You are on page 1of 51

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin saya tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui sistem manajemen basis data,di sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang Birokrasi Pemerintahan di Indonesia untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak masyarakat peduli terhadap sistem pemerintahan negara saat ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. saya mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih. Makassar, 20 Juni 2012. Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... DAFTAR ISI ......................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang .......................................................................................... b. Tujuan ....................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN a. Konsep Dasar Birokrasi ............................................................................ b. 7 Konsep Moderen Birokrasi .................................................................... c. Tantangan Paradigma Masa Depan Birokrasi ........................................... d. Patologi Birokrasi ..................................................................................... e. Paradigm Birokrasi yang Ideal .................................................................. f. 10 Prinsip Mewirausahakan Birokrasi ...................................................... g. Netralisasi Birokrasi .................................................................................. h. Birokrasi dan Masyarakat Modern ............................................................ i. Netralisasi Tradisional Pendekatan Regional SulSel ................................ j. Birokrasi di Indonesia Dari Masa ke Masa ............................................... BAB III PENUTUP a. Kesimpulan ............................................................................................... b. Daftar Pustaka ...........................................................................................

i ii

1 2

3 10 13 18 20 22 27 32 35 38

47 48

ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Politik Birokrasi Indonesia berusaha untuk memberikan pengenalan dan pemahaman kepada mahasiswa tentang konsep birokrasi, relasi antara birokrasi dengan elemen-elemen dalam sistem politik, serta kinerja dan akuntabilitas birokrasi, termasuk di dalamnya berbagai bentuk penyelewengan yang mungkin dapat dilakukan oleh birokrasi, baik dalam konteks global atau dalam kasus Indonesia. Birokrasi yang seharusnya menjadi pelayan publik dan bertanggungjawab terhadap rakyat lewat lembaga legislatif kadang menjadi lembaga yang tidak terkontrol karena berbagai kelebihan dan kekuatannya. Legislatif bahkan seringkali juga harus kehilangan kendali terhadap birokrasi karena sumber dayanya yang tidak mencukupi untuk mampu mengawasi kinerja birokrasi. Untuk itulah diperlukan lembaga legislatif yang kuat yang didukung dengan seperangkat peraturan yang tegas yang akan cukup membatasi gerak birokrasi. Selain itu partisipasi masyarakat serta voluntary sector dalam mengawasi kinerja birokrasi menjadi suatu hal yang mutlak. Untuk mampu memahami sepak terjang serta warna dari birokrasi di Indonesia,salah satu birokrasi terkorup di dunia, mahasiswa wajib untuk mengetahui sejarah awal terbentuknya birokrasi di Indonesia, karena bagaimanapun, kultur dan setting sosial birokrasi di Indonesia pada masa lampau akan turut memberikan sumbangannya dalam menciptakan sosok birokrasi Indonesia pada masa sekarang. Berpijak dari titik itu, maka mahasiswa akan mudah untuk memahami langkah-langkah dalam reformasi birokrasi di Indonesia.

2. Tujuan a. Mengetahui konsep apa saja tentang birokrasi. b. Mengetahui prinsip-prinsip yang terkandung dalam birokrasi. c. Mengetahui perkembangan birokrasi di Indonesia dari masa ke masa.

BAB II PEMBAHASAN

KONSEP DASAR BIROKRASI

1. Kelahiran Konsep Birokrasi Konsep-konsep yang lahir pada awal abad 19 tentang Birokrasi lahir dari berbagai cara pengungkapan yang berbeda. Seperti di Perancis penggunaan kata Birokrasi masih dibatasi pada karya-karya pembuat polemik dan Novel. Seperti seorang penulis yag bernama Balzac, dia memaparkan sindiran-sindiran tentang birokrasi didalam Novelnya, dan hal ini dianggap kritis. Tidak hanya Balzac di Perancis tetapi masih banyak tokoh lain dari berbagai Negara yang memberikan kritikan mereka terhadap Birokrasi yang pada waktu itu memang tengah menjadi trend di Eropa, seperti Jerman dan Prussia. Seorang penulis Inggris John Stuart Mill didalam karyanya yang berjudul Principles of political economy dia menyusun teorinya sendiri yang menentang pada pemusatan segala ketrampilan dan pengalaman dalam menangani kepentingan-kepentingan besar ditangan birokrasi yang dominan dan semua kekuasaan yang mengorganiasasikan tindakan yang ada didalam masayarakat. Mill mengembangkan lagi pandangannya tentang Birokrasi lewat tulisan-tulisannya, On Liberty (1859) dan consideration of representative government (1861). Ia membandingkan antara Demokrasi dengan Birokrasi yang ditekankan khiusus pada letak pengambilan keputusan dan kekuasaan yang sesungguhnya, tidak pada prosese seleksi formal badan-badan yang mungkin memeganng kekuasaan tertinggi.

Sedangkan menurut teori kontinental, menganggap bahwa pertentangan tulisan bahasa Inggris dan Jerman tentang Birokrasi sangat besar. Max Weber sendiri mengakui bahwa konteks penulisan tentang Birokrasi dalam bahsa Inggris dan Jerman sangat bertentangan. Di Jerman gagasan tentang Birokrasi sangat terkait dengan perubahan-perubahan radikal dalam teori dan praktek administrasi, mengiringi kekalahan Prussia oleh Napoleon pada 1806. Yang pada waktu itu gagasan tentang Birokrasi didominasi oleh konsep collegium yang merupakan sebuah badan jabatan yang bertugas menasehati penguasa dan bertanggung jawab atas fungsi tertentu dari pemerintahan, seperti keuangan dan tatanan tertentu dalam undang-undang.yang pada nantinya sistem kolegial tersebut akan berubah menjadi Biro. Dan perubahan ini membawa perdebatan tersendiri antara Biro dengan Birokrasi.

2. Rumusan Klasik a. Moscha dan Michels Didalam The Ruling Class, Moscha membagi semua pemerintahan menjadi dua, yaitu Feodal dan Birokratis. Didalam Negara Feodal kelas yang berkuasa atau yang memerintah berstruktur sederhana. Setiap anggotanya yang menjalankan fungsi-fungsi ekonomi, perundang-undangan,

administrasi atau militer dan masing-masing dapat menjalankan wewenang secara langsung dan personal terhadap seorang anggota kelas yang dipengaruhi. Sedangkan pada Negara Birokratis, fungsi-fungsi tersebut dipisah secara tajam dari satu sama lainnya dan menjadi kegiatan-kegiatan eksklusif dari bagian-bagian khusus kelas yang berkuasa, dan diantara bagian-bagian tersebut ada suatu kelompok yang karenanya suatu negara dianggap Birokratis. Pandangan Moscha berbeda dengan pandangan Marxis, ia menolak pandangan yang disampaikan oleh kaum Marxis. Menurut Moscha apabila sebuah Birokrasi memonopoli kekayaan dan kekuatan militer disebut
4

sebagai Absolutisme Birokratik. Seperti halnya dengan pandangan Moscha yang memandang bahwa Birokrasi merupakan sebuah kebutuhan dinegara modern, Michels juga berpendapat yang sama. Michels berpendapat bahwa siapa yang membicarakan organisasi, menyebut oligarki . Jeas apa yang disampaikan oleh Michels lebih las jika dibanding apa yang disampaikan oleh Moscha. Akan tetapi penyederhanaan konsep birokrasi menurut Michels dan Moscha mengarah pada penolakan secara dramatis terhadap struktur pemikiran demokratis konstitusional yang kompleks. b. Max Weber : Teori Organisasi Weber memandang bahwa tingkah aku manusia biasanya diorientasikan pada seperangkat aturan (ordnung) yang berdasarkan analisis sosiologis. Tanpa aturan-aturan itu tidak mungkin untuk mengatakan apakah suatu tingkahlaku itu organisasional atau tidak. Menurut Weber aturan-aturan organisasi disebut dengan Tatanan Administrasi. Aspek terpenting dari tatanan administrasi ditentukan oleh siapa yang memberi perintah kepada siapa. Ia beranggapan bahwa birokrasi dan otoritas memiliki hubungan yang sangat erat, birokrasi tidak akan berjalan tanpa adanya otoritas adalah inti dari hubungan tersebut. c. Max Weber : Konsep Birokrasi Weber tidak pernah mendefinisikan Birokrasi secara gamblang atau khusus. Ia menganggap bahwa kata Birokrasi digunakan karena memang sudah seperti bahsa sehari-hari. Jenis konsep umum dari Weber adalah tentang Birokrasi Patrimonial. Birokrasi Patrimonial ini berbeda dengan konsep Birokrasi yang paling rasional, karena pada dasarnya Birokrasi Patrimonial ini memandang keberadaan sebuah badan atau institusi. Menurut Weber dalam sebuah badan inlah dibutuhkan pejabat-pejabat yang nantinya akan memiliki otoritas, dengan otoritas inilah yang membuat pejabat berbeda dengan para pekerja (buruh).

d. Max Weber : Batas-batas Tentang Birokrasi Menurut Weber terdapat lima mekanisme daam membatasi otoritas-otoritas yang ada : Kolegalitas, bagi Weber Birokrasi dalam arti bahwa masing-masing tahapan hierarki jabatan seseorang dan hanya satu orang, memiliki tanggung jawab untuk mengambil suatu keputusan. Pemisahan Kekuasaan, Birokrasi mencakup pembagian tugas-tugas dalam lingkup-lingkup fungsi yang berbeda secara relatif. Administrasi Amatir, ketika suatu pemerintahan tidak menggaji para administraturnya maka Pemerintahan itu tergantung pada orang-orang yang memiliki sumber-sumber yang dapat

memungkinkan mereka menghabiskan waktu tanpa digaji. Demokrasi Langsung, ada beberapa cara untuk memastikan bahwa para pejabat dibimbing langsung oleh, dan dapat

dipertanggungjawabkan pada suatu majelis. Representasi (Perwakilan).

3. Pandangan Weber Terdapat empat aliran pemikiran yang berpengaruh terhadap pandangan Weber : a. Administratur Jerman, hal ini dapat dilihat dari posisi Weber sebagai seorang hakim yang terlatih, dan juga dari tulisannya tentang sosiolog hukum yang monumental. Itu juga Administrasi Jerman merupakan sebuah bagian dari kurikulum Hukum yang normal. b. Michels, kaitan yang jelas antara pandangan Weber dengan pandangan Michels adalah sama-sama menyajikan permasalahan hubungan Birokrasi dan Demokrasi abad 19.

c. Marx, disini Weber menyamakan posisi pejabat, memberikan tata urutan yang tidak berasal dari bukan dirinya sendiri, dengan posisi pekerja yang diambil dari Marx, yang tidak memiliki sesuatu kecuali tenaga buruhnya. d. Gustav Schmoller, dimana dia mencoba menyamakan birokrasi dengan administrasi modern Max Weber mendapatkan kecaman dan kritikan hanya karena seringnya Weber menggunakan pembendaharaan yang tidak perlu, atau tata bahasa dari Weber bisa dikatakan berantakan.

4. Birokrasi dan Para Ideolog a. Karl Marx Marx mengintroduksi gagasan Birokrasi tersebut kedalam kritiknya terhadap konsepsi Hegel terhadap kekuasaan eksekutif suatu negara. Hegel Menulis dalam buku Philosophy of Right (1821), ia

mengembangkan pendapat bahwa Negra merupakan suatu sarana untuk kepentingan umum yang berbeda dengan kepentingan yang terpisah dan kepentingan khusus para anggota masyarakat sispi. Hegel menunjukkan dua faktor penting untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan para pejabat itu tidak melebihi batas-batas kepentingan umum. Pertama adalah sistem otoritas hierarkis. Kedua, independensi korporasi-korporasi dan

komunitas-komunitas lokal yang mewujudkan kepentingan-kepentingan khusus kelompok-kelompok sosial tertentu. Marx pada dasarnya keberatan terhadap cara Hegel menguji hubungan antara masyarakat dan negara mula-mula kedua-duanya terpisah, negara mewakili kepentingan umum, masyarakat mengejar kepentingan khusus, dan kemudian kedua-duanya disatukan kembali melalui pembagian-pembagian hierarki, hak-hak beabas untuk korporasikorporasi dan moralitas tinggi pejabat. Namun, Marx sependapat dengan Hegel bahwa para birokrat merupakan pilar utama suatu kelas menengah,
7

tetapi mempertanyakan jenis organisasi apa yang dapat dimiliki jika harus bergantung pada suatu keseimbangan kpentingan-kepentingan yang bertentantangan dari pejabat-pejabat dan kelompok-kelompok yang diistimewakan secara khusus lainnya. b. Marxis Akhir Tiadanya catatan Marx tentang birokrasi, menimbulkan dua masalah bagi pengikutnya. Disatu segi, mereka memiliki sangat sedikit pedoman tentang bagaimana suatu opartai revolusioner, dan setelah suatu revolusi, suatu negara sosialis harus diorganisir kedua, ketika suatu negara sosialis telah berdiri maka munculnya ciri-ciri dalam sistem administrasi yang tampak begitu mirip dengan yang dikutuk sebagai birokrasi dalam negaranegara borjuis tidak memiliki penjelasan teoretik yang mudah. c. Kaum Fasis Sebagai lawan golongan Marxis, kaum fasis tidak hanya meletakkan teori suatu Negara pada pusat doktrin mereka, mereka juga berusaha memecahkan masalah hubungan individu dengan Negara, dengan menegaskan identitas kepentingan-kepentingan mereka. Otoritas, hierarkis kewajiban dipuji dan sekalipun ada usaha-usaha untuk menulis dengan huruf besar ketidakpopuleran pegawai negri, kaum fasis amat dingin dalam merebut Negra secara utuh dan menggunakannya untuk tujuanmereka sendiri agar dapat mengasingkan peralatan-peralatannya dengan demikian ideologi mereka adalah unik dalam memanggapi Birokrasi. 5. Tujuh konsep modern tentang Birokrasi Konsep-konsep tentang Birokrasi yang akan disebutkan ini pada dasarnya adalah pengulasan dari bab-bab sebelumnya : a. Birokrasi sebagai organisasi rasional b. Birokrasi sebagai inefisiensi organisasi c. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat
8

d. Birokrasi sebagai administrasi negara (publik) e. Birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan oleh pejabat f. Birokrasi sebagai sebuah Organisasi g. Birokrasi sebagai masyarakat modern

7 KONSEP MODERN BIROKRASI (Martin Albrow)

Martin Albrow adalah sosiolog dari Inggris. Ia banyak menulis seputar pandangan para ahli seputar konsep birokrasi Weber. Akhirnya, ia sendiri mengajukan beberapa konsepsinya seputar birokrasi. Albrow membagi 7 cara pandang mengenai birokrasi. Ketujuh cara pandang ini dipergunakan sebagai pisau analisa guna menganalisis fenomena birokrasi yang banyak dipraktekkan di era modern. Ketujuh konsepsi birokrasi Albrow adalah : 1. Birokrasi sebagai organisasi rasional Birokrasi sebagai organisasi rasional sebagian besar mengikut pada pemahaman Weber. Namun, rasional di sini patut dipahami bukan sebagai segalanya terukur secara pasti dan jelas. Kajian sosial tidap pernah menghasilkan sesuatu yang pasti menurut hipotesis yang diangkat. Birokrasi dapat dikatakan sebagai organisasi yang memaksimumkan efisiensi dalam administrasi. Secara teknis, birokrasi juga mengacu pada mode

pengorganisasian dengan tujuan utamanya menjaga stabilitas dan efisiensi dalam organisasi-organisasi yang besar dan kompleks. Birokrasi juga mengacu pada susunan kegiatan yang rasional yang diarahkan untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi. 2. Birokrasi sebagai Inefesiensi Organisasi Birokrasi merupakan antitesis (perlawanan) dari dari vitalitas administratif dan kretivitas manajerianl. Birokrasi juga dinyatakan sebagai susunan manifestasi kelembagaan yang cenderung ke arah infleksibilitas dan depersonalisasi. Selain itu, birokrasi juga mengacu pada ketidaksempurnaan dalam struktur dan fungsi dalam organisasi-organisasi besar.Birokrasi terlalu percaya kepada preseden (aturan yang dibuat sebelumnya), kurang inisiatif, penundaan (lamban dalam berbagai urusan), berkembangbiaknya formulir (terlalu banyak formalitas), duplikasi usaha, dan departementalisme. Birokrasi
10

juga merupakan organisasi yang tidak dapat memperbaiki perilakunya dengan cara belajar dari kesalahannya. Aturan-aturan di dalam birokrasi cenderung dipakai para anggotanya untuk kepentingan diri sendiri. 3. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat. Birokrasi merupakan pelaksanaan kekuasaan oleh para administrator yang profesional. Atau, birokrasi merupakan pemerintahan oleh para pejabat. Dalam pengertian ini, pejabat memiliki kekuasaan untuk mengatur dan melakukan sesuatu. Juga, seringkali dikatakan birokrasi adalah kekuasaan para elit pejabat. 4. Birokrasi sebagai administrasi negara (publik) Birokrasi merupakan komponen sistem politik, baik administrasi pemerintahan sipil ataupun publik. Ia mencakup semua pegawai pemerintah. Birokrasi merupakan sistem administrasi, yaitu struktur yang mengalokasikan barang dan jasa dalam suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakankebijakan negara diimplementasikan. 5. Birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan pejabat. Birokrasi dianggap sebagai sebuah struktur (badan). Di struktur itu, staf-staf administrasi yang menjalankan otoritas keseharian menjadi bagian penting. Staf-staf itu terdiri dari orang-orang yang diangkat. Mereka inilah yang disebut birokrasai-birokrasi. Fungsi dari orang-orang itu disebut sebagai administrasi. 6. Birokrasi sebagai suatu organisasi Birokrasi merupakan suatu bentuk organisasi berskala besar, formal, dan modern. Suatu organisasi dapat disebut birokrasi atau bukan mengikut pada ciri-ciri yang sudah disebut. 7. Birokrasi sebagai masyarakat modern Birokrasi sebagai masyarakat modern, mengacu pada suatu kondisi di mana masyarakat tunduk kepada aturan-aturan yang diselenggarakan oleh birokrasi. Untuk itu, tidak dibedakan antara birokrasi perusahaan swasta besar
11

ataupun birokrasi negara. Selama masyarakat tunduk kepada aturan-aturan yang ada di dua tipe birokrasi tersebut, maka dikatakan bahwa masyarakat tersebut dikatakan modern.

12

TANTANGAN PARADIGMA MASA DEPAN (Siagian)

Berbagai perkiraan masa depan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara member petunjuk bahwa tantangan yang akan dihadapi oleh birokrasi pemerintahan di masa depan akan semakin besar, baik dalam bentuk dan jenisnya maupun dalam intensitasnya. Kesemua tantangan tersebut berkisar pada tuntunan bagi birokrasi untuk memberikan respons terhadap beraneka ragam perubahan yang terjadi dalam masyarakat internal suatu Negara bangsa, tingkat regional dan bahkan pada tingkat global. Peran politik yang dapat dimainkan oleh organisasi-organisasi politik sungguh penting, antara lain dalam bentuk : a. Sosialisasi kebijaksanaan politik yang telah disepakati bersama. b. Penyelenggaraan pendidikan politik bagi para anggotanya. c. Partisipasi dalam pemilihan umum. d. Menyalurkan aspirasi para anggota. e. Melakukan pengawasan social terhadap penyelenggaraan Administrasi Negara. Beberapa tantangan birokrasi di masa depan dalam berbagai bidang yaitu : Tantangan Di Bidang Ekonomi Birokrasi menghadapi tantangan di bidang kehidupan ekonomi yang sungguhsungguh berat dan rumit. Dikatakan demikian, karena dalam peningkatan kesejahteraan materiil seluruh warga masyarakat harus disadari pentingnya berbagai hal seperti itu : a. Demokrasi Ekonomi Upaya mengatasi kesenjangan social merupakan bagian integral dari keseluruhan kegiatan untuk memerangi kemiskinan. Dengan menggunakan tolak ukur tertentu dapat dinyatakan bahwa semua Negara terdapat warga masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Konsep kemakmuran adalah konsep yang dinamis yang bahkan tidak ada titik jenuhnya seirama

13

dengan hakikat manusia yang selalu ingin meraih kemajuan. Tercapainya satu tingkat kemakmuran tertentu pada dirinya melahirkan tuntunan peningkatan yang baru, sehingga dicapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi. b. Potensi Nasional Pada tingkat yang berbeda-beda setiap Negara memiliki potensi nasional untuk dikembangkan menjadi kekuatan efektif dalam upaya mencapai tujuan nasioanal Negara yang bersangkutan. Kenyataan yang tidak dapat disangkal ialah bahwa ada Negara yang potensinya sangat terbatas, tetapi merupakan pula kenyataan, ada Negara yanglebih mujurkarena potensi nasionalny relative melimpah. Pada dasarnya potensi nasional itu dapat dikategorikan pada tiga bentuk, yaitu : Kekayaan alam Penguasaan teknologi Sumber daya manusia

c. Tuntunan yang Meningkat Para pakar acap kalimenggunakan tingkat pendidikan warga masyarakat sebagai tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Apabila pendidikan rakyat ratarata adalah luluan sekolah menengah pertama, Negara yang bersangkutan tergolong sebagai Negara yang tingkat kemjuannya sedang. Sebaliknya, suatu Negara dikategorikan sebagai Negara maju apabila pendidikan rata-rata rakyatnya adalah lulusan sekolah menengah atas. Pandangan demikian kiranya benar karena dengan pendidikan yang semakin tinggi dalam Negara yang bersangkutan makin banyak anggota masyarakat yang termasuk pada kategori kelas menengah suatu tolak ukur yang sering digunakan untuk mengukur maju tidaknya suatu Negara.

14

d. Kendala yang Dihadapi Kendala yangpaling menonjol di bidang ekonomi yang dihadapi oleh suatu birokrasi adalah suatu keterbatasan kemampuan Negara yang menyediakan yang diperlukan untuk membiayai berbagai program yang perlu

ngdilaksanakan. Keterbatasan itu lebih terasa apabila diingat bahwa anggaran yang tersedia tidak hanya dimaksudkan untuk membiayai program pembangunan yang menyangkut bidang ekonomi, akan tetapi semua program yang menjadi tanggungjawab pemerintah. e. Pelestarian Lingkungan Semua Negara di dunia dewasa ini dihadapkan kepada masalahj pembangunan di satu pihak dan pelestarian lingkungan di pihak lain. Yang di dambakan ialah pembangunan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.

Ketangguhan mengatasi masalh-masalah pelestarian lingkungan berangkat dari dua visi, yaitu : Eksistensi umat manusia dapat terancam bila lingkungan rusak. Bumi ini bukan merupakan warisan nenek moyang akan tetapi dipinjam oleh generasi yang hidup sekarang dari generasi-generasi yang masih akan lahir kelak.

Tantangan Di Bidang Pendidikan dan Pelatihan Wahana yang paling efektif untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam suatu Negara ialah pendidikan dan pelatihan. Bahkan demikian pentingnya peranan pendidikan dan pelatihan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia, para pakar menyatakan bahwa pendidikan itu adalah proses yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan tidak hanya berlangsung disekolah sebagai kegiatan yang formal, tetapi juga dilingkungan keluarga dan masyarakat berarti penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah melainkan tanggung jawab pemerintah beserta seluruh komponen masyarakat dalam bidang

15

pendidikan dan pelatihan, tantangan bagi birokrasi pemerintahan dasarnya terletak pada : a. Penciptaan iklim yang kondusif bagi terselenggaranya pendidikan dan pelatihan. b. Tersedianya seperangkat peraturan dan kebijaksanaan di bidang pendidikan dan pelatihan untuk dijadikan pedoman oleh semua pihak. c. Penyelenggaraan sendiri sebagian kegiatan pendidikan formal dari berbagai tingkat dan jenis serta pelatihan tertentu bagi sebagian warga masyarakat dan bagi anggota birokrasi sendiri. Dengan demikian terdapat keterkaitan langsung antara pendidikan dan pelatihan dengan peningkatan mutu sumber daya manusia secara nasional dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan para warga masyarakat secara individual.

Tantangan di Bidang Sosiokultural Dalam mengemban misi dan menyelenggarakan tugas fungsionalnya, suatu birokrasi pemerintahan tidak bebas norma dan nilai birokrasi terikat pada normanorma dan nilai-nilai sosiokultural yang berlaku di masyarakat luas. Dengan demikian, dalam mengembangkan kultur organisasi, misalnya pimpinan birokrasi yang bersangkutan harus mendasarkannya pada kultur social yang dianut oleh masyarakat dan bangsa pada umumnya. Teknologi informasi pun mempunyai andil yang tidak kecil dalam terjadinya pergeseran nilai-nilai sosialkultural yang dampaknya pun menyentuh semua sisi kehidupan dan penghidupan. Informasi di bidang politik, ekonomi, pendidikan, kemiliteran dan lain sebagainya.

Tantangan Di Bidang Pertahanan dan Keamanan Para pakar dalam bidang militer, pada umumnya sependapat bahwa dunia dewasa ini relative lebih aman dibandingkan dengan era terjadinya perang dingin antara Negara-negara adikuasa. Bahkan sering dikatakan dengan bubarnya Negara
16

Uni Soviet, Serikat. Aparat pertahanan dan keamanan yang mampu meredam ancaman dan gangguan yang timbul atau mungkin timbul, baik yangberasal dari lur negeri maupun luar negeri. Hal ini sangat penting karena upaya mencapai tujuan nasional dapat terhambat apabila situasi keamanan berada pada kondisi labil. Pada skala dalam ruang linkup ynglebih sempit perlu pula diwaspadai kemungkinan timbulny gangguan terhadap ketertiban masyarakat, misalnya dalam bentuk pembunuhan, perampokan, pencurian, perkelahian, pertikaian dan lainnya sebagainya yang tidak jarang mengundangcampur tangan aparat keamanan.

Tantangan Di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kiranya tidak ada yang menyangkal bahwa salah satu cirri dunia modern dewasa ini ialah berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sangat pesat, bahkan pada tingkat kepesatan yang belum pernah di alami oleh umat manusia sebelumnya. Perkembangan pesat demikian dapat merupakan hal yang sangat positif karena dengan aplikasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu pada upaya meningkatkan mutu hidup manusia, sungguh banyak manfaat yang dapat di petik dri padanya. Ketanguhan suatu birokrasi menghadapi tuntutan yang akan semakin meningkat itu, pasti akan semakin meningkat apabila suatu birokrasi bebas dari berbagai penyakit yang mungkin menyerangnya. Dapat dikataklan secara kategorikal bahwa tidak ada birokrasi di manapun di dunia ini yang betul-betul bebas dari berbagai jenis penyakit. Sebaliknya, tidak ada birokrasi yang menderita penyakit, semua akan mengidapnya.

17

PATOLOGI BIROKRASI (Siagian)

1.

Pengertian Patologi Birokrasi Patologi merupakan bahasa kedokteran yang secara etimologi memiliki arti ilmu tentang penyakit. Sementara yang dimaksud dengan birokrasi adalah : "Bureaucracy is an organisation with a certain position and role in running the government administration of a contry" (Mustopadijaja AR., 1999). Dengan demikian dapat dilihat bahwa birokrasi merupakan suatu organisasi dengan peran dan posisi tertentu dalam menjalankan administrasi pemerintah suatu negera. Sondang P. Siagian (1988) menuliskan beberapa patologi birokrasi yang dapat dijumpai antara lain: a. Penyalahgunaan wewenang dan tanggung jawab b. Pengaburan masalah c. Indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme d. Indikasi mempertahankan status quo e. Empire building (membina kerajaan) f. Ketakutan pada perubahan, inovasi dan resiko g. Ketidak pedulian pada kritik dan saran h. Takut mengambil keputusan i. Kurangnya kreativitas dan eksperimentasi j. Kredibilitas yang rendah, kurang visi yang imajinatif k. Minimmya pengetahuan dan keterampilan.

2.

Latar belakang munculnya patologi birokrasi Birokrasi merupakan wujud terbaik organisasi karena menyediakan konsistensi, kesinambungan, kemungkinan meramalkan, stabilitas, sifat kewaspadaan, kinerja efisien dari tugas-tugas, hak keadilan, rationalsm, dan profesionalisme. Ikhtisar
18

singkat dari keuntungan-keuntungan birokrasi pemerintah adalah: efisien, ideal dan cocok untuk memperkecil pengaruh dari politik dan pribadi di dalam keputusan-keputusan organisatoris serta wujud terbaik organisasi karena membiarkan memilih pejabat-pejabat untuk mengidentifikasi dan mengendalikan yang bertanggung jawab untuk siapa atas apa yang dilakukan. Apabila ditelusuri lebih jauh, gejala patologi dalam birokrasi menurut Sondang P. Siagian bersumber pada lima masalah pokok yaitu: a. Persepsi gaya manajerial para pejabat dilingkungan birokrasi yang menyimpang dari prinsip prinsip demokrasi. Hal ini mengakibatkan bentuk patologi seperti penyalahgunaan wewenang dan jabatan menerima sogok dan nepotisme. b. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional mengakibatkan produktivitas dan mutu pelayanan yang rendah, serta pegawai sering berbuat kesalahan. c. Tindakan pejabat yang melanggar hukum dengan penggemukan pembiayaan, menerima sogok, korupsi dan sebagainya. d. Manifestasi perilaku birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif seperti sewenang wenang, pura pura sibuk dan diskriminaitif. e. Akibat situasi internal berbagai instansi pemerintahan yang berakibat negatif terhadap birokrasi seperti imbalan dan kondisi kerja yang kurang memadai, ketiadaan deskripsi dan indikator kerja dan sistem pilih kasih.

19

PARADIGMA BIROKRASI YANG IDEAL (Siagian)

Birokrasi diciptakan untuk memberikan pelayanan kepada publik. Dalam konteks ini birokrasi memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pemerintahan dalam menjalankan program dan kebijakannya untuk dirasakan publik. Birokrasi harus ditopang oleh paradigma ideal yang harus ada. Paradigma birokrasi yang ideal berkisar pada empat hal (Toenggul P. Siagian: 2000) yaitu : 1. Paradigma di bidang kelembagaan Birokrasi mampu menyelenggarakan fungsi dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang semakin tinggi dengan berdasarkan prinsipprinsip organisasi yang sehat. Prinsip-prinsip organisasi yang sehat adalah : a. prinsip kejelasan misi b. prinsip kejelasan fungsi c. prinsip kejelasan aktivitas d. prinsip kesatuan arah e. prinsip kesatuan perintah f. prinsip formalisasi g. prinsip pendelegasian wewenang h. prinsip desentralisasi i. prinsip keseimbangan wewenang dan tanggung jawab. 2. Paradigma manajemen sumber daya manusia Paradigma manajemen sumber daya manusia dalam birokrasi bermuara dari semangat pengabdian. Olehnya manajemen sumber daya manusia diarahkan pada tersedianya tenaga kerja dalam birokrasi yang secara kuantitatif dan kualitatif memenuhi tuntutan keseluruhan tugas dan peranan birokrasi dimana mereka menjadi anggota. Langkah-langkah yang diambil dalam mengelola sumber daya manusia terdiri dari, yaitu :
20

a. perencanaan tenaga kerja b. rekrutmen c. seleksi d. penempatan sementara e. penempatan f. sistem imbalan g. perencanaan dan pembinaan (pengembangan) karier h. pendidikan dan pelatihan i. pemutusan hubungan kerja j. pemensiunan k. audit kepegawaian 3. Pengembangan sistem kerja Pengembangan sistem kerja untuk menciptakan kesatuan gerak melalui : a. kesatuan persepsi tentang misi birokrasi. b. mekanisme perencanaan yang bottom-up approach. c. formalisasi kegaiatan sejenis atau pembakuan tatacara kerja yang dikenal istilah standard operating procedures (SOP). d. mekanisme koordinasi yabng harus mantap. 4. Pengembangan citra Nilai nilai seperti loyalitas kejujuran, semangat pengabdian, disiplin kerja, mendahulukan kepentingan bangsa diatas kepentingan sendiri, tidak memperhitungkan untung rugi dalam pelaksanaan tugas, kesedian berkorban, dedikasi selalu ditekankan untuk dijunjung tinggi harus dikembangkan sebagai citra positif birokrasi.

21

10 PRINSIP MEWIRAUSAHAKAN BIROKRASI (David Osborne dan Ted Gaebler)

Birokrasi pada dasarnya merupakan suatu konsep perpaduan antara ilmu politik dengan ilmu bidang politik lainnya. B i r o k r a s i m e r u p a k a n s u a t u a l a t y a n g m e n g g a b u n g k a n s t r u k t u r organisasi, prosedur dan protokol dan beberapa regulasi untuk menjalankan suatu aktifitas dantugas-tugas besar. dalam perkembangannya birokrasi seringkali dicap sebagai sesuatu yangangkuh,tak tersentuh dan boros. Hal ini tentunya merupakan suatu paradoks dari fungsi dan tujuan birokrasi itu sendiri.Guna mengatasi hal tersebut para ahli berusaha mengembangkan birokrasi ke arah yanglebih baik, yaitu dengan cara mengadopsi nilai-nilai swasta,tujuan dari adopsi nilai-nilai swastat e r s e b u t a d a l a h u n t u k m e n c i p t a k a n p e l a ya n a n p u b l i k y a n g l e b i h e f e k t i f d a n e f i s i e n . D a l a m perkembanggannya konsep tersebut dinamakan New Public Management. Munculnya konsep baru tersebut mendapat beberapa perhatian khususnya Negara-negara seperti A m e r i k a Serikat, Inggris, Australia dan Selandia Baru. B a n y a k n y a n e g a r a - n e g a r a m a j u t e r s e b u t yang

t e r t a r i k p a d a k o n s e p N e w P u b l i c Management telah membuat beberapa ahli administrasi mengembangkan konsep tersebut. Salah satunya ialah David Osborne dan Ted Gaebler Reinventing Government. Dalam bukunya Reinventing Government, David Osborne dan Ted Gaebler menekankan 1 0 prinsip yaitu : 1. Bahwa pemerintahan yang baik bersifat katalis, yaitu mengarahkan dari pada mengayuh, prinsip pertama ini menekankan pada mekanisme pemisahan antara keputusan kebijakan dan pemberian layanan, tujuan dari pengarahan ini adalah untuk membuat efisiensi seperti dalam sebuah organisasi. Adapun cara pemisahan tersebut dapat dilakuakan dengan
22

carakerja sama atau kemitraan antara pemerintah dengan sector swasta yaitu dimana pemerintah bertindak sebagai pengambilan keputusan dan sector swasta sebagai pemberi pelayanan. Implementasi prinsip 1 : Sosialisasi PHBS (Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dalam rangka sosialisasi tersebut pemerintah daerah seperti Pemerintah daerah Jawa Barat dan Pemerintah daerah DKI Jakarta melakukan kerja sama ibu-ibu PKK dan beberapa LSM lainnya untuk sosialisasi program PHBS yang dimana pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator saja. 2. Bahwa pemerintah itu memiliki masyarakat karena itu pemerintah harus lebih bersifata memberi wewenang dari pada melayani, prinsip kedua ini menekankan pada madsyarakat terutama dalam pelayanan public, yaitu pemerintah harus mampu memberdayakan masyarakat sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (social needs), adanya wewenang ini jugta memberikan suatu efisiensi terutama dalam masalah biaya dan masalah fleksibilitas pelayanan public, efisiensi lebih terlihat karena masyarakat lebih melihat mempunyai tingkat kepedulian yang tinggi untuk masalahnya sendiri dibandingkan dengan kalangan professional/pemerintah. Implementasi prinsip 2 : Dapat dilihata dari Desa Siaga, program desa siaga secara langsung bertujuan untuk menciptakan Self Help Community yaitu dengan dibuatnya suatu forum desa yang dalam pemecahan pemecahan masalah diberikan langsung kepada pemerintah sebagai pengawas dan fasilitator saj. 3. Bahwa pemerintahan yang baik berwawasan kompetisi yaitu

menciptakan persaingan dalam pemberian pelayanan, yang menekakna pada persaingan yaitu dengan adanya persaingan yang ketat maka secara langsung akan menimbulkan suatu efisiensi terutama dalam hal lainnya kompetisi tersebut juga mampu memberikan suatu nilai inovasi baru dan mencegah terjadinya monopoli.
23

Implementasi prinsip 3 : Dapat dilihata dari Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 pada KEPPRES di atur dengan adanya tender untuk mendapatkan harga yang bersaing tetapi mendapatkan tetap yang berkualitas. 4. Bahwa pemerintah harus digerakkan oleh misi, prinsip ini bertujuan untuk mentransformasikan organisasi-organisasi atau pemerintahan yang digerakkan oleh peratyuran menjadi digerakkan oleh suatu misi. Transformasi dari peraturan menjadi misi ini digerakkan untuk membuat satu pencapaian atau suatu target yang jelas, sehingga mampu menimbulkan efisiensi denagan adanya misi tersebut diharapkan mampu menciptakan fleksibilitas sehingga dapat menghadapi berbagai kendala yang tidak pasti. Implementasi prinsip 4 : Dilihat dari kementrian keuangan terutama dalam pelaksanaan reformasi dalam internal organisasinya memfokuskan dalam terutang misalnya Balance Scorecard. 5. Bahwa pemerintah berorientasi pada hasil, membiayai hasil bukan membiayai masukan menekankan pada efisiensi anggaran yaitu dengan mengubah focus anggaran yaitu dari input menjadi output sehingga dapat dilakukan pengukuran kinerja yang baik dan tidak menimbulkan pemborosan kinerja di masa yang akan dating. Implementasi prinsip 5 : Prinsip ke lima masih belum mampu di terapkan di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari berbagaoi program pemerintahan yang tidak mempunyai indicator yang jelas atau mempunyai otonomi daerah, adanya Big Bang

Desentralilization paska era reformasi tanpa disertai pengawasan membuat pemborosan yang besar karena penyerapan dana khusus ekonomi daerah tidak menjadi maksimal. 6. Bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan, yang menekankan bahwa pemerintah harus mampu
24

memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat yaitu harus mampu bersifat responsive terhadap semua masalah. Dalam hal lain prinsip ini juga menekankan pada adanya feedback masyarakat pada pelayanan public yang diberikan oleh pemerintah sehingga mampu menciptakan pelayanan public yang berkualitas. Implementasi prinsip 6 : Bertujuan untuk mengurangi sikap arogansi pemerintah namun sayangnya prinsip tersebut di Indonesia belum ada. 7. Bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang diugerakkan oleh semangat wirausaha yaitu menghasilkan dari pada membelanjakan, menekankan pada Return Of Investement (ROI) yang di dapat dari anggaran, penganggaran tradisional lebih cenderung untuk lebih focus kepada penghabisan angggaran, sedangkan dalam pemerintahan wirausaha tersebut adalah suatu pemborosan karena tidak sesuai dngan semangat wirausaha. Implementasi prinsip 7 : Di Indonesia prinsip ini belum bias diterapkan karena pemerintah masih member subsidi yang sering menimbulkan ketergantungan. 8. Bahwa pemerintah harus selalu bertindak antisipatif yaitu selalu berusaha mencegah dari pada mengobati, bertujuan untuk selalu memberikan pengobatan untuk memerangi masdlah dengan cara represif menjadi preventif yaitu dengan cara penggunaan perancanaan strategis, pemberian misi di masa depan dan cara lainnya. Implementasi prinsip 8 : Di Indonesia prinsip ini telah diterapkan terutama di bidang Kementrian kesehatan yaitu dengan program perilaku hidup bersih dan sehat yang bertujuan untuk menghilangkan semua penyakit. 9. Bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang

didesentralisasikan, sentralisasi merupakan suatu cirri utama birokrasi, adanya sentralisasi tersebut sering kali membuat pemerintah tidak menjadi
25

lebih responsive, untuk mengatur mengatasi pemerintahan maka ditekankan pada konsep desentralisasi sehingga pemerintah mampu memberikan responsive yang tepat dan menghemat biaya. 10. Pemerintah harus berorientasi pasar, yaitu mempercepat perubahan pasar, prinsip ini menekankan pada solusi ynag cepat untuk memecahkan maslah yaitu dengan menciptakan pasar. Pasar tersebut merupakan solusi yang tepat karena pasar tersebut bersifat kompetitif, efekti, dan efisien. Implementasi prinsip 10 : Di Indonesia prinsip ini masih belum bias diterapkan karena sikap birokrasi Indonesia hamper sama dengan Negara-negara nerkembang lainnya yaitu kaku, tertutup, dan kadang paternaelistik. Sehingga dalam pemecahannya tidak melibatkan pasar. Dalam bukunya mewirausahakan Birokrasi ini David Osborne dan Ted Gaebler menyatakan bahwa bukunya tidak menawarkan suatu konsep yang baru, melainkan suatu kompilasi suatu konsepdari berbagai aktivisi dan parktisi dari berbagai Negara. Dalam buku ini juga kita dapat melihat bahwa penulis terinspirasi pada seorang tokoh management yaitu Peter Drucker, Edward Demming, dan Thomas Peter. Dalam bukunya ini juga Osborne dan Gaebler sangat menekankan pada Market Oriented , namun menurut mereka pasar hanyalah salah satu jawaban dari solusi yang terbaik.

26

NETRALISASI BIROKRASI (Samodra Wibawa)


Ada pandangan yang berkembang dikalangan LSM dan tokoh politik lokal di daerah ini bahwa untuk memperjuangkan paradigma reformasi dari pada mereka tidak sama sekali berbuat, mendingan mereka secara ramai-ramai dan secara terus menerus melakukan demonstrasi ke kantor-kantor pemerintah agar para pegawai negeri itu dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Kalau pegawai negeri dan pejabat ditekan terus menerus oleh mahasiswa, dan mereka akan kehilangan penghasilan tambahan yang lumayan besar yang selama ini mereka terima dari uang sogok, maka pegawai negeri akan melakukan tekanan kepada pemerintah pusat agar menaikkan penghasilan mereka. Dan jika memang tak terpenuhi, maka pegawai negeri akan melakukan mogok kerja di suatu pihak dan membongkar korupsi korupsi besar yang dilakukan bos mereka dipihak lain. Perlawanan dari dalam yang dimulai dari perang tehadap birokrasi ini dapat menjatuhkan pemerintah (Reformasi Administrasi Pemerintah dalam Samodra Wibawa, 2005). Dalam kondisi desakan-desakan demonstrasi dengan model semacam ini kelihatannya makin hari semakin tidak menumbuhkan gairah kerja para pegawai negeri yang utamanya sering kali menerima sorotan demontran. Pandangan para demontran bahwa di daerah ini lembaga yang menjadi sarangya koruptor adalah Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, padahal tidak selamanya kegiatan demontrasi itu bisa menggerakkan pegawai negeri untuk melawan atasan alias bosatau bisa berperang melawan birokrasi., malah kejadian sebaliknya para pegawai negeri saat ini lebih memilih melakukan perlawanan dari pada mereka dihina secara terus menerus. Pegawai negeri yang ada di daerah ini dalam bekerja melayani kepentingan publik, dalam bekerja senantiasa mengutamakan efisiensi dan efektivitas pelayanan, dilain pihak penghasilan mereka yang dibayar oleh pemerintah dalam sebulan relative belumlah cukup memuaskan atau mencukupi biaya standard kebutuhan minimal

27

pegawani negeri. Persoalan ini merupakan persoalan Negara yang hingga saat ini pemerintah belum bisa mencari solusi secara bijaksana sehubungan dengan keterbatasan sumber-sumber pendapatan Negara untuk digunakan sebagai belanja pegawai negeri. Weber dalam Boone dan Bowen dalam Samodra Wibawa (2005) mengatakan bahwa Birokrasi yang moderen bertindak atas dasar wewenang yang sah , yang berbasis pada pertimbangan rasional. Dipihak lain apa yang dilakukan birokrasi tehadap masyarakat hanya akan dipatuhi jika ada aturan hukumnya. Olehnya itu kita harus mampu mempertahankan eksistensi pegawai negeri sebagai aparat birokrasi dan bersatu melawan kesewenang-wenangan, ketidak adilan dan keserakahan para politikus avonturir politik yang bercokol di daerah ini. Dengan demikian kita sebagai pemilik organisasi publik sekaligus sebagai pelayan publik dapat menjalankan fungsi dan tugas kita sebaik baiknya kepada masyarakat di daerah ini. Kesalahan besar yang dimiliki oleh para pemimpin lokal atau publik pigur kita di kendari sebagai ibu kota provinsi sulawesi tenggara selama ini adalah kurangnya kejujuran dalam pengakuan jati dirinya atau zelf correction. Apa sesungguhnya kelebihan yang mereka miliki untuk menjadi andalan jika mereka dipercaya oleh rakyat untuk memimpin daerah ini.dan juga dimana letak kekurangan yang mereka miliki jika mereka dipercaya oleh rakyat untuk memimpin daerah ini. Mereka tidak pernah lebih dulu mau bertanya sama diri sendiri bahwa mampukah mereka itu untuk menduduki jabatan tertentu berdasarkan biografi sederet pengalaman manajerial, leadership dan strata pendidikan yang mereka miliki baik formal maupun politik, sehingga dengan modal itu mereka dapat memimpin dengan baik daerah ini. Tetapi sesungguhnya kalau kita mau jujur saja bahwa para pemimpin kita yang ada di daerah ini sebenarnya belumlah siap secara moral untuk menjadi pejabat publik sehingga ketika mereka diberi kepercayaan oleh rakyat maka mereka tak dapat berbuat apa-apa malah sebaliknya kebanyakan pejabat yang telah menduduki jabatan tertentu cenderung memilih memperkaya diri sendiri dan

28

keluarganya, kurang memperhatikan pembangunan yang menyentuh hati nurani kerakyatan. Menurut Samodra Wibawa (2005) memimpin dapat didefinisikan secara ringkas sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk melakukan prilaku tertentu guna mewujudkan keinginan keinginan orang pertama. Jadi dalam proses ini ada dua orang pihak, yakni satu mempengaruhi, sedang yang lain dipengaruhi; dan ada kepentingan yang ingin diperjuangkan-----paling tidak oleh seorang yang

mempengaruhi. Selanjutnya dari proses kepemimpinan ini akan muncul motivasi yang kemudian terekpresikan sebagai tindakan atau sikap. Dengan demikian memimpin merupakan aktivitas yang tidak hanya jadi monopoli seorang pemimpin baik pemimpin formal maupun non formal melainkan aktivitas yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Seorang pengusaha dapat memimpin seorang pejabat dengan cara memberikan susu tante (sumbangan suka rela tanpa tekanan) atau susu denko (sumbangan suka rela dengan kompromi), misalnya agar pejabat tersebut dapat mengeluarkan Surat keputusan untuk kepentingan usahanya. Keadaan ini persis juga sama sepeti seorang pejabat memimpin para pengusaha dengan menghimbau mereka untuk menjadi bapak angkat bagi industri kecil dan lain sebagainya. Seorang pemimpin publik, tarulah misalnya Gubernur, dia semestinya harus memiliki kemampuan manajerial dan leadership yang sudah mampu teruji ketangguhanya yang dapat diamati melalui proses kepemimpinan partai politik. Penerapan manajemen kepemimpinan juga harsunya bersifat kondisional, dimana seorang pejabat publik harus mampu memainkan peran seni memimpin dari berbagai tipe yang mesti dimunculkan secara apasteriori dalam mengendalikan organisasinya untuk kepentingan publik. Tapi amat disayangkan pada kenyataannya hampir semua pejabat publik yang ada di daerah ini kadang tidak memiliki kemampuan manejerial dan leadership yang memadai, tapi mereka tak mau jujur mengakuinya, malah sebaliknya menutupi segala kekurangannya dan mengejar ambisi untuk menduduki jabatan publik misalnya seperti Gubernur. ; Apa akibat yang kita rasakan bahwa
29

kualitas kepemimpinan mereka kurang memadai untuk membawa arah perkembangan daerah ini kedepan yang tersistem dalam pola program yang lebih baik dari tahun ke tahun, malah sebaliknya proses politik kekuasan yang lebih dominan ketimbang proses pembangunan masyarakat. Beberapa tipe atau model kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pejabat publik antara lain : Patrimonial, Otokrasi, Otoriter, Karismathik dan Demokrasi. Kelima model ini bagi misalnya seorang Gubernur harus dapat memainkan seni peran dengan mengkombinasikan dalam setiap aktivitas organisasi pemerintahan yang dipimpinnya sesuai kondisi yang dibutuhkan. Menurut Samodra Wibawa (2005) mengatakan bahwa umum memiliki makna yang tunggal. Beberapa kemungkinan makna dari kata ini adalah : a. Orang banyak dalam arti tidak sedikit b. Orang kebanyakan dalam arti rakyat yang buka penentu kebijakan c. Masyarakat luas, dalam arti tidak hanya satu golongan saja d. Seluruh Masyarakat, dalam arti buka hanya orang yang tinggall disuatu daerah. Di pihak lain, umum bisa pula diartikan sebagai menyangkut hal yang abstrak, bukannya konkret dalam arti orang atau masyarakat di atas. Dalam pemahaman ini, umum bisa berarti : a. Suatu yang berkenaan dengan pemerintah atau negara, bukan hal-hal yang bersangkut paut dengan perorangan atau swasta b. Hal yang luas atau tidak jelas, bukannya khusus dan tegas c. Sosial bukannya swasta atau pribadi atau bisnis d. Yang lazim, bukannya aneh. Seorang pejabat publik beserta birokrasi jajarannya di daerah ini, bilang pada rakyatnya bahwa pembebasan tanah yang terdapat dikelurahan T untuk sebuah konservasi tambang dilakukan demi kepentingan umum, karena itu para warga negara pemilik tanah dengan iklas merima ganti rugi seribu rupiah saja permeter perseginya. Mereka mengira bahwa tanah mereka akan dipakai untuk tempat bangunan pemerintah atau terminal ataupun pasar. Ternyata belakangan baru mereka menyadari
30

bahwa tanah yang dibeli oleh pemerintah tadi adalah milik perorangan atau kelompok pengusaha tertentu yang juga akan digunakan untuk kepentingan usaha perorangan bukannya untuk kepentingan sosial atau kepentingan umum. Ternyata sang pejabat publik tadi telah melakukan pembohongan publik. Dan hal ini dapat terjadi oleh karena adanya keterlibatan birokrasi secara tidak langsung dalam pembelian sebidang tanah milik rakyat tersebut. Keterlibatan birokrasi dalam pembuatan kebijakan tempaknya memang tidak terelakan, baik secara praktis maupun secara ideal. Akibatnya birokrasi tidak hanya memegang wewenang teknis administratif melainkan kadang menggenggam kekuasaan politis, yang sering kali malah lebih besar dibanding eksekutif, legislatif maupun yudikatif (Samodra Wibowo, 2005). Para aktivis politik di dalam tubuh legislatif, misalnya harus dipilih dan hanya bertugas untuk jangka waktu tertentu; tetapi birokrasi tidak perlu dipilih melainkan diangkat dan bertugas hampir seumur hidup. Secara demikian dapat dikatakan bahwa birokrat atau aparatur negara atau pegawai negeri adalah politikus permanent (Kingsley dalam Albrow, 1989). Tindakan ini menurut Woodrow Wilson (1887) seorang ahli administrasi negara telah mengakui bahwa kekuasaan birokrasi seperti itu tidak berbahaya sepanjang ada mekanisme pertanggungjawaban (Millet dalam Samodra Wibowo, 2005).

31

BIROKRASI DAN MASYARAKAT MODERN

Suatu sistem proposisi-proposisi eksplanotoris yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yang merupakan suatu teori yang ilmiah, tapi tidak semua pandangan merupakan proposisi yang ilmiah, istilah ini hanya merujuk kepada preposisi- preposisi yang memiliki imsplikasi emperis yang dapat diperkuat dalam penelitian yang sistematik yang tidak berlaku bagi semua eksplanasi. Fakta-fakta yang tidak penting masih memiliki kegunaaan dan begitu juga dengan imajinasi tanpa disiplin, namun untuk penelitian emperis dan pandangan-pandangan teoritis untuk membangun suatu ilmu yang objektif dan sistematis, semua ini harus dipadukan kedalam satu kesatuan yang utuh, teori hanya mengarahkan penelitian bahwa peneliti harus dioreantasikan kepada penetapan generasi-generasi teoritis. Peran Birokrasi Dalam Pemerintahan Yang Modern Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah : a. Administrasi Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan. b. Pelayanan Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompokkelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan

32

demi melayani kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi public service ini. c. Pengaturan (regulation) Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi

mengamankan kesejahteraan masyarakat.Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini. d. Pengumpul Informasi (Information Gathering) Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli. Birokrasi yang sempurna tidak pernah bisa diwujudkan, tidak ada satupun organisasi emperis yang memiliki struktur yang sama persis dengan konstruksi ilmiah. Model tipe birokrasi yang ideal sebenarnya bukanlah satu skema konseptual semata, tidak hanya mencakup definisi-definisi konsep, tetapi generalisasi implisit tentang hubungan antara generasi itu secara khusus hubungan hipotesa bahwa berbagai kharakteristik birokrasi beragam mendorong efesiensi adnministrasi.

33

Ketika tidak ada hubungan antara otoritas hirarki yang ketat tidak ada hubungan dengan efesiensi bekerja, ini membuktikan bahwa tidak ada semacam ini dalam birokrasi tipe ideal, temuan ini membuktikan bahwa organisasi-organisasi yang belum mengalami perkembangan birokrasi secara penuh karena generalisasigeneralisasi tentang Negara-Negara ideal menentang pengujian sistematis, mereka tidak memiliki tempat dalam ilmu. Organisasi-organisasi informal diperlukan oleh berbagai organisasi. Pola-pola informal ini berlainan dengan kejadian-kejadian pengecualian merupakan suatu regular dari organisasi-organisasi birokrasi oleh karenanya perlu dilibatkan anlisis analisis pola birokrasi. Ada banyak bukti yang mengatakan kesimpulan yang sebaliknya, hubunganhubungan informal dalam praktek-praktek tak resmi sering memberi konstribusi terhadap efesiensi birokrasi operasi-operasi. Penulis sangat setuju dengan pendapat diatas, terkadang organisasi eksternal yang mendukung justru kuat dalam membantu tim utama dalam organisasi, karena mereka tidak terlalu terjebak dengan kerja-kerja institusi tapi lebih kepada kerja professional.

34

NETRALISASI TRADISIONAL PENDEKATAN REGIONAL SULAWESI SELATAN


Persoalan netralitas birokrasi sejatinya sudah ada sejak lama. Ilmuwan politik dan administrasi negara seperti Guy Peters, Nicholas Henry, dan Francis Rourke hampir sepakat bahwa birokrasi harus aktif membuat keputusan politik. Netralisasi birokrasi dari politik sebagaimana pandangan Wilson, Goodnow dan White hampir tidak mungkin dilakukan, karena kekuasaan membuat keputusan yang dimiliki birokrasi merupakan aktivitas politik. Dari perspektif ini birokrasi pemerintah itu adalah highly politized. Dalam tataran hukum formal, sebenarnya netralitas PNS dalam pilkada telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, tentang netralitas PNS dalam Pilkada dan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor SE/08.A/M.PAN/5/2005 tentang netralitas PNS dalam Pilkada. Namun

bagaimanapun aturan yang ada tersebut tetap ada celah yang tak bisa ditembus oleh perangkat kaca mata hukum karena beragamnya motif, model dan bentuk keberpihakan PNS terhadap kontestan pilkada yang ada. Apalagi minimnya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan. Gaung Pemilihan Kepala Daerah atau Walikota dan wakil walikota di Kota Tangsel Banten yang merupakan sebuah hajatan rutin demokrasi secara prosedural kembali bergema, baik untuk Pilkada Gubernur maupun untuk pemilihan beberapa Bupati/Walikota. Sehubungan dengan pemilukada ini, tidak dapat dipungkiri akan selalu ada sorotan ataupun gunjingan akan keberadaan birokrasi yang dipresentasikan oleh para Pegawai Negeri Sipil. Sorotan utama adalah tentang netralitas dan atau keberpihakan para birokrat kepada calon peserta tertentu. Dalam tataran juridis formal sebenarnya netralitas PNS dalam pilkada telah diatur seperti dalam PP no 6 tahun 2005 tentang netralitas PNS dalam Pilkada maupun surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

35

SE/08.A/M.PAN/5/2005

tentang

netralitas

PNS

dalam

Pilkada.

Namun

bagaimanapun aturan yang ada tersebut tetap ada celah yang tak bisa ditembus oleh perangkat kaca mata hukum karena beragamnya motif, model dan bentuk keberpihakan PNS terhadap kontestan pilkada yang ada, apalagi aturan tersebut hanya mengatur secara normatif belum menyentuh aspek substansial. Selain itu sulitnya membedakan antara kegiatan administratif formalistik yang dijalankan oleh birokrasi antara tuntutan profesionalitas dengan balutan yang sebenarnya dukungan informalistik terselubung terhadap pasangan calon tertentu, apalagi jika kegiatannya berlangsung disaat diluar jam dinas para PNS, maka kata netralitas itu hanya akan menjadi sebuah bayangan semu belaka dan akan tetap menjadi sebuah lobang yang gelap untuk diselidiki, dia terasa tetapi tidak teraba. Menurut Istidjar melalui Sudiman (2009) dalam penelitiannya yang dilakukan pada Pilkada Gubernur Sulawesi Selatan dan Banten menyebutkan ada dua faktor yang menyebabkan sulitnya birokrasi untuk netral dalam Pilkada, yakni faktor internal birokrasi dan faktor eksternal. Faktor internal adalah sentimen primordialisme dan logika kekuasaan. Faktor ini lebih kepada kedekatan etnisitas, kesukuan dan agama.Sedangkan faktor logika kekuasaan dikarenakan adanya ketidakpastian sistem dalam penjenjangan karir seorang PNS. Ada sebuah spekulasi politik dan kekuasaan yang diharapkan dari PNS yang memberikan dukungan politik kepada kontestan pilkada, yaitu akan meningkatkan karir di birokrasi ketika calon yang didukung menang. Belajar dari pengalaman masa lalu, politisasi birokrasi ternyata menimbulkan berbagai persoalan. a. Pertama, pelayanan yang diberikan menjadi tidak adil karena ada kecenderungan mengutamakan golongan masyarakat yang memiliki kesamaan aliran politik, sifat pelayanan tidak objektif, dan tidak mau dikontrol. b. Kedua, munculnya patronikrasi yakni budaya gotong royong, saling menolong yang membuahkan nepotisme. Pengrekrutan dan promosi pegawai tidak lagi mengikuti sistem merit dalam tradisi Weberian, tetapi lebih
36

menunjukkan sistem bedol desa atau patronase yang didasarkan pada kedekatan dan kesamaan aliran politik. Oleh karena itu, pengrekutan, promosi dan jabatan birokrasi tidak semata-mata dilihat sebagai prosedur administrasi tetapi juga sebagai peluang dan investasi politik. c. Ketiga, profesionalisme dan integritas birokrasi yang idealnya memiliki akuntabilitas, responsibilitas, responsivitas, dan akseptabilitas yang jelas akan terpengaruh dengan adanya perbedaan aliran politik. Dalam konteks ini budaya politik yang cenderung mengajarkan pimpinan baru untuk menggunakan staf atau pejabat baru, sehingga menyingkirkan pejabat lama (yang dipandang tak loyal), sulit dihindari.

Birokrasi juga bisa terpecah kedalam berbagai faksi berdasarkan orientasi pilihan politik. Secara formal, kondisi ini akan berakhir setelah pelantikan kepala daerah terpilih. Tetapi kenyataannya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki soliditas birokrasi sebagai imbas dari politisasi selama berlangsungnya Pemilukada.

37

BIROKRASI DI INDONESIA DARI MASA KE MASA


Birokrasi di Indonesia awalnya sebagaimana diperkenalkan oleh budaya Eropa di mulai dari masa-masa kolonial antara lain dengan masa cultuurstelsel, masa desentralisasi dan emansipasi, masa pemerintah pusat (centraal bestuur), masa Binnenlands Bestuur dan ambtskostuum binnenlands bestuur, masa pendudukan bala tentara Jepang dan kemudian masa dimana setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 pemerintahan Indonesia melalui Kasman Singodimedjo ketua KNIP pada 25 September 1945 mengumumkan bahwa presiden Indonesia memutuskan bagi keseluruhan pegawai-pegawai pemerintahan terdahulu dari segala jabatan dan tingkatan ditetapkan menjadi pegawai pemerintahan Indonesia. 1. Birokrasi Zaman Kerajaan Sebagian besar wilayah Indonesia sebelum kedatangan bangsa asing pada abad ke-16, menganut sistem kekuasaan dan pengaturan masyarakat yang berbentuk sistem kerajaan. Dalam sistem kerajaan, pucuk pimpinan ada di tangan raja sebagai pemegang kekuasaan tunggal atau absolute. Segala keputusan ada di tangan raja dan semua masyarakat harus patuh dan tunduk pada kehendak sang Raja. Birokrasi pemerintahan yang terbentuk pada saat itu adalah birokrasi kerajaan, yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut : a. Penguasa menganggap dan menggunakan administrasi publik sebagai urusan pribadi b. Administrasi adalah perluasan rumah tangga istana c. Tugas pelayanan ditujukan kepada pribadi sang raja d. Gaji dari raja kepada bawahan pada hakikatnya adalah anugerah yang juga dapat ditarik sewaktu- waktu sekehendak raja e. Para pejabat kerajaan dapat bertindak sekehndak hatinya terhadap rakyat, seperti halnya dilakukan oleh raja.

38

Aparat kerajaan dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan raja. Di dalam pemerintahan pusat (keratin), urusan dalam pemerintahan diserahkan kepada empat pejabat setingkat menteri (wedana lebet) yang dikoordinasikan oleh seorang pejabat setingkat Menteri Kordinator (pepatih lebet). Pejabat-pejabat kerajaan tersebut masing-masing membawahi pegawai (abdidalem) yang jumlahnya cukup banyak. Daerah di luar keraton, seperti daerah pantai raja menunjuk bupati-bupati yang setia kepada raja untuk menjadi penguasa daerah. Para bupati biasanya bupati lama yang telah ditaklukkan oleh raja, pemuka masyarakat setempat, atau saudara raja sendiri.

2. Birokrasi Zaman Kolonial Pelayanan publik pada masa pemerintahan kolonial Belanda tidak terlepas dari sistem administrasi pemerintahan yang berlangsung pada saat itu. Kedatangan penguasa kolonial tidak banyak mengubah sistem birokrasi dan adminitrasi pemerintahan yang berlaku di Indonesia, sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah nusantara baik secara politik maupun ekonomi, pemerintah kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah kerajaan yang masih disegani oleh masyarakat, motif utamanya adalah menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik kerajaan. Selama pemerintahan kolonial terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan. Di satu sisi telah mulai diperkenalkan dan diberlakukan sistem administrasi kolonial (binnenlandcshe Bestuur) yang mengenalkan sistem birokrasi dan administrasi modern, sedangkan pada sisi lain, sistem tradisional (Inheemsche Bestuur) masih tetap dipertahankan. Birokrasi pemerintahan kolonial disusun secara hierarki yang puncaknya pada Raja Belanda. Dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintahan di Negara jajahan, Ratu Belanda menyerahkan kepada wakilnya, yakni seorang gubernur jenderal. Kekuasaan dan kewenangan
39

gubernur jenderal meliputi seluruh keputusan politik di wilayah Negara jajahan yang dikuasai. Gubernur Jenderal dibantu oleh para gubernur dan residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat yang berkedudukan di Batavia untuk wilayah provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten terdapat asisten residen dan pengawas yang diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari.

3. Birokrasi Zaman Orde Lama Berakhirnya masa pemerintahan kolonial membawa perubahan sosial politik yang sangat berarti bagi kelangsungan sistem birokrasi pemerintahan. Perbedaan-perbedaan pandangan yang terjadi diantara pendiri bangsa di awal masa kemerdekaan tentang bentuk Negara yang akan didirikan, termasuk dalam pengaturan birokrasinya, telah menjurus ke arah disintegrasi bangsa dan keutuhan aparatur pemerintahan. Perubahan bentuk Negara dari kesatuan menjadi federal berdasarkan konstitusi RIS melahirkan dilematis dalam cara pengaturan aparatur pemerintah. Setidak-tidaknya terdapat dua persoalan dilematis menyangkut birokrasi pada saat itu. Pertama, bagaimana cara menempatkan mempertahankan pegawai Republik relatif Indonesia kurang yang memiliki telah berjasa dan

NKRI,tetapi

keahlian

pengalaman kerja yang memadai. Kedua, bagaimana menempatkan pegawai yang telah bekerja pada Pemerintah belanda yang memiliki keahlian,tetapi dianggap berkhianat atau tidak loyal terhadap NKRI. Demikian pula penerapan sistem pemerintahan parlementer dan sistem politik yang mengiringinya pada tahun 1950-1959 telah membawa konsekuensi pada seringnya terjadi pergantian kabinet hanya dalam tempo beberapa bulan. Seringnya terjadi pergantian kabinaet menyebabkan birokrasi sangat terfragmentasi secara politik. Di dalam birokrasi tejadi tarik-menarik antar berbagai kepentingan partai politik yang kuat pada masa itu. Banyak kebijakan atau program birokrasi pemerintah yang lebih kental nuansa
40

kepentingan politik dari partai yang sedang berkuasa atau berpengaruh dalam suatu departemen. Program-program departemen yang tidak sesuai dengan garis kebijakan partai yang berkuasa dengan mudah dihapuskan oleh menteri baru yang menduduki suatu departemen. Birokrasi pada masa itu benar- benar mengalami politisasi sebagai instrument politik yang berkuasa atau berpengaruh.Dampak dari sistem pemerintahan parlementer telah

memunculkan persaingan dan sistem kerja yang tidak sehat di dalam birokrasi. Birkrasi menjadi tidak professional dalam menjalankan tugastugasnya, birokrasi tidak pernah dapat melaksanakan kebijakan atau programprogramnya karena sering terjadi pergantian pejabat dari partai politik yang memenangkan pemilu. Setiap pejabat atau menteri baru selalu menerapkan kebijakan yang berbeda dari pendahulunya yang berasal dari partai politik yang berbeda. Pengangkatan dan penempatan pegawai tidak berdasarkan merit system, tetapi lebih pada pertimbangan loyalitas politik terhadap partainya.

4. Birokrasi Zaman Orde Baru Birokrasi pada masa Orde Baru menciptakan strategi politik korporatisme Negara yang bertujuan untuk mendukung penetarsinya ke dalam masyarakat, sekaligus dalam rangka mengontrol piblik secara penuh. Strategi politik birokrasi tersebut merupakan strategi dalam mengatur system perwakilan kepentingan melalui jaringan fungsional nonideologis, dimana sistem tersebut memberikan berbagai lisensi pada kelompok fungsional dalam masyarakat, seperti monopoli atau perizinan, yang bertujuan untuk meniadakan konflik antar kelas atau antar kelompok kepentingan dalam masyarakat yang memiliki konsekuensi terhadap hilangnya pluralitas social,politik maupun budaya. Pemerintahan Orde Baru mulai menggunakan birokrasi sebagai premium mobile bagi program pembangunan nasional. Reformasi birokrasi yang dilakukan diarahkan pada :
41

a. Memindahkan wewenang administratif kepada eselon atas dalam hierarki birokrasi. b. Untuk membuat agar birokrasi responsif terhadap kehendak

kepemimpinan pusat. c. Untuk memperluas wewenang pemerintah baru dalam rangka mengkonsolidasikan pengendalian atas daerah-daerah.

5. Birokrasi Zaman Reformasi Publik mengharapkan bahwa dengan terjadinya Reformasi, akan diikuti pula dengan perubahan besar pada desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik yang menyangkut dimensi kehidupan politik, sosial, ekonomi maupun kultural. Perubahan struktur, kultur dan paradigma birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi begitu mendesak untuk segera dilakukan mengingat birokrasi mempunyai kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis multidimensional yang tengah terjadi sampai saat ini. Namun, harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di Negara-negara maju tampaknya masih sulit untuk diwujudkan. Osborne dan Plastrik (1997) mengemukakan bahwa realitas sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh Negara-negara yang sedang berkembang seringkali berbeda dengan realitas sosial yang ditemukan pada masyarakat di negara maju. Realitas empirik tersebut berlaku pula bagi birokrasi pemerintah, dimana kondisi birokrasi di Negara-negara berkembang saat ini sama dengan kondisi birokrasi yang dihadapi oleh para reformis di Negara-negara maju pada sepuluh dekade yang lalu. Persoalan birokrasi di Negara berkembang, seperti merajalelanya korupsi, pengaruh kepentingan politik partisan, sistem Patron-client yang menjadi norma birokrasi sehingga pola perekrutan lebih banyak berdasarkan hubungan personal daripada faktor kapabilitas, serta birokrasi pemerintah yang digunakan oleh masyarakat sebagai tempat favorit untuk mencari lapangan pekerjaan merupakan sebagian
42

fenomena birokrasi yang terdapat di banyak Negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi, tampaknya belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari kultur birokrasi di Indonesia. Perkembangan birokrasi kontemporer memperlihatkan bahwa arogansi birokrasi sering kali masih terjadi. Kasus Brunei Gate dan Bulog Gate setidak-tidaknya memperlihatkan bahwa pucuk pimpinan birokrasi masih tetap mempraktikkan berbagai tindakan yang tidak transparan dalam proses pengambilan keputusan. Birokrasi yang seharusnya bersifat apolitis, dalam kenyataannya masih saja dijadikan alat politik yang efektif bagi kepentingan-kepentingan golongan atau partai politik tertentu. Terdapat pula kecenderungan dari aparat yang kebetulan memperoleh kedudukan atau jabatan strategis dalam birokrasi, terdorong untuk bermain dalam kekuasaan dengan melakukan tindak KKN. Mentalitas dan budaya kekuasaan ternyata masih melingkupi sebagian besar aparat birokrasi pada masa reformasi. Kultur kekuasaan yang telah terbentuk semenjak masa birokrasi kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat birokrasi. Masih kuatnya kultur birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik, telah menyebabkan perilaku pejabat birokrasi menjadi bersikap acuh dan arogan terhadap masyarakat. Dalam kondisi pelayanan yang sarat dengan nuansa kultur kekuasaan, publik menjadi pihak yang paling dirugikan. Kultur kekuasaan dalam birokrasi yang dominan membawa dampak pada terabaikannya fungsi dan kultur pelayanan birokrasi sebagai abdi masyarakat. Pada tataran tersebut sebenarnya berbagai praktik penyelewengan yang dilakukan oleh birokrasi terjadi tanpa dapat dicegah secara efektif. Penyelewengan yang dilakukan birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa menjadikan masyarakat sebagai
43

objek pelayanan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan pribadi pejabat ataupun aparat birokrasi. Inefisiensi kinerja birokrasi dalam penyelengaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik masih tetap terjadi pada masa reformasi. Birokrasi sipil termasuk salah satu sumber terjadinya inefisiensi pemerintahan. Inefisiensi kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik terlihat dari masih sering terjadinya kelambanan dan kebocoran anggaran pemerintah. Jumlah aparat birokrasi sipil yang terlampau besar merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap inefisiensi pelayanan birokrasi. Lambannya kinerja pelayanan birokrasi dimanifestasikan pada lamanya penyelesaian urusan dari masyarakat yang membutuhkan prosedur perizinan birokrasi seperti pengurusan sertifikasi tanah, IMB, HO dan sebagainya.

Membangun Paradigma Baru Pembahasan soal pertanyaan pokok apakah birokrasi perlu berpolitik atau tidak, merupakan persoalan yang sering dibahas dalam studi ilmu politik. Untuk kasus Indonesia era Orde Lama Dan Orde Baru, dalam praktiknya birokrasi terlibat dalam kepengurusan dan pemenangan partai politik pemerintah. Walaupun dalam dua zaman tersebut, sebagaimana kalangan aktor politik, para ilmuwan politik dan cendekiawan pun ada yang berbeda pandangan. Ada yang menyatakan setuju (pro) dan ada pula yang menyatakan menolak (kontra) terhadap peran birokrasi dalam kehidupan politik. Mereka yang pro terhadap ide birokrasi boleh berpolitik antara lain mendasarkan diri pada asumsi bahwa semua orang mempunyai hak memilih dan hak dipilih, sehingga tidak rasional membatasi peran politik pegawai negeri. Pembatasan seperti itu menurut kubu ini dicarikan alasan sebagai tindakan pelanggaran HAM. Sedangkan mereka yang kontra, lebih mendasarkan diri pada pertimbangan kenyataan politik bahwa sangat sulit bagi masyarakat luas yang dilayani dan tidak adil bagi partai politik lainnya, bila birokrasi boleh dan harus berperan ganda sebagai pegawai pemerintah yang nota bene menjadi pelayan masyarakat, sekaligus bertindak sebagai aktor politik.
44

Gejala tumpang tindihnya kedua peran tersebut (sebagai pelayan masyarakat dan aktor politik sekaligus) baik dalam tingkatan perorangan maupun institusi birokrasi, diduga dan diyakini akan menyebabkan conflict of interest yang pada akhirnya akan merusak salah satu wadah tersebut, merusak kinerja birokrasi ataupun bisa merusak kehidupan politik, yang menciptakan pembusukan politik dalam jangka panjang. Bagian penting yang relevan diperhatikan untuk menyusun paradigma baru birokrasi adalah perlunya menumbuhkan kesadaran bahwa birokrasi perlu mengakui bahwa publik-lah yang berkuasa, karena mereka dibiayai oleh pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Begitu juga perlu menghidupkan koordinasi dan pengawasan dari rekan kerja ketimbang koordinasi dan pegawasan dari atasan. Dalam model pemerintahan enterpreuneur, pemerintah dan birokrasi bertindak mengarahkan masyarakat, bukan mengurusi semua bidang kemasyarakatan, melakukan

pemberdayaan masyarakat bukan cuma melayani masyarkat; membuka kompetisi dan saling bersaing dalam memberikan pelayanan yang terbaik, bukan monopoli bidang usaha; bekerja digerakkan oleh misi yang ditetapkan oleh Negara,bukan aturan yang dibuat sendiri oleh birokrat; menghasilkan pendanaan, bukan menunggu anggaran dari Negara; bekerja dikendalikan oleh warga Negara pembayar pajak, bukan aturan sepihak birokrat memperhitungkan adanya tabungan, bukan hanya menghabiskannya; mempunyai prinsip lebih baik mencegah, daripada mengobati permasalahan; melibatkan kerja dan pengawasan kelompok (peer group),bukan hanya kerja individu atau pengawasan atasan; lebih memperhatikan kemauan pasar, ketimbang maunya organisasi saja. Selain itu, ada pemikiran yang terus berkembang misalnya : a. Adanya keinginan perlu tumbuhnya kesadaran baru di kalangan PNS dan pejabat struktural maupun fungsional bahwa rakyat banyak yang diwakili di legislatif-lah yang berkuasa, sedangkan pemerintah dan birokrasi hanya pelaksana.

45

b. Birokrasi perlu transparan dalam kegiatan- kegiatannya dan dalam membuat ketentuan- ketentuan teknis harus terbuka dan mengikutsertakan wakil-wakil kelompok kepentingan dalam masyarakat. c. Pejabat birokrasi perlu merakyat, mau turun ke lapangan ke bidang tanggung jawabnya. d. Keinginan kelompok LSM agar segala sesuatu yang sudah bisa dan diurus oleh masyarakat, biarkan dikerjakan oleh masyarakat itu sendiri.

46

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Birokrasi sangat mempunyai peranan penting dalam 'kehidupan'

pemerintahan. Dalam model pemerintahan, birokrasi dan pemerintah mengarahkan, melakukan pemberdayaan masyarakat, saling bersaing dalam memberikan pelayanan yang terbaik, digerakkan oleh misi yang ditetapkan oleh negara bukan aturan yang dibuat sendiri, menghasilkan pendanaan bukan menunggu anggaran, dikendalikan oleh warga negara pembayar pajak, memeperhatikan tabungan, mencegah daripada mengobati, melakukan kerja kelompok bukan kerja individu dan memperhatikan kemauan pasar atau publik. Jadi Kepemerintahan tidak dipandang sebelah mata lagi. Birokrasi bertindak profesional terhadap publik. Berperan menjadi pelayan masyarakat (public servent). Dalam memberikan pelayanan ada transparansi biaya yang tidak terjadi pungutan liar. PNS perlu memberikan informasi dan tranparansi sebagai hak masyarakat dan bisa dimintai pertanggung jawabnya lewat dengar pendapat dengan legislatif atau kelompok kepentingan yang datang. Melakukan pemberdayaan publik dan mendukung terbangunnya proses demokratisasi.

47

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebuadayaan. 2009. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka

http://mustamin/03/2011/konsep-birokrasi.html. (sabtu, 18.21 WITA) http://subiakto/01/2010/kewirausahaan-dalam-birokrasi/html.(sabtu,19.30 WITA)

http://samodrawibawa/03/2010/netralisasi-birokrasi.html.(sabtu, 20.00 WITA) http://sumiharjo/01/2011/birokrasi-masa-ke-masa.html. (sabtu, 20.45 WITA)

48

Makalah Final

BIROKRASI

Oleh : NOVITA SARI 106514031 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2012

49

You might also like