan:

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB

Modul Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

LAMPIRAN 1. Fom Isian Uji Segitiga Nama Tanggal Pengujian Sampel : : :

Instruksi : Lakukan pengujian terhadap ketiga contoh yang tersedia secara berurutan dari kiri ke kanan terhadap semua parameter yang diujikan . Kemudian tentukan (pilih) salah satu contoh yang berbeda dari ketiga contoh tersebut dengan memberi tanda (V) pada kode contoh yang berbeda. Pengujian hanya boleh dilakukan satu kali dan panelis tidak diperkenankan melakukan pengulangan pengujian. Kode Sampel Respon

Komentar :

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB

Modul Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

Lampiran 2. Form Isian Uji Penerimaan ( Metode Skala Hedonik) Nama Tanggal Pengujian Sampel : : :

Instruksi : Lakukan pengujian terhadap contoh yang tersedia satu persatu terhadap semua parameter yang diujikan . Berikan penilaian anda tanda V berdasarkan tingkat kesukaan. Pengujian hanya boleh dilakukan satu kali, pengisian dilakukan secara spontan dan panelis tidak diperkenankan melakukan perbandingan antar contoh. . Kriteria kesukaan Amat sangat suka Sangat suka Suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka Amat sangat tidak suka Dari contoh yang diujikan, tuliskan kode sampel yang lebih disukai: Kode : ............................................................................................................... Alasan: ....................................................................................................................................... Kode contoh

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB

Modul Praktikum Terpadu Teknologi Susu Fermentasi

.......................................................................................................................................

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB

You might also like