You are on page 1of 20

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan , minuman ataupun obat-obatan. Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan telah menunjukkan bahwa pemakaian obat jauh dari keadaan optimal dan rasional sehingga dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak tepat (Anonim,2005). Salah satunya apabila terdapat interaksi obat yang merugikan bagi pasien. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaianobat dengan bahan-bahan lain tersebut termasuk obat tradisional dan senyawa kimia lain. Suatu interaksi bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungan. Definisi yang lebih relevan adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley, 2008). Interaksi obat yang signifikan dalam dapat satu terjadi periode jika dua atau ) lebih obat sekaligus (polifarmasi digunakan

bersama-sama. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang di pengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia. Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang menguntungkan, misalnya (1)Penicillin dengan probenesit : probenesit

menghambat sekresi penilcillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2)Kombinasi obat antihipertensi: meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping; (3)Kombinasi obat anti kanker juga meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping (4)kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat timbulnya resistensi kuman terhadap obat; (5)antagonisme efek toksik obat oleh anti dotnya masing-masing. Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatantoksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama. Kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini dan kecenderungan polifarmasi. Telah menjadi semakin sulit bagi dokter dan apoteker untuk akrab dengan seluruh potensi interaksi (Tatro, 2001). Sebuah studi yang melibatkan 9900 pasien dengan 83200 paparan obat, 234 (6,5%) dari 3600 pasien mengalami reaksi obat merugikan yang termasuk ke dalam kategori interaksi obat. Studi lain yang dilakukan oleh Gallery et al., (1994) menemukan bahwa dalam peresepan dengan total jumlah pasien sebanyak 160 pasien, terjadi 221 interaksi obat, sebanyak 24 kasus (10,85%) termasuk kategori severe, 115 kasus (52,03%) termasuk kategori moderate dan 82 kasus (37,12%) termasuk kategori low. Studi lain yang dilakukan oleh Hajebi et al., (2000) mengevaluasi interaksi obat pada 3130 resep dari 4 bagian di sebuah rumah sakit

pendidikan, hasilnya menunjukkan bahwa dari 3130 resep terjadi 156 kejadian interaksi obat (Nazzari dan Mochadam, 2006). Penelitian yang dilakukan disalah satu apotek di Jakarta, di peroleh persentase obat oral Kardiovaskular yang rasional pada sampel yang dibatasi 138 lembar resep adalah 89,86% (124 lembar resep) dan sisanya 10,14% (14 lembar resep) dinyatakan tidak rasional jika ditinjau dari interaksi obat yang terjadi. Ketidakrasionalan obat yang terjadi karena ketidak sesuaian kombinasi obat dalam satu resep yang mengakibatkan terjadinya interaksi antar obat yang dapat mengakibatkan kehilangan kerja obat, berkurangnya efek obat, dan peningkatan toksisitas obat (Herianto, dkk., 2006). Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi (Fradgley, 2003). Beberapa kejadian interaksi obat sebenarnya dapat diprediksi sebelumnya dengan mengetahui efek farmakodinamik serta mekanisme mengenai farmakokinetik hal ini akan obat-obat tersebut. dalam Pengetahuan upaya bermanfaat melakukan

pencegahan terhadap efek merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi obat (Quinn dan Day, 1997). Keparahan/severitas interaksi juga harus diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level yaitu minor, moderate, dan major atau severe, moderate dan low. Sebuah interaksi termasuk ke dalam severitas severe jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya

terhadap pasien jika terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin oleh antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya. Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit. Contohnya adalah dalam kombinasi vancomicin dan gentamicin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas. Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan low jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen. Contohnya adalah perkembangan aritmia yang terjadi karena pemberian eritromisin dan terfenadin (Bailie, 2004). Tidak semua interaksi obat akan bermakna secara signifikan, walaupun secara teoritis mungkin terjadi. Banyak interaksi obat yang kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Namun demikian, seorang farmasis perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek merugikan akibat interaksi obat ini untuk mencegah timbulnya risiko morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan pasien (Rahmawati, 2006). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : a. Apakah terjadi interaksi obat pada pasien berdasarkan significance code di Rumah Sakit Umum Ciamis? b. Berapa persen interaksi obat yang terjadi pada pasien berdasarkan significance code di Rumah Sakit Umum Ciamis?

C. Batasan Masalah a. Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis b. Periode ( X-Y ) D. Tujuan 1. Tujuan umum Untuk mengetahui persentase dari interaksi obat yang terjadi pada pasien di ruangan X berdasarkan significance code 1,2,3 dan 4. 2. Tujuan khusus Menganalisis terjadinya interaksi obat terhadap pasien di ruangan X melalui rekam medic di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. E. Manfaat Penelitian
a. Manfaat umum b. Manfaat khusus

F. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Judul Penelitian ANALISIS INTERKASI OBAT PADA PASIEN Nopi Susanti RUANGAN X di WILAYAH KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS 2013 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pasien Pasal 1 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran menjelaskan definisi pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. a. Hak-Hak Pasien Hak-hak yang dimiliki pasien sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, adalah : 1) Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis; 2) Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; 3) Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; 4) Menolak tindakan medis; 5) Mendapatkan isi rekam medis. b. Kewajiban-Kewajiban Pasien Kewajiban pasien yang diatur dalam Pasal 53 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ini adalah: 1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatanya 2) Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau doter gigi 3)Mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan 4) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

2. Obat Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit. Obat ada yang bersifat tradisional seperti jamu, obat herbal dan ada pula yang telah melalui proses kimiawi atau fisika tertentu serta telah diuji khasiatnya. Yang terakhir inilah yang lazim dikenal sebagai obat. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa didapatkan. Macam-macam obat : a. Obat bebas Obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna hijau. Dalam obat disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis dan aturan pakai, nomor batch, nomor registrasi, nama dan alamat pabrik serta cara penyimpanannya. b. Obat bebas terbatas Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas termasuk obat keras dimana pada setiap takaran yang digunakan diberi batas dan pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru serta sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975 ada tanda peringatan P. No.1 sampai P.No.6 dan harus ditandai dengan etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat yang bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi,

nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan, indikasi, cara pemakaian, peringatan serta kontraindikasi. c. Obat keras Obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter, dimana pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf "K" yang menyentuh lingkaran hitam tersebut. Termasuk juga semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan. 3. Interaksi Obat Interaksi obat merupakan peristiwa yang terjadi karena perubahan efek obat pertama oleh pemberian obat lain sebelumnya atau secara bersamaan. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 8 14). Teori Lain Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara satu obat dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus. Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi (ADME)

obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat- sifat farmakodinamik obat tersebut, misal pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama. Pemberian obat-obatan merupakan bagian dari terapi medis terhadap pasien. Ketika dikonsumsi, obat dapat mempengaruhi status gizi seseorang dengan mempengaruhi makanan yang masuk (drug-food interaction). Hal sebaliknya juga dapat terjadi, makanan yang masuk juga dapat mempengaruhi kerja beberapa obat-obatan ( food-drug interaction). Interaksi obat menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi : 1. Interaksi Obat dengan obat a. Interaksi Farmakokinetik b. Interaksi Farmakodinamika 2. Interaksi Obat dengan makanan a. Interaksi farmakokinetik Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada berbagai tahap meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh) untuk menimbulkan efek farmakologinya. Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi sekalipun struktur kimianya mirip, karena antar obat segolongan terdapat variasi sifatsifat fisikokimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya.

ABSORPSI
Absorpsi obat tergantung pada formulasi farmasetik, pKa dan kelarutan obat dalam lemak, pH, flora usus, dan aliran darah dalam organpencernaan. Dalam hal ini perlu dibedakan antara interaksi yangmengurangi kecepatan absorpsi dan interaksi yang

10

mengurangi jumlahobat yang diabsorpsi. Sebagian besar interaksi yang berkaitan denganabsorpsi, tidak bermakna secara klinis dan dapat diatur denganmemisahkan waktu pemberian obat.Obat-obat yang digunakan secara oral biasanya diserap darisaluran cerna ke dalam sistem sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadiinteraksi selama obat melewati saluran cerna. Absorpsi obat dapat terjadimelalui transport pasif maupun aktif, di mana sebagian besar obatdiabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih rendah. Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan gradienkonsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut air) dan proses ini membutuhkan energi. Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat daripada secara tansport pasif. Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak dan mudah berdifusi melewati membran sel, sedangkan obat dalam bentukterion tidak larut lemak dan tidak dapat berdifusi. Di bawah kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat absorpsinya biasanyasempurna.Bila kecepatan absorpsi berubah, interaksi obat secara signifikan akan lebih mudah terjadi, terutama obat dengan waktu paro yang pendek atau bila dibutuhkan kadar puncak plasma yang cepat untuk mendapatkan efek. Mekanisme interaksi akibat gangguan absorpsi antara lain :
a. Interaksi langsung

Interaksi secara fisik/kimiawi antar obat dalam lumen saluran cernasebelum absorpsi dapat mengganggu proses absorpsi. Interaksi inidapat dihindarkan atau sangat dikuangi bila obat yang berinteraksidiberikan dalam jangka waktu minimal 2 jam.

11

2. Perubahan pH saluran cerna Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya akibat adanya antasid,akan meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam saluran cerna, misalnya aspirin. Dengan demikiandipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan mempercepatabsorpsinya. Akan tetapi, suasana alkalis di saluran cerna akanmengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa (misalnyatetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, sehingga mengurangiabsorpsinya. Berkurangnya keasaman lambung oleh antasidaakan mengurangi pengrusakan obat yang tidak tahan asamsehingga meningkatkan bioavailabilitasnya. Ketokonazol yang diminum per oral membutuhkan medium asam untuk melarutkan sejumlah yang dibutuhkan sehingga tidak memungkinkan diberikan bersama antasida, obat antikolinergik, penghambatan H2 atau inhibitor pompa proton (misalnya omeprazol). Jika memang dibutuhkan, sebaiknya abat-obat ini diberikan sedikitnya 2 jam setelah pemberian ketokonazol. a. Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja padasistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang sinergistik atauantagonistik. Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dariinteraksi obat yang penting dalam klinik. Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik seringkali dapatdi ekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yangberinteraksi, karena penggolongan obat memang berdasarkan perlamaan efek farmakodinamiknya. Disamping itu, kebanyakan interaksi farmakodinamik dapat diramalkan kejadiannya, karena itu dapat dihindarkan bila dokter

12

mengetahui. Efek yang terjadi pada interaksi farmakodinamik yaitu : a. Sinergisme Interaksi Farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem organ, sel atau enzim yang sama dimana kekuatan obat pertama diperkuatoleh kekuatan obat yang kedua, karena efek farmakologisnya searah, misalnya Sulfonamid mencegah bakteri untuk mensintesa dihidrofolat, sedangkan trimetoprim menghambat reduksidihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kedua obat ini bila diberikanbersama-sama akan memiliki efek sinergistik yang kuat sebagaiobat anti bakteri.Bila jumlah kekuatannya sama dengan jumlah kekuatan masing-masing obat disebut adisi atau sumasi Bila jumlah misalnya asetosal danparasetamol. kekuatannya lebih besar dari

kekuatanmasing-masing obat disebut potensiasi , misalnya banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium plasma, dan yang akanmemperkuat efek glikosid jantung yang mempermudah timbulnya toksisitas monoamin glikosid, oksidase kemudian penghambat jumlah meningkatkan

noradrenalin di ujung syaraf adrenergik dan karena itu memperkuat efek obat-obat seperti efedrin dan tiramin yang bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin. b. Antagonisme Dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan samasekali oleh obat yang kedua karena mempunyai khasiatfarmakologi yang ber

13

tentangan,

misalnya

antagonis

reseptor

beta( beta bloker) mengurangi efektifitas obat-obat bronkhodilator seperti salbutamol yang merupakan agonis beta reseptor. Hal ini dapat disebabkan karena mempunyai reseptor yang samasehingga terjadi persaingan ( kompetitif ). B. Landasan Teori 1. Significance code :
a. Sangat signifikan secara klinis

Interaksi obat yang merugikan dari potensi besar untuk pasien, yang diprediksi atau sering dan yang didokumentasikan dengan baik.
b. Cukup signifikan secara klinis

Interaksi obat berbahaya yang potensial serta moderat untuk pasien, yang kurang dapat diprediksi atau sering dan yang kekurangan dokumentasi lengkap.
c. Minimal klinis signifikan

Interaksi obat berbahaya yang potensial, sedikit pasien yang memiliki prediktabilitas variabel atau jarang terjadi dan memiliki dokumentasi kecil.
d. Tidak signifikan secara klinis

Interaksi obat di mana dokumentasi mungkin didasarkan pada pertimbangan teoritis efeknya tidak signifikan secara klinis dan tidak ada efek samping yang diharapkan. 2. Analisis statistik Merupakan salah satu alat untuk mengumpulkan data, mengolah, menarik kesimpulan dan membuat keputusan berdasar analisis data, untuk menghitung besarnya anggota sampel, menyajikan data berupa gambar, grafik, tabel, diagram serta alat

14

untuk analisis data. Metode statistik ini adalah alat yang membantu peneliti untuk memudahkan memahami dan memberikan makna dari data penelitian lebih yang lanjut diperoleh. secara Tugas lebih peneliti mendalam untuk dan memberikan interpretasi terhadap data yang diperoleh dan membahasnya komprehensif berdasarkan teori-teori yang mendukung serta fakta yang terjadi di lapangan. Maka dalam penelitian ini metode analisis statistik sangat penting dan sangat bermanfaat. Untuk lebih memudahkan penelitian ini menggunakan analisis statistik persentase karena tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa persen tingkat kesalahan yang terjadi di tempat penelitian. 3. Analisis statistik persentase Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui jumlah atau rata rata dari hasil pengumpulan data pada suatu penelitian.

4. Kerangka konsep pasien

obat

Rumah Sakit

Ruangan X

Pengambilan Data Rekam Medik

15

Interaksi Obat (signifikan kode 1,2,3,4)

periode

Jumlah sampel

Analisis Statistik (persentase)

Hasil

16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah seluruh dari suatu perencanaan disusun sedimikian rupa yang dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Sastroasmoro Ismael, 2008). Secara umum rancangan penelitian perencanaan seluruh penelitian yang tertuang dalam satu kesatuan naskah secara ringkas, jelas dan utuh. Berdasarkan tujuan penelitian rancangan yang digunakan adalah penelitian kualitatif untuk menganalisis interaksi obat terhadap pasien berdasarkan significance code melalui rekam medik. B. Variabel Penelitian a. Analisis interaksi obat terhadap pasien berdasarkan significance code yaitu : 1. Sangat signifikan secara klinis Interaksi obat yang merugikan dari potensi besar untuk pasien, yang diprediksi atau sering dan yang didokumentasikan dengan baik. 2. Cukup signifikan secara klinis Interaksi obat berbahaya yang potensial serta moderat untuk pasien, yang kurang dapat diprediksi atau sering dan yang kekurangan dokumentasi lengkap. 3. Minimal klinis signifikan Interaksi obat berbahaya yang potensial, sedikit pasien yang memiliki prediktabilitas variabel atau jarang terjadi dan memiliki dokumentasi kecil.

14

17

4. Tidak signifikan secara klinis Interaksi obat di mana dokumentasi mungkin didasarkan pada pertimbangan teoritis efeknya tidak signifikan secara klinis dan tidak ada efek samping yang diharapkan. b. Pengumpulan (persentase) C. Definisi Operasional Definisi Operasional Pasien Obat adalah atau zat berasal tumbuhan, hewan,mineral maupun kimia yang zat tertentu dapat bahan yang dari Nilai Indikator persentase . Alat ukur data dengan analisis data secara statistik

tertinggi.

digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan penyakit. atau menyembuhkan

18

Interaksi Adalah

obat

perubahan efek suatu akibat pemakaian obat lain oleh obat dan kimia Interaksi yang (interaksi atau makanan, tradisional senyawa lain. obat signifikan obat-obat) obat

dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Signifikan Kode

D. Populasi dan Sampel


a. Populasi

Semua pasien yang dirawat di RSUD Ciamis.


b. Sampel

Pasien yang dirawat di ruangan X.

19

E. Prosedur Kerja Pengajuan kepada pihak kampus/akademik

Dinas kesehatan

Rumah sakit Ciamis

Surat izin

Penelitian

F. Analisis Data Kegiatan dalam penelitian dengan melakukan analisis data meliputi persiapan, tabulasi (pengolahan data) dan aplikasi data. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. G. Lokasi dan Waktu
a. Lokasi b. Waktu penelitian

: Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis : 2013

20

ANALISIS INTERKASI OBAT PADA PASIEN RUANGAN X di WILAYAH KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS PERIODE X-Y
PROPOSAL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Melakukan Penelitian

Disusun oleh : NOPI SUSANTI NIM. 10DF277014

PROGRAM STUDI D III FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2012

You might also like