You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika yang salah satunya yaitu, Keadilan. Setiap pergaulan dalam masyarakat atau berbangsa harus ada etikanya, sebagai pegangan moral yang menjadi landasan sikap, perilaku dan perbuatan. Dengan pegangan moral itu dibedakan mana yang baik, dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah serta mana yang dianggap ideal dan mana yang tidak. Dalam kehidupan masyarakat sejak zaman kuno sampai abad modern nilai keadilan pada umumnya dipandang sebagai sebuah kebijakan moral yang utama, yang pokok, atau yang terpenting untuk diperkembangkan pada seseorang sehingga setiap orang dari kedudukan yang terendah sampai jabatan yang tertinggi dapat terbina jiwa keadilan dalam budi pikiran, hasrat kemauan, dan hati sanubarinya secara kokoh. Tanpa jiwa keadilan sebagai landasannya dan berbagai kebajikan moral lainnya sebagai pedoman, seseorang mudah sekali tergoda oleh kekuasaan jabatannya dan terjerumus dalam berbagai keburukan. Keadilan merupakan suatu topik penting salam etika. Karena sebagaimana dikemukakan Bertens, "sulit sekali untuk dibayangkan orang atau instansi yang berlaku etis tetapi tidak mempraktekkan keadilan atau bersikap tak acuh pada ketidakadilan".1 Makalah ini melanjutkan pembicaraan mengenai keadilan. Masalah keadilan muncul antara lain dalam kaitan dengan milik. Tentang itu Liberalisme dan Sosialisme mempunyai pandangan yang sangat berbeda. Liberalisme menekankan
1

K.Bertens, 2000 , hal 85 (http://ishalmorons.blogspot.com/2011/11/adil-dan-keadilan-dari-sudutpandang.html) diakses tanggal 28 Oktober 2012

milik pribadi sebagai salah satu hak manusia yang terpenting. Sosialisme berpendapat bahwa milik tidak boleh dibatasi pada kepentingan individu saja, melainkan mempunyai fungsi sosial.

B. RUMUSAN MASALAH Bahasan-bahasan yang akan dijelaskan agar mempermudah kita untuk lebih mengenal mengenai Nilai Keadilan Sebagai Landasan etika, diantaranya : 1. Apa pengertian dari etika secara etimologis dan menurut para ahli ? 2. Apa pengertian dari nilai dan keadilan ? 3. Bagaimana bentuk dari keadilan sebagai suatu nilai? 4. Apa saja asas keadilan itu ? 5. Bagaimana bentuk keadilan sebagai landasan etika? 6. Bagaimana unsur hakikat keadilan dalam etika? 7. Bagaimana bentuk pembagian keadilan dalam etika? 8. Bagaimana keadilan distributif pada teori etika?

C. TUJUAN PENULIS Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah bahan referensi bagi pembaca dan menambah khazanah pengetahuan dari penulis sendiri tentunya. Selain itu pembuatan makalah ini juga untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah ETIKA ADMINISTRASI. 1. Dapat Mengetahui Pengertian Dari Etika Secara Etimologis Dan Menurut Para Ahli. 2. Dapat Mengetahui Pengertian Dari Nilai Dan Keadilan. 3. Dapat Mengetahui Bentuk Dari Keadilan Sebagai Suatu Nilai. 4. Dapat Mengetahui Asas Keadilan. 5. Dapat Mengetahui Bentuk Keadilan Sebagai Landasan Etika. 6. Dapat Mengetahui Unsur Hakikat Keadilan Dalam Etika. 7. Dapat Mengetahui Bentuk Pembagian Keadilan Dalam Etika. 8. Dapat Mengetahui Keadilan Distributif Pada Teori Etika.

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN

I.

TEORI

A. Pengertian Etika Secara etimologis istilah etika pun berasal dari bahasa yunani kuno. Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berfikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika yang oleh filsuf yunani besar Aristoteles (384-322 s.m) sudah dipakai untuk menunjukan filsafat moral. Jadi, dapat disimpulkan bahwa etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.2 Seperti yang dirumuskan beberapa ahli tersebut ini : Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik Drs. Sidi Gajabla dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Drs. H. Burhanudin salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Menurut Maryani & Ludigdo (2001) etika adalah Seperangkat aturan atau

norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi. Menurut Ahmad Amin, etika adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
2

K. Bertens, ETIKA, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993, hal 4.

menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia." Menurut Soegarda Poerbakawatja, etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan. Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the performance index or reference for our control system".

B. Pengertian Nilai dan Keadilan 1. Nilai Dapat dikatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang baik dan menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan. Nilai selalu mempunyai konotasi positif.3 Menurut perkataan filsuf jerman-amerika, Hans Jonas, nilai adalah the addressee of a yes, sesuatu yang ditujukan dengan ya .4

2. Keadilan Kata keadilan dalam bahasa Inggris adalah justice yang berasal dari bahasa latin iustitia. Kata justice memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu; o Secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), o Sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan o Orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate). Sedangkan kata adil dalam bahasa Indonesia bahasa Arab al adl yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukm, dan sebagainya.
3 4

K. Bertens, ETIKA, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993, hal. 139.
Hans Jonas, The burdrn and Blessing of Mortality, Hasting Center Report, vol.22, nr.1, January-February 1992, hal. 36.

Sedangkan akar kata adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya tadilu dalam arti mempersekutukan Tuhan dan adl dalam arti tebusan). Pengertian keadilan mengandung arti memperlakukan orang-orang dengan sama secara pribadi.5 Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain. Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proposi tersebut berarti ketidak adilan. Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akLain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates , keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat lain : Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.

Daryl Koehn, Landasan Etika Profesi, Yogyakarta : Kanisius, 2000, hal.124.

C. Keadilan Sebagai Suatu Nilai Keadilan sebagai Suatu Nilai sangat Luhur : 1) Nilai dewasa ini dapat digolongkan menjadi jenis nilai dan ragam nilai. Jenis nilai menunjuk pada isi substantif dari objek yang berkaitan dengan segi-segi kehidupan manusia. Ragam nilai mengacu pada sifat pendirian dari objek yang berkaitan dengan fungsinya untuk memuaskan keinginan manusia. 2) Ragam nilai yang terkenal ialah dwipembagian dalam nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik adalah suatu nilai yang berfungsi sebagai sarana/alat untuk mencapai sesuatu hal lain, termasuk sesuatu nilai lain apa pun. Nilai intrinsik adalah suatu nilai dari ide atau pengalaman yang bersifat baik atau patut dimiliki sebagai suatu tujuan tersendiri. 3) Selain itu dikenal pula nilai yang penghabisan, yaitu suatu nilai atau cita yang suatu masyarakat menganggapnya sebagai bersifat pokok, tak dapat dibantah, dan tak berubah. 4) Istilah Latin summum bonum berarti hal baik yang terluhur, yaitu suatu tujuan (atau nilai) yang tertinggi dari kehidupan manusia yang demi itu semua hal lain dilakukan atau suatu tujuan yang penghabisan dari kelakuan manusia, yang secara intrinsik dan substantif adalah baik. 5) Keadilan menjadi objek dari keinginan yang didambakan dalam kehidupan masyarakat dan diusahakan terwujud pada perilaku para anggota masyarakat itu. Dengan demikian, keadilan merupakan sebuah nilai. 6) Keadilan sebagai suatu nilai yang sangat luhur merupakan nilai perserikatan dan sekaligus juga nilai perwatakan. Sebagai suatu nilai perserikatan keadilan merupakan faktor yang sangat penting dalam setiap kehidupan negara dan penyelenggaraan pemerintahan bagi tercapainya suatu masyarakat yang aman, damai, dan tenteram. Sebagai suatu nilai perwatakan keadilan menjadi pedoman utama bagi penerapan kebajikan perseorangan dan perwujudan watak luhur dari masing-masing anggota masyarakat.

D. Asas Keadilan

1) Keadilan Legal atau keadilan Moral Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsifungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya. Ketidak adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidak serasian. Misalnya seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, maka akan terjadi kekacauan.

2) Keadilan Distributif Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). 3) Keadilan Komutatif Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

4) Kejujuran Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti

seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat. Seseorang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah terlahirdalam katakata, padahal tidak ditepati, maka kebohongan disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemulian abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikan, serta jangan pula pendusta, walaupun dustamu dapat menguntungkan. Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa. Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk. Disitu manusia dihadapkan kepada pilihan antara halal dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini kita melihat sesuatu yang spesifik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal tentang jujur dan tidak jujur, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil. Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut M. Alamsyah dalam bukunya Budi nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran Moral maupun kebenaran Illahi. Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan atas diri keyakinan maka seseorang diketahui pribadinya. Orang yang memiliki ketulusan tinggi akan memiliki kepribadian yang burukdan rendah dan sering yakin pada dirinya . karena apa yang ada dalam nuraninya banyak dipengaruhi oleh pikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.

Bertolak ukur hati nurani seseorang dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau salah. Hati nurani bertindak sesuai dengan normanorma kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami ketegangan dan sifat kepribadiannya yang semestinya tunggal jadi terpecah. Keadaan demikian sangat mempengaruhi pada jasmanimaupun rokhaninya yang menimbulkan penyakit psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya sebagai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidak adilan. Nilai-nilai etis ini dikaitkan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Selain nilai etis yang ditujukan kepada sesama manusia, hati nurani Dalam kehidupan

berkaitan erat juga dalam hubungan manusia dengan Tuhan.

sehari-hari jujur atau tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.

5) Kecurangan Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha. Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat aspek yaitu: Aspek ekonomi Aspek kebudayaan Aspek peradaban Aspek tenik

Apabila ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki,maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya "filsafat sana-sini" menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya, namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai hal yang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu buruk.

6) Pemulihan Nama Baik Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya. Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia yaitu : Manusia menurut sifatnya adalah mahluk bermoral. Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.

7) Pembalasan Pembalasan ialah suatu reaksi atau perbuatan orang lain. Reaksi itu berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Dalam Al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan bagi yang bertaqwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun diberikan pembalasan, dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan , pergaulan yang bersabahat mendapat balasan yang bersahabat, sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.

II.

PEMBAHASAN

A. Keadilan Sebagai Landasan Etika Para ahli telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika yang salah satunya yaitu, Keadilan. Dalam kehidupan masyarakat sejak zaman kuno sampai abad modern nilai keadilan pada umumnya dipandang sebagai sebuah kebijakan moral yang utama, yang pokok, atau yang terpenting untuk diperkembangkan pada seseorang sehingga setiap orang dari kedudukan yang terendah sampai jabatan yang tertinggi dapat terbina jiwa keadilan dalam budi pikiran, hasrat kemauan, dan hati sanubarinya secara kokoh. Asas keadilan tepat sekali dijadikan suatu landasan dari etika, sebagai contoh penerapan hukum yang adil, pajak yang adil, kehidupan masyarakat yang adil, pemerataan sumber kemakmuran yang adil, dan berbagai tata tertib lainnya yang serba semuanya. Dari asas keadilan itu dapat diperkembangkan berbagai asas dan ajaran tentang kelakuan yang baik bagi setiap individu. Keadilan menjadi pertimbangan normatif yang berarti memberikan seseorang apa yang semestinya, namun keadilan disini bukan berarti sebatas keadilan yang berupa kehendak masing-masing (keadilan individu) tetapi berupa keadilan sosial (social justice). B. Unsur Hakikat Keadilan dalam Etika Ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan : keadilan tertuju pada orang lain, keadilah harus ditegakkan, dan keadilan menurut persamaan.Tiga unsur hakiki yang terkandung dalam pengertian keadilan ini perlu dijelaskan lebih lanjut.6 a) Pertama, keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan selalu di tandai other - directedness ( J. Finnis ). Mustahillah saya berlaku adil terhadap diri saya sendiri. Kalau orang berbicara tentang keadilan atau ketidakadilan terhadap dirinya sendiri, ia hanya menggunakan kata itu dalam arti kiasan, bukan dalam arti yang sesungguhnya.

http://machzeolita.mhs.narotama.ac.id/files/2012/01/UAS-ETIKA-BISNIS1.pdf (Diakses pada tanggal 28 Oktober 2012)

b) Kedua, keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan. Jadi, keadilan tidak diharapkan saja atau di anjurkan saja. Keadilan mengikat kita, sehingga kita mempunyai kewajiban. Ciri kedua ini disebabkan karena keadilan selalu berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi. Kalau ciri pertama tadi menyatakan bahwa dalam konteks keadilan kita selalu berurusan dengan orang lain, maka ciri kedua menekankan bahwa dalam konteks keadilan kita harus selalu berurusan dengan hak orang lain c) Ketiga, keadilan menuntut persamaan ( equality ). Atas dasar keadilan, kita harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali.

C. Pembagian Keadilan dalam Etika Pembagian keadilan menurut Thomas Aquinas (1225-1274) yang mendasarkan pandangan filosofisnya atas pemikiran Aristoteles (384-322 SM) disebut juga pembagian klasik, membedakan keadilan menjadi : 1) Keadilan Umum (general justice) : berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat (negara) apa yang menjadi haknya. 2) Keadilan Distributif (distributive justice): berdasarkan keadilan ini negara (pemerintah) harus membahi segalanya ddengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat. 3) Keadilan Komutatif (commutative justice) : berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Pembagian keadilan yang dikemukakan oleh pengarang modern tentang etika bisnis, khususnya John Boatright dan Manuel Velasquez dapat dibedakan menjadi : 1) Keadilan Distributif (distributive Justice) 2) Keadilan Retributif (retributive justice) : berkaitan dengan terjadinya kesalahan 3) Keadilan Kompensatoris (compensatory justice) : berdasarkan keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang dirugikan.

Disamping pembagian tersebut, keadilan juga dapat dibedakan menjadi keadilan sosial dan keadilan individu D. Keadilan Distributif Pada Teori Etika Dalam teori etika modern, ada dua macam prinsip untuk keadilan distributif, yaitu : prinsip formal dan prinsip material. Prinnsip formal yang dirumuskan dalam bahasa Inggris berbunyi equals ought to be treated equally and unequals may be treated unequals. Yang dapat diartikan bahwa kasus-kasus yang sama harus diperlakukan dengan cara yang sama, sedangkan kasus-kasus yang tidak sama boleh saja diperlakukan dengan cara yg tidak sama. Sedangkan prinsip material menunjukkan kepada salah satu aspek relevan yang bisa menjadi dasar untuk membagi dengan adil hal-hal yang dicari oleh berbagai orang. Beauchamp dan Bowie menyebut enam prinsip keadilan distributif terwujud apabila diberikan kepada setiap oraang dengan syarat :7 1) Bagian yang sama 2) Sesuai dengan kebutuhan individualnya 3) Sesuai dengan haknya 4) Sesuai dengan usaha individualnya 5) Sesuai dengan kontribusinya kepada masyarakat 6) Sesuai dengan jasanya Berdasarkan prinsip material tersebut, telah dibentuk beberapa teori keadilan distributif. Antara lain : a) Teori egalitariasme (membagi dengan adil berarti membagi rata) b) Teori sosialistis (membagi adil sesuai dengan kebutuhan individualnya) c) Teori liberalistis

http://sahri.mhs.narotama.ac.id/2012/01/02/tugas-rangkuman-buku-etika-bisnis/ (Diakses tanggal 28 Oktober 2012)

You might also like