You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada tahun 1911, Rudolph Diesel membuat mesin dengan cara kerja berdasarkan pengapian-bertekanan (mesin diesel). Pada saat itu tidak ada bahan bakar khusus untuk menjalankan mesin ini, dan untuk menggerakkannya ia menggunakan minyak kacang tanah. Di samping itu, adanya krisis minyak pada tahun 1973 mendorong serangkaian penelitian penggunaan minyak-

minyak nabati dan lemak sebagai bahan baku pengganti pembuatan bahan bakar (Maulidya dkk, 2010). Beberapa tahun terakhir, Indonesia juga mulai mengalami adanya kelangkaan terhadap BBM (Bahan Bakar Minyak). Biodiesel merupakan peluang yang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan penggunaan bioenergi sebagai energi alternatif, mengingat banyaknya sumber bahan bakar alternatif yang mudah ditemukan di Indonesia. Biodiesel menjadi penting di Indonesia karena sejak tahun 2005, Indonesia telah berubah statusnya dari eksportir menjadi net importer BBM yang pada tahun 2005 defisit sekitar 100 juta liter. Ditambah lagi krisis minyak dunia menjadikan harga minyak global meningkat dari sebelumnya sekitar US$ 22/barel menjadi US$ 72/barel (April 2006). Dampaknya, biodiesel yang semula sulit bersaing dengan BBM dari segi harga, kini bisa dimunculkan dipasar sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM. (Rama dalam

Hidayat,2010).Kapuk randu atau kapuk (Ceiba Pentandra) adalah pohon tropis yang tergolong pada ordo Malvales dan famili Malvaceae (sebelumnya dikelompokkan ke dalam famili terpisah Bombacaceae), berasal dari bagian utara dari Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Karibia. Kapuk randu mudah sekali ditemui di Indonesia terutama di Pulau Jawa karena tumbuhan ini sangat cocok ditanam di daerah tropis seperti Indonesia (Wikipedia,2009). Selain serat atau kapasnya yang digunakan sebagai bahan pengisis bantal, biji dari kapuk randu yang selama ini dibuang begitu saja ternyata juga dapat diolah menjadi sesuatu yang berguna. Kapuk merupakan salah satu tanaman yang berpotensi menghasilkan minyak. Setiap gelondong buah kapuk mengandung

26% biji, sehingga setiap 100 kg gelondong kapuk akan menghasilkan 26 kg limbah biji. Minyak biji kapuk mengandung asam lemak tidak jenuh sekitar 71,95%, lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa. Hal ini menyebabkan minyak biji kapuk mudah tengik. Sehingga kurang baik untuk dikembangkan sebagai minyak makanan. Namun minyak kapuk berpotensi untuk dijadikan subsitusi biodiesel. (Kusdiana dalam Hidayat, 2010) Berdasarkan uraian di atas maka peneliti membahas mengenai pemanfaatan biji kapuk randu sebagai bahan bakar alternatif biodiesel dalam penanggulangan masalah kelangkaan BBM.

BAB II DASAR TEORI

2.1 Kapuk Randu

Kingdom Phylum Classis Sub Classis Order Family Genus Species

: Plantae : Angiosperm : Eudicots : Rosids : Malvales : Malvaceae : Ceiba : C.pentandra

Kapuk randu atau kapuk (Ceiba Pentandra) adalah pohon tropis yang tergolong ordo Malvales dan famili Malvaceae (sebelumnya dikelompokkan ke dalam famili terpisah Bombacaceae), berasal dari bagian utara dari Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Karibia. Kata "kapuk" atau "kapok" juga digunakan untuk menyebut serat yang dihasilkan dari bijinya. Pohon ini juga dikenal sebagai kapas Jawa atau kapok Jawa, atau pohon kapas-sutra. Daerah penghasil kapuk di Indonesia meliputi daerah DI.Aceh, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara . Kapuk merupakan tumbuhan yang paling banyak dibudidayakan di hutan hujan di Asia, terutama di Jawa , Filipina, Malaysia, pulau Hainan di Cina maupun di Amerika Selatan. (Wikipedia, 2009). Biasanya, bagian kapas kapuk randu digunakan sebagai pengisi kasur, bantal, kain pelapis, zafus, boneka mainan, dan untuk insulasi. Benihnya

menghasilkan minyak yang digunakan secara lokal di sabun dan yang dapat digunakan sebagai pupuk serta penggunaan pembuatan bahan bakar biodisel. 2.2 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat menggantikan bahan bakar solar yang renewable (Demirbas dalam Hidayat, 2010). Dengan semakin mahalnya dan terbatasnya BBM fosil di alam maka harus dicari energi alternatif yang dapat diperbaharui yang antara lain biofuel misalnya biodiesel.Minyak nabati dapat langsung digunakan sebagai minyak diesel. Namun demikian banyak penelitian lain menunjukkan bahwa minyak nabati memiliki viskositas yang sangat tinggi dan dapat berpengaruh pada mesin. Menurut Wikipedia (2009) menyatakan bahwasannya viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah fluid terhadap perubahan bentuk di bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai "kekentalan", atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluid kepada aliran dan dapat dipikir sebagai sebuah cara untuk mengukur gesekan fluid. Air memiliki viskositas rendah, sedangkan minyak sayur / nabati memiliki viskositas tinggi. Banyak penelitian lain menunjukkan bahwa minyak nabati memiliki viskositas yang sangat tinggi dapat 10-20 kali minyak solar, dan tingginya viskositas minyak nabati dapat menyebabkan pembakaran tidak sempurna dan menimbulkan kerak pada ruang pembakaran. Agar minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan bakar harus diturunkan viskositasnya sampai mendekati viskositas solar (Hidayat, 2010). Reaksi transesterifikasi dari lemak/minyak dapat dilakukan untuk menurunkan viskositas minyak nabati sehingga dihasilkan etil ester asam lemak. Transestrifikasi dapat menurunkan viskositas minyak nabati sampai 85% (Hidayat, 2010).Reaksi transesterifikasi minyak nabati dapat dilakukan dengan mereaksikan minyak yang merupakan trigliserida dengan alkohol (metanol/etanol) dengan katalis asam atau basa, sehingga dihasilkan alkil ester asam lemak dan hasil samping gliserol. Secara stoikiometri 1 mol triasilgliserol (trigliserida) memerlukan 3 mol etanol (alkohol) dan dihasilkan 1 mol gliserol dan 3 mol ester asam lemak. Berdasarkan kajian mekanisme reaksi yang dilalui, reaksi transesterifikasi

pembuatan biodiesel melalui pembentukan zat antara (intermediate) yaitu mono dan digliserida, dengan bentuk molekul tetrahidral (bentuk tidak stabil untuk gugus karbonil), setelah itu tahap selanjutnya adalah pembentukan metil ester (Heyda dalam Hidayat,2010). Metil ester ialah sebuah kelas senyawa kimia yang dibentuk oleh ikatan alkohol dan satu atau lebih asam organik, dengan hilangnya sebuah molekul air untuk setiap kelompok ester terbentuk. Lemak adalah ester, yang dihasilkan oleh ikatan asam lemak dengan gliserol alkohol (Wikipedia, 2009). Ester asam lemak yang dihasilkan selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar dan sering disebut biodiesel. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel yakni antara lain faktor perbandingan fraksi mol antara minyak dengan alkohol, katalis yang digunakan dimana dapat katalis asam atau basa, kualitas bahan baku yang digunakan, temperatur reaksi, dan kondisi berlangsungnya reaksi (Hidayat,2010). Untuk meningkatkan laju reaksi pembuatan biodiesel adalah proses kondisi alkohol superkritis dan proses gelembung. Penggunakan etanol (alkohol) superkritis dalam pembuatan biodiesel dapat mengurangi penggunaan katalis dan keberadaan air dalam jumlah tertentu dapat mempertinggi hasil (Kusdiana dalam Hidayat, 2004). Namun teknologi superkritis memerlukan temperatur dan tekanan tinggi sehingga sulit dilakukan dan masih efektif untuk skala laboratorium. Kebutuhan minyak solar Indonesia sangat tinggi, meskipun sebagai negara penghasil BBM namun untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri Indonesia masih impor solar hampir 7 juta Kl/tahun. Dengan asumsi hanya mensubstitusi 2% kebutuhan solar nasional kebutuhan biodiesel 800 ribu Kl/tahun (Hidayat, 2010), Sehingga pasar biodiesel di Indonersia sangat besar. Pengembangan biodiesel sebagai pengganti solar, meskipun dari aspek lingkungan lebih menguntungkan maka yang tidak kalah pentingnya adalah tinjauan dari aspek ekonomisnya, karena kalau biodiesel jauh lebih mahal dari BBM maka akan kurang mendapat respon dari pengguna (masyarakat atau industri). Oleh karena itu diperlukan bahan baku biodiesel yang banyak terdapat atau mungkin dapat dikembangkan di indonesia serta kontinuitas pasokannya terjamin. Minyak biji

kapuk randu merupakan salah satu diantara sekian banyak jenis biodiesel dari minyak nabati yang mempunyai potensi yang besar untuk dieksplorasi sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia. Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keuntungan yakni: 1. Biodisel tidak akan habis karena dapat ditanam atau diperbaharui sumbernya. 2. Dengan berkembangnya biodiesel jelas akan dapat memanfaatkan tanahtanah kritis yang banyak tersebar diseluruh pelosok tanah air. 3. Menciptakan lapangan kerja baru baik dibidang pertanian/budidaya sawit, kapuk dan jarak, pabrik-pabrik mini agroindustri pengolah biodisel sehingga akibatnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani. 4. Aman digunakan sebagai bahan bakar, emisi hidokarbon lebih sedikit, sehingga penggunaan biodisel ini akan menurunkan polusi udara akibat kendaraan bermotor.

2.3 Transesterifikasi Transesterifikasi adalah suatu reaksi antara ester dengan alkohol membentuk ester baru dan alkohol baru, dalam hal ini terjadi pertukaran bagian alkohol suatu ester (Santoso dalam Hidayat, 2010). Lebih lanjut Shantha dalam Hidayat (2010) menyebutkan bahwa pereaksi-pereaksi transesterifikasi secara umum dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pereaksi katalis asam dan basa. Untuk pembuatan biodiesel dari minyak biji kapuk randu ialah menggunakan katalis basa / alkali yang biasa digunakan dengan natrium etoksida dalam etanol dan Natrium hidroksida dalam metanol. Mekanisme transesterifikasi dengan katalis basa diawali dengan reaksi antara ion hidroksida (OH-) dengan alkohol membentuk alkoksida. Selanjutnya alkoksida yang terbentuk menyerang gugus karbonil (dengan gugus karbonil sp2) pada ester A membentuk zat antara tetrahedral (dengan atom C sp3) yang sangat tidak stabil, tahap selanjutnya eliminasi menghasilkan ester (B) baru dan alkohol baru (ROH). Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat 4000 kali dibandingkan katalis asam, dan juga katalis alkali tidak sekorosif katalis asam

.Logam alkali alkoksida (seperti CH3ONa untuk metanolisis) adalah katalis yang paling aktif dengan memberikan hasil yang sangat tinggi (>98%) pada waktu reaksi yang singkat yaitu selama 30 menit dan konsentrasi katalis yang rendah (0,5 %mol) (Srivastava dalam Hidayat, 2010). Transesterifikasi secara kimia menggunakan proses katalis alkali cukup sukses dalam mengkonversi trigleserida ke minyak biodiesel (metylester). Meskipun reaksi transesterifikasi dengan katalis alkali menghasilkan tingkat konversi yang tinggi dan waktu reaksi yang cepat namun reaksi tersebut mempunyai kekurangan yakni energy besar (intensive), gliserin sulit dipulihkan (recovery), katalis dibuang dan perlu pengolahan, asam lemak bebas dan air bercampur dengan reaksi. Gliserin ialah suatu senyawa kimia yang dibuat melalui proses transesterifikasi dari triglyseride menggunakan methanol yang dicampur dengan fatty ester (Hidayat, 2010). Katalis basa biasanya menggunakan kalium hidroksida maupun natrium hidroksida. Sedangkan konsentrasi katalis basa juga menentukan laju dan hasil reaksi, semakin tinggi konsentrasi katalis, reaksi akan berlangsung semakin cepat, namun jika konsentrasi katalis basa terlalu tinggi akan timbul masalah dalam pemisahan hasil (Nouriddini dalam Hidayat, 2010). Bahkan pada konsentrasi katalis basa lebih 8% hasil transesterifikas malah turun (Zyong Tang dalam Hidayat, 2010). Senyawa methanol lebih banyak digunakan karena harganya lebih murah (Wirawan dalam Hidayat, 2010), namun sebenarnya bersifat lebih toksik dibandingkan etanol.

2.4 Bahan Bakar Minyak Sebelumnya terlebih dulu kita ketahui bahwasannya bahan bakar adalah materi yang bisa diubah menjadi energi. Salah satu contoh bahan bakar yang cukup populer adalah bensin. Jenis-jenis bahan bakar ada banyak, diantaranya adalah bahan bakar yang berbentuk cair.Yang paling populer adalah bahan bakar minyak atau BBM. Selain bisa digunakan untuk memanaskan air menjadi uap, bahan bakar cair biasa digunakan kendaraan bermotor. Karena bahan bakar cair seperti Bensin bisa dibakar dalam karburator dan menjalankan mesin. Akan tetapi, bahan bakar minyak semakin lama semakin menipis. Untuk itu perlu adanya

penemuan-penemuan baru sebagai bahan substitusi terhadap bahan bakar minyak seperti bahan bakar alternatif biodiesel .

2.5 Aplikasi Biodiesel Pemanfaatan minyak biji kapuk randu (Ceiba pentandra) sebagai bahan bio-diesel merupakan alternatif yang ideal untuk mengurangi tekanan permintaan bahan bakar minyak dan penghematan penggunaan cadangan devisa. Minyak biji kapuk randu selain merupakan sumber minyak terbarukan (reneweble fuels) juga termasuk non edible oil sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia seperti pada minyak kelapa sawit, minyak jagung dll (Hidayat, 2010). Biodiesel bukan barang baru di Indonesia. Di zaman Jepang, orang Indonesia disuruh membuat minyak diesel dari tanaman jarak untuk

menggerakkan mesin-mesin perangnya. Saat itu, Jepang mulai kehabisan BBM. Di masa kini, strategi itu ditinjau kembali. Kini biodiesel telah dikembangkan oleh para pakar ITB dan pemerintah. BBM alternatif satu ini sudah 100 persen biodisel alami. Pengolahannya cukup sederhana. Secara agronomis tanaman Biji Kapuk Randu dapat beradaptasi dengan lahan dan agroklimat di Indonesia, bahkan dapat tumbuh pada kondisi kering dan pada lahan marginal/kritis.Tanaman ini tidak hanya jadi salah satu alternatif pengganti BBM berbahan dasar fosil, melainkan juga untuk merehabilitasi lahan kritis 23 juta hektar di Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja sekaligus mengurangi angka kemiskinan. Selain ramah lingkungan, kelebihan lain produk ini yaitu pembakaran di dalam mesin makin sempurna dan emisi yang dikeluarkan sedikit serta asap yang keluar dari knalpot tidak pedih di mata. BBM ini makin cepat pembakarannya, mesin pun bekerja optimal dan membuat mesin makin awet. Kelangkaan BBM yang kini terjadi hendaknsya dijadikan momentum bagi pemerintah untuk menyiapkan kebijakan yang mendukung penggunaan biodiesel dan bioetanol. Perlu adanya kesungguhan dan komitmen pemerintah untuk pengembangan biodisel dan gasohol baik dari tingkat pusat hingga pemerintah kabupaten.

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN DAN HASIL PEMBAHASAN

3.1 Minyak Biji Kapuk Randu Pembuatan minyak kapuk randu tidak berbeda dengan pembuatan minyak nabati lainnya. Pada pembuatan minyak biji kapuk randu ini sering menggunakan prinsip pengempaan dengan urutan pembuatannya yaitu : 1. Pemilihan biji kapuk randu yang sudah tua dengan cirri-ciri yaitu warna coklat kehitam-hitaman. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan biji kapuk randu yang muda terbawa terproses juga pada waktu pengempaan. 2. Pembersihan dilakukan dalam molen kemudian masuk ke blower. Ruang blower ini yang memisahkan antara debu dan kooran lainnya dengan biji kapuk randu. 3. Biji kapuk randu yang sudah bersih dikempa dengan mesin kempa. Pengempaan dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan minyak biji kapuk randu sehingga terpisah dengan bungkilnya. 4. Setelah dikempa minyak biji kapuk randu yang masih berlendir ditambahkan dengan aitif sehingga pada proses ini kadar air dari minyak akan berkurang atau hilang. Hal ini yang disebut minyak kasar. 5. Pemurnian dilakukan dengan jalan menyaring dan diendapkan dahulu tiga hari kemudian ditambahkan deodoriset untuk menghilangkan bau yang kurang enak. Dari kelima proses ini minyak sudah siap untuk bahan penelitian. Kapuk merupakan salah satu tanaman yang berpotensi menghasilkan minyak. Bagian yang dapat menghasilkan minyak ialah bagian biji kapuk randu. Setiap gelondong buah kapuk mengandung 26% biji, sehingga setiap 100 kg gelondong kapuk akan menghasilkan 26 kg limbah biji. Minyak biji kapuk mengandung asam lemak tidak jenuh sekitar 71,95%, lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa. Hal ini menyebabkan minyak biji kapuk mudah tengik. Sehingga kurang baik untuk dikembangkan sebagai minyak makanan. Namun

minyak

biji

kapuk

berpotensi

untuk

dijadikan

subsitusi

biodiesel

(Wikipedia,2009). Biji kapuk ini memiliki kandungan minyak biji kapuk sebanyak 16,14 % dengan kelembaban < 10 %. Kandungan asam lemak minyak biji kapuk yang paling banyak adalah asam linoleat C18:2 (asam lemak tak jenuh / unsaturated fatty acid) (Kemala dalam Hidayat, 2010). Tabel 3.1 Sifat fisika kimia dari minyak biji kapuk Nilai Bilangan tak tersabunkan Refraktif indeks 250 C Bilangan penyabunan Specific gravity Densitas mg/m2 Bilangan iod 0,5 1,8 % 1,406 1,472 189 197 0,92 0,93 0,917 8,6 110

3.2 Proses Pengolahan Minyak Biji Kapuk

Proses Pengolahan minyak biji kapuk randu yang pertama kali dilakukan ialah pemurnian minyak. Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik (kecoklatan) dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Di dalam minyak yang belum dimurnikan terdapat bermacam-macam kotoran yang larut maupun tidak larut

dalam minyak dan suspense koloid. Kotoran yang larut antara lain: asam lemak bebas, aldehida, keton, zat warna dan tokoferol. Sedangkan yang tidak larut misalnya getah, lendir, protein, fosfatida yang berasal dari sumber minyak (Zyong Tang dalam Hidayat, 2010, 2007). Setelah melalui proses, minyak yang telah melalui proses pemurnian siap melalui satu proses lagi untuk bisa menjadi biodiesel. Minyak tersebut harus melalui proses transesterifikasi yang telah dijelaskan pada Bab II. Berikut merupakan salah satu proses singkat untuk merubah minyak biji kapuk randu menjadi minyak biodiesel yang mudah dilakukan :

Alat-alat : Bakker glass Stirer Sendok Pengaduk Corong

Bahan-bahan : Minyak kapuk randu Sodium metoksid

Prosedur Kerja : 1. Pertama-tama minyak kapuk randu dituang ke dalam bakker glass. 2. Kemudian bakkerglas ditaruh di atas stirer untuk dipanaskan sampai mencapai suhu 50C. Tahap ini dilakukan untuk pemanasan awal dan untuk menguapkan uap air. Pemanasan tersebut kira-kira selama 5-10 menit tergantung dari penyetelan pemanasnya. 3. Setelah suhu tersebut tercapai maka larutan sodium metoksid dituangkan kedalam minyak kapuk randu sambil diaduk sampai kedua larutan tersebut menyatu sahingga secara kasab mata tidak terjadi pemisahan larutan antara minyak kapuk randu dengan sodium metoksid. Pemanasan dan pengadukan secara merata dilakukan pada suhu 50C (45-55C) selama satu jam.

4. Pada saat larutan sodium metoksid dituang kedalam minyak kapuk randu suhunya akan turun dari 50C menjadi sekitar 45C. Pada suhu ini dinaikkan sampai mencapai suhu 50C. campuran kelihatan keruh kemudian setelah suhu mencapai 50C campuran akan kelihatan jernih. 5. Setelah proses pemanasan dan pencampuran selesai kemudian campuran tersebut dimasukkan kedalam corong pemisah. Didalam corong pemisah campuran tersebut didiamkan selama 24 jam, lebih lama lebih baik. Setelah terjadi endapan kemudian proses pemisahan dimulai yaitu dengan mengambil endapannya terlebih dahulu kemudian cairan yang di atasnya, di mana cairan yang di atas berupa minyak bio-diesel (Handayani dkk, 2010 ) Setelah minyak melalui proses transesterifikasi, minyak telah berubah menjadi Biodiesel. Biodiesel juga dapat didefinisikan sebagai bahan bakar yang terbuat dari lemak atau minyak tumbuhan dan hewan secara fisik hampir menyerupai bahan bakar diesel yang berasal dari minyak bumi. Tabel 4.2 Sifat Fisika Kimia Biodiesel Minyak Biji Kapuk Randu

Specific gravity Kinematic viscosity @ 40 C Cetane number Higher heating value (bu/lb) Sulfur , wt% Cloud point C Pour point C Iodine number Lower heating value (btu/lb)

0.87 - 0.89 3.7 - 5.8 46 70 16,928 - 17,996 0.0 - 0.0024 -11 -16 -15 13 60 135 15,700 - 16,735

Selain itu, Biodiesel juga memiliki beberapa spesifikasi / syarat-syarat tertentu sesuai dengan SNI 04-7182-2006 yaitu seperti pada table berikut ini :

Tabel 4.3 Spesifikasi Biodiesel sesuai SNI 04-7182-2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Parameter Massa jenis pada 40 C Viskositas kinematik pada 40 C Angka Setana Air dan sedimen Belerang Fosfor Angka asam Gliserol total Kadar ester alkil Angka iodium % vol ppm-m (mg/kg) ppm-m (mg/kg) Mg-KOH/g % massa % massa % massa 9gSatuan kg/m3 mm2/s (cst) Nilai 850-890 2.3-60 MIN 51 Maks 0.5 * Maks 100 Maks 10 Maks 0.8 Maks 0.24 Maks 96.5 Maks 115

12/100 g

Biodiesel memiliki keunggulan keunggulan, antara lain: Tidak beracun Dapat diproduksi secara local Mempunyai kandungan sulfur yang rendah Menurunkan tingkat opasiti asap Menurunkan emisi gas buang Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumas yang lebih baik dari pada solar sehingga memperpanjang umur mesin.

3.3 Aplikasi Biodiesel INSTRUKSI Presiden No.10/2005 tentang Penghematan Energi

sebenarnya datang terlambat. Pasalnya, negara kita sudah hampir dua dekade terakhir ini mengalami krisis energi. Tingginya ketergantungan minyak impor merupakan bukti bahwa krisis energi tengah melanda negara ini.

Biodiesel dapat menjadi alternatif pilihan bagi masalah yang dihadapi saat ini. Mengingat Indonesia memiliki SDA yang memungkinkan untuk dijadikan Biodiesel (Abdillah,2010).

Padahal, sebelum itu, Indonesia dikenal sebagai pengekspor minyak. Indonesia pun menjadi anggota OPEC (Organisasi Negara Pengekspor Minyak). Sampai hari ini, Indonesia memang masih menjadi anggota OPEC. Tetapi, keadaannya kini sudah berbeda dengan era sebelum 80-an. Kini Indonesia sudah tidak mengekspor minyak lagi. Produksi minyak dalam negeri kita sudah tidak mampu memenuhi konsumsi minyak di dalam negeri. Akhirnya, kita pun harus tergantung pada minyak luar negeri. Indonesia memiliki keanekaragaman Sumber Daya Alam yang melimpah. Oleh sebab itu, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling berpotensi mengolah SDAnya menjadi bahan bakar alternatif. Kelangkaan BBM yang kini terjadi hendaknya dijadikan momentum bagi pemerintah untuk menyiapkan kebijakan yang mendukung penggunaan biodiesel dan bioetanol. Perlu adanya kesungguhan dan komitmen pemerintah untuk pengembangan biodisel dan gasohol baik dari tingkat pusat hingga pemerintah kabupaten.

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan Berdasarkan paparan pada Bab IV, kesimpulan yang didapat diambil adalah : 1. Minyak biji kapuk randu (Ceiba Pentandra) dapat dimanfaatkan sebagai Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. 2. Untuk bisa dimanfaatkan, minyak biji kapuk randu perlu melewati tiga proses terlebih dahulu. Yaitu dimulai dari proses pengambilan minyak biji kapuk, pemurnian minyak dan proses transesterifikasi. 3. Aplikasi dari minyak biji kapuk yang telah melewati proses-proses tersebut dapat langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM.

You might also like