You are on page 1of 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Cholecystitis dan aspek radiologisnya. Tak ada gading yang tak retak, begitu pula penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Herman W.H, Sp. Rad, yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan radiologi di Rumah Sakit Royal Taruma periode 28 November 31 Desember 2011. Dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan dasar bahan-bahan kuliah dari dosen pengajar di Universitas Tarumanagara, juga menyertakan wacana-wacana yang berkaitan dengan Cholecystitis dan aspek radiologisnya juga gambar-gambar yang diambil dari situs internet. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 15 Desember 2011 Penulis

Rorica Tixson (406101017) 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1 DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3 ANATOMI dan FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU ................................................. 5 1. Anatomi ........................................................................................................... 5 2. Fisiologi .......................................................................................................... 3. Pengosongan kandung empedu ...................................................................... 4. Komposisi Cairan Empedu ............................................................................. CHOLECYSTITIS ...................................................................................................... 1. Kolesistitis Akut ............................................................................................. A. Pengertian .......................................................................................... C. Gejala Klinis ...................................................................................... D. Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 7 8 9 10 10 10 10 11

B. Etiologi dan Patogenesis .................................................................... 10

E. Laboratorium ..................................................................................... 11 F. Radiologi ........................................................................................... 11 G. Diagnosis .......................................................................................... 12

H. Penatalaksanaan ................................................................................ 12 I. Prognosis ........................................................................................... 13


2. Kolesistitis Kronik ......................................................................................... 14 A. Pengertian ......................................................................................... 14 B. Etiologi ............................................................................................ 14 C. Gejala Klinis .................................................................................... D. Radiologi ......................................................................................... E. Diagnosis ......................................................................................... G. Pencegahan ...................................................................................... RESUME ................................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. LAMPIRAN ............................................................................................................ 14 15 15 16 17 19 20

F. Penatalaksanaan .............................................................................. 15

PENDAHULUAN
Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus sistikus dan menyebabkan distensi kandung empedu. Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi, sekitar 90% kasus berkaitan dengan batu empedu, sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus minoritas yang disebut juga dengan istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkaitan dengan pasca bedah umum, cedera berat, sepsis (infeksi berat), puasa berkepanjangan, dan beberapa infeksi pada penderita AIDS. Individu yang berisiko terkena kolesistitis antara lain adalah jenis kelamin wanita, umur tua, obesitas, obat-obatan, kehamilan, dan suku bangsa tertentu. Untuk memudah kan mengingat faktor-faktor risiko terkena kolesistitis, digunakan 4F dalam bahasa inggris (female, forty, fat, and fertile). Selain itu kelompak penderita batu empedu tentu salah lebih berisiko mengalami kolesistitis daripada yang tidak memiliki batu empedu. Kolelitiasis adalah terdapatnya batu dalam kandung empedu. Kedua penyakit di atas dapat terjadi sendiri saja, tetapi sering dijumpai bersamaan karena keduanya saling berkaitan. Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu. Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan. Bagaimanakah batu empedu dapat menimbulkan kolesistitis? Batu empedu yang menyumbat saluran empedu akan membuat kandung empedu meregang, sehingga aliran darah dan getah bening akan berubah, terjadilah kekurangan oksigen dan kematian jaringan empedu. Sedangkan pada kasus tanpa batu empedu, kolesistitis lebih disebabkan oleh faktor keracunan empedu (endotoksin) yang membuat garam empedu tidak dapat dikeluarkan dari kandung empedu. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsi di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Angka kejadian di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain. 3

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu. Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu, gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Diagnosis kolesistitis atau kolelitiasis didasarkan dari hasil kolesistografi atau ultrasonografi menunjukkan adanya batu atau malfungsi kandung empedu. Pemeriksaan USG bisa membantu memperkuat adanya batu empedu dalam kandung empedu dan bisa menunjukkan penebalan pada dinding kandung empedu. Diagnosis yang paling akurat diperoleh dari pemeriksaan skintigrafi hepatobilier, yang memberikan gambaran dari hati, saluran empedu, kandung empedu, dan bagian atas usus halus.

ANATOMI dan FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU 1. Anatomi


Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang, dan kiri. Collum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah A. cystica, cabang A. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan A. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus. Variasi anatomik misalnya double folded atau double twisted sangat sering ditemukan, juga kandung empedu yang besar, non obstruktif, sering dijumpai pada penderita alkoholisme atau diabetes melitus.

2. Fisiologi
Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati yang ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%. Menurut Guyton & Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu: Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam empedu melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas. Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

3. Pengosongan kandung empedu


Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk ke dalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

Hormonal : Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai


duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

Neurogen :
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan hormonal maupun

neurologis memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

4. Komposisi Cairan Empedu

Komponen Air Garam Empedu Bilirubin Kolesterol Asam Lemak Lecithin Elektrolit

Dari Hati 97,5 1,1 0,04 0,1 0,12 0,04 gm % gm % gm % gm % gm % gm %

Dari Kandung Empedu 95 6 0,3 0,3 0,9 0,3 1,2 0,3 gm % gm % gm % gm % gm % gm %

Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah : Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol, dan vitamin yang larut dalam lemak. 8

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus diubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi di segmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.

CHOLECYSTITIS 1. Kolesistitis Akut A. Pengertian


Radang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam.

B. Etiologi dan Patogenesis


Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu, atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus.

C. Gejala Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi 10

tergantung dari adanya kelainan inflamasi ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Penderita kadang mengalami demam, mual, dan muntah, Pada orang lanjut usia, demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut kanan atas.

D. Pemeriksaan Fisik
Teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda Murphy).

E. Laboratorium
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik. Leukositosis Peningkatan enzim-enzim hati (SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan bilirubin) Peninggian transaminase dan fosfatase alkali

F. Radiologi
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radioopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%. 11

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99nTc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut. CT Scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. Kolangiografi transhepatik perkutaneous: Pembedahan gambaran dengan fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas (bila ikterik ada). MRI

G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil dari pemeriksaan tertentu. Pemeriksaan USG bisa membantu memperkuat adanya batu empedu dalam kandung empedu dan bisa menunjukkan penebalan pada dinding kandung empedu, dan cairan peradangan disekitar empedu. ERCP (endoscopic retrograd cholangiopancreatography) juga dapat dilakukan untuk melihat anatomi saluran empedu, sekaligus untuk mengangkat batu apabila memungkinkan. Diagnosis yang paling akurat diperoleh dari pemeriksaan skintigrafi hepatobilier, yang memberikan gambaran dari hati, saluran empedu, kandung empedu dan bagian atas usus halus.

H. Penatalaksanaan
Penderita dengan kolesistitis akut pada umumnya dirawat di rumah sakit, diberikan cairan dan elektrolit intravena dan tidak diperbolehkan makan maupun minum. Mungkin akan dipasang pipa nasogastrik untuk menjaga agar lambung tetap kosong sehingga mengurangi rangsangan terhadap kandung empedu. Antibiotik diberikan sesegera mungkin jika dicurigai kolesistitis akut. 12

Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau kedua. Jika penderita memiliki penyakit lainnya yang meningkatkan resiko pembedahan, operasi ditunda dan dilakukan pengobatan terhadap penyakitnya. Jika serangannya mereda, kandung empedu bisa diangkat 6 minggu kemudian atau lebih. Jika terdapat komplikasi (misalnya abses, gangren atau perforasi kandung empedu), diperlukan pembedahan segera. Sebagian kecil penderita akan merasakan episode nyeri yang baru atau berulang, yang menyerupai serangan kandung empedu, meskipun sudah tidak memiliki kandung empedu. Penyebab terjadinya episode ini tidak diketahui, tetapi mungkin merupakan akibat dari fungsi sfingter Oddi yang abnormal. Sfingter Oddi adalah lubang yang mengatur pengaliran empedu ke dalam usus halus. Rasa nyeri ini mungkin terjadi akibat peningkatan tekanan di dalam saluran yang disebabkan oleh penahanan aliran empedu atau sekresi pankreas. Untuk melebarkan sfingter Oddi bisa digunakan endoskopi. Hal ini biasanya akan mengurangi gejala pada penderita yang memiliki kelainan sfingter, tetapi tidak akan membantu penderita yang hanya memiliki nyeri tanpa disertai kelainan pada sfingter.

I. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien tua (>75th)

13

mempunyai prognosis jelek di samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.

2. Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan litiasis dan lebih sering timbulnya perlahan-lahan.

A. Pengertian
Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

B. Etiologi
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.

C. Gejala Klinis
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol, seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadangkadang hilang setelah bersendawa.

14

D. Radiologi
Kolesistografi oral, ultrasonografi, dan kolangiografi dapat memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Pada USG, dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut. Kadangkadang hanya eko batunya saja yang terlihat. Endoscopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP) sangat

bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus. Kolesistogram (untuk kolesistitis kronik): Menyatakan batu pada sistem empedu. CT Scan: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan antara ikterik obstruksi /non obstruksi. MRI

E. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan. Riwayat penyakit batu kandung empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positif dapat menyokong menegakkan diagnosis.

F. Penatalaksanaan
Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan. Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui laparoskopi. Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan. Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik. 15

G. Pencegahan
Seseorang yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut dan kandung empedunya belum diangkat, sebaiknya mengurangi asupan lemak dan menurunkan berat badannya.

16

RESUME
Radang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan litiasis dan lebih serinng timbulnya perlahan-lahan. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu yang disebut kolelitiasis. Sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kantong empedu.Yang lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke dalam saluran empedu. Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu, maka penderita akan merasakan nyeri. Nyeri cenderung hilang-timbul dan dikenal sebagai nyeri kolik. Nyeri timbul secara perlahan dan mencapai puncaknya, kemudian berkurang secara bertahap. Nyeri bersifat tajam dan hilang-timbul, bisa berlangsung sampai beberapa jam. Lokasi nyeri berlainan, tetapi paling banyak dirasakan di perut atas sebelah kanan dan bisa menjalar ke bahu kanan. Penderita seringkali merasakan mual dan muntah. Pemeriksaan radiologis merupakan cara pemeriksaan sekaligus cara evaluasi, yang memegang peranan penting di samping pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan klinis lainnya. Pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:

Foto polos abdomen Ultrasonografi (USG) Kolesistografi oral Skintigrafi saluran empedu CT Scan abdomen Kolangiografi transhepatik perkutaneous Endoscopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP) 17

Kolesistogram (untuk kolesistitis kronik) Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) Tomografi Komputer MRI

Penderita dengan kolesistitis akut pada umumnya dirawat di rumah sakit, diberikan cairan dan elektrolit intravena dan tidak diperbolehkan makan maupun minum. Mungkin akan dipasang pipa nasogastrik untuk menjaga agar lambung tetap kosong sehingga mengurangi rangsangan terhadap kandung empedu. Antibiotik diberikan sesegera mungkin jika dicurigai kolesistitis akut. Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau kedua. Jika penderita memiliki penyakit lainnya yang meningkatkan resiko pembedahan, operasi ditunda dan dilakukan pengobatan terhadap penyakitnya. Jika serangannya mereda, kandung empedu bisa diangkat 6 minggu kemudian atau lebih. Jika terdapat komplikasi (misalnya abses, gangren atau perforasi kandung empedu), diperlukan pembedahan segera. Penderita kolesistektomi. dengan Sedangkan kolesistitis pada kronik pada dengan umumnya kolelitiasis dilakukan dilakukan penderita

kolesistektomi, terapi disolusi, Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL), ERCP untuk kalkulus duktus bilier komunis, empiema dapat didrainase secara perkutan di bawah pemantauan ultrasonografi, dan dietetik.

18

DAFTAR PUSTAKA
Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes : Radiologi. Edisi Kedua. (diterjemahkan oleh Penerbit Erlangga), Jakarta : Penerbit Erlangga. Richard S. Snell. 2002. Anatomi klinik. Edisi Ketiga. Jakarta : EGC. Sudoyo, Aru W dkk. 2010. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Kelima. Jakarta : InternaPublishing. Sherlock S, Dooley J. 1993. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th . London : Blackwell Scientific Publication. Sjamsuhidajat R, Wim de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Altun et al . 2007. GASTROINTESTINAL IMAGING:MRImaging of Acute and ChronicCholecystitis. http://radiology.rsna.org/content/244/1/174.full.pdf+html? sid=ddd041b4-7a1a-410a-ac3d-2a98aa6374aa (diakses 15 Desember 2012) __________ . 2010. Cholecystitis. http://en.wikipedia.org/wiki/Cholecystitis (diakses 15 Desember 2012) __________ . 2010. Gallstone. http://en.wikipedia.org/wiki/Gallstone (diakses 15 Desember 2012) Mayoclinicstaff. 2009. Cholecystitis. http://www.mayoclinic.com/health/cholecystitis/DS01153 (diakses 15 Desember 2012) __________ . 2008. Gallstones. http://www.medicinenet.com/gallstones/page11.htm (diakses 15 Desember 2010) William K Chiang,dkk. 2010. Cholelithiasis. http://emedicine.medscape.com/article/774352-overview (diakses 15 Desember 2012)

http://pharos.co.id/news-a-media/beritakesehatan/461-kolesistitis-radangkandung-empedu.html (diakses 15 Desember 2012)

19

LAMPIRAN

Anatomi kandung empedu

Anatomi sekitar kandung empedu

20

Variasi normal bentuk double folded

Kandung empedu normal. Terlihat kontur, besar, dan batas yang normal. Dinding tidak menebal. Terletak di antara parenkim hati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen.

21

Kolelitiasis

Gejala Klinis Kolelitiasis

22

USG pada kandung empedu mendemonstrasikan kalkulus tunggal besar (tanda panah). Perhatikan bayangan akustik di bagian posterior dari batu empedu.

Kolelitiasis (Terlihat 2 buah gambaran sangat hiperekoik dengan bayangan akustik di bawahnya : AS)

23

Kolelitiasis (Kontur dan batas kandung empedu tidak jelas lagi, karena terisi oleh batu yang massif. Tampak ekocairan empedu sedikit saja pada sebelah atasnya.)

Poikolelitiasis (Tampak batu multipel dengan bayangan akustik yang khas dengan ekopadat di atasnya.)

24

USG Kolelitiasis

Gambaran Patologi Anatomi Kolesistitis

USG Kolesistitis Akut

25

Kolesistitis akut ditandai dengan penebalan dinding dan adanya ekocairan di sekelilingnya (merupakan ciri khas) sebagai reaksi perikolesistitis.

Kolesistitis kronik (Ekocairan menjadi hiperekoik dengan dinding kandung empedu yang ireguler. Terlihat batu multipel dengan bayangan akustik yang khas pada bagian kiri. Pada gambar sebelah kanan, kandung empedu sangat mengecil (contracted) dan yang terlihat hanya eko batunya saja.

26

Kolesistografi

Kolesistektomi

27

You might also like