You are on page 1of 25

Hitungan kekuatan tiang bor berdasar kekutan atanah

Pondasi Mini Bored Pile


Seiring perkembangan jaman, pembangunan di Indonesia telah menyebar, tidak hanya terpusat di kota-kota besar saja, tapi telah merambah ke daerah-daerah, di seluruh pelosok tanah air. Dalam pembangunan tersebut banyak bangunan besar seperti gedung, jembatan, menara dan bangunan lain didirikan. Untuk menahan beban bangunan yang berat tersebut tentunya diperlukan pondasi yang kokoh.

Apabila kondisi tanah di permukaan tidak mampu menahan bangunan tersebut, maka beban bangunan harus diteruskan ke lapisan tanah keras di bawahnya. Untuk itu sering dipakai konstruksi pondasi dalam berupa tiang pancang. Pondasi tiang pancang sering dipakai pada lahan yang masih luas dan kosong, dimana getaran yang ditimbulkan pada saat aktifitas pemancangan berlangsung tidak mengganggu lingkungan sekitarnya, Namun jika bangunan tersebut didirikan di lokasi yang telah padat penduduknya, maka getaran yang ditimbulkan akan menimbulkan masalah karena sangat mengganggu dan dapat merusak bangunan di sekitarnya. Dalam hal ini pemakaian pondasi bored pile merupakan pilihan pondasi yang tepat. Pada proyek besar dimana sarana transportasinya mendukung, dalam pembuatan bored pile sering digunakan alat berat berupa crane. Namun untuk proyek kecil apalagi jika sarana transportasinya kurang mendukung, penggunaan crane sering mengalami kesulitan karena untuk mobilisasinya dibutuhkan pendanaan yang cukup besar, sehingga biaya proyek menjadi tidak ekonomis lagi. Untuk mengatasi masalah tersebut diatas, dapat digunakan bored pile dengan memakai peralatan bor mini yang sangat ringkas dan mudah mobilisasi maupun pengoperasiannya. Peralatan ini mempunyai keunggulan sebagai berikut : 1. Ringkas dan praktis sehingga mudah dan murah dalam mobilisasinya. 2. Mudah dioperasionalkan pada medan-medan yang sulit seperti : - Daerah rawa-rawa - Di atas sungai dan laut. - Daerah yang berbukit atau pegunungan. 3. Tidak menimbulkan getaran. Hal ini sangat penting, terutama untuk pembuatan pondasi di daerah perkotaan yang bangunannya cukup rapat dan tidak memungkinkan dipakainya tiang pancang.

Kemampuan mesin ini secara umum adalah sebagai berikut : 1. Dapat melakukan pengeboran mulai dari diameter 30 cm sampai dengan 100 cm 2. Kedalam pengeboran dapat mencapai 30 meter atau bahkan lebih (sesuai kondisi tanah dan kedalaman tanah keras di daerah tersebut). 3. Dapat dioperasionalkan dengan dua cara, baik sistem wash boring maupun dry drilling tergantung kedalaman air tanah di daerah tersebut. Kedalaman pengeboran dapat mencapai 30 meter atau bahkan lebih (sesuai kondisi tanah dan kedalaman tanah keras di daerah tersebut). 4. Kapasitas pengeboran per unit mesin bor, jam kerja normal (8 jam kerja) dapat menyelesaikan pekerjaan pengeboran dan pengecoran dalam ukuran volume beton sebanyak 2-5 M3 dengan sistem wash boring dan 1-3 M3 dengan sistem dry drilling. 5. Kecepatan pelaksanaan pekerjaan tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut : - Kondisi lapisan tanah setempat - Lokasi kerja - Kelancaran pasokan material - Cuaca dll. SPESIFIKASI TEKNIS ALAT BOR : a. Rangka Mesin * Rangka mesin ini mempunyai lebar 1,20 meter dengan panjang 3,00 meter terbuat dari besi kanal UNP yang berfungsi sebagai dudukan winch dan diesel penggerak. * Menara bor yang ditempatkan pada ujung rangka, terbuat dari pipa besi galvanis berdiameter 3-4 inch dengan ketebalan medium SII, berfungsi sebagai line / pengarah gear box terutama untuk pelurus vertikal pada saat pengeboran. Panjang menara bor ini bervariasi antara 6 sampai 9 meter tergantung kondisi lapangan. Kadang menara bor dipotong pendek apabila harus dioperasikan di dalam ruangan yang tingginya terbatas. Menara bor ini berfungsi juga sebagai penahan kerangka tulangan bored pile saat akan dimasukkan ke lubang bor. Kerangka tulangan bored pile yang dapat ditarik panjang maksimumnya 12 meter. b. Penggerak Bor Rotasi pengeboran digerakkan oleh elektromotor kapasitas 7,50 HP dengan kecepatan rotasi 1.500 rpm. Rotasi ini diperlambat dengan speed reducer dengan ratio 1 : 40 sehingga diperoleh out put 90 kgm pada 37,50 rpm. Sumber listrik penggerak elektro diperoleh dari pembangkit listrik tenaga diesel berkapasitas 10 sampai dengan 15 KVA.

c. Pipa Bor / Rod Pipa / Rod bor terbuat dari pipa besi galvanis / baja diameter 2,50 dengan ketebalan medium SII, yang mempunyai kekuatan moment torsi > 90 kgm. d. Mata bor Jenis mata bor yang dipakai disesuaikan dengan kondisi tanah yang dibor. Ada 2 jenis mata bor yang sering dipakai, antara lain : Cross bit Digunakan pada pengeboran dengan sistem wash boring, disini air berfungsi sebagai media pengangkut / pendorong tanah hasil pengeboran. Bor Spiral Digunakan pada saat pengeboran dengan sistem dry drilling e. Katrol / Diesel Winch Diesel winch yang dipakai, dilengkapi dengan tambang baja (wire rope) yang mempunyai kekuatan angkat 2 ton dengan kecepatan 8 meter / per menit. f. Pompa Pompa hanya digunakan pada sistem wash boring. Dalam hal ini sering dipakai pompa sentrifugal yang berdiameter isap 3 dan mempunyai tekanan 1,1 kg/cm2 yang dihubungkan ke stang bor menggunakan selang tekan berdiameter 2. g. Corong Cor Corong cor digunakan sebagai penampung adukan beton yang akan dimasukkan ke dalam pipa tremi. Corong cor ini terbuat dari plat besi tebal 3 mm dan ber diameter 60 cm. Penyambungan corong cor dengan pipa tremie memakai sistem drat. h. Pipa Tremi Pipa tremi sebagai penghantar adukan beton terbuat dari pipa galvanis berdiameter 6 dengan ketebalan medium SII, panjang setiap pipa 2 meter yang disambung dengan sistem drat i. Alat Bantu Alat bantu yang sering diperlukan dalam pekerjaan pengeboran antara lain : - Kunci pipa dan kunci rantai - Kunci pas dan kunci inggris - Cangkul, linggis, ember - Travo las, gerinda potong - Gegep dll. j. Roller / Perakit Baja Tulangan : Roller adalah alat untuk menggulung tulangan spiral jarak / sengkang spiral. Biasanya yang

digunakan untuk spiral adalah tulangan polos karena baja tulangan ini memiliki sifat elastis. Diameter roller dibuat lebih kecil dari diameter bored pile sehingga didapat selimut / penutup beton yang tebalnya sekitar 5 7,5 cm. Untuk pemotongan dan pembengkok baja tulangan biasa digunakan mesin potong atau gunting tulangan konvensional. Untuk mengikat baja tulangan digunakan kawat beton dengan memakai alat gegep atau tang MATERIAL BORED PILE : Material bored pile terdiri dari : a. Beton : * Cement Portland type 1. * Aggregate kasar dari batu pecah / crushed stone ukuran 1 - 2 cm dan 2 - 3 cm. * Aggregate halus / pasir ukuran 0,1 - 4 mm dan bergradasi baik.

Pencampurannya diaduk memakai mixer dengan perbandingan volume 1 : 2 : 3 atau disesuaikan dengan hasil trial mix dari laboratorium. Catatan : Apabila memungkinkan disarankan memakai beton readymix . b. Baja Tulangan : * Untuk tulangan pokok biasanya digunakan besi ulir BJTD 30 - 40 * Untuk spiral / sengkang biasanya digunakan besi polos BJTD 24 atau tergantung kebutuhan struktur bangunan diatasnya. c. Air : Air yang digunakan adalah air bersih sesuai ketentuan Peraturan Beton Indonesia . ALAT PENGADUK BETON :

* Untuk beton digunakan beton ready mix atau beton site mix. Pengadukan beton,site mix menggunakan mixer beton kapasitas minimal 0,125 M3 sekali aduk yang digerakkan dengan mesin diesel / elektromotor. * Alat takar campuran beton dibuat dari kotak kayu / besi plat dengan volume sesuai kebutuhan untuk campuran 1 zak semen. * Adukan dari mixer beton dituangkan kedalam bak penampung beton yang terbuat dari papan yang kedap air dengan ukuran 1 x 2 x 0,30 cm. Dari bak penampung beton ini, adukan beton diisikan ke corong tremi dengan menggunakan sekop / ember cor. PROSEDUR : Prosedur pelaksanaan pekerjaan bored pile secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pekerjaan Persiapan : * Persiapan lahan untuk merakit dan mendirikan mesin bor pada titik yang akan di bor * Pembuatan sumur air bila di dekat lokasi tersebut tidak terdapat air (untuk pengeboran dengan sistem wash boring). * Pengadaan bak sirkulasi (untuk pengeboran dengan sistem wash boring). * Pengadaan material * Perakitan baja tulangan. 2. Pengeboran : * Pengeboran dengan sistem dry drilling : tanah dibor dengan menggunakan mata bor spiral dan diangkat setiap interval kedalaman 0,5 meter. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai kedalaman yang ditentukan. * Pengeboran dengan sistem wash boring : tanah dikikis dengan menggunakan mata bor cross bit yang mempunyai kecepatan putar 375 rpm dan tekanan +/- 200 kg. Pengikisan tanah dibantu dengan tiupan air lewat lubang stang bor yang dihasilkan pompa sentrifugal 3. Hal ini menyebabkan tanah yang terkikis terdorong keluar dari lubang bor. Setelah mencapai kedalaman rencana, pengeboran dihentikan, sementara mata bor dibiarkan berputar tetapi beban penekanan dihentikan dan air sirkulasi tetap berlangsung terus sampai cutting atau serpihan tanah betul-betul terangkat seluruhnya. Selama pembersihan ini berlangsung, baja tulangan dan pipa tremi sudah disiapkan di dekat lubang bor. Setelah cukup bersih, stang bor diangkat dari lubang bor. Dengan bersihnya lubang bor diharapkan hasil pengecoran akan baik hasilnya. 3. Pemasangan kerangka Baja Tulangan dan Pipa Tremie. * Kerangka baja tulangan yang telah dirakit diangkat dengan bantuan diesel winch dalam posisi tegak lurus terhadap lubang bor dan diturunkan dengan hati-hati agar tidak terjadi banyak singgungan dengan lubang bor. * Baja tulangan yang telah dimasukan dalam lubang bor ditahan dengan potongan tulangan melintang lubang bor. Apabila kebutuhan baja tulangan lebih dari 12 meter bisa dilakukan penyambungan dengan diikat kawat beton dengan panjang overlap 30 - 40 D atau dengan cara las. * Setelah rangka baja tulangan terpasang, pipa tremi disambung dan dimasukkan kedalam

lubang dengan panjang sesuai kedalaman lubang bor. * Apabila pada waktu pemasangan baja tulangan terjadi singgungan dan terjadi keruntuhan di dalam lubang bor, maka diperlukan pembersihan ulang dengan memasang head kombinasi diameter 6 ke diameter 2. Dengan memompakan air kedalam stang bor dan pipa tremi, maka runtuhan-runtuhan dan tanah yang menempel pada besi tulangan dapat dibersihkan kembali. * Pada saat pembersihan dilakukan, pengadukan beton bisa mulai dilakukan. 4. Pekerjaan Pengecoran : Setelah pembersihan lubang bagian akhir selesai, head kombinasi dibuka dan diganti corong cor yang disambung dengan pipa tremi. Pengecoran awal : Pengecoran adalah bagian akhir dari pekerjaan bored pile dimana langkah pengecoran awal adalah bagian terpenting dari pekerjaan ini.

Prosedur pengecoran yang biasa dilaksanakan pada pekerjaan bored pile adalah sebagai berikut : 1. Untuk memisahkan adukan beton dari lumpur bor pada pengecoran awal, digunakan kantong plastik yang telah diisi adukan beton dan diikat dengan kawat beton yang digantung di bagian dalam lubang tremi.

2. Setelah tenaga cor siap, beton ditampung di dalam corong cor dan ditahan oleh bola-bola beton pada kantong plastik. Setelah cukup penuh, bola kantong plastik dilepas sehingga terdorong beton yang ada di dalam lubang tremi. Selanjutnya penuangan beton dilakukan dengan cepat sehingga cukup untuk mendorong air lumpur bor yang ada di dalam lubang tremi. Slump adukan beton untuk bored pile tidak boleh terlalu rendah (minimal 16 cm) sehingga mudah mengalir dan mendorong lumpur yang ada di dalam lubang bor. 3. Pengecoran selanjutnya dilakukan secara kontinyu dan tidak terputus lebih dari 10 menit. Dengan sistem tremi ini pengecoran dimulai dari dasar lubang dengan mendorong air / lumpur dari bawah keluar lubang. 4. Setelah pipa tremi penuh dan ujung pipa tremie tertanam beton biasanya beton tidak dapat mengalir karena ada tekanan dari bawah. Untuk memperlancar adukan beton didalam pipa tremi, dilakukan hentakan hentakan pada pipa tremi. Pipa tremi harus selalu terbenam dalam adukan beton dan pengisian di dalam corong harus dijaga terus menerus agar corong tidak kosong. 5. Pipa tremi dilepas setiap 2 meter dan dilakukan setelah pipa tremi naik ke permukaan lubang lebih dari 2 meter. 6. Pengecoran dihentikan setelah adukan beton yang naik ke permukaan telah bersih dari lumpur. Bila pengecoran dihentikan di bawah permukaan tanah (karena perhitungan adanya galian tanah), maka tinggi pengecoran minimal harus 0,5 meter di atas level rencana bagian atas bored pile (sampai beton pada rencana bagian atas tidak tercampur Lumpur lagi). 7. Pembersihan dan pemasangan kembali. Setelah pekerjaan pengecoran selesai, semua peralatan dibersihkan dari sisa beton dan lumpur dan disiapkan kembali untuk dipakai pada titik bor berikutnya.

TESTING MATERIAL : 1. Semua material yang digunakan seperti : semen, air, aggregat kasar, agregat halus dan besi beton dapat ditest di laboratorium untuk memeriksa kualitasnya. 2. Slump test : pengujian slump biasa dilakukan untuk mengetahui workability adukan beton yang ada. 3. Pengujian kubus : test kubus dengan compressive strength test biasanya dilakukan pada umur beton 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui mutu beton yang dihasilkan. LOADING TEST DAN PILE DRIVING ANALYSIS : Untuk mengetahui daya dukung bored pile biasa dilaksanakan test beban secara langsung (Loading Test) dengan beban minimal 2 kali beban rencana atau test beban secara simulasi (Pile Driving Analysis) dilakukan untuk mengetahui daya dukung sesungguhnya dari tiang yang di test. PERSONIL : Pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan bored pile harus dilakukan oleh tenaga kerja yang ahli dan berpengalaman dalam bidang bored pile

Daya dukung pondasi dapat ditentukan dari hasil perhitungan sondir,lihat pembahasan tentang sondir dalam blog ini, dan tujuan perhitungan daya dukung ini dipergunakan untuk menentukan klas tanah (Soil Class) dan juga menentukan tipe pondasi yang akan didesain. Ada dua tipe pondasi yang biasa didesain yaitu tipe pondasi dangkal (shallow foundation) ataupun pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal yang sering digunakan pada proyek TL di Indonesia , antara lain : Pondasi Telapak (yaitu tipe Pad & Chimney), istilah dalam teknik sipil biasa disebut dengan spread foundation (pondasi telapak menyebar) yang berbentuk bujur sangkar pada dasar pondasi; Pondasi Raft atau Mat Foundation, atau dikenal dengan nama pondasi gabungan pada keempat kaki tower; Pondasi Enlarged Pad and Chimney yaitu pondasi dengan tipe pad yan diperbesar (enlarged) dan seringkali digunakan untuk menggantikan tipe pondasi raft;dan ada Pondasi sumuran (drilled shaft) yang umum dilaksanakan dimana pada kedalaman yang cukup dangkal terdapat lapisan batuan lunak (soft rock) yang cukup tebal, kadangkala berbentuk blok yang dipasang miring mengikuti stub tower; Pondasi angkur (anchorage type), dimana kaki menara (tower leg atau stub) dianggap sebagai angkur dan ditancapkan kedalam lapisan batuan keras/batuan yang masif /solid (hard rock) dan dilapisi mortar (grouting) pada semua sisi yang terpendam kedalam tanah. Pondasi dalam yang sering dipakai pula adalah pondasi pancang, apakah bored pile (pancang bor) atau tiang pancang(driven pile), driven pile bisa terdiri dari besi H (steel profile H-beam) ataupun pre-cast prestressed concrete pile, dengan penampang pile berbentuk bulat, bujur sangkar atau segitiga sama sisi. Kedalaman pondasi dangkal ditentukan berdasarkan panjang stub tower yang masuk kedalam tanah, umumya berkisar 3,5 m sampai dengan 4 meter. Kedalaman ini disebut dengan design depth (kedalaman rancangan). Untuk jenis tertentu untuk pondasi raft(mat) kedalaman bisa hanya sampai 2- 2,5 m saja, karena tanah dipermukaan yang relatif lunak ketika digali. Kedalaman pondasi dalam biasanya lebih dari 7 m. Kedalaman pemancangan ditentukan berdasarkan letak kedalam lapisan yang memiliki daya dukung yang cukup atau sampai mencapai lapisan tanah keras. Kadang kedalamannya sampai dengan 25 meter untuk bored pile, efektifnya kira-kira 18m, dan lebih dari 25 m untuk tiang pancang Untuk penentuan daya dukung bagi pondasi dangkal adalah dengan mengambil langsung (directly) nilai daya dukung ujung konus, qc (cone point resistance), walupun diijinkan secara tidaklangsung (indirectly) yaitu dengan pengambilan nilai CPT untuk dikonversikan ke dalam metode SPT (standard Penetration Test). Dalam penentuan daya dukung dari hasil uji CPT (cone penetration test) kita dapat mengambil dari berbagai referensi. Ada banyak buku yang menjelaskan bagaimana menghitung daya dukung tanah untuk pondasi, antara lain buku dari Pak Bowles (alm), yang sampai saat ini terakhir adalah edisi ke-5, dan tiap-tiap edisi ada perubahan baik penambahan ataupun penghapusan dari rangkuman berbagai teori dari para dedengkot yg mendalami kasus penyondiran, namun buku Bowles ini masih dianggap sebagai buku sakti pegangan para mahasiswa teknik sipil. Buku lainnya sekelas dengan Joseph Bowles ini adalah buku Donald P. Coduto dan Braja M. Das, yang juga merangkum hasil penelitian beberapa ahli, ahli tersebut adalah seperti Terzaghi (Father of Soil Mechanic),

Meyerhoff, Schmertmann, Begemann, Hansen, Vesic dll. Ahli mana yang benar, wallahu alam, jangan nanya saya. Selagi ada yang namanya Safety Factor (angka faktor keamanan) yg disarankan oleh ahli-ahli tanah ini, mudah-mudahan para engineer untuk desain pondasi paling tidak bisa tidur nyenyak tanpa kekhawatiran berlebihan terhadap hasil penentuan daya dukung tanah dan hasil rancangannya. Dari Meyerhoff (1956, 1965) mengusulkan untuk menentukan estimasi bearing capacity (daya dukung) izin tanah dengan asumsi penurunan (setlement) pondasi sebesar 25mm, tanpa memperhatikan faktor lebar bawah pondasi telapak adalah : qa = qc / 30, satuan qc dalam kPa atau kg/cm angka 30 dianggap sangat konservatif (aman), dan bisa dipakai nila berkisar 10 60 tergantung dari pengalaman lokal (local experience). Oleh PLN diijinkan untuk mengambil angka kisaran 20-40. Dari Schmertmann (1978) dan Awkati, mengusulkan untuk pondasi telapak berbentuk bujur sangkar, dengan Kedalaman pondasi (D)/lebar pondasi (B) <= 1.5, dan qc adalah nilai ratarata nilai q pada kedalaman B/2 diatas design depth dan 1.1B dibawah design depth, maka daya dukung ultimate : pada tanah granular (berbutir/sand)) : qu = 48 0.009(300-qc)^1.5 (catatan. notasi ^ adalah operasi pangkat, kalau ditulis misalnya 2^3 = 2 x 2 x 2) pada tanah lempung (clay):qu = 5 + 0.34.qc (disini bila qc = 0, tanah masih punya daya dukungnya) untuk selanjutnya , dalam mencari qa (daya dukung izin atau gross allowable bearing capacity), maka nilai qu harus dibagi dengan safety factor (SF) yang nilainya biasa diambil 3. qa = qu/SF = qu/3 Dalam penentuan qc ada beberapa metode, seperti dengan mengambil langsung dari qc sondir pada kedalam rencana dasar pondasi, misalnya direncanakan kedalama pondasin 4 meter, maka langsung diambil qc hasil pada kedalaman 4m, dan ada yang mengambil secara ratarata qc (atau qc average), dengan jarak beberapa meter diatas design depth dan dan beberapa meter dibawah design depth, jarak ini bervariasi, tergantung keyakinan engineer dan disetujui oleh klien(owner) ataupun konsultan. Untuk penentuan daya dukung tanah (berang capacity atau bearing pressure), disarankan untuk banyak membaca berbagai referensi, dan mengambil referensi yang tentu saja memuaskan dari sisi ekonomis dan waktu dan dapat meyakinkan klien, karena penetuan daya dukung CPT ini masih dianggap semacam ilmu hitam, tidak mnegherankan kalau saja di Amerika masih jarang memakai data hasil CPT dan lebih cenderung menggunakan data SPT, namun penggunaan untuk konstruksi2 tertentu masih diijinkan disana seiring dengan berkembangnya metode ini. Dari grafik sondir bila terdapat suatu lapisan pada kedalaman tertentu yang daya dukungnya membesar tiba-tiba/ekstrim (ataupun menurun), biasanya diabaikan dalam mengambil nilai qc pada kedalam tersebut, dan dianggap bahwa hanya terdapat lapisan tipis saja yang

mempunyai daya dukung dengan nilai istimewa tersebut. Maka nilai qc mengikuti nilai qc yang cenderung mirip dengan lapisan diatas dan dibawahnya, misalnya qc (kg/cm) pada 2,2 m = 30, kemudian 2,4 m = 90, dan 2,6 m = 40, maka dianggap qc pada 2,4 m dianggap rata2 qc pada 2,2, dan 2,6 m saja yaitu (30+40)/2 = 35. Bila dari hasil grafik sondir, dimana lapisan tanah keras atau tanah yang mempunyai lapisan pendukung cukup besar terletak pada kedalaman lebih dari design depth untuk pondasi dangkal (lebih dari 4 m) dan katakanlah lebih dari 10 m, maka perhitungan daya dukung pondasi menggunakan perhitungan daya dukung pondasi dalam (pile foundation). Pile yang dipergunakan adalah tiang pancang dengan permukaan berbentuk lingkaran baik driven ataupun tipe bored. Kedalaman pemancangan diambil pada kedalaman yang cukup sampai ujung tiang berada kira-kira 1 D dibawah lapisan tanah keras, hal ini dianggap pancang mengandalkan tahanan ujung (end bearing capacity), jika lapisan tanah keras sangat dalam sekali sehingga ujung tiang tidak mencapai lapisan tanah keras yang memadai, maka pancang bekerja berdasarkan tahanan geser (side friction), namun pada prakteknya seringkali kedua tahanan tersebut itu digabungkan untuk mencari daya dukung pondasi dalam. Formulasi yang banyak dipakai dalam penentuan daya dukung pancang tunggal (single) adalah : qa = qc.Ap/SF1 + JHP. /SF2, dimana : qc = nilai konus, qc rata-rata yang diambil berdasarkan saran ahli tanah, antara lain (pilih salah satu) Mayerhoff: nilai qc diantar rentang 4D diatas sampai 4D dibawah dari ujung tiang, dan D adalah diameter tiang pancang; Van der Vee : nilai qc diantara rentang 3.75 D diatas sampai dengan D dibawah ujung tiang. Ap = luas penampang tiang = 1/4 D JHP = Jumlah Hambatan Pelekat = keliling tiang = D SF1 = angka kemananan daya dukung ujung tiang, nilai yang disarankan adalah 3; dan SF2 = angka keamanan daya dukung geser tiang, nilai yang disarankan adalah 5 Walaupun dalam konstruksi kenyataannya bahwa pancang selalu dalam keadaan berkelompok (pile group/kelompok tiang), namun perhitungan daya dukung yang diperlukan adalah daya dukung pancang yang berdiri sendiri/tunggal (single) Pengolahan data sondir diperlukan bagi kepentingan interprestasi desain untuk pondasi tower (atau pole) transmisi. Data yang dibutuhkan dari lapangan adalah berupa raw data, yang memuat hasil bacaan manometer tiap interval kedalaman per 20 cm sampai kedalaman akhir konus, yaitu bacaan yang pertama berupa perlawanan konus (qc) dan bacaan kedua berupa perlawanan geser (qc+fs). Nomor ID konus yang digunakan, kedalamanan muka air tanah, pelaksana/penanggung jawab pencatatan/pembacaan manometer, tanggal penyelidikan, lokasi (sawah/ladang/rawa), prediksi muka banjir (jika ada), Nama proyek, Nomor lokasi (nomor tower), dll. Hasil pengolahan berbentuk tabel perhitungan dan grafik sondir, yang memuat informasi berikut : qc (perlawanan konus, atau daya dukung);

fs (perlawanan geser); rf (angka banding geser, atau friction ratio); Tf (geseran total) Perhitungan dan penggambaran grafik sondir ini dilakukan dengan menggunakan komputer yang memakai software dari Microsoft Excel atau program software yang khusus untuk pengolahan data CPT (Cone Penetration Test).

Data hasil pengukuran adalah cell yang berwarna kuning, dan rumus yang terpakai adalah sebagai berikut :

Dari tabel diatas terlihat bahwa Variabel Dc, Ds dan Ls adalah dimensi konus yang dipakai pada penyelidikan ini, variabel ini akan dihitung sebagai koreksi alat konus. Dari tabel diatas kita akan memindahkan kedalam bentuk grafik yang disebut juga Grafik sondir.

Pada tabel perhitungan sondir, terdapat kolom estimasi jenis tanah, jenis tanah yang diprediksikan adalah berdasarkan angka friction ratio, Rf. Pengklasifikasian ini bermacammacam tergantung dari hasil penyelidikan tanah yang dilakukan beberapa ahli geoteknik. Penggunaan klasifikasi ini diserahkan kepada pembaca blog yang tercinta.

Dari hasil penyondiran , jenis tanah Sand (pasir) dapat diketahui dari nilai qc yang tinggi dan Rf yang kecil, sebaliknay untuk Clay (lempung) qc-nya kecil dan Rf-nya tinggi. Walau kelompok jenis tanah cukup banyak, namun penulis hanya mengelompokkan kedalam 2 kelompok besar saja yaitu sand atau clay , semoga maklum adanya. Penyelidikan tanah dibutuhkan untuk keperluan desain pondasi TL. Yang sering digunakan adalah dengan metode sondir. Mengingat bahwa umumnya rute jalur transmisi sangat panjang dan lokasinya seperti persawahan dan perbukitan dan jauh dari jalan yang bisa diakses dengan kendaraan roda empat, , untuk gampangnya dipakai mesin sondir ringan, yaitu dengan kapasitas sondir 2.5 ton. Dan alat sondir ini mudah diangkut dengan kendaraan kecil (pick up) dengan bak terbuka dan dibawa ke lokasi penyondiran dengan tenaga manusia. Tim sondir biasanya terdiri dari 5 orang.

Standar umum yang digunakan dalam penyelidikan tanah ini adalah : ASTM D3441 05 Standard Test Method for Mechanical Cone Penetration Tests of Soil SNI 2827:2008 Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir Penyondiran dilakukan secara manual (mechanic hydraulic) pada titik tempat dimana pondasi akan dibangun. Untuk kepentingan penyelidikan tanah , penyondiran dilakukan pada setiap titik di areal tapak tower (tower area) biasanya 1 lokasi dititik pusat(tengah)nya. Jika tiang transmisi menggunakan tower, ada 4 kaki (leg) dan tiap leg akan dibuat pondasi, maka

dilakukan sondir pada tiap tengah kaki-kaki tower tersebut atau di titik pusat telapak (foot) pondasi tersebut, demi keakuratan dalam proses desainnya. Jumlah dan lokasi titik yang disondir tidak ada aturan pasti, yang jelas pada tiap lokasi tower atau pole, minimal diambil satu hasil penyelidikan sondir. Urusan beginian diserahkan kepada Geotechnic Engineer berdasarkan Engineering Judgement yang dimilikinya. Filosofi dalam hasil investigasi adalah tiap titik lokasi penyelidikan selalu berbeda daya dukungnya. Dari pengalaman kami kecepatan progress pelaksanaan sondir di TL (transmission line) adalah 2-4 lokasi tower perhari dengan 1 titik per lokasi tower. Alat sondir memiliki alat ukur 2 buah manometer, dengan skala berbeda dan ukuran diameter manometer itu juga berbeda. Manometer berguna mengukur gaya tekan, skala satuannya bermacam-macam (seperti kg atau ton, atau kg/cm2 ). Untuk sondir ringan manometer yang dipakai adalah untuk ukuran 0-50 kg/cm2 dan 0-250 kg/cm2. Manometer yang dipakai selalu dikalibrasi dan bersertifikasi sebelum dipergunakan. Secara reguler manometer dikalibrasi (kami melakukannya per semester atau sebelum dipergunakan secara efektif di proyek TL, sedangkan SNI mensyaratkan minimal 1 kali dalam periode 3 tahun).

Batang sondir (rod) dipergunakan untuk menyondir secara vertikal hingga kedalaman tanah 25 m dari permukaan tanah, atau kira2 ada 25 batang yang lurus (vertically) ( panjang 1 btg = 1 m) yang lurus. Umumnya dari supplier jumlah batang hanya disediakan 20 buah saja, perlu diorder kembali untuk keperluan pengukuran yang lebih dalam dan cadangan sewaktu-waktu hilang atau rusak/bengkok. Dan tipe konus (cone) yang selalu dipakai adalah hanya dual-cone atau bikonus (lihat gambar). Untuk pelumas alat sondir perlu diperhatikan bahwa oli yang dipakai adalah dengan tingkat kekentalan (vikositas) khusus, yaitu SAE-10, dan jarang didapatkan disekitar lokasi, maka perlu disediakan dengan jumlah yang cukup selama perawatan dan pemakaian. .. Satu hal yang sering terjadi, dimana pengguna (end user) jarang memperhatikan bahwa ukuran konus tidak sesuai dengan standar baik ASTM ataupun SNI dikarenakan fabrikator alat yang tidak konsisten. Bila ukuran konus tidak sesuai maka dalam perhitungan sondir akan dibuat angka koreksi konus, atau dikenal dengan sebutan koreksi alat. Bila deviasi dimensi konus ini sangat besar dari persyaratan standar, maka konus tidak boleh digunakan!!! Bila digunakan jumlah yang banyak dari perlatan sondir maka tiap konus diberikan nomor pengenalnya atau ID (identifikasi), agar perhitungan sondir sesuai dengan pendataan.

Dalam pelaksanaan sondir pada proyek TL sesuai spesifikasi (technical requirement), kedalaman penyelidikan dibatasi maksimum 25 m atau konus telah mencapai 20o kg/cm2 (penekanan sebanyak 3 x berturut-turut) atau yg umum kami gunakan dibatasi sampai angka 150 kg/cm2 atau mencapai kedalaman 20 meter, tergantung mana dulu yang tercapai apakah gaya tekan konus atau kedalaman maksimumnya. Dalam prakteknya, bila lapisan tanah tidak dapat ditembus pada kedalaman yang dangkal 13m, atau angka penetrasi konus maksimum tercapai, dan bila diasumsikan menyentuh lapisan batuan/ bongkahan batu, maka dilakukan penyondiran ulang dititik lain didekatnya sekitar 2m lebih dari titik sebelumnya. Penyelidikan sondir harus dilakukan dilokasi pembuatan pondasi tower/pole. Karena SATU kali penyondiran untuk mewakili beberapa lokasi tower haram dilakukan. Celakanya lagi jika ada anggapan bahwa dalam satu wilayah RT/RW, kondisi lapisan tanah serupa, seperti kata bang haji,TERLAAALU..!. Penyelidikan sondir adalah secara tegak lurus (vertical), miring/bersudut gak diperbolehkan, apalagi horizontal (emangnya mau buat terowongan apa?!). Data sondir yang dibutuhkan selain dari angka perlawanan konus dan gaya gesernya adalah penentuan kedalaman air tanah (ground water level) yang diindikasikan basahnya batang sondir/pipa sondir pada kedalam tertentu selama pengujian. Hal ini bisa juga diperoleh dari survei sumur penduduk sekitarnya jika memungkinkan. Kedalaman muka air tanah biasanya juga berbeda antara musim kering atau hujan. Kondisi lokasi juga perlu diperhatikan apakah, daerah tapak tower terendam dalam keadaan banjir (musim hujan, apakah ada banjir tahunan atau pada periode tertentu, seperti disawah atau rawa misalnya). Proyeksi ketinggian banjir juga sedapat mungkin diketahui dan dicantumkan dalam laporan penyelidikan. Dalam peyondiran informasi penting adalah lokasi tower/pole, tiap lokasi tapak tower ditandai dengan marka dari beton yang berisikan nomor lokasi atau nomor tower, letak marka ini adalah sebagai center peg (CP) dan jangan sampai dipindahkan dari tempatnya atau terganggu oleh peralatan dan pekerja (karena bila ketahuan surveyor jalur, bisa dimarahin habis-habisan). Pantangan penyondiran jangan dilakukan pada titik daerah dimana terdapat jalur pipa listrik, gas atau air, karena berbahaya bagi keselamatan pekerja dan konstruksi eksisting, atau daerah pemakaman (karena pasti ada komplain dari dunia lain), hati-hati untuk lokasi yang ada semburan gas alam (natural gases) seperti methan, situs purbakala, dll. Dan jangan pula mengharapkan dari hasil penyondiran akan ditemukan ladang sumur minyak yang baru, keterlaluan itu namanya. Penyelidikan tanah dengan metode ini bertujuan menentukan jenis dan sifat-sifat tanah (soil properties) pada lokasi yang akan dibangun pondasi dari tiap tebal lapisannya. Pengambilan sample tanah ini dikenal dengan sebutan undisturbed soil sample (pengambilan tanah tidak terganggu). Pengambilan sample tanah ini adalah dengan cara menge-bor sampai kedalaman tertentu dengan menggunakan tabung (pipa) logam berongga kedalam tanah. Di proyek transmisi biasanya dengan metode Hand Auger (manual), kedalaman umum dengan cara ini bisa sampai 5-6m, kedalaman ini mungkin memadai untuk penyelidikan tanah pondasi pada tipe pad and chimney. Tapi tentu saja tidak cukup untuk rencana pondalam (pile foundation), untuk itu dengan pengeboran dengan mesin diperlukan (deep boring). Lembaga penyelidikan tanah seperti halnya konsultan tanah, lembaga PU (Pekerjaan Umum) dan universitas2

tertentu yang memiliki peralatan dan laboratorium mekanika tanah biasanya jasa mereka selalu dimanfaatkan dalam melakukan investigasi ini. Dalam spesifikasi proyek TL, jumlah titik penyelidikan umumnya dilakukan pada tiap lokasi tower jenis tension atau satu titik tiap jarak 10 km jalur, ataupun berdasarkan usulan kontraktor atau klien dalam penentuan jumlah titik dan lokasinya. Biasanya pekerjaan bor ini melengkapi hasil penyelidikan tanah dengan cara sondir, artinya sondir dilakukan terlebih dahulu. Kelemahan boring adalah kesulitan untuk menembus lapisan batuan, untuk lapisan batuan diperlukan cara penyelidikan khusus yaitu core drill. Tabung-tabung dimasukkan (ditekan/push) kedalam tanah, dengan cara menyambung ujungujungnya bagian demi bagian sampai kedalaman yang dikehendaki. Sample tanah yang berada dalam tiap bagian tabung selanjutnya dijaga dan dirawat (ujung-ujung pipa yang berisikan tanah ditutup dengan bahan khusus/lilin), untuk kemudian dibawa ke laboratorium penyelidikan tanah. Umumnya untuk menghemat, tidak seluruh tanah pada tiap lapisan yang dibawa ke laboratorium, hanya tanah pada lapisan kedalaman desain rencana saja yang dibutuhkan, mungkin saja sample pada kedalaman 3-4 m. Hasil uji dilaboratorium akan memberikan beberapa soil data/parameter penting yang dibutuhkan dalam perhitungan desain pondasi. Untuk itu dipilih beberapa metode pengujian saja di laboratorium yang akan menghasilkan data tanah yang diperlukan. Data tersebut antara lain : 1. Indeks tanah (Y, w, e, gs, dll) : - Pengukuran volume dan berat benda uji - Uji saringan (sieve analysis test) - Atterberg Test 2. Kuat Geser Tanah (c, ): - Triaxial Test (UU,CU,CD) - Direct Shear Test - Unconfined Compression Test Laporan hasil pengeboran tanah harus dibuat jelas dan tepat pengawas lapangan yang menangani pekerjaan selain harus selalu mencatat hal-hal kecil yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, seperti : pergantian alat dan tipenya, kedalaman pada waktu penggantian alat, metode penahanan lubang bor agar stabil atau penahan tebing lobang uji. Sesudah contoh tanah diuji di laboratorium, ditentukan klasifikasinya. Catatan lapangan bersama dengan hasil pengujian laboratorium tersebut dirangkum sedemikian sehingga batasbatas antara material yang berbeda diplot pada elevasi yang benar, menurut skala yang ditentukan. Semua hasil-hasil pengeboran dicatat dalam laporan hasil pengeboran (atau disebut boring log), yang berisi antara lain:

- Kedalaman lapisan tanah. - Elevasi permukaan tiik bor, lapisan tanah dan muka air tanah. - Simbol jenis tanah secara grafis. - Deskripsi tanah. -Posisi dan kedalaman pengambilan contoh. Disebutkan kondisi contoh terganggu atau tak terganggu. - Nama proyek, lokasi, tanggal, dan nama penanggung jawab pekerjaan pengeboran. Dalam penggambaran profil lapisan tanah, lapisan tanah disajikan dalam bentuk simbolsimbol yang digambar secara vertical. Gambar berikut menyajikan contoh symbol-simbol tersebut. Kebanyakan tanah terdiri dari beberapa campuran dari jenis tanah-tanah tertentu, seperti lempung berlapis, lanau berlapis, lanau berpasir, kerikil berlanau, dan sebagainya. Dalam kondisi ini, symbol-simbol dapat dikombinasikan, dengan kandungan tanah yang dominan digambar lebih banyak atau lebih tebal.

Di Indonesia, pada prakteknya klasifikasi jenis pondasi ditentukan berdasarkan tabel berikut :

Untuk mudahnya klasifikasi klas pondasi ditentukan berdasarkan hasil sondir, dimana qall (allowable bearing capacity) ditentukan berdasarkan nilai konus sondir, qc dan letak permukaan air tanah (ground water table). Nilai qall adalah daya dukung yang kita peroleh dari perhitungan daya dukung dari hasil CPT (lihat pembahasanya dalam blog ini). Dalam tabel diatas bahwa klas pondasi juga menentukan tipe pondasi yang akan kita desain, untuk pondasi dangkal (shallw foundation) adalah klas 1,2,3,3w atau klas 7, 4 dan klas 5, sedangkan untuk pondasi dalam (deep foundation) adalah klas 6.

Metode dalam penentuan klas pondasi menurut cara sebagai berikut: 1.Tentukan lokasi tapak tower yang ingin kita desain pondasinya, misalnya untuk lokasi tapak tower no 64, kita namakan T64. Dari sondir kita ambil perhitungan hasil sondir dan grafik untuk lokasi T64. 2. Tetapkan kedalaman rencana (design depth) pondasi dangkal, misalnya dasar pondasi (foundation base) 3.6 m dari permukaan tanah lokasi tapak tower. 3. Tentukan daya dukung izin lapisan tanah pada kedalam tersebut, bila dari hasil perhitungan daya dukung izin qall diperoleh tentukan dari tabel diatas, nilai tersebut masuk atau berada dalam rentang klas pondasi mana. Misalnya daya dukung pada kedalaman 3,6 m memiliki qall atau s (pada tabel diatas) = 1.8 kg/cm, maka yang cocok adalah klas pondasi 2, dimana berada dalam range 2.5 > qall > 1.2 kg/cm ataupun klas 3w atau 7 dimana range 5>qall >o.7 . Sementara kita tetapkan dulu bahwa klas pondasi T64 tersebut adalh klas 2. 4. Dari data sondir, kita mengetahui bahwa lokasi T64 terdapat muka air tanah pada kedalaman kurang dari 3,6 m, misalnya pada kedalam 2.5 m sudah terdapat muka air tanah. Maka dari tabel diatas, klas pondasi yang memiliki ground water adalah klas 3w (3 wet) atau klas 7, maka pondasi dikelompokkan menjadi klas 3w atau 7. Perlu diperhatikan bila kondisi air tanah pada lokasi T64 adalah hasil investigasi sondir pada musim hujan, mungkin saja pada musim kering/kemarau letak muka air tanah pada kedalaman lebih dari 3,6 m, maka klas pondasi bisa saja ditetapkan sebagai klas 2 dengan catatan bahwa letak muka air tanah 2.5 m tersebut adalah sementara saja. Pada kondisi tertentu bila lokasi T64 berada dalam daerah banjir , dimana berkemungkinan lokasi T64 pernah mengalami banjir dalam durasi yang lama lebih dari 1 bulan, yaitu berdasarkan data banjir 5 tahunan, kita dapat kembali merubah dan menetapkan bahwa T64 adalah pondasi klas 3w/7. Pertimbangan engineerd dalam hal ini diperlukan dan tentu saja mendapat persetujuan tertulis (approval) dari klien. 5. Setelah berbagai pertimbangan, kita harus menetapkan klas pondasi nya, misalnya klas 2, maka T64 dalam Foundation Schedule ditulis klas 2, dan kita akan merencanakan pondasi dengan tipe Pad & Chimney. 6. Pengecualian lainnya bila nilai qall pada kedalaman 3.6m tersebut lebih dari 5, maka klas pondasi menjadi klas 4, dianggap berada pada lapisan batuan, penggalian perlu dilakukan untuk memastikan hal ini, barngkali saja bahwa lapisan batuan tidak ditemukan, melainkan hanya berisi bongkahan batuan yang cukup besar, maka uji sondir kembali harus dilakukan. Seterusnya bila nilai qall pada kedalaman 3,6 m menunjukkan angka lebih kecil dari 0.5 kg/cm, maka lokasi tersebut dianggap sebagai klas 6, dengan tipe pondasi yang direncanakan sebagai pondasi pancang. 7. Bila pada kedalaman rencana 3,6 m , tidak terdapat muka air tanah diatasnya, dan memiliki nilai qall untuk range klas 5, maka pondasi dapat desain dengan tipe raft (mat) ataupun dengan tipe enlarged pad & chimney. Atau kedalamn rencana kita ganti dengan 2,5 m , dan nilai qall masih pada range klas 5, maka pondasi yang kita rencanakan tipenya adalah raft(mat) saja. Dalam tabel diatas bila kita melakukan soil investigation yang lebih detail, mungkin saja kita menemukan parameter-parameter tanah yang mengindikasikan diluar dari klas pondasi diatas, ataupun kondisi lokasi yang tidak umum (special case), dan demi keamanan dalam desain

dapat kita usulkan tipe pondasi jenis lainnya, tergantung dari approval klien. Misalnya pada tipe pad & chimney ataupun pile foundation kita menggunakan tie beam, maka kita harus mendesain tie beam (balok yang menyampung ke-empat kaki tower pada pad ataupun pada chimney-nya terbuat dari konstruksi beton bertulang). Model pondasi lainnya yang pernah digunakan di Indonesia adalah jenis pondasi laba-laba, pondasi pancang kayu, dll. Pada kasus-kasus tanah tertentu dapat saja lokasi tapak tower memilik berbagai tipe pondasi, misalnya pada kaki (leg) A adalah klas 2, leg B klas 3, leg C dan leg D klas 6. Tipe pondasi Pad & Chimney adalah sebagai berikut :

model lainnya adalah seperti :

dengan dasar pad berbentuk bujursangkar (yang umum) ataupun berbentuk lingkaran. Untuk tipe enlarged pad & chimney adalah tipe pad & chimney , dengan pad-nya diperlebar. Tipe pondasi jenis ini adalah untyuk klas 1,2,3,3w atau 7,dan 5. Posisi ujujng chimney bawah umumnya ditengah pad, atau pada lokasi lainnya untuk situasi-situasi khusus. Untuk pondasi klas 4, umunya pada lapisan batuan baik soft rock atau hard rock berbentuk pondasi block , dengan bentuk miring sesuai posisi stub dan berpenampang bujursangkar, ataupun model sumuran (drilled shaft) dengan posisi tabung yang tegak lurus berpenampang lingkaran dengan straight shaft (tabung lurus) atapun diberi tambahan model kerucut/rok (bell) pada ujung bawah (enlarged shaft), lihat gambar.

Untuk desain klas 5 dalam bentuk raft/mat foundation yang mengikat seluruh kaki (leg), penampang berbentuk bujur sangkar , lihat gambar dibawah ini.

Dan klas 6 adalah tipe pancang (pile) dengan sejumlah tiang (baik berupa bored pile atau driven pile) dikelompokkan dalam sebuah pile cap, ataupun beberapa pile cap yang diikat dengan tie beam.

Hitungan kekuatan tiang bor berdasar kekutan bahan


BS-8004

You might also like