You are on page 1of 59

Lampiran Nomor Tanggal

: KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA UTARA : 136/3240.K : 16 DESEMBER 2004

BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara terletak pada pesisir geografis antara 1- 4 LU dan 98 - 100 BT, sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan Propinsi Riau. Pantai Barat Sumatera Utara berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, sedangkan Pantai Timur berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Luas areal Propinsi Sumatera Utara adalah 711.680 km (3,72% dari luas areal Republik Indonesia). Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi Lestari (MSY) beberapa jenis ikan di perairan Pantai Timur terdiri dari : ikan pelagis 126.500 ton/tahun, ikan demersal 110.000 ton/tahun, ikan karang 6.800 ton/tahun dan udang 20.000 ton/tahun. Wilayah pesisir timur Sumatera Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Luas wilayah kecamatan pesisir dibagian timur Sumatera Utara adalah 43.133,44 km yang terdiri dari 35 kecamatan pesisir dengan jumlah desa sebanyak 436 desa. Di Pantai Timur Sumatera Utara hanya terdapat 6 (enam) pulau-pulau kecil. Pantai Barat Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 763,47 km (termasuk Pulau Nias). Potensi lestari (MSY) beberapa jenis ikan di perairan Pantai Barat terdiri dari: ikan pelagis 115.000 ton/tahun, ikan demersal 78.700 ton/tahun, ikan karang 5.144 ton/tahun dan udang 21.000 ton/tahun. Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara terdiri dari 6 (enam) Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan. Luas administrasi kawasan pesisir Pantai Barat mencapai 25.328 km (sekitar 39,93% dari luas Propinsi Sumatera Utara). Jumlah pulau-pulau kecil yang terdapat di Pantai Barat Sumatera Utara mencapai 156 pulau. Potensi wilayah pesisir Timur dan Barat Sumatera Utara sampai saat ini belum dikelola secara optimal, dimana pengelolaan yang telah dilakukan selama ini masih bersifat eksploitatif, sektoral dan tumpang tindih. Oleh karena itu dalam jangka menengah dan jangka panjang perlu dilakukan re-orientasi kebijaksanaan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Penyusunan Rencana Strategis sebagai salah satu dokumen perencanaan wilayah pesisir merupakan tahap awal dalam reorientasi dimaksud. Rencana Strategis (Renstra) yang tersusun merupakan acuan dalam pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir. Melalui Renstra ini akan dicapai keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir (Integrated Coastal Zone Management / ICZPM) yang bermanfaat bukan hanya bagi generasi masa kini, tetapi juga generasi dimasa mendatang.

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan utama penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Propinsi Sumatera Utara terdiri dari:
- Tujuan Konservasi Ekologis - Tujuan Pembangunan Sosial : Melindungi dan memperbaiki ekosistem wilayah pesisir Sumatera Utara. : Memulihkan dan menjamin hak dan kewajban masyarakat dalam mengelola sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan. : Mengembangkan sistem pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara optimal, efisien dan berkelanjutan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. : Meminimalkan/mengeliminir adanya konflik pemanfaatan dan kewenangan dalam pengelolaan wilayah pesisir, sehingga dicapai suatu keterpaduan dan keberlanjutan program.

- Tujuan Pembangunan Ekonomi

- Tujuan Administrasi

Manfaat Rencana Strategis pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah: - Memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan daerah dan pembangunan nasional, khususnya di wilayah pesisir. - Memberikan landasan yang konsisten bagi penyusunan Rencana Zonasi (Zoning Plan), Rencana Pengelolaan (Management Plan) dan Rencana Aksi (Action Plan).

1.3 Ruang Lingkup Daerah Perencanaan Secara administratif, Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 18 (delapan belas) Kabupaten dan 7 (tujuh) Kota. Dari keseluruhan wilayah tersebut, terdapat 13 (tigabelas) Kabupaten/Kota yang memiliki wilayah pesisir, yaitu: Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Asahan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan. 1.4 Proses Penyusunan RENSTRA Penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Propinsi Sumatera Utara mengacu kepada kebijakan-kebijakan pembangunan daerah yang merupakan penjabaran dari kebijakan pembangunan nasional. Posisi Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Sumatera Utara dalam konteks perencanaan dapat dilihat pada Gbr 1, dimana Renstra ini merupakan acuan didalam pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir. Renstra Pesisir ini disusun dengan mengakomodir hasil dari partisipasi publik dan lokakarya selama 2 (dua) tahun 2002 2003 dengan melibatkan berbagai macam stakeholders lainnya seperti ; Lembaga / Instansi terkait, LSM, tokoh masyarakat pesisir dan Perguruan Tinggi dimana kegiatan ini merupakan Program Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Propinsi Sumatera Utara.

PROSES PERENCANAAN NASIONAL

- UU NO. 25 TH 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (RAPENAS)

RENCANA STRATEGIS PROPINSI SUMATERA UTARA RENCANA STRATEGIS PESISIR

PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH PROSES PERENCANAAN PROPINSI - Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) - Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD)

LINGKUNGAN STRATEGIS: Kondisi kritis wilayah pesisir dan urgensi untuk penanganan segera

KONDISI STRATEGIS: Pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat

RENCANA ZONASI RENCANA PENGELOLAAN RENCANA AKSI


ACUAN MASUKAN

Gambar 1. Posisi Renstra Pesisir Sumatera Utara dalam Proses Perencanaan

Penyusunan Rencana Pesisir dilaksanakan melalui suatu proses koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antara instansi terkait ditingkat Propinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Provincial Task Force (PTF) yang ditetapkan berdasarkan SK Gubernur turut berperan dalam proses penyusunan Renstra Pesisir ini. Renstra Pesisir ini merupakan suatu acuan dan kerangka dasar dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Dari Renstra pesisir ini akan disusun dokumen perencanaan lebih lanjut yaitu Rencana Zonasi (Zonation Plan), Rencana Pengelolaan (Management Plan) dan Rencana Aksi (Action Plan) untuk pemanfaatan sumberdaya pesisir melalui berbagai kegiatan yang akan melibatkan masyarakat pesisir.

Gambar 2. Hirarkhi Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu 1.5 Siklus Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu Dalam Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang terakhir telah disempurnakan melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa wilayah daerah propinsi terdiri dari wilayah daratan dan wilayah laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan; sedangkan kewenangan daerah kabupaten/kota sejauh sepertiga dari batas laut daerah provinsi. Melalui pelimpahan kewenangan tersebut, maka daerah dapat lebih leluasa dalam merencanakan dan mengelola sumberdaya wilayah pesisir, termasuk jasa lingkungan lainnya bagi kepentingan pembangunan daerah itu sendiri.

Proses pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, berdasarkan kesepakatan internasional, mengikuti suatu siklus pembangunan atau kebijakan (Gambar 3). Siklus tersebut terdiri dari 5 (lima) langkah yaitu: 1. Identifikasi isu-isu pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir 2. Persiapan atau perencanaan program 3. Adopsi program dan pendanaan 4. Pelaksanaan program 5. Monitoring dan evaluasi

Gambar 3. Siklus Kebijakan Pengelolaan Pesisir Terpadu (Olsen et al, 1998)

Konsep pengelolaan wilayah pesisir terpadu membutuhkan waktu beberapa tahun untuk dapat diimplementasikan walaupun hanya untuk kawasan tertentu (sesuai pengalaman negara-negara tetangga seperti Filipina, Thailand dan Sri Langka). Propinsi Sumatera Utara dengan komposisi masyarakat pesisir yang sangat majemuk dituntut untuk dapat mengawali Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dengan menyelesaikan satu siklus kebijakan pengelolaan. Program akan menjadi lebih matang dan didukung oleh seluruh stakeholder bila telah berhasil melewati satu siklus yang disebut juga dengan satu generasi program. Dokumen Renstra Pesisir ini merupakan langkah kedua dari siklus kebijakan, sekaligus sebagai dokumen dasar bagi penyusunan dokumen perencanaan selanjutnya yaitu rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana aksi.

BAB II KONDISI WILAYAH PESISIR SUMATERA UTARA 2.1 Profil Wilayah Pesisir Sumatera Utara 2.1.1 Wilayah Pesisir Pantai Timur Wilayah Pesisir Timur Sumatera Utara yang memiliki panjang pantai 545 km berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara dapat dikelompokkan menjadi 2 wilayah yaitu: 1. Wilayah up-land adalah: kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan daerah belakang yang berpengaruh terhadap ekosistem kawasan dibawahnya (kawasan pantai pesisir hingga laut). Yang termasuk wilayah upland: daerah atas adalah Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kab. Langkat, Kab. Labuhan Batu, Kab. Deli Serdang, dan Kab. Serdang Bedagai 2. Wilayah low-land adalah: Daerah Aliran Sungai (DAS) yang masih dipengaruhi oleh pasang surut pada ke-enam Kabupaten/Kota tersebut sampai 4 mil ke arah laut. Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara merupakan wilayah pesisir yang mempunyai hamparan mangrove yang sangat luas yang membujur dari daerah pantai utara Kabupaten Langkat ke daerah pantai selatan Kabupaten Labuhan Batu dengan ketebalan yang bervariasi antara 50-150 meter. Daerah pantai di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara didominasi oleh pantai berpasir, baik pasir kwarsa maupun feldspar. Keadaan fisik pantai berpasir sangat dipengaruhi oleh gerakan ombak, khususnya dalam pembentukan ukuran partikel. Luas kawasan Pesisir Timur Sumatera Utara adalah 43.133,44 km. Kawasan ini cukup subur, suhu udara tinggi, kelembaban udara tinggi dan curah hujan relatif tinggi. Topografi pantai umumnya landai dengan laut yang dangkal.

Gambar 4. Daerah Pantai Berpasir (Pantai Cermin/Kab. Serdang Bedagai) yang terletak di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara
6

2.1.2 Wilayah Pesisir Pantai Barat Panjang garis pantai pesisir barat Sumatera Utara adalah 763,47 km berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Wilayah yang terdiri dari 6 Kabupaten/Kota ini memiliki hamparan mangrove sekitar 14.270 Ha yang membujur dari pantai selatan Kabupaten Mandailing Natal sampai ke pantai selatan Kabupaten Tapanuli Tengah serta di daerah pulau-pulau di Kabupaten Nias dengan ketebalan antara 50-150 meter. Terumbu karang di Pantai Barat Sumatera Utara terdapat di 3 (tiga) Kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan yang tumbuh pada kedalaman 3-10 meter. Daerah pantai di kawasan Pantai Barat Sumatera Utara sangat bervariasi yaitu daerah yang curam, berbatu dan dibeberapa daerah terdapat pantai yang didominasi rawa. Kondisi pantai semacam ini banyak ditemukan di daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Sibolga dan Mandailing Natal. Pantai Kabupaten Nias dan Kab. Nias Selatan didominasi oleh pantai berbatu dan berpasir, khususnya yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Banyaknya terdapat pulau-pulau kecil merupakan ciri yang dimiliki oleh kawasan pesisir barat Sumatera Utara.

Gambar 5. Salah Satu Pulau-Pulau Kecil (Pulau Poncan/Kab. Tapanuli Tengah) yang terletak di Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara

2.2 Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Alam dan Sumberdaya Manusia 2.2.1 Potensi dan Peluang Sumberdaya Alam a). Pantai Timur Sumatera Utara Potensi lestari (maximum sustainable yield) Pantai Timur Sumatera Utara (Selat Malaka) menurut hasil survey Ditjen Perikanan (1983) adalah 263.300 ton/tahun. Pada tahun 1999 produksi perikanan laut kawasan Pantai Timur Sumatera Utara mencapai 254.140,6 ton; berarti masih terdapat peluang sebesar 9.159,4 ton, namun walaupun demikian penelitian yang lebih akurat untuk mendapatkan data terbaru masih dibutuhkan Sektor pertanian mempunyai potensi yang strategis bagi pembangunan di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara, karena tanahnya subur dan cocok untuk komoditas tanaman pangan, hortikultur dan tanaman perkebunan. Hutan mangrove yang membentang dari pantai utara Kabupaten Langkat ke daerah pantai selatan Kabupaten Labuhan Batu dengan ketebalan bervariasi antara 50-150 meter ditumbuhi oleh mangrove sejati dan mangrove semu. Mangrove terluas terdapat di Kabupaten Langkat (35.000 Ha), Deli Serdang dan Serdang Bedagai (11.800 Ha) dan Asahan (4.801,2 Ha), tetapi sebagian besar berada dalam kondisi rusak. Pantai berpasir yang mendominasi daerah Pantai Timur Sumatera Utara yang terdiri dari pasir kwarsa, feldspar serta sisa-sisa pecahan terumbu karang. Pantai berpasir ini memberi peluang bagi pengembangan wisata pantai/wisata bahari seperti Pantai Cermin, Pantai Sialang Buah, Pantai Klang (Kab. Serdang Bedagai); Pantai Kuala Indah, Pantai Sejarah, Pantai Pasir Putih, Pulau Salah Nama dan Pulau Pandan (Kab. Asahan). Di Pelabuhan Belawan terdapat dermaga umum dan dermaga khusus peti kemas. Di Pantai Timur Sumatera Utara terdapat pelabuhan niaga bertaraf internasional di Belawan (Kota Medan) yang disinggahi oleh kapal-kapal dalam dan luar negeri. Selain pelabuhan niaga terdapat pula pelabuhan khusus untuk kegiatan perikanan yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan. PPS Belawan siap menampung segala kegiatan yang terkait dengan perikanan, khususnya perikanan tangkap.

Gambar 6. Pelabuhan Niaga Bertaraf Internasional di Belawan yang berada di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara

b). Pantai Barat Sumatera Utara Potensi lestari (maximum sustainable yield) sumberdaya hayati perikanan laut Pantai Barat Sumatera Utara adalah 228.834 ton/tahun. Produksi perikanan Pantai Barat berdasarkan hasil tangkapan yang didaratkan adalah sebesar 107.780,5 ton (47%) pada tahun 2000, berarti masih terdapat peluang pemanfaatan sebesar 121.053,5 ton (53%) di Pantai Barat Sumatera Utara. Pesisir barat Sumatera Utara yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia memiliki topografi pantai yang curam dan perairan yang relatif dalam. Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara merupakan wilayah pesisir yang mempunyai hamparan mangrove sekitar 14.270 Ha yang membujur dari pantai selatan Kabupaten Tapanuli Tengah serta di daerah pulau-pulau di Kabupaten Nias dengan ketebalan bervariasi antara 50-150 meter. Jenis mangrove yang tumbuh di kawasan ini adalah mangrove sejati (seperti api-api) dan mangrove semu. Daerah pantai di kawasan barat Sumatera Utara sangat bervariasi yakni daerah yang curam, berbatu dan dibeberapa daerah terdapat pantai yang didominasi rawa (Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Tapanuli Selatan, Kab. Mandailing Natal dan Kota Sibolga). Terumbu karang di kawasan barat Sumatera Utara terdapat di 2 (dua) Kabupaten yaitu: a. Kabupaten Tapanuli Tengah: perairan sekitar Pulau Poncan Godang, Poncan Kecil, Pulau Unggas, Pulau Bakal, Pulau Tungkus Nasi, Pulau Bansalar dan Pulau Talam. b. Kabupaten Nias dan Nias Selatan : perairan sekitar Pulau Pini, Pulau Masin, Pulau Pasakek, Pulau Sumbawa dan Pulau Kasik. Di kawasan pesisir barat Sumatera Utara terdapat Pelabuhan Sibolga sebagai gerbang keluar/masuk Sumatera Utara via laut. Selain pelabuhan niaga, di Sibolga juga terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap di Pantai Barat Sumatera Utara.

Gambar 7. Kapal penangkap ikan dengan latar belakang Pelabuhan Sibolga yang berada di Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara

2.2.2 Kelemahan dan Ancaman Sumberdaya Alam a). Pantai Timur Sumatera Utara Di Pesisir Timur Sumatera Utara terdapat 436 desa pesisir yang tersebar di 35 Kecamatan dan 7 (tujuh) Kabupaten/Kota. Sebagian besar masyarakat desa pesisir menggantungkan hidupnya secara langsung di wilayah pesisir. Secara umum dapat dilihat bahwa taraf hidup mereka (khususnya nelayan) masih banyak yang hidup pra sejahtera (miskin). Eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumberdaya pesisir dan laut dalam rangka pembangunan ekonomi menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang cukup parah. Dampak negatif dari eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan dan tidak terarah telah dapat dirasakan langsung oleh masyarakat desa pesisir. Proses tergerusnya garis pantai (erosi/abrasi) dan bertambah dangkalnya perairan pantai (sedimentasi/pengendapan) pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara alami, tetapi kejadian tersebut diperparah dengan ulah manusia yang telah membabat tanaman pelindung pantai (mangrove), baik untuk tujuan pemanfaatan nilai ekonomis kayu bakau maupun untuk konversi lahan menjadi tambak atau lokasi bangunan liar. Dibeberapa bagian pesisir timur Sumatera Utara terdapat garis pantai yang (bertambah) maju terutama di daerah yang sedimentasinya cukup tinggi. Kerusakan mangrove di pesisir timur mempunyai dampak negatif lebih jauh yang dirasakan langsung oleh masyarakat pesisir sendiri antara lain: berkurangnya hasil tangkapan ikan dan udang semakin sulitnya mendapatkan kepiting bakau (scylla serrata) baik ukuran konsumsi maupun ukuran untuk benih terjadi intrusi air laut ke daerah pemukiman penduduk dan areal pertanian Selain karena kerusakan mangrove, pencemaran juga telah banyak memberi andil pada kerusakan lingkungan pesisir, baik limbah cair maupun limbah padat yang bersumber dari industri dan rumah tangga.

Gambar 8. Mangrove yang rusak di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara

10

b). Pantai Barat Sumatera Utara Sebagian besar masyarakat pesisir di Pantai Barat Sumatera Utara menggantungkan hidupnya secara langsung di wilayah pesisir. Masyarakat pesisir di kawasan Pantai Barat (khususnya di Kabupaten Nias dan Nias Selatan) sebagian besar mempunyai taraf hidup pra sejahtera (miskin), terutama yang berstatus sebagai nelayan. Kemiskinan tersebut memperburuk kerusakan sumberdaya alam, terutama terumbu karang yang terdapat di Kabupaten Nias dan Nias Selatan serta Kabupaten Tapanuli Tengah, karena masyarakat mengeksploitasi terumbu karang dengan cara yang illegal seperti penggunaan bahan peledak dan bahan beracun/bius. Kondisi terumbu karang di perairan barat Sumatera Utara memang masih ada yang dalam kondisi baik, tapi banyak juga yang sudah berada pada kondisi rusak berat terutama di sekitar Pulau Masin, Pulau Pini dan Pulau Kasik (Kabupaten Nias dan Nias Selatan) dan di Pulau Poncan Besar (Kabupaten Tapanuli Tengah).

Gambar 9. Kondisi terumbu karang yang masih baik dan pola pemanfaatan yang merusak ekosistem terumbu karang di Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara

11

2.2.3 Potensi dan Masalah Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan hal pokok yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Masalah sumberdaya manusia menyangkut aspek potensi kependudukan, pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan. Jumlah penduduk di wilayah Pantai Timur Sumatera Utara adalah 6.947.200 jiwa (187,75 jiwa/km), sedangkan di wilayah Pantai Barat Sumatera Utara adalah 2.575.300 jiwa (101, 68 jiwa/km). Tingkat pendidikan masyarakat di wilayah pesisir pantai timur rata-rata lebih tinggi dibanding tingkat pendidikan masyarakat di wilayah pesisir pantai barat. Penduduk pantai timur yang berpendidikan SMTP sampai Perguruan Tinggi hanya 33,08%. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan rendahnya daya serap terhadap Iptek sehingga sering menjadi kendala bagi peningkatan produksi dan pertumbuhan ekonomi. Pendidikan yang rendah juga menyebabkan sulitnya proses peningkatan kesadaran lingkungan dalam masyarakat. Untuk mengelola sumberdaya pesisir dibutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai bidangnya, mulai dari tingkat ahli madya sampai sarjana, karena pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut membutuhkan teknologi sederhana sampai teknologi yang tinggi. Perguruan Tinggi yang bergerak di bidang Kelautan dan Perikanan di Sumatera Utara memang agak terlambat berdirinya, karena setelah terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan baru muncul perguruan tinggi yang berbau kelautan dan perikanan di beberapa Kabupaten/Kota.

Gambar 10. Sekolah Perikanan di Kota Tanjung Balai Asahan yang berada di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara

2.2.4 Kekuatan dan Kelemahan Kelembagaan Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang telah disempurnakan melalui UU No. 32 tahun 2004 merupakan salah satu kekuatan kelembagaan dalam usaha pengembangan wilayah propinsi, dimana daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengurusi wilayahnya sendiri. Disamping itu dengan adanya komitmen instansi terkait (Bappeda, Dinas Perikanan & Kelautan,
12

Kehutanan, Kimpraswil, Bapedalda, Pariwisata, Perindustrian, Perguruan Tinggi) serta dukungan dari masyarakat pesisir dalam melaksanakan pengembangan di wilayah pesisir, merupakan kekuatan yang dapat diandalkan, baik di tingkat propinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota. Sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Propinsi Sumatera Utara telah terdapat bentuk-bentuk hukum dan peraturan yang mendukung yaitu dalam bentuk Undang-undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah Propinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Di wilayah pesisir juga terdapat kelembagaan yang mengelola sumberdaya pesisir dan lautan (diluar lembaga pemerintahan) yaitu: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Profesi (HNSI, MPN, Asosiasi Nelayan, Kelompok Nelayan, Kelompok Pembudidaya), Koperasi, Tangkahan (TPI Swasta), dan sebagainya. Beberapa kelemahan dalam kelembagaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut antara lain: Pembangunan wilayah pesisir belum menjadi prioritas bagi lembaga pemerintahan dan LSM sehingga pembangunan wilayah pesisir masih tertinggal dibanding wilayah lain. Kurangnya koordinasi dari instansi terkait dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut (masih belum ada keterpaduan). Masih lemahnya pemahaman tentang hukum lingkungan, baik di tingkat aparatur maupun masyarakat. Pengusulan program pengelolaan pesisir masih ego-sektoral. Koordinasi dan pengawasan dalam penerbitan kegiatan perikanan belum berjalan dengan baik. Mekanisme perencanaan belum dilaksanakan secara bottom-up. Sistem pembinaan profesi masyarakat pesisir belum tepat. Data yang ditampilkan oleh instansi terkait sehubungan dengan sumberdaya pesisir belum akurat.

Gambar 11. Profil perkampungan nelayan di Kawasan Pantai Timur dan Barat Sumatera Utara

13

2.3 Isu-isu Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten/Kota Berdasarkan hasil identifikasi isu pengelolaan wilayah pesisir dan hasil konsultasi publik yang telah dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota maupun tingkat Propinsi, maka diperoleh 11 (sebelas) isu yang menjadi prioritas di kawasan pesisir timur Sumatera Utara dan 10 (sepuluh) isu prioritas untuk kawasan pesisir barat Sumatera Utara. 2.3.1 Isu Pengelolaan Pesisir Timur Sumatera Utara a. Kabupaten Langkat (1). Kerusakan Mangrove di Kawasan Pesisir (2). Penurunan Produksi Perikanan Tangkap (3). Penurunan Produksi Perikanan Budidaya (4). Adanya Gangguan dengan Beroperasinya Pukat Langge (5). Keamanan di Kawasan Pesisir dan Laut (6). Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut (7). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (8). Kurangya Fungsi Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir (9). Belum Ada Tata Ruang Wilayah Pesisir b. Kota Medan (1). Kerusakan Mangrove yang Cukup Parah (2). Alih Fungsi Hutan Mangrove menjadi Kawasan Industri dan Pemukiman (3). Intrusi air Laut ke Daerah Pemukiman Penduduk (4). Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut oleh Limbah Industri dan Rumah Tangga (5). Konflik Antara Nelayan Tradisional dengan Nelayan Trawl (6). Keamanan yang Cukup Rawan bagi Kapal-kapal Penangkap Ikan dan Usaha Pertambakan (7). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (8). Kurangya Fungsi Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (9). Penurunan Produktivitas Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya (10). Belum Ada Tata Ruang Kawasan Pesisir (11). Berdirinya Tangkahan Liar Milik Masyarakat c. Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai (1). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (2). Rendahnya Penataan dan Penegakan Hukum (3). Belum Adanya Penataan Ruang Wilayah Pesisir (4). Pencemaran Wilayah Pesisir (5). Kerusakan Hutan Mangrove (6). Potensi dan Objek Wisata Bahari Belum Dikembangkan Secara Optimal (7). Belum Optimalnya Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Budidaya (8). Ancaman Intrusi Air Laut (9). Rendahnya Tingkat Kehidupan Masyarakat Pesisir/Nelayan

14

d. Kabupaten Asahan (1). Kerusakan Hutan Mangrove (2). Kerusakan Terumbu Karang dan Padang Lamun (3). Pencemaran Wilayah Pesisir oleh Limbah Industri dan Limbah Rumah Tangga (4). Ancaman Intrusi Air Laut ke Daerah Pertanian dan Pemukiman (5). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (6). Rendahnya Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pesisir (7). Rendahnya Ketaatan dan Penegakan Hukum (8). Belum Adanya Penataan Ruang Wilayah Pesisir (9). Belum Optimalnya Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Budidaya (10). Belum Optimalnya Pengembangan Potensi dan Objek Wisata Bahari e. Kota Tanjung Balai (1). Sedimentasi yang Cukup Tinggi di Dekat Muara Sungai (2). Pencemaran oleh Limbah Industri dan Limbah Rumah Tangga (3). Ancaman Intrusi Air Laut (4). Konflik Nelayan Tradisional dan Nelayan Trawl (5). Rendahnya Ketaatan dan Penegakan Hukum (6). Belum Adanya Penataan Ruang Wilayah Pesisir (7). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (8). Terjadinya Penyimpangan dari Pemberian Ijin Kapal Perikanan f. Kabupaten Labuhan Batu (1). Kerusakan Hutan Mangrove (2). Kelangkaan Jenis Ikan Terubuk yang Terancam Punah (3). Konflik antar Nelayan Tradisional dgn Nelayan Pukat Langge & Nelayan Trawl (4). Sedimentasi yang Sangat Tinggi (5). Penuruanan Hasil Tangkapan Nelayan Tradisional/Budidaya (6). Belum Optimalnya Pengelolaan Perikanan Budidaya dan Perikanan Tangkap (7). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (8). Belum Adanya Penataan Ruang Wilayah Pesisir (9). Rendahnya Ketaatan dan Penegakan Hukum 2.3.2 Isu-isu Pengelolaan Pesisir Barat Sumatera Utara a. Kabupaten Tapanuli Tengah (1). Kerusakan Mangrove (2). Kerusakan Terumbu Karang (3). Penangkapan Ikan-ikan Karang dengan Alat Tangkap yang Merusak (Illegal Fishing) (4). Konflik Nelayan Tradisional dengan Nelayan Modern (5). Pencurian Ikan oleh Kapal Nelayan Asing (6). Rendahnya Penaatan dan Penegakan Hukum (7). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (8). Berlum Berkembangnya Industri Penanganan/Pengolahan Hasil Perikanan (9). Belum Berkembangnya Usaha Perikanan Budidaya (10). Belum Berkembangnya Wisata Bahari/Pantai
15

b. Kota Sibolga (1). Kerusakan Hutan Mangrove (2). Belum Optimalnya Pengelolaan Budidaya Laut (3). Pencemaran oleh Limbah Industri dan Rumah Tangga (4). Pencurian Ikan oleh Kapal Nelayan Asing (5). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (6). Berkembangnya Tangkahan Milik Masyarakat di Luar Wilayah Pelabuhan Perikanan Sibolga c. Kabupaten Tapanuli Selatan (1). Belum Berkembangnya Usaha Perikanan Tangkap (2). Kerusakan Hutan Mangrove (3). Belum Berkembangya Tempat Pendaratan Ikan yang Memadai (4). Belum Adanya Tata Ruang Pesisir dan Laut (5). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (6). Terbatasnya Prasarana Umum dan Prasarana Perikanan d. Kabupaten Mandailing Natal (1). Belum Berkembangnya Usaha Perikanan Tangkap dan Budidaya (2). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (3). Belum Berkembangnya Tempat Pendaratan/Pelelangan Ikan (4). Belum Berkembangnya Industri Pasca Panen Hasil Perikanan (5). Rusaknya Hutan Bakau (6). Pencurian Ikan oleh Kapal Nelayan Asing (7). Ancaman Abrasi Pantai oleh Gelombang Samudera Hindia e. Kabupaten Nias dan Nias Selatan (1). Kerusakan Terumbu Karang oleh Penggunaan Alat Tangkap yang Tidak Ramah Lingkungan (2). Ikan-ikan Hias Terumbu Karang Terancam Punah karena Illegal Fishing (3). Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (4). Kerusakan Hutan Mangrove (5). Ancaman Abrasi Pantai dan Intrusi Air Laut (6). Belum Berkembangnya Usaha Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya (7). Terbatasnya Prasarana Transportasi Darat, Laut dan Udara (8). Pencurian Ikan oleh Kapal Nelayan Asing (9). Investor Enggan Masuk ke Kabupaten Nias (10). Rendahnya Tingkat Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat (11). Belum Berkembangnya Wisata Bahari/Pantai (12). Terbatasnya Prasarana Umum dan Prasarana Perikanan

16

Isu-isu prioritas dari setiap Kabupaten/Kota pesisir tersebut merupakan dasar dalam mementukan 10 (sepuluh) isu prioritas Propinsi Sumatera Utara. Penentuan isu prioritas propinsi menggunakan metoda ranking frekuensi (sering muncul) sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia Belum Adanya Tata Ruang Wilayah Pesisir Rendahnya Penaatan dan Penegakan Hukum Degradasi Habitat Wilayah Pesisir (Mangrove, Terumbu Karang dan Pantai Berpasir) 5. Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut oleh Limbah Industri dan Limbah Rumah Tangga 6. Belum Optimalnya Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Budidaya 7. Ancaman Abrasi Pantai dan Intrusi Air Laut 8. Potensi dan Objek Wisata Bahari Belum Dikembangkan Secara Optimal 9. Sedimentasi yang Cukup Tinggi di Wilayah Pesisir Timur Sumatera Utara 10. Terbatasnya Prasarana Umum dan Prasarana Perikanan di Pesisir Barat Sumatera Utara

17

BAB III RENCANA STRATEGIS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU 3.1 Visi, Misi, Tujuan dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Visi Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Propinsi Sumatera Utara: Terwujudnya Pembangunan Kawasan Pesisir dan Laut sebagai Kawasan Industri Perikanan, Pariwisata Bahari, dan Industri Non Perikanan secara terpadu berbasis Sumberdaya Pesisir dan Laut yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Misi Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Propinsi Sumatera Utara : a. Menata segenap lembaga pelaku pembangunan di sektor perikanan dan kelautan, pariwisata dan non perikanan dalam memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan. b. Meningkatkan kemampuan masyarakat dan mendorong peran pelaku-pelaku ekonomi regional dalam memanfaatkan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan, guna membangun industri perikanan, pariwisata bahari, dan industri non perikanan dalam kawasan yang berbasis masyarakat. c. Menciptakan iklim yang kondusif bagi partisipasi seluruh stakeholder dalam pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan. d. Meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan dan pengolahan hasil perikanan secara arif dan berkeadilan. e. Memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan wilayah pesisir dan laut guna menjamin keberlanjutan pemanfaatan. Tujuan Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut terdiri dari : a. Tujuan Pembangunan Lingkungan : rehabilitasi, revitalisasi, dan meningkatkan kualitas lingkungan untuk menjamin pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan. b. Tujuan Pembangunan Sosial : membuat suatu panduan bagi semua stakeholder untuk ikut berperan serta dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut untuk meningkatkan kesejahteraan. c. Tujuan Pembangunan Ekonomi : mendorong pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan dan berkeadilan untuk mewujudkan kawasan pesisir sebagai kawasan industri perikanan, pariwisata bahari dan industri non perikanan terpadu guna mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan. d. Tujuan Pembangunan Administratif : tersusunnya rencana pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut secaraterpadu dan berkelanjutan.

18

Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut a. Kebijakan Umum: - Memadukan semua aktivitas yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut untuk mewujudkan pembangunan industri perikanan, pariwisata bahari dan industri non perikanan secara terpadu. - Pengelolaan potensi sumberdaya pesisir dan laut secara terpadu, terkoordinasi, dan saling berkaitan antar wilayah kabupaten. b. Kebijakan Khusus: - Mendorong pengelolaan industri perikanan, pariwisata bahari dan industri non perikanan secara terpadu berlandaskan potensi sumberdaya pesisir dan laut. - Mendorong pembangunan ekonomi secara optimal, efisien dan berorientasi pada ekonomi rakyat. - Mendorong berbagai kegiatan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. - Mendorong peningkatan kapasitas kelembagaan dan penegakan hukum untuk mewujudkan kawasan pesisir sebagai kawasan perikanan terpadu. - Pengelolaan kawasan pesisir berbasis masyarakat. - Pengelolaan industri perikanan, pariwisata, dan industri non perikanan terpadu berorientasi pada pengembangan teknologi.

3.2 Isu-isu Pengelolaan, Kebijakan, dan Strategi A. Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia Masalah sumberdaya manusia menyangkut aspek potensi kependudukan, pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan. Salah satu tantangan mendasar dalam pembangunan adalah dalam hal mengatasi masalah kependudukan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Oleh karena itu dalam setiap perencanaan pembangunan di kawasan pesisir persoalan sumberdaya manusia perlu mendapat perhatian. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia tidak hanya terjadi pada masyarakat wilayah pesisir saja tetapi juga pada sumberdaya manusia instansi terkait yang sangat erat kaitannya dengan tingkat pendidikan yang rendah, baik pendidikan formal maupun non formal. Penyebab utama rendahnya kualitas sumberdaya manusia antara lain karena: Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan serta tenaga pendidik Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, sehingga sebagian besar masyarakat tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi Rendahnya tingkat kesehatan lingkungan pemukiman masyarakat Minimnya sarana dan prasarana kesehatan serta kurangnya tenaga medis

19

Akibat yang ditimbulkan: Sumberdaya Alam (SDA) wilayah pesisir belum dimanfaatkan secara optimal Pola pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) tidak memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan Penguasaan teknologi pemanfaatan sumberdaya pesisir masih rendah Partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir masih rendah Sanitasi lingkungan pemukiman wilayah pesisir masih buruk SASARAN A-1 Peningkatan taraf pendidikan formal dan non formal bagi masyarakat pesisir INDIKATOR A-1 - Meningkatnya jumlah lulusan sampai tingkat SLTP - Tersedianya jumlah guru dan siswa - Meningkatnya pelatihan dan keterampilan masyarakat - Diterima usul untuk memasukkan pengelolaan wilayah pesisir pada kurikulum tingkat SD STRATEGI A-1 - Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan SD dan SLTP - Memenuhi tenaga guru di SD dan SLTP - Meningkatkan program pelatihan dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan SDA wilayah pesisir - Mengusulkan, menyiapkan dan implementasi materi pelajaran tentang pengelolaan wilayah pesisir dalam kurikulum muatan lokal SD dan SLTP SASARAN A-2 Peningkatan taraf hidup dan kesehatan masyarakat INDIKATOR A-2 - Meningkatnya kualitas dan kuantitas staf di instansi yang membidangi wilayah pesisir - Tercapainya rasio tenaga medis dan jumlah penduduk - Membaikya kondisi sanitasi pemukiman dan lingkungan STRATEGI A-2 - Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan - Memenuhi kebutuhan tenaga medis - Mengembangkan rencana perbaikan sistim sanitasi pemukiman dan lingkungan dalam program penyuluhan kesehatan SASARAN A-3 Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu

20

INDIKATOR A-3 - Meningkatnya kualitas dan kuantitas staf di instansi yang membidangi wilayah pesisir - Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir, mulai dari proses perencanaan sampai pengawasan dan evaluasi serta kepedulian dan tanggungjawab - Meningkatnya perhatian stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir STRATEGI A-3 - Mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir - Pemberdayaan lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi/sekolah/lembaga pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir - Mengimplementasikan rencana pengelolaan wilayah pesisir terpadu

B. Belum Adanya Perda Tata Ruang Wilayah Pesisir Pola dan arahan pembangunan Sumatera Utara merupakan inti Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara yang pada hakikatnya berisi arahan-arahan penggunaan ruang pada wilayah propinsi, yang didasari oleh prinsip pemanfaatan sumberdaya alam berazaskan keseimbangan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Penyusunan rencana tata ruang pesisir memicu terjadinya konflik kepentingan dalam pemanfaatan wilayah pesisir. Konflik kepentingan terjadi antara sektor perikanan dan kehutanan sehubungan pemanfaatan jalur hijau untuk tambak; antara perikanan dengan pertanian sehubungan alih fungsi lahan sawah menjadi tambak yang banyak terjadi di pantai timur Sumatera Utara. Demikian juga konflik kepentingan antara nelayan dengan nelayan, nelayan dengan sektor perhubungan. Penataan ruang pesisir merupakan salah satu usaha untuk menekan terjadi konflik kepentingan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Pada saat ini aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir semakin hari semakin meningkat dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Kondisi ini akan menurunkan daya dukung sumberdaya wilayah pesisir. Penyebab utama belum adanya tata ruang sumberdaya pesisir adalah: Pemerintah belum membuat peraturan yang tegas tentang penataan ruang wilayah pesisir, baik petunjuk pelaksanaan maupun peraturan penunjang. Akibat yang ditimbulkan adalah: Konflik pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir semakin tajam serta kegiatan tumpang tindih. Pelanggaran hukum oleh pengguna sumberdaya semakin luas seperti: perusakan hutan mangrove, rusaknya terumbu karang (coral reef) karena penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan kimia. Pemanfaatan wilayah pesisir tidak sesuai dengan fungsi dan peruntukannya, seperti: bangunan tambak dan pemukiman di jalur hijau, bangunan liar di sepanjang pantai serta hilangnya akses masyarakat ke pantai

21

SASARAN B-1 Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir. INDIKATOR B-1 Tersusunnya rencana tata ruang kawasan pesisir berbasis masyarakat dan ramah lingkungan yang disahkan oleh Gubernur dan DPRD. STRATEGI B-1 - Melibatkan masyarakat dan instansi terkait dalam proses penyusunan rencana tata ruang pesisir - Sosialisasi rencana tata ruang pesisir pada masyarakat SASARAN B-2 Mengintegrasikan rencana tata ruang wilayah pesisir dalam RTRW Kabupaten dan RTRW Propinsi. INDIKATOR B-2 Tersusunnya rencana tata ruang wilayah Kabupaten dan Propinsi yang mencakup wilayah pesisir. STRATEGI B-2 - Revisi RTRW Kabupaten dan RTRW Propinsi dengan memasukkan RTRW pesisir menjadi bagiannya - Memberdayakan tim penataan ruang pesisir propinsi (Provincial Task Force) dan melibatkan lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) secara optimal dalam penyusunan rencana tata ruang pesisir.

C. Rendahnya Penaatan dan Penegakan Hukum Rendahnya penaatan dan penegakan hukum tidak terlepas dari rendahnya kualitas SDM baik dikalangan masyarakat maupun aparat hukum yang berada di wilayah pesisir. Lemahnya penaatan dan penegakan hukum tercermin dari sikap dan pengetahuan masyarakat tentang hukum yang masih rendah, khususnya yang berhubungan dengan UU No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. Demikian juga halnya dengan penaatan terhadap peraturan tentang jalur-jalur penangkapan ikan yang tertuang dalam Kepmentan No. 392/kpts/IK 120/4/99. Beberapa masalah yang sering timbul berkaitan dengan rendahnya ketaatan dan penegakan hukum, antara lain banyaknya nelayan yang menangkap ikan dengan alat yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau racun, serta perambahan hutan mangrove secara ilegal di daerah jalur hijau (green belt). Disamping itu pelanggaran terhadap jalur-jalur penangkapan oleh kapal-kapal perikanan berukuran besar sering memicu terjadinya konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan modern.

22

Penyebab utama rendahnya penaatan dan penegakan hukum: Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang hukum dan peraturan Terbatasnya sarana dan prasarana petugas penegak hukum Masih lemahnya pelaksanaan sosialisasi produk hukum Belum transparannya proses pembuatan produk hukum (tanpa konsultasi publik) Belum terpadunya pengelolaan sumberdaya pesisir antar sektor Akibat yang ditimbulkan adalah: Meningkatnya kegiatan Illegal Fishing Terjadinya konflik pemanfaatan sumberdaya alam wilayah pesisir Berkurangnya hutan mangrove Terjadinya pencemaran air laut Konflik kewenangan antar instansi Menurunnya keamanan di wilayah pesisir dan laut SASARAN C-1 Peningkatan kemampuan aparat penegak hukum INDIKATOR C-1 - Meningkatnya frekuensi penyuluhan penegak hukum untuk aparat penegak hukum dan aparat pemerintah - Meningkatnya kemampuan dan keterampilan aparat penegak hukum - Meningkatnya jumlah personil, sarana dan prasarana penegak hukum. - Terciptanya persamaan persepsi aparat dalam penegakan hukum - Berkurangnya kerusakan sumberdaya alam wilayah pesisir STRATEGI C-1 - Mengadakan pelatihan-pelatihan tentang hukum lingkungan, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem serta Undang-undang perikanan bagi aparat penegak hukum - Penambahan jumlah personil, sarana dan prasarana penegak hukum - Mengadakan pelatihan dan simulasi proses peradilan bagi aparat hukum SASARAN C-2 Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan produk hukum, penaatan dan penegak hukum. INDIKATOR C-2 - Menurunnya jumlah kasus perusakan lingkungan dan pelanggaran hukum - Berkurangnya konflik pemanfaatan sumberdaya pesisir antar stakeholders - Meningkatnya keamanan di laut - Terangkatnya kasus pelanggaran hukum sampai ke pengadilan - Meningkatnya frekuensi penyuluhan hukum - Meningkatnya hasil perikanan dan pertanian di wilayah pesisir

23

STRATEGI C-2 - Mengintensifkan sosialisasi/konsultasi publik terhadap draft dan produk hukum - Meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana pengawasan - Meningkatkan frekuensi operasi pengawasan di laut - Memasang rambu-rambu dan menetapkan jalur penangkapan ikan dan penggunaan lainnya - Membentuk balai penyuluhan pesisir dan laut - Melibatkan masyarakat dalam proses membuat produk hukum SASARAN C-3 Peningkatan keterpaduan dan koordinasi wewenang antar instansi terkait INDIKATOR C-3 - Semakin jelasnya peran fungsi dan kewenangan dari masing-masing instansi terkait - Meningkatnya kerjasama antar instansi terkait - Semakin sederhananya prosedur penindakan terhadap pelanggaran hukum - Berkurangnya konflik kewenangan diantara instansi terkait - Semakin terbukanya akses masyarakat ke pantai - Semakin membaiknya kondisi lingkungan wilayah pesisir STRATEGI C-3 - Mengadakan pengkajian kelembagaan di wilayah pesisir - Membuat kesepakatan bersama tentang kewenangan pengelolaan wilayah pesisir - Mengembangkan operasi pengamanan laut dan pesisir secara terpadu D. Degradasi Habitat Wilayah Pesisir (Mangrove, Terumbu Karang, dan Pantai Berpasir). Habitat penting di sepanjang Pantai Timur dan Barat Sumatera Utara meliputi: mangrove, terumbu karang dan pantai berpasir. Pantai Barat hampir seluruhnya didominasi oleh pantai pasir dan hutan pantai (jenis Rhizopora sp, Cennia dan Nypa), sedangkan pantai timur umumnya berpasir campur lumpur. D1. Mangrove Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi beragam jenis ikan, kepiting, udang, kerang, reptil dan mamalia. Detritus dari mangrove merupakan dasar pembentukan rantai makanan bagi banyak organisme pesisir dan laut. Penurunan luas hutan mangrove dari tahun ke tahun dan dampaknya sudah mulai dirasakan. Penyebab utama hilangnya mangrove adalah: Konversi lahan mangrove untuk tambak udang Pengelolaan pertambakan tidak berwawasan lingkungan Tidak ada kebijakan yang jelas mengenai penguasaan dan pemanfaatan lahan pesisir di desa Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelestarian mangrove dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat di sekitar hutan mangrove masih rendah
24

Akibat yang ditimbulkan: Penurunan luas vegetasi mangrove Penurunan kualitas air Penurunan hasil tangkapan, terutama kepiting, kerang dan udang Masyarakat dengan gampang mengkonversi mangrove untuk kepentingan lain/pibadi Kurangnya kepedulian masyarakat untuk melestarikan mangrove

SASARAN D1-1 Terwujudnya pengelolaan ekosistem mangrove secara lestari dan berkelanjutan dalam upaya menunjang kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. INDIKATOR D1-1 - Meningkatnya pengelolaan mangrove berbasis masyarakat yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan - Meningkatnya budidaya tambak yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan - Meningkatnya ekonomi masyarakat melalui kegiatan pengelolaan mangrove yang berwawasan lingkungan - Pulihnya kawasan mangrove yang kritis dan rusak STRATEGI D1-1 - Mengembangkan pola pemanfaatan hutan mangrove berwawasan lingkungan - Mengembangkan program pengelolaan tambak rakyat berwawasan lingkungan - Melakukan pelatihan pengelolaan mangrove dan wilayah pesisir - Membuat pedoman rehabilitasi mangrove di pantai timur dan barat Sumatera Utara - Mensosialisasikan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove D2. Terumbu Karang Secara umum terumbu karang terdiri atas tipe: (1) terumbu karang tepi (fringing reef), (2) terumbu karang penghalang (barrier reef) dan (3) terumbu karang cincin atau atol.Terumbu karang yang terdapat di pesisir barat Sumatera Utara (khususnya di Kabupaten Nias dan Kabupaten Tapanuli Tengah) telah mengalami kerusakan yang cukup parah. Penyebab utama kerusakan terumbu karang: Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak Pembuangan limbah industri, rumah tangga dan minyak Penangkapan ikan dengan bahan peledak Penangkapan ikan hias dengan menggunakan bahan beracun (misalnya Kalium Sianida) Penggundulan hutan di lahan atas

25

Akibat yang ditimbulkan: Perusakan habitat dan kematian massal hewan terumbu Penurunan hasil tangkapan ikan Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang di sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambat difusi oksigen ke dalam polip. Mengakibatkan ikan pingsan, mematikan karang dan biota avertebrata SASARAN D-2: Melindungi terumbu karang INDIKATOR D-2: - Meningkatnya hasil tangkapan dalam jumlah dan ukuran ikan - Berkurangnya frekuensi penggunaan bahan peledak dan bahan beracun oleh nelayan STRATEGI D2 - Mengembangkan daerah perlindungan laut (marine sanctuary) berbasis masyarakat - Menetapkan pembatasan penangkapan ikan karang - Mengembangkan pengelolaan rumpon oleh masyarakat (nelayan) D3. Pantai Berpasir Umumnya komunitas tumbuhan di pantai berpasir berupa tanaman budidaya. Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan partikel substrat berpasir. Penyebab utama erosi pantai: Penebangan hutan pantai Penggalian pasir pantai untuk bangunan Degradasi DAS dan meluasnya DAS kritis Akibat yang ditimbulkan: Fungsi perlindungan alami terhadap erosi pantai menurun Penghasilan nelayan tidak berkelanjutan Hilangnya estetika pantai pasir SASARAN D-3 Pengelolaan pantai berpasir sesuai manfaat ekologi dan ekonomi INDIKATOR D-3 - Adanya upaya perlindungan pantai terhadap erosi secara tepadu STRATEGI D-3 - Mengembangkan program penanggulangan erosi pantai secara terpadu - Sosialisasi dan standarisasi kontruksi bangunan pengamanan pantai - Membuat Peraturan Daerah (Perda) penggalian pasir pantai untuk bangunan secara terpadu

26

E. Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut oleh Limbah Industri dan Limbah Rumah Tangga Pencemaran air merupakan salah satu masalah serius yang bisa mengganggu kesehatan manusia, lingkungan bahkan bisa mempengaruhi kegiatan ekonomi. Bahan pencemaran atau polutan di perairan pantai timur dan barat berasal dari kegiatan rumah tangga, industri dan pertanian. Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air, baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan berserakan di sepanjang pantai dan semakin banyak di dekat pemukiman, khususnya pemukiman yang membelakangi pantai. Pemukiman seperti ini dikategorikan sebagai pemukiman kumuh yang fasilitas sanitasi dan kebersihan lingkungan sangat buruk. Dengan demikian upaya pencegahan adalah sangat penting untuk dilakukan guna melindungi wilayah pesisir dari daerah yang terancam pencemaran. Penyebab utama pencemaran wilayah pesisir adalah: Masih rendahnya kepedulian industri sepanjang DAS dan pesisir terhadap sistem pengolahan limbah cair yang masuk ke perairan umum Kurang ketatnya pengawasan limbah oleh instansi terkait Belum jelasnya penerapan sanksi terhadap industri yang melanggar isi dokumen Amdal dan peraturan perundangan yang berlaku (PP 27/99 tentang Amdal dan UU 23/97 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup) Rendahnya kepedulian masyarakat pesisir terhadap pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan sekitarnya serta pola bangunan yang membelakangi pantai Penangkapan ikan dengan bahan kimia Sampah dan kegiatan pariwisata massal Buangan minyak kotor dari kapal ikan, nelayan, dan sebagainya Akibat yang ditimbulkan : Rendahnya daya dukung lingkungan dan kualitas perairan pesisir Kotornya kawasan pantai oleh sampah dan menimbulkan bau yang tidak menyenangkan untuk daerah kunjungan wisata Rendahnya kualitas sumber air tanah dan meningkatnya wabah penyakit menular terhadap kehidupan masyarakat pesisir Semakin menurunnya tingkat keberhasilan budidaya perikanan (tambak dan mariculture) dan kegiatan ekonomi lainnya (pariwisata) SASARAN E-1 Terpeliharanya kualitas air di perairan Sumatera Utara sesuai dengan baku mutu dan terciptanya lingkungan perairan yang sehat. INDIKATOR E-1 - Tersusunnya baku mutu perairan yang sesuai dengan kondisi perairan - Meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap bahan-bahan yang berpotensi mencemari dan upaya penanganannya. - Adanya program pengolahan limbah yang tidak dapat dilacak

27

STRATEGI E-1 - Mengkaji ulang parameter untuk menentukan kualitas air agar sesuai dengan kasus yang berkembang di Sumatera Utara - Mengawasi peredaran bahan-bahan yang dapat mencemari perairan - Membangun komitmen dan kesadaran para pihak dalam pengendalian pencemaran air - Meningkatkan kemampuan staf teknis dalam penanggulangan pencemaran SASARAN E-2 Melindungi penduduk di desa-desa pesisir terhadap gangguan kesehatan sebagai akibat kontaminasi sumber air tanah. INDIKATOR E-2 Terbebasnya sumber air tanah yang digunakan penduduk dari asam sulfida, amonia dan bakteri coliform sesuai baku mutu nasional untuk air minum. STRATEGI E-2 - Mengembangkan bimbingan masyarakat tentang resiko kesehatan karena pencemaran air tanah - Perbaikan sistem drainase dan sanitasi lingkungan di areal pemukiman SASARAN E-3 Terciptanya kawasan pantai yang bebas dari limbah padat (sampah) baik organik maupun non-organik INDIKATOR E-3 - Semakin bersihnya kawasan pantai dari limbah padat - Terbebasnya kawasan pemukiman pantai dari genangan banjir - Semakin baiknya mekanisme penanganan sampah di kawasan pantai STRATEGI E-3 - Mengadakan program bimbingan masyarakat mengenai penanganan sampah - Mengembangkan program penanganan sampah untuk desa-desa pantai - Meningkatkan pengelolaan sampah di areal pemukiman pesisir - Mengadakan program bersih pantai dan laut SASARAN E-4 Peningkatan kepedulian stakeholders terhadap kualitas lingkungan wilayah pesisir yang sehat INDIKATOR E-4 - Meningkatnya tuntutan dan kepedulian masyarakat akan kualitas lingkungan sekitar yang baik - Menurunnya wabah penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat STRATEGI E-4 Mengembangkan program penyuluhan sanitasi lingkungan kepada masyarakat di desa pantai.
28

F. Belum Optimalnya Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Budidaya Sumberdaya ikan di Propinsi Sumatera Utara (Selat Malaka dan Samudera Hindia) adalah sebesar 553.236 ton, yang terdiri dari ikan pelagis 352.100 ton, ikan demersal 160.350 ton, ikan karang 19.436 ton dan udang 20.850 ton. Potensi tersebut secara keseluruhan telah dimanfaatkan sebesar 338.215,2 ton atau 61,13% dari potensi lestari. Walaupun teknologi di bidang penangkapan telah berkembang namun pemanfaatannya masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan perikanan. Sedangkan perikanan rakyat skala kecil belum dapat memanfaatkan teknologi maju tersebut oleh karena adanya berbagai kendala antara lain : Terbatasnya/lemahnya permodalan yang dimiliki oleh nelayan Taraf pendidikan nelayan kecil umumnya masih rendah sehingga belum menguasai teknologi maju Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya ikan khususnya penangkapan di laut perlu rasionalisasi alat tangkap sehingga tidak terjadi over fishing. Secara bertahap, produksi perikanan dari hasil budidaya lebih ditingkatkan agar produksinya seimbang atau lebih dari hasil tangkapan. Pemanfaatan budidaya laut di Propinsi Sumatera Utara mencapai 2.414 unit. Kurangnya pemanfaatan potensi budidaya laut disebabkan belum adanya peruntukan tata ruang yang jelas untuk melaksanakan budidaya. Penyebab isu perikanan tangkap adalah : Rendahnya kegiatan pembinaan dan sarana pengawasan Tidak terkontrolnya peningkatan jumlah dan jenis alat tangkap Tidak dipatuhinya jalur-jalur penangkapan ikan yang telah ditetapkan Program pembangunan sarana/prasarana perikanan kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat nelayan Perikanan rakyat skala kecil belum dapat memanfaatkan teknologi maju Akibat yang ditimbulkan: Aktivitas penangkapan secara ilegal seperti penggunaan jaring trawl, bahan peledak, potas Konflik antara nelayan dengan nelayan lain yang menyalahi jalur penangkapan Belum optimalnya pengelolaan perikanan tangkap sehingga produktivitasnya rendah Penyebab utama isu perikanan budidaya adalah: Kurangnya pengawasan instansi terkait terhadap pengelolaan usaha budidaya perikanan Membuka lahan baru tanpa memperhatikan aspek lingkungan Kurangnya dukungan analisa data ilmiah yang berkaitan dengan fluktuasi pola arus air laut dan kecenderungan sumber-sumber penyakit dalam budidaya tambak Akibat yang ditimbulkan: Produktivitas lahan untuk menghasilkan ikan cenderung menurun Rendahnya produksi, masih terus ada serangan penyakit, belum ada saluran irigasi yang tertata baik, kualitas benur terbatas dan kualitas pakan tidak menentu
29

SASARAN F-1 Penyediaan sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap dan budidaya. INDIKATOR F-1 - Tersedianya sarana dan prasarana usaha perikanan - Meningkatnya keterampilan masyarakat dalam usaha perikanan - Berkembangnya usaha pemasaran perikanan STRATEGI F-1 - Pengadaan sarana dan prasarana perikanan tangkap dan budidaya - Mengembangkan skim-skim perkreditan usaha perikanan yang sederhana - Mengembangkan pemasaran usaha perikanan - Mengadakan ujicoba budidaya udang berwawasan lingkungan dan dengan menerapkan berbagai perlakuan teknologi - Penggunaan tandon, sebelum air digunakan untuk pemeliharaan udang terlebih dahulu diendapkan di bak pengendapan SASARAN F-2 Peningkatan pendapatan hasil usaha perikanan INDKATOR F-2 - Meningkatnya nilai tambah usaha perikanan - Meningkatnya pendapatan masyarakat dari usaha perikanan STRATEGI F-2 - Mengembangkan dan memperkenalkan sistem pengolahan yang lebih higienis dan menghindari penggunaan bahan pengawet yang berlebihan - Pelatihan tenaga pengawas mutu hasil perikanan - Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) unit pengelolaan hasil perikanan - Membina usaha produksi perikanan berorientasi pasar - Mengembangkan upaya-upaya perlindungan hak-hak buruh nelayan dan nelayan tradisional dengan pola kemitraan - Mengadakan pelatihan manajemen usaha perikanan skala rumah tangga SASARAN F-3 Peningkatan koordinasi antar instansi dalam pengelolaan usaha perikanan INDIKATOR F-3 - Berkurangnya konflik kepentingan/kewenangan antar lembaga - Tersedianya data dan informasi untuk pengelolaan usaha perikanan STRATEGI F3 - Mengembangkan sistem informasi perikanan - Mengembangkan forum komunikasi antar instansi terkait dalam pengelolaan usaha perikanan - Mengembangkan pola kemitraan, kredit perbankan modal ventura dan koperasi

30

G. Ancaman Abrasi Pantai dan Intrusi Air Laut Proses terjadinya abrasi pantai dan intrusi air laut sangat kompleks karena tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat alami tetapi terkait juga dengan beberapa kegiatan manusia. Intrusi air laut ke areal persawahan akibat konversi sawah jadi tambak udang dibeberapa lokasi. Namun permasalahan ancaman abrasi pantai dengan intrusi air laut dapat dipahami dan dicegah atau dikurangi dengan tindakan relatif sederhana. Penyebab utama intrusi air laut adalah : Penebangan mangrove untuk pemukiman dan pertambakan Masuknya air laut ke sawah Eksploitasi air tanah yang berlebihan Akibat yang ditimbulkan: Degradasi kualitas air tanah Korosi konstruksi bangunan pipa logam di bawah tanah SASARAN G Pengendalian intrusi air laut. INDIKATOR G - Tidak adanya kontaminasi air laut terhadap air tanah dan air permukaan - Menegakkan hukum dan menerapkan peraturan teknis yang berkaitan dengan pengendalian abrasi pantai dan intrusi air laut STRATEGI G - Pengawasan pengambilan air tanah - Mengadakan pengkajian tentang alih fungsi lahan - Merancang ulang sistem kanal untuk mengatur keperluan sawah dan tambak - Mensosialisasikan pengelolaan yang baik untuk pengembangan pertanian, kehutanan, perikanan, pembuatan jalan umum dan pembangunan pemukiman yang berwawasan lingkungan

H. Potensi dan Objek Wisata Bahari Belum Dikembangkan Secara Optimal Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat strategis bagi perekonomian di wilayah pesisir Sumatera Utara, terutama dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah dan devisa negara. Pariwisata dapat memberikan banyak manfaat sosial, ekonomi, dan bahkan dapat menunjang pembangunan di bidang lingkungan hidup, akan tetapi dapat juga memberikan dampak yang negatif. Sebuah gagasan yang muncul belakangan ini sebagai satu wisata yang dikemas secara khas dan bersifat alami yang dikenal sebagai ekowisata. Pengembangan wisata bahari tidak hanya tergantung dari faktor sumberdaya alam saja, tetapi perlu memperhitungkan faktor lain yang tidak kalah pentingnya seperti: penyediaan fasilitas, keamanan dan sikap masyarakat sekitarnya menerima kedatangan pengunjung.
31

Penyebab utamanya adalah: Usaha pariwisata bahari masih belum memberikan nilai ekonomi yang cukup memadai bagi masyarakat Masih minimnya sarana dan prasarana pendukung kegiatan wisata pesisir yang berwawasan lingkungan Belum terpadunya paket wisata bahari Atraksi yang ditampilkan masih kurang menarik Belum ada studi-studi mendalam yang menginventarisasi potensi-potensi pengembangan wisata pesisir yang berwawasan lingkungan di wilayah pesisir Ada dampak krisis ekonomi dan keamanan Akibat yang ditimbulkan adalah: Industri rumah tangga/kerajinan tangan tidak berkembang Potensi dan objek wisata kurang berkembang Adanya kegiatan pariwisata yang tidak berwawasan lingkungan Salah arah investasi dan kerugian bagi pengembangan pariwisata Akses masyarakat ke daerah pantai tertentu terbatas/tidak ada SASARAN H-1 Tersedianya sistem informasi terpadu tentang kepariwisataan INDIKATOR H-1 - Tersedianya pusat-pusat informasi pariwisata - Tersusunnya basis data potensi dan informasi kepariwisataan yang dapat digunakan untuk perencanaan STRATEGI H-1 - Menyusun dan mengembangkan basis data dan jaringan informasi kepariwisataan - Mengembangkan pusat-pusat informasi, promosi dan pemasaran pariwisata SASARAN H-2 Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan wisata pesisir yang berwawasan lingkungan di Sumatera Utara INDIKATOR H2 - Tersedianya data dan informasi potensi wisata berwawasan lingkungan - Tersusunnya paket-paket wisata berwawasan lingkungan - Meningkatnya kepedulian dan partisipasi pemangku kepentingan dalam pengembangan wisata berwawasan lingkungan - Tersedia dan terpeliharanya sarana dan prasarana wisata berwawasan lingkungan - Meningkatnya jumlah usaha masyarakat yang mendukung kegiatan wisata berwawasan lingkungan - Berkembangnya seni budaya masyarakat sebagai daya tarik wisata berwawasan lingkungan

32

STRATEGI H-2 - Membangun kerjasama antara pemangku kepentingan dalam merencanakan dan mengimplementasikan pengelolaan wisata pesisir, khususnya wisata berwawasan lingkungan - Mengadakan dan mengembangkan sarana dan prasarana wisata pesisir di Sumatera Utara SASARAN H-3 Peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan objek wisata bahari INDIKATOR H-3 - Meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam usaha wisata bahari - Meningkatkan jumlah usaha kecil masyarakat yang mendukung kegiatan wisata bahari - Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mendukung program pengembangan wisata bahari STRATEGI H-3 - Meningkatkan kualitas penyuluhan dan pelatihan pariwisata bahari terpadu - Berkembangnya program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata bahari I. Sedimentasi yang Cukup Tinggi di Wilayah Pesisir Timur Sumatera Utara Penyebab utamanya adalah: Penebangan hutan di hulu DAS Penambangan pasir di sepanjang aliran sungai Curah hujan yang tinggi, total curah hujan tahunan 2000-3000 milimeter Banyaknya pembudidaya tambak membuang kotoran/bahan organik dari sisa bahan organik ke aliran sungai Akibat yang ditimbulkan: Pendangkalan muara sungai dan alur pelayaran Kekeruhan air di muara sungai dan laut Rusaknya terumbu karang SASARAN Mengendalikan sedimentasi di muara sungai INDIKATOR Tersedianya data dan informasi tingkat kekritisan lahan di sepanjang DAS dan laju sedimentasi di DAS Sumatera Utara. STRATEGI - Mengkaji tingkat kekritisan lahan dan sedimentasi di muara sungai - Penanaman/penghijauan di hulu dan sepanjang DAS - Penegakan hukum tentang penambangan pesisir di sepanjang aliran sungai
33

J. Terbatasnya prasarana Umum dan Prasarana Perikanan di Pesisir Barat Sumatera Utara Penyebab utamanya adalah: Kurang prioritas pemerintah propinsi terhadap pembangunan di pantai barat Anggaran pembangunan fasilitas umum dan prasarana perikanan sangat minim Lokasi geografis pulau-pulau kecil di pantai barat relatif terpencil Akibat yang ditimbulkan: Kegiatan perikanan kurang berkembang Wisata bahari tidak berkembang Produksi hasil perikanan dan pertanian sulit dipasarkan Komunikasi dan transportasi kurang lancar SASARAN Peningkatan prasarana umum dan prasarana perikanan INDIKATOR - Tersedianya prasarana umum seperti: air bersih, transportasi, komunikasi dan kesehatan - Tersedianya prasarana perikanan seperti: dermaga, TPI dan cold storage STRATEGI - Pengadaan prasarana umum melalui dana APBN dan APBD (propinsi dan kabupaten/kota) - Pengadaan prasarana perikanan melalui dana APBN dan APBD (propinsi dan kabupaten/kota) dan bantuan Luar Negeri

34

BAB IV PROSES IMPLEMENTASI Strategi inti dalam dokumen RENSTRA ini meliputi strategi pengelolaan wilayah pesisir secara berkesinambungan, melindungi dan memperbaiki ekosistem wilayah pesisir, mendukung pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara optimal, terpadu dan berkelanjutan. Rencana pembangunan daerah merupakan penjabaran dari GBHN dan Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Nasional. Proses perencanaan propinsi meliputi 3 (tiga) komponen yaitu: Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Propinsi Program Pembangunan Daerah (Properda) Program Pembangunan Tahunan Daerah (Propetada) RENSTRA pengelolaan wilayah pesisir merupakan masukan bagi Propeda dan Propetada. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Rencana Strategis (Renstra) merupakan acuan dalam penyusunan perencanaan yang lebih spesifik seperti: Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi. Renstra disusun sebagai dokumen yang dinamis untuk jangka waktu perencanaan 10 (sepuluh) tahun. Namun demikian, dokumen Renstra harus direview secara teratur setiap 3 (tiga) tahun, yang mengacu kepada keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan Propeda dan Propetada, serta untuk mendapatkan masukan dari pelaksanaan perencanaan pembangunan yang lebih spesifik seperti rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana aksi. Dalam implementasi Program Pengelolaan Wilayah Pesisir, perlu ditentukan koordinator program (leading sector), sedangkan perencanaan program secara keseluruhan dikoordinir oleh Bappeda. Perlu disusun tanggungjawab dari masing-masing stakeholders (institusi terkait) untuk menjamin adanya kejelasan koordinasi dan wewenang saat stakeholders berpartisipasi dalam implementasi strategi pengelolaan wilayah pesisir Propinsi Sumatera Utara. Pembagian tanggungjawab secara rinci terdapat pada Tabel Proses Implementasi di bawah ini. Penunjukan institusi, baik pemerintah maupun non-pemerintah, untuk setiap strategi didasarkan pada pertimbangan tugas pokok dan fungsi institusi yang paling relevan. Oleh karena itu dinas/instansi yang disebutkan pertama kali dalam tabel tersebut merupakan dinas/instansi yang bertanggung jawab sebagai leading sector. Prioritas implementasi strategi dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: Prioritas 1 : Program yang akan dilaksanakan mulai tahun 2005 2006 Prioritas 2 : Program yang akan dilaksanakan mulai tahun 2007 2008 Prioritas 3 : Program yang akan dilaksanakan mulai tahun 2009 Dalam menentukan ketiga prioritas tersebut, turut dipertimbangkan kepentingan untuk segera dilaksanakannya program tersebut, sesuai dengan isu pengelolaan wilayah pesisir yang muncul, yang berdampak pada isu lain bila tidak segera dilaksanakan.

35

ISU: A. RENDAHNYA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA SASARAN : - A-1. Peningkatan Taraf Pendidikan Formal Bagi Masyarakat - A-2. Peningkatan Taraf Hidup dan Kesehatan Masyarakat - A-3. Peningkatan Partisipasi Aktif Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu STRATEGI Strategi A-1: Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan SD dan SLTP Memenuhi tenaga guru di SD dan SLTP Meningkatkan program pelatihan dan keterampilam masyarakat dalam pengelolaan SDA wilayah pesisir Mengusulkan, menyiapkan dan implementasi materi pelajaran tentang pengelolaan wilayah pesisir dalam kurikulum muatan lokal SD & SLTP PENANGGUNG JAWAB / LEMBAGA TERKAIT Dinas Diknas Dinas Diknas Diskanla/DKP, LSM, Dinas Diknas, Disperindag, Disnaker Dinas Diknas, Diskanla, Bappedalda PRIORITAS 1 1 1 1 WAKTU (TAHUN)

Strategi A-2: Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan Dinkes, Swasta Memenuhi kebutuhan tenaga medis Diskes Mengembangkan rencana perbaikan sistem sanitasi pemukiman dan Diskimpraswil, Diskes lingkungan dalam program penyuluhan kesehatan Strategi A-3: Mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wilayah PMD, Diskanla/DKP, LSM pesisir Pemberdayaan LSM, Perguruan Tinggi/Sekolah/Lembaga PMD, Dinsos, LSM Pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir Mengimplementasikan rencana pengelolaan wilayah pesisir terpadu Bappeda, Disdiknas, Bapedalda, PT, LSM, Dishut

1 1 1

1 1

36

ISU: B. BELUM ADANYA TATA RUANG WILAYAH PESISIR SASARAN : - B-1. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir - B-2. Mengitegrasikan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Dalam RTRW Kabupaten dan RTRW Propinsi STRATEGI Strategi B-1: Melibatkan masyarakat dan instansi terkait dalam penyusunan rencana tata ruang pesisir Sosialisasi rencana tata ruang pesisir pada masyarakat PENANGGUNG JAWAB / LEMBAGA TERKAIT proses Bappeda, LSM, PT, Diskanla, Bapedalda Bappeda, LSM, PT, Diskanla, Bapedalda PRIORITAS 1 1 WAKTU (TAHUN)

Strategi B-2: Revisi RTRW Kabupaten dan RTRW Propinsi dengan memasukkan Bappeda, Dinas Kimpraswil, PT, RTRW pesisir menjadi bagiannya LSM Memberdayakan tim penataan ruang pesisir propinsi (Provincial Bappeda Task Force) dan melibatkan LSM secara optimal dalam penyusunan tata ruang pesisir

1 1

37

ISU: C. RENDAHNYA PENAATAN DAN PENEGAKAN HUKUM SASARAN : - C-1. Peningkatan Kemampuan Aparat Penegak Hukum - C-2. Peningkatan Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Pembuatan Produk Hukum, Penaatan dan Penegakan Hukum - C-3. Peningkatan Keterpaduan dan Koordinasi Wewenang Antar Instansi Terkait STRATEGI PENANGGUNG JAWAB / LEMBAGA TERKAIT PRIORITAS 1 WAKTU (TAHUN)

Strategi C-1: Mengadakan pelatihan-pelatihan tentang hukum lingkungan, Bapedalda, PT, Kejati, Polda, PPNS, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem serta undang- TNI AL, LSM, Dephub, Pengadilan undang perikanan bagi aparat penegak hukum Penambahan jumlah personil, sarana dan prasarana penegak hukum Polda, Kejati, Sektoral Mengadakan pelatihan dan simulasi proses peradilan bagi aparat Bapedalda, PT, Kejati, Polda, hukum Diskumdang, TNI AL, Pengadilan Strategi C-2: Mengintensifkan sosialisasi/konsultasi publik terhadap draft dan Pengadilan, PT, Polda, Diskanla, produk hukum LSM, Biro Hukum Meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana pengawasan Polda, TNI AL, Diskanla Meningkatkan frekuensi operasi pengawasan di laut Polda, TNI AL, Diskanla, Dishub Memasang rambu-rambu dan menetapkan jalur penangkapan ikan Diskanla, Dishut, Disparda, LSM, dan penggunaan lainnya HNSI, Bappeda, TNI AL Membentuk balai penyuluhan pesisir dan laut Diskanla, LSM Melibatkan masyarakat dalam proses membuat produk hukum Biro Hukum, DPRD, PT, LSM Strategi C-3: Mengadakan pengkajian kelembagaan di wilayah pesisir Balitbangda, PT, Biro Organisasi, LSM Membuat kesepakatan bersama tentang kewenangan pengelolaan Bappeda, Dishub, PT, LSM, wilayah pesisir Disparda, Dishut, Bappedalda, HNSI, TNI AL, Polda, Diskanla, Swasta Mengembangkan operasi pengamanan laut dan pesisir secara Polda, TNI AL, Diskanla, LSM terpadu

1 2

1 2 1 2 3 2

1 2

38

ISU: D. DEGRADASI HABITAT WILAYAH PESISIR (MANGROVE, TERUMBU KARANG DAN PANTAI BERPASIR) SASARAN : - D-1. Terwujudnya Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Lestari dan Berkelanjutan Dalam Upaya Menunjang Kehidupan dan Kesejahteraan Masyarakat dan Lingkungan - D-2. Melindungi Terumbu Karang - D-3. Pengelolaan Pantai Berpasir Sesuai Manfaat Ekologi dan Ekonomi STRATEGI PENANGGUNG JAWAB / LEMBAGA TERKAIT PRIORITAS 1 1 WAKTU (TAHUN)

Strategi D-1: Mengembangkan pola pemanfaatan hutan mangrove berwawasan Bappedalda, Dishut, Diskanla, BPN, lingkungan Disparda, LSM, PT Mengembangkan program pengelolaan tambak rakyat berwawasan Diskanla, Dishut, Bapedalda, lingkungan Bappeda, Dinas PU Pengairan, LSM, PT Melakukan pelatihan pengelolaan mangrove dan wilayah pesisir Diskanla, Dishut, Bappeda, PT, LSM Membuat pedoman rehabilitasi mangrove di pantai timur dan pantai Bappeda, Diskanla, Dishut, LSM, PT barat Sumatera Utara Mensosialisasikan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Bapedalda, Diskanla, Dishut, BIRO pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove HUKUM, LSM, PT Strategi D-2: Mengembangkan daerah perlindungan laut (marine sanctuary Diskanla, Bappeda, Dishut, LSM, berbasis masyarakat) PT, Disparda Menetapkan pembatasan penangkapan ikan karang Diskanla, Bapedalda, Dishut, Disparda, HNSI Mengembangkan pengelolaan rumpon oleh masyarakat (nelayan) Diskanla, Dishub, HNSI, PT, LSM Strategi D-3: Mengembangkan program penanggulangan erosi pantai secara Bappeda, Bapedalda, Diskanla, terpadu Diskimpraswil, Disparda Sosialisasi dan standarisasi konstruksi bangunan pengamanan pantai Bappeda, Diskimpraswil, Bapedalda, LSM, PT Membuat Peraturan Daerah (Perda) penggalian pasir pantai untuk Biro Hukum, Distamben, Diskanla, bangunan secara terpadu Diskimpraswil, LSM, PT, Disperindag

1 1 1

2 1 2

1 1 1

39

ISU: E. PENCEMARAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT OLEH LIMBAH INDUSTRI DAN LIMBAH RUMAH TANGGA SASARAN : - E-1. Terpeliharanya Kualitas Air di Perairan Sumatera Utara Sesuai Dengan Baku Mutu dan Terciptanya Lingkungan Perairan yang Sehat - E-2. Melindungi Penduduk di Desa-desa Pesisir Terhadap Gangguan Kesehatan Sebagai Akibat Kontaminasi Sumber Air Tanah - E-3. Terciptanya Kawasan Pantai yang Bebas Dari Limbah Padat (Sampah) Baik Organik Maupun Non-Organik PENANGGUNG JAWAB / WAKTU STRATEGI PRIORITAS LEMBAGA TERKAIT (TAHUN) Strategi E-1: 2 Mengkaji ulang parameter untuk menentukan kualitas air agar sesuai Diskes, LSM, PT dengan kasus yang berkembang di Sumatera Utara 2 Mengawasi peredaran bahan-bahan yang dapat mencemari perairan Disperindag, Bapedalda, LSM, PT, Polda 1 Membangun komitmen dan kesadaran para pihak dalam Bapedalda, LSM, PT, Diskes pengendalian pencemaran air 3 Meningkatkan kemampuan staf teknis dan masyarakat dalam Bapedalda, Diskes, LSM, PT pencegahan dan penanggulangan pencemaran Straegi E-2: Mengembangkan bimbingan masyarakat tentang resiko kesehatan Diskes, Bapedalda, LSM, PT karena pencemaran air tanah Perbaikan sistem drainase dan sanitasi lingkungan di areal Diskimpraswil, Diskes, LSM, PT pemukiman Strategi E-3: Mengadakan program bimbingan masyarakat mengenai penanganan Diskes, Dinas Kebersihan, sampah Bapedalda, LSM Mengembangkan program penanganan sampah untuk desa-desa Diskes, Dinas Kebersihan pantai Meningkatkan pengelolaan sampah di areal pemukiman pesisir Diskes, Dinas Kebersihan, Bapedalda, LSM, PT, Diskanla Mengadakan program bersih pantai dan laut Diskes, Dinas Kebersihan, Bapedalda, LSM, PT, TNI AL, Pramuka 1 1

1 1 2 2

40

ISU: F. BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SASARAN : - F-1. Penyediaan Sarana dan Prasarana Usaha Perikanan Tangkap dan Budidaya - F-2. Peningkatan Pendapatan Hasil Usaha Perikanan - F-3. Peningkatan Koordinasi Antar Instansi Dalam Pengelolaan Usaha Perikanan PENANGGUNG JAWAB / STRATEGI LEMBAGA TERKAIT Strategi F-1: Pengadaan sarana dan prasarana perikanan tangkap dan budidaya Bappeda, Diskanla Mengembangkan skim-skim perkreditan udaha perikanan yang Diskanla, Kantor Koperasi / UKM, sederhana Bank, LSM Mengembangkan pemasaran usaha perikanan Diskanla, Swasta, Koperasi, Masyarakat Mengadakan uji coba budidaya udang berwawasan lingkungan Diskanla, Bapedalda, Masyarakat dengan menerapkan berbagai perlakuan teknologi Penggunaan tandon, sebelum air digunakan untuk pemeliharaan Diskanla, Bapedalda, Masyarakat udang terlebih dahulu diendapkan di bak pengendapan Strategi F-2: Mengembangkan dan memperkenalkan sistem pengolahan yang lebih higienis dan menghindari penggunaan bahan pengawet yang berlebihan Pelatihan tenaga pengawas mutu hasil perikanan Penerapan PMMT di unit pengolahan hasil perikanan Membina usaha produksi perikanan berorientasi pasar Mengembangkan upaya-upaya perlindungan hak-hak buruh nelayan dan nelayan tradisional dengan pola kemitraan Mengadakan pelatihan manajemen usaha perikanan skala rumah tangga Diskanla, Diskes, Disperindag

PRIORITAS 1 2 2 1 2

WAKTU (TAHUN)

3 1 1 1 2 2

Diskanla, Diskes, Disperindag, PT Diskanla, Diskes, Disperindag, PT Diskanla, Disperindag, PT Diskanla, Disnaker, LSM, LBH, PT

Diskanla, Kantor Koperasi / UKM

Strategi F-3: Mengembangkan Sistem Informasi Perikanan Diskanla, GAPPINDO, HNSI Mengembangkan forum komunikasi antar instansi terkait dalam Diskanla, GAPPINDO, HNSI pengolahan hasil perikanan Mengembangkan pola kemitraan, kredit perbankan modal ventura Diskanla, Kantor Koperasi / UKM, dan koperasi Bank, BUMN / BUMD

3 3 3

41

ISU: G. ANCAMAN ABRASI PANTAI DAN INTRUSI AIR LAUT SASARAN : - G-1. Pengendalian Intrusi Air Laut STRATEGI Strategi G-1: Pengawasan/penertiban pengambilan air tanah PENANGGUNG JAWAB / LEMBAGA TERKAIT PRIORITAS 1 2 2 WAKTU (TAHUN)

Bappeda, Bapedalda, Dinas PU Pengairan Mengadakan pengkajian tentang alih fungsi lahan Bappeda, Bapedalda, Diskimpraswil Merancang ulang sistem kanal untuk mengatur keperluan sawah dan Diskanla, Distan, Bapedalda, tambak Bappeda Mensosialisasikan pengelolaan yang baik untuk pengembangan Diskimpraswil, Bappeda, Bapedalda, pertanian, kehutanan, perikanan, pembuatan jalan umum dan Distan, Diskanla, LSM, PT, Dishut pembangunan pemukiman yang berwawasan lingkungan

42

ISU: H. POTENSI OBJEK WISATA BAHARI BELUM DIKEMBANGKAN SECARA OPTIMAL SASARAN : - H-1. Tersedianya Sistem Informasi Terpadu Tentang Kepariwisataan - H-2. Terwujudnya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Kegiatan Wisata Pesisir yang Berwawasan Lingkungan si Sumatera Utara - H-3. Peningkatan Kepedulian dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Objek Wisata Bahari STRATEGI PENANGGUNG JAWAB / LEMBAGA TERKAIT PRIORITAS 1 1 WAKTU (TAHUN)

Strategi H-1: Menyusun dan mengembangkan basis data dan jaringan informasi Bappeda, Disparda kepariwisataan Mengembangkan pusat-pusat informasi, promosi dan pemasaran Bappeda, Disparda pariwisata Strategi H-2: Mengembangkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam Disparda, Bapedalda, Bappeda, merencanakan dan mengimplementasikan pengelolaan wisata LSM, PT pesisir, khususnya wisata berwawasan lingkungan Mengadakan dan mengembangkan sarana dan prasarana wisata Disparda, Diskimpraswil, Bappeda, pesisir di Sumatera Utara Bapedalda Strategi H-3: Meningkatkan kualitas penyuluhan dan pelatihan pariwisata bahari Disparda, Diskanla, LSM, PT terpadu Berkembangnya program peningkatan partisipasi masyarakat dalam Disparda, PMD, Bappeda, LSM, PT pengembangan wisata bahari

2 3

43

ISU: I. SEDIMENTASI YANG CUKUP TINGGI DI WILAYAH PESISIR TIMUR SUMATERA UTARA SASARAN : - I-1. Mengendalikan Sedimentasi di Muara Sungai STRATEGI PENANGGUNG JAWAB / LEMBAGA TERKAIT PRIORITAS 1 2 3 WAKTU (TAHUN)

Strategi I-1: Mengkaji tingkat kekritisan lahan di sepanjang DAS dan Dishut, Diskimpraswil, Bapedalda sedimentasi di muara sungai Penanaman/penghijauan di hulu dan sepanjang Daerah Aliran Dishut, Bapedalda Sungai (DAS) Penegakan hukum tentang penambangan pasir di sepanjang aliran Biro Hukum, Distamben, Dishut, sungai Bapedalda

ISU: J. TERBATASNYA PRASARANA UMUM DAN PRASARANA PERIKANAN DI PESISIR BARAT SUMATERA UTARA SASARAN : - J-1. Peningkatan Prasarana Umum dan Prasarana Perikanan STRATEGI PENANGGUNG JAWAB / LEMBAGA TERKAIT PRIORITAS 1 2 WAKTU (TAHUN)

Strategi J-1: Pengadaan prasarana umum melalui dana APBN dan APBD Diskimpraswil, Dinas PU Cipta Karya, Dishub (Propinsi dan Kabupaten/Kota) Pengadaan prasarana perikanan melalui dana APBN dan APBD Diskanla, Dinas PU Cipta Karya (Propinsi dan Kabupaten/Kota) dan bantuan Luar Negeri

44

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN LANGKAT KEKUATAN (STRENGTH) UU No. 22 Tahun 1999 UU Kehutanan UU No. 9 Th 85 tentang perikanan Kepmentan No. 392/Kpts/Ik 120/4/1999 UU Lingkungan Hidup Kepres 39/80 tentang Pembatasan Trawl Adanya Perda RIK, RTRW dan SK penentuan sempadan bangunan UU No. 24 Thn 92 tentang penataan ruang Perda yang mengatur tentang Pengelolaan Galian C KELEMAHAN (WEAKNESS) - Kurang koordinasi antar instansi terkait - Belum adanya perda yang mengatur kawasan pantai secara terpadu - Kurangnya sosialisasi UU Perikanan - Kualitas dan kuantitas SDM (staf) kurang memadai - Belum terpadunya kelembagaan di bidang pengelolaan wilayah pesisir - Kurang pengawasan terhadap kegiatan penggalian Gol. C - Kurang tenaga teknis perikanan - Minimnya pengetahuan staf tentang lingkungan hidup PELUANG (OPPORTUNITY) - Potensi wilayah sangat menonjol di sektor perkebunan dan perikanan - Jumlah petani tambak dan nelayan sangat besar dan berpotensi sebagai nasabah BRI - Pembibitan bakau/budidaya tanaman bakau - Teknologi penangkapan dan pengolahan hasil tangkapan relatif sederhana - Pengembangan budidaya air payau masih potensi dikembangkan ANCAMAN (THREAT) - Alih fungsi lahan sawah dan green belt ke tambak - Pemakaian pestisida pada tambak yang tidak terkontrol - Gangguan keamanan dalam budidaya udang - Gangguan dengan beroperasinya pukat langge - Harga hasil perikanan, perkebunan berfluktuasi tidak menentu, dan sistem pemasaran kurang terpola - Tingkat pendidikan dan pengetahuan fungdi hutan masih rendah - Adanya banjir di daerah inti akibat rusaknya DAS - Kurangnya keterampilan masyarakat untuk mengelola tambak yang berwawasan lingkungan - Adanya intrusi air laut - Adanya kegiatan tambak baik tradisional/semi intensif yang mengabaikan status lahan & dampak lingkungan khususnya hutan bakau - Banyaknya kilang arang

45

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN / KOTA MEDAN KEKUATAN (STRENGTH) - UU No. 22 Thn 1999 - Adanya Perda RIK, RTRW dan SK Sempadan Bangunan - UU No. 24 Thn 1992 tentang Penataan Ruang - UU No. 5 Thn 1990 - Kepmentan No. 392/Kpts/Ik 120 /4/90 - Kepres 39/80 tentang Pembatasan Trawl - PP No. 20 Th 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air - UU No. 9 Thn 1985 tentang Perikanan - Adanya pemberian kredit nelayan dan petambak - Adanya program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) KELEMAHAN (WEAKNESS) - Sanksi pelanggaran tidak tegas - Kurangnya koordinasi antar instansi terkait - Kurang kesadaran para nelayan menggunakan TPI / tangkahan ikan - Jumlah personil aparat keamanan masih kurang - Pengusulan program masih ego sektor - Peraturan perundang-undangan yang ada tidak punya kekuatan untuk menghentikan suatu perusahaan - Kejelasan perencanaan yang kurang memadai - Sulitnya pengembalian dana bergulir / PEMP PELUANG (OPPORTUNITY) - Home industri ikan asin dan pengolahan ikan serta pengusaha tambak - Retribusi hasil tangkapan ikan oleh nelayan - Sumber PAD - Jumlah nelayan 12.422 jiwa yang dapat mengelola wilayah pesisir - Kelembagaan ekonomi masyarakat nelayan ada - Penataan area komersial dengan keadaan kemajuan kota - Panjang dan luasnya wilayah pesisir yang dapat dimanfaatkan ANCAMAN (THREAT) - Kurang kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidupnya - Tingginya limbah industri yang masuk ke wilayah pesisir - Intrusi air laut - Masyarakat heterogen, dan sering terjadi kriminalitas (perampokan) - Sering terjadi gejolak antara nelayan maju & tradisional - Keadaan sosial ekonomi masyarakat di daerah pesisir pada umumnya masih rendah - Tingkat pendidikan dan pengetahuan fungsi hutan masih rendah - Belum adanya RTRW pesisir, sehingga proses sosialisasi belum efektif - Kurangnya keterampilan masyarakat untuk mengelola tambak yang berwawasan lingkungan - Masuknya armada penangkapan berkekuatan besar di wilayah yang dimanfaatkan nelayan setempat yang hanya mempunyai armada kecil - Kurangnya tenaga terampil yang menangani daerah pesisir

46

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN ASAHAN KEKUATAN (STRENGTH) - UU No. 22 Thn 1999 - UU No. 5/90 tentang keanekaragaman hayati dan ekosistemnya - UU No. 5 Thn 1983 tentang ZEE - UU No. 9 Thn 1985 tentang Perikanan - UU Lingkungan Hidup - UU Kehutanan - Kepmentan No. 392/Kpts/Ik 120 / 4 /1999 - Adanya Perda RIK, RTRW dan SK penentuan Sempadan Bangunan KELEMAHAN (WEAKNESS) - Belum adanya peraturan daerah tentang sepadan pantai - Mekanisme perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belum bottom up - Penerapan sanksi hukum terhadap pelanggaran tata ruang sulit untuk diterapkan - Sanksi pelanggaran tidak tegas - Masih kurangnya sosialisasi tujuan proyek pesisir bagi masyarakat asli daerah - Belum memiliki SDM yang menguasai kelautan dan pantai - Kurangnya tenaga teknis perikanan - Kurangnya dana, sarana dan prasarana operasional - Kurangnya koordinasi antar instansi terkait - Jumlah personil aparat keamanan kurang PELUANG (OPPORTUNITY) - Adanya sumberdaya alam yang sangat berpotensi - Potensi wilayah sangat menonjol di sektor perkebunan dan perikanan - Panjang dan luasnya wilayah pesisir yang dapat dimanfaatkan - Pembibitan bakau / budidaya tanaman bakau - Tersedianya sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dikembangkan (perikanan tangkap & budidaya) - Potensi objek wisata dapat dikembangkan (Kerajaan Lima Laras) - Potensi sumberdaya alam kelautan masih mungkin untuk dikembangkan - Teknologi penangkapan dan pengolahan hasil tangkapan relatif sederhana ANCAMAN (THREAT) - Abrasi pantai - Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup - Menurunnya hasil pendapatan nelayan akibat penggunaan bahan peledak di laut - Alih fungsi lahan sawah dan greenbelt ke tambak - Intrusi air laut - Pemakaian pestisida di tambak tidak terkontrol - Air bersih masih kurang - Keadaan sosial ekonomi masyarakat di daerah pesisir pada umumnya masih rendah - Tingkat pendidikan dan pengetahuan fungsi hutan masih rendah - Kurangnya keterampilan masyarakat untuk mengelola tambak yang berwawasan lingkungan - Pelanggaran terhadap peraturan daerah yang masih tinggi

47

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN / KOTA TANJUNG BALAI KEKUATAN (STRENGTH) - UU No. 22 Thn 1999 - PP No. 20 Thn 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air - Adanya Perda RIK, RTRW dan SK Penentuan Sempadan Bangunan - Mitra kerja cukup banyak - Kepres 39/80 tentang Pembatasan Trawl - Kepmentan No. 392/Kpts/Ik 120 20/4/1999 - UU No. 5 Thn 1990 - UU No. 23 Thn 1997 - UU No. 9 Thn 1985 KELEMAHAN (WEAKNESS) - Koordinasi antar instansi sangat lemah - Frekuensi penyuluhan kebersihan lingkungan masih rendah - Masih kurangnya sosialisasi tujuan proyek pesisir bagi masyarakat asli daerah - Kejelasan perencanaan kurang memadai - Peraturan perundang-undangan yang ada tidak punya kekuatan untuk menghentikan suatu perusahaan - Tata ruang wilayah belum diberdayakan - Kurangnya tenaga teknis perikanan - Koordinasi dan pengawasan di dalam menertibkan kegiatan perikanan belum berjalan dengan baik PELUANG (OPPORTUNITY) - Luasnya areal penangkapan ikan yang memungkinkan untuk masuknya investor - Pengembangan industri rumah tangga dari hasil laut sebagai ciri khas Tanjung Balai - Pengembangan budidaya kerang - Exploitasi potensi perairan umum belum optimum ANCAMAN (THREAT) - Adanyan instansi terkait yang melakukan kegiatan melebihi kewenangannya - Kemampuan permodalan dan keterampilan petani rendah - Ancaman intrusi air laut - Dapat meningkatkan sedimentasi yang tinggi - Kurangnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan hidup - Terbatasnya lahan yang dapat menunjang pemindahan penduduk pantai - Pihak swasta yang tidak peduli terhadap pencemaran lingkungan hidup - Masuknya armada penangkapan berkekuatan besar diwilayah yang dimanfaatkan nelayan setempat yang hanya mempunyai armada kecil

48

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN LABUHAN BATU KEKUATAN (STRENGTH) - UU No. 22 Thn 1999 - UU Perikanan - UU Lingkungan Hidup No. 23 Thn 1997 - Kepres No. 39/80 tentang Pembatasan Trawl - UU No. 9/85 tentang Larangan Nelayan Menangkap Ikan dengan Menggunakan Bom, Racun & Aliran Listrik Sehingga Merusak Kelestarian Lingkungan Hidup - Adanya Perda tentang RIK, RTRW dan SK Penentuan Sempadan Bangunan - Peranan tokoh adat dan tokoh masyarakat masih tinggi - UU Kehutanan KELEMAHAN (WEAKNESS) - Kurangnya koordinasi antar instansi terkait - Kurangnya biaya, maupun sarana dan prasarana yang tersedia - Belum adanya Perda yang mengatur kawasan pantai secara terpadu - Kurangnya sosialisasi UU Perikanan No. 9 Thn 85 - Jumlah personil aparat keamanan kurang - Sarana telekomunikasi belum memadai - Kualitas dan kuantitas SDM (staf) yang masih terbatas - Kurangnya tenaga teknis perikanan - Peraturan perundang-undangan yang ada tidak punya kekuatan untuk menghentikan suatau perusahaan - Frekuensi penyuluhan kebersihan lingkungan masih rendah - Hukum dan peraturan belum disosialisasikan dengan baik PELUANG (OPPORTUNITY) - Teknologi penangkapan dan pengolahan hasil tengkapan relatif sederhana - Prospek pemasaran perikanan masih sangat baik - Lahan yang subur untuk pengembangan pertanian - Luas areal penangkapan ikan yang memungkinkan untuk masuknya investor - Pengembangan industri rumah tangga dari hasil laut sebagai ciri khas daerah setempat - Kondisi lahan cocok untuk tanaman karet dan kelapa sawit - Adanya model pengembangan TIR yang berkelanjutan - Melestarikan ikan terubuk di perairan - Pembibitan bakau / budidaya tanaman bakau - Potensi wilayah sangat menonjol di sektor perkebunan, pertanian ANCAMAN (THREAT) - Kerusakan lingkungan yang makin parah - Tidak ada keseimbangan program - Persepsi dan visi bagian lingkungan hidup belum sama - Adanya kegiatan tambak baik tradisional / semi teknis yang mengabaikan status lahan & dampak lingkungan khususnya hutan bakau - Abrasi pantai - Penegakan hukum yang tidak tegas - Kurangnya pembinaan kepada masyarakat tentang pemanfaatan sumberdaya alam - Masuknya armada penangkapan berkekuatan besar di wilayah yang dimanfaatkan nelayan setempat yang hanya mempunyai armada kecil - Keadaan sosial ekonomi masyarakat di daerah pesisir pada umumnya masih rendah - Sering terjadi gejolak antara nelayan maju dan tradisional

49

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN DELI SERDANG DAN SERDANG BEDAGAI KEKUATAN (STRENGTH) - Memiliki sumberdaya perikanan tangkap dan sumberdaya perikanan budidaya yang cukup tinggi. - Memiliki ekosistem Mangrove yang cukup luas. - Memiliki pantai yang potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi Wisata Pantai & Wisata Bahari. - Adanya dukungan dan respons yang positif dari Pemerintah Kabupaten, DPRD dan Stakeholder yang terkait untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. - Masyarakat nelayan memiliki budaya untuk menjaga laut sebagai sumber penghidupannya. - UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. - Panjang Garis Pantai Kab. Deli Serdang mencapai 125 km. - Telah dikembangkan beberapa pusat kegiatan pariwisata di Pantai Cermin, Pantai Sialang Buah, dan Pantai Kelang (Kab. Deli Serdang). - Luas wilayah pesisir dan laut Deli Serdang yakni 1.145,85 km. - UU No. 9/1985 tentang Perikanan . KELEMAHAN (WEAKNESS) - Sumberdaya perikanan tangkap sudah mencapai overfishing di wilayah laut kabupaten. - Telah terjadi kerusakan ekosistem Mangrove yang cukup parah untuk berbagai peruntukan. - Rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang bergerak di bidang usaha penangkapan ikan, budidaya perairan dan pariwisata. - Kurangnya kesadaran masyarakat dan aparatur terkait untuk menjaga kelestarian wilayah pesisir dan laut. - Terbatasnya dana pemeliharaan dan pengembangan wilayah pesisir. - Terbatasnya sarana serta prasarana pengembangan usaha perikanan tangkap dan perikanan budidaya. - Lemahnya koordinasi antar instansi yang terkait dengan pengelolaan pesisir dan laut. - Belum ada rencana Tata Ruang wilayah pesisir dan laut. - Lemahnya penegakan hukum dan peraturan wilayah pesisir dan laut. PELUANG (OPPORTUNITY) - Meningkatnya permintaan dunia terhadap produk perikanan dan hasil-hasil laut. - Meningkatnya perhatian luar negeri bagi kelestarian hutan pantai. - Meningkatnya perhatian luar negeri terhadap kelestarian terumbu karang. - Eksistensi Departemen Kelautan & Perikanan Pasca Pemilu 2004. - Meningkatnya perhatian pemerintah terhadap kawasan pesisir dan laut. - Pengesahan Undang-undang Perikanan yang baru oleh DPR, diikuti dengan sosialisasi. - Pengesahan Undang-undang Perikanan yang baru oleh DPR. - Terbitnya Perda-perda tentang pengelolaan pesisir dan laut. - Meningkatnya minat masyarakat untuk menikmati wisata pantai dan wisata bahari. - Penerapan Teknologi Hasil Perikanan untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan. - Penemuan teknologi baru berwawasan lingkungan bagi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. ANCAMAN (THREAT) - Kapal nelayan dan kapal-kapal ikan berukuran besar (termasuk trawl) dari luar Deli Serdang melakukan penangkapan liar di wilayah laut Kab. Deli Serdang. - Kurangnya minat investor untuk berinvestasi karena situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil. - Meningkatnya permintaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap produk kayu bakau. - Meningkatnya tekanan berbagai kegiatan ekonomi di wilayah pesisir. - Merebaknya perambahan hutan di berbagai daerah aliran sungai. - Meningkatnya pembuangan limbah cair dan limbah padat di sungai dan laut. - Pemberian izin oleh Pemerintah Pusat untuk usaha penambangan pasir laut. - Pemberian izin pemilikan dan pemanfaatan jalur hijau hutan pantai untuk konversi lahan bagi kegiatan ekonomi. - Introduksi species atau teknologi baru yang dapat mengancam kelestarian species-species domestik.

50

- Social Capital wilayah pesisir - UU No. 2 Tahun 1991 tentang ? sangat rendah. - PP No. 20 Tahun 1990 Tentang - Aparatur keamanan di laut Pengendalian Pencemaran Air. cenderung memihak pengusaha - Tersedianya Sarana dan Prasarana kuat. Perikanan seperti TPI di beberapa - Kurangnya pengawasan terhadap pantai. pelanggaran jalur penangkapan - Terdapat Sekolah Tinggi Kelautan ikan di laut dan jalur hijau hutan dan Perikanan di Kab. Deli bakau. Serdang. - Merebaknya penyakit udang tambak yang belum teratasi. - Memiliki sumberdaya Pertanian dan Perkebunan. - Belum ada Peraturan Daerah - Deli Serdang terletak pada jalur sektor Kelautan dan Perikanan. pelayaran Internasional yaitu Selat - Belum berfungsinya TPI sebagai Malaka. wadah pelelangan ikan secara - Terletak pada jalur transportasi murni. strategis trans-Sumatera. - Kurangnya pemahaman - Tersedianya Puskesmas dan masyarakat tentang fungsi hutan Rumah Sakit sebagai fasilitas bakau. kesehatan. - Sering terjadi tumpang tindih - Sarana & Prasarana transportasi kebijakan dalam pengelolaan dari dan menuju desa pantai telah pesisir dan laut. tersedia melalui darat. - Banyak terjadi konflik antara - Terdapat Penyuluh Perikanan nelayan tradisional dengan lapangan di tingkat kecamatan. nelayan Pukat Trawl karena kurang tegasnya aparat keamanan. - Lemahnya Struktur Modal Usaha ekonomi masyarakat pesisir. - Banyak masyarakat pesisir yang hidup pra-sejahtera.

- Introduksi species atau varietas unggul yang tidak merusak/mengganggu species/varietas lokal. - Kebijakan pemerintah dan kondisi keamanan yang kondusif dapat mengundang investor. - Produk-produk barang dan jasa wilayah pesisir yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. - Munculnya proyek-proyek pemerintah dan bantuan luar negeri bagi perbaikan dan pelestarian lingkungan pesisir. - Meningkatnya lapangan kerja di berbagai sektor. - Terbentuknya kelompokkelompok masyarakat pecinta lingkungan pesisir dan cinta bahari. - Kerjasama atau MoU dengan Perguruan Tinggi terkemuka dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut.

- Kebijakan Pemerintah di bidang ekonomi tanpa memperhatikan dampak lingkungan di wilayah pesisir. - Terjadi intrusi air laut akibat kerusakan hutan pantai. - Pencurian ikan oleh kapal-kapal nelayan asing. - Ketika pemerintah dan masyarakat belum siap dengan pemberlakuan perdagangan bebas diantara negara-negara Asean dan Asia Pasifik. - Produk-produk negara luar membanjiri pasar-pasar dalam negeri. - Pihak investor kurang peduli terhadap lingkungan. - Berubahnya kebijakan Pemerintah Daerah karena pergantian kepemimpinan. - Meningkatnya jumlah angka pengangguran di tengah masyarakat.

51

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH KEKUATAN (STRENGTH) UU No. 22 Thn 1999 UU Lingkungan Hidup UU Kehutanan Adanya pemberian kredit kepada petani, nelayan dan petambak UU No. 9 Thn 1979 tentang Kepariwisataan UU No. 9/85 tentang Lrangan Nelayan Menangkap Ikan dengan Menggunakan Bom, Racun & Aliran Listrik Sehingga Merusak Kelestarian Lingkungan Hidup. Peranan tkoh adat dan tokoh masyarakat tinggi Kegiatan PEMP 2003 KELEMAHAN (WEAKNESS) - Kurang koordinasi antar instansi - Sanksi terhadap pelanggaran tidak tegas - Minimnya pengetahuan staf tentang lingkungan hidup - Belum ada Perda yang mengatur pengawasan pantai secara terpadu - Kurang sosialisasi UU Perikanan No. 9 Thn 1985 - Belum ada Perda tentang pembangunan dan pengembangan usaha kepariwisataan - Sarana & prasarana operasional belum memadai PELUANG (OPPORTUNITY) - Adanya sumberdaya alam / laut yang sangat berpotensi - Panjang dan luasnya wilayah pesisir yang dapay dimanfaatkan - Pendapatan masyarakat nelayan / perikanan tangkap cukup memadai untuk pengembangan usaha - Potensi objek wisata cukup banyak dan beragam, seperti Pulau Poncan - Exploitasi potensi perairan umum belum optimal - Teknologi penangkapan dan pengolahan hasil tangkapan relatif sederhana - Kelembagaan ekonomi masyarakat masih ada - Pengembangan pelabuhan angin ANCAMAN (THREAT) - Kurang kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidupnya - Sering terjadi gejolak antara nelayan maju & tradisional - Adanya kegiatan-kegiatan merusak seperti pengeboman perikanan - Masuknya armada penangkapan berkekuatan besar di wilayah yang dimanfaatkan nelayan setempat yang hanya mempunyai armada kecil - Penambangan batu karang / teurmbu karang

52

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN / KOTA SIBOLGA KEKUATAN (STRENGTH) - Sarana dan prasarana sudah ada seperti TPI dan PPN - Tersedianya sarana dan prasarana alat-alat berat sebagai pendukung pelaksanaan program pembangunan - UU No. 9 Thn 1985 - UU No. 5 Thn 1990 tentang KSDA dan ekosistem - PP No. 20 Thn 1990 tentang penngendalian pencemaran air - Kepmentan No. 392 / Kpts / Ik 120 / 4 /1990 KELEMAHAN (WEAKNESS) - Dana, sarana dan prasarana operasional masih kurang - Hukum/peraturan belum disosialisasikan dengan baik - Kualitas dan kuantitas SDM yang kurang memadai - Koordinasi dan pengawasan di dalam penertiban kegiatan perikanan belum berjalan dengan baik - Sanksi terhadap pelanggar tidak tegas PELUANG (OPPORTUNITY) - Potensi sumberdaya alam kelautan masih mungkin untuk dikembangkan baik untuk perikanan dan pariwisata - Teknologi penangkapan dan pengolahan hasil tengkapan relatif sederhanan - Luasnya areal penangkapan ikan yang memungkinkan untuk masuknya investor - Permintaan pasar eksport terhadap komoditi ikan kerapu dan ikan cekalang tinggi - Adanya home industri pengolahan ikan asin ANCAMAN (THREAT) - Rendahnya kesadaran masyarakat / pengusaha terhadap lingkungan - Adanya intrusi air laut - Kerusakan terumbu karang akibat pengeboman - Sistem pemasaran hasil perikanan masih lemah - Kemampuan permodalan dan keterampilan petani rendah - Tinggi limbah industri yang masuk ke wilayah pesisir - Air bersih masih kurang - Kesadaran sanitasi masyarakat masih kurang - Masyarakat heterogen, dan sering terjadinya kriminalitas - Sering terjadi gejolak antara nelayan maju dan tradisional

53

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN TAPANULI SELATAN KEKUATAN (STRENGTH) UU No. 22 Thn 1999 UU No. 9 Thn 1985 UU Kehutanan UU Lingkungan Hidup Adanya Perda tentang RIK, RTRW dan SK Penentuan Sempadan Bangunan KELEMAHAN (WEAKNESS) - Kurang koordinasi antar instansi terkait - Kualitas dan kuantitas SDM (staf) yang masih terbatas - Belum ada Perda yang mengatur kawasan pantai secara terpadu - Kurangnya dana, sarana dan prasarana operasional - Kurang tenaga teknis perikanan - Masih kurangnya sosialisasis tujuab proyek pesisir bagi masyarakat asli daerah - Belum adanya penataan ruang secara rinci untuk wilayah kawasan tertentu PELUANG (OPPORTUNITY) - Potensi wilayah sangat menonjol di sektor perkebunan & pertanian - Potensi lahan pertanian yang masih luas - Penataan jaringan jalan lingkungan - Teknologi penangkapan dan pengolahan hasil tangkapan relatif sederhana ANCAMAN (THREAT) - Keadaan sosial ekonomi masyarakat di daerah pesisir pada umumnya masih rendah - Belum ada TPI yang memadai dan banyak tengkulak - Penegakan hukum tidak tegas - Perambahan hutan - Kurang pembinaan kepada masyarakat tentang pemanfaatan sumberdaya alam - Sistem pemasaran hasil perikanan masih lemah

54

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN MANDAILING NATAL KEKUATAN (STRENGTH) - UU No. 22 Thn 1999 - UU No. 23 Thn 1997 mengenai Lingkungan Hidup - UU No. 24 Thn 1992 tentang Penataan Ruang - UU No. 9 Thn 1985 tentang Perikanan - Adanya UU Kehutanan - Adanya Program PEMP 2003 KELEMAHAN (WEAKNESS) - Kuantitas dan kualitas SDM kurang memadai - Kurangnya dana, sarana dan prasarana operasional - Masih kurangnya sosialisasi tujuan proyek pesisir bagi masyarakat asli daerah - Kurangnya tenaga teknis perikanan - Kurangnya koordinasi antar instansi terkait - Sanksi pelanggaran tidak tegas - Belum adanya Perda yang mengatur kawasan pantai secara terpadu PELUANG (OPPORTUNITY) - Luas areal penangkapan ikan yang memungkinkan untuk masuknya investor - Kelembagaan ekonomi masyarakat nelayan ada - Masih luasnya lahan yang belum dimanfaatkan - Banyak periran umum baik buatan maupun alam, serta sungai untuk pengembangan budidaya keramba dan penangkaran - Tokoh-tokoh adat dapat diajak bekerjasama ANCAMAN (THREAT) - Perambahan hutan - Kurangnya pembinaan kepada masyarakat tentang pemanfaatan SDA - Kemampuan permodalan dan keterampilan petani rendah - Kurangnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan hidup - Abrasi pantai - Belum adanya TPI dan banyaknya tengkulak

55

MATRIKS KEKEPAN (SWOT) KELEMBAGAAN KABUPATEN NIAS DAN NIAS SELATAN KEKUATAN (STRENGTH) UU No. 22 Thn 1999 UU Perikanan UU Kehutanan UU No. 9 Thn 1979 tentang Kepariwisataan - Tersedianya sarana dan prasarana alat-alat berat sebagai pendukung pelaksanaan program pembangunan KELEMAHAN (WEAKNESS) - Kurang koordinasi antar instansi terkait - Kurangnya biaya, maupun sarana dan prasarana yang tersedia - Belum adanya Perda tentang pembangunan dan pengembangan usaha kepariwisataan - Kualitas dan kuantitas SDM (staf) kurang memadai - Sarana dan prasarana operasional belum memadai PELUANG (OPPORTUNITY) - Adanya sumberdaya alam / laut yang sangat berpotensi - Panjang dan luas wilayah pesisir yang dapat dimanfaatkan - Tersedianya sumberdaya alam yang sangat potensial - Pemandangang pantai yang baik - Pengembangan wisata bahari dapat dijadikan prioritas utama - Luas areal penangkapan ikan yang memungkinkan untuk masuknya investor - Permintaan pasar ekspor terhadap komoditi perikanan tinggi ANCAMAN (THREAT) - Perusakan terumbu karang oleh alat tangkap trawl - Tingkat pendidikan dan pengetahuan fungsi hutan masih rendah - Minimnya pengetahuan para nelayan dan petani ikan baik teknis maupun perundangundangan - Masuknya armada penangkapan berkekuatan besar di wilayah yang dimanfaatkan nelayan setempat yang hanya mempunyai armada kecil - Kurangnya minat investor untuk pengembangan pesisir - Kurangnya tenaga termpil yang menangani daerah pesisir - Penambangan bunga / batu karang - Tidak ada keseimbangan program - Adanya intrusi air laut - Kerusakan terumbu karang karena pemboman

56

BAB V PROSES KAJI ULANG, PEMANTAUAN DAN EVALUASI Sebagai suatu dokumen, penyusunan rencana strategi ini merupakan landasan dalam menentukan dan menetapkan rencana strategi untuk kepentingan pengelolaan dan pelaksanaan program-program yang terkait untuk mengoptimalkan berbagai kegiatan pembangunan dalam kawasan Pesisir dan Laut Propinsi Sumatera Utara yang memanfaatkan potensi wilayah pesisir dan lautan serta potensi lain yang mendukung pengembangan kawasan Pesisir dan Laut Propinsi Sumatera Utara sebagai kawasan industri perikanan, industri wisata bahari dan industri nonperikanan terpadu. Agar dokumen ini dapat diimplementasikan, maka dukumen ini harus disepakati oleh berbagai pihak yang terkait. Dalam implementasi berbagai rencana strategi ini, maka dokumen ini pun akan dibatasi oleh kurun waktu 10 tahun. Dengan demikian, mengingat dinamika dan perkembangan isu pengelolaan yang terus berkembang mengharuskan dokumen terus diperbaharui oleh setiap pihak yang menggunakannya. Dengan demikian, untuk melihat tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana strategi dalam melakukan berbagai kegiatan pembangunan dan memperbaharuinya, maka perlu dilakukan upaya kaji ulang, pemantauan (monitoring) dan evaluasi. Data yang diperoleh dari proses kaji ulang, pemantauan dan evaluasi ini akan sangat berguna sebagai dasar dan acuan bagi perbaikan penyusunan rencana strategi dan implementasi program-program sejenis (baik yang baru maupun lanjutannya) dimasa yang akan datang atau dalam kurun waktu yang akan disepakati. Kemajuan implementasi rencana strategi akan dinilai dengan menggunakan berbagai indikator-indikator yang telah ditentukan dalam setiap tujuan renstra. Disamping itu juga dilihat sejauh mana konsistensi berbagai program yang dilaksanakan berdasarkan pada perbaikan manajemen, pendekatan biaya-efektif dan aksi-aksi terarah. Kriteria ini juga akan menyediakan dasar untuk mengevaluasi dan memilih proyek-proyek khusus, sehingga setiap proyek yang didanai harus mengacu pada satu atau lebih konsep-konsep tersebut. Evaluasi perlu dilakukan terhadap data hasil pemantauan berjalannya renstra pengembangan kawasan. Disamping indikator yang dijadikan acuan untuk mengevaluasi, maka ukuran tingkat keberhasilan dan kegagalan implementasi renstra ini dapat juga didasarkan pada: Berjalannya pola kebijakan yang diterapkan, kesesuaian dengan kebutuhan pengelolaan kawasan; Teradopsinya renstra pengembangan kawasan oleh Kabupaten/Kota yang berada di kawasan Pesisir Pantai Timur dan Pantai Barat Propinsi Sumatera Utara; Peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan semakin meningkat yang diikuti oleh terjadinya peningkatan kesejahteraan; Menekankan pendekatan rasional untuk penegakan hukum dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang ada; Insentif yang besar untuk memacu keterlibatan dunia usaha dalam pengembangan kawasan; Meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota yang berada di kawasan Pesisir Pantai Timur dan Pantai Barat Propinsi Sumatera Utara untuk mengambil keputusan yang berdasar pada informasi yang benar, meningkatkan penerimaan dan melakukan aktivitas pemantauan dan penegakan hukum; Menanggapi kebutuhan masyarakat setempat dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat dalam proses pengelolaan terpadu pengembangan kawasan sebagai kawasan industri perikanan, industri wisata bahari dan industri non-perikanan terpadu;

57

Agar renstra yang telah ditetapkan dapat mengikuti berbagai perubahan kebijakan dan isuisu yang berkembang, serta kondisi sosial, politik dan ekonomi, maka perlu dilakukan tinjauan secara berkala. Tinjauan secara berkala ini dapat dilakukan setiap tahun, lima tahun dan secara periodik. 5.1. Tinjauan Setiap Tahun Tinjauan setiap tahun dilakukan oleh Tim Teknis (Technical Team) dengan mendengar masukan, saran, kritik dari para stakeholder yang kemudian dibahas bersama dengan Tim Pengarah (Sterring Team). Tinjauan ini didasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi berdasarkan pada iindikatorindikator yang telah ditetapkan, selanjutnya akan dijadikan bahan pertimbangan untuk ditinjau kembali. Tinjauan tahunan ini lebih memfokuskan pada pengalaman pelaksanaan kebijakan yang telah ada serta menilai kemajuan yang telah dicapai untuk memberikan kerangka kerja dalam implementasi Renstra Pengelolaan Kawasan Kabupaten/Kota yang berada di kawasan Pesisir Pantai Timur dan Pantai Barat Propinsi Sumatera Utara sebagai kawasan industri perikanan, industri wisata bahari dan industri non-perikanan terpadu. 5.2. Tinjauan Lima Tahunan Tinjauan lima tahunan ini merupakan bagian perencanaan lima tahunan yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan renstra Kabupaten/Kota yang berada di kawasan Pesisir Pantai Timur dan Pantai Barat Propinsi Sumatera Utara terhadap Pengembangan Kawasan industri perikanan, industri wisata bahari dan industri non-perikanan terpadu dengan renstra lainnya pada masing-masing kabupaten. Tinjauan ini akan memberikan masukan untuk mengevaluasi visi dan tujuan renstra kawasan dengan melibatkan berbagai unsur terkait, untuk selanjutnya melakukan kaji ulang terhadap visi dan tujuan tersebut. Visi dan tujuan hasil kaji ulang akan disesuaikan dengan berbagai kebijakan renstra pada masing-masing wilayah. Sebagai catatan bahwa tinjauan tahunan dan lima tahunan ini dilakukan dalam kondisi ekonomi dan politik yang stabil. Namun apabila terjadi suatu kondisi yang mengharuskan perlu ditinjau secara lebih cepat, maka dapat dilakukan tinjauan secara periodik. 5.3. Tinjauan Periodik Tinjauan periodik dilakukan pada saat menemui masalah, baik sosial, politik dan ekonomi, atau saat ada program baru, atau saat diperoleh pengalaman tertentu pada saat pelaksanaan renstra tersebut. Hasil dari tiga tinjauan yang dilakukan, maka revisi perbaikan renstra harus mengikuti proses yang sama dengan mengikuti tahapan-tahapan perencanaan sebagai hasil renstra revisi, maka alasan perubahan atau tambahan harus didokumentasikan oleh instansi yang berwenang pada masing-masing kabupaten, kemudian dikonsultasikan dan dikomunikasikan dengan berbagai pihak yang berkepentingan.

58

BAB VI PENUTUP Keberhasilan pelaksanaan Rencana Strategis (RENSTRA) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Propinsi Sumatera Utara ini, sangat tergantung kepada kesadaran yang kuat dari Aparatur Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan segenap Stakeholders yang terkait lainnya terutama didalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Dengan pemahaman yang tepat terhadap potensi, isu dan permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir dan laut Propinsi Sumatera Utara, serta dengan kebulatan tekad untuk mengerahkan segenap kemampuan terbaiknya didalam memanfaatkan potensi serta mencari solusi dari isu dan permasalahan dimaksud, segenap Personil Aparatur Pemerintah Propinsi akan dapat menggalang kebersamaan dengan seluruh masyarakat melalui pelaksanaan kegiatan sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategis ini.

Ditetapkan di : M E D A N Pada Tanggal : 16 DESEMBER 2004

GUBERNUR SUMATERA UTARA

T. RIZAL NURDIN

59

You might also like