You are on page 1of 48

PROSEDUR TETAP PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL TAHUN 2011

Daftar Penyakit Potensial KLB: 1. Anthraks .. . 2. Campak 3. Chikungunya 4. DBD 5. Diare 6. Difteri 7. Hepatitis A 8. Leptospirosis 9. Malaria 10. Pes 11. Rabies 12. Keracunan Makanan 13. Thypoid 14. Tetanus Neonatorum 15. Tetanus Toxoid 16. Varicela 17. Meningitis Meningokokus 18. Bencana... 19. H5N1/ H1N1 baru 20. Kalender mingguan

2 5 13 18 21 24 28 29 31 33 35 38 40 40 42 42 45 46

Sumber: 1. Revisi Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa ( Pedoman Epidemiologi Penyakit, Depkes RI Dirjen P2& PL 007 2. Protap Penanggulangan KLB & Bencana Prop Jawa Tengah, Dinkes Prop 2006

1. ANTHRAKS

Penanggulangan KLB Antraks diarahkan untuk memutuskan rantai penularan hewan penular ke manusia atau tanah tercemar ke manusia. Pengobatan dini penderita dan mencegah pencemaran lingkungan oleh spora antraks. Penanggulangan KLB Antraks pada hewan merupakan bagian dari upaya penanggulangan KLB antraks pada manusia. (1) Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap kasus-kasus yang dilaporkan dari Rumah sakit, Puskesmas maupun laporan masyarakat. Penyelidikan lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kasus lain, terutama pada kelompok rentan terpapar kuman atau spora antraks. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium pewarnaan, biakan, serologi atau percobaan binatang. Spesimen yang digunakan adalah cairan atau pus pada bentuk lesi kulit, sputum pada bentuk pulmonal, tinja pada bentuk intestinal, darah pada bentuk septikimia, dan cairan Liquor Cerebrospinalis (LSC) pada bentuk meningitis. KLB Antraks adalah terjadinya satu kasus baru Antraks atau lebih pada manusia dengan sebagian kasus menunjukkan tanda-tanda patogomonik atau adanya bukti laboratorium. SKD KLB Antraks harus diidentifikasi apabila terdapat sejumlah kematian pada binatang yang diduga karena antraks. Penyelidikan KLB Antraks dapat menggambarkan penyebaran, kecenderungan dan identifikasi sumber dan cara penularan serta populasi rentan serangan KLB Antraks : Kurva epidemi menurut tanggal mulai timbulnya gejala pada kasus baru, sehingga dapat teridentifikasi mulai dan berakhirnya KLB Antraks, kecenderungan dan pola serangan. Tabel distribusi kasus baru menurut umur, jenis kelamin dan pekerjaan yang diduga berhubungan dengan penularan antraks. Tabel dan peta distribusi kasus-kasus kesakitan dan kematian hewan tersangka antraks. Distribusi kasus juga digambarkan dalam peta sebaran (spot map) dan hubungannya dengan dstribusi kasus-kasus kesakitan dan kematian hewan tersangka antraks. Peta dibuat secara bersambung menurut minggu kejadian, sehingga dapat dicermati perkembangan penyebaran kasus dari waktu ke waktu. Seringkali pelacakan kasus dilakukan untuk mengetahui penyebaran dari satu wilayah ke wilayah lain, termasuk identifikasi hewan, produk hewan atau tanah tercemar sebagai sumber penular. (2) Penanggulangan KLB Penanggulangan KLB diprioritaskan pada pengobatan dini penderita dengan pengobatan yang memadai, penanggulangan KLB Antraks pada hewan penular serta produk hewan tercemar sehingga terputusnya mata rantai penularan serta manajemen hewan tersangka dan produk hewan tercemar : Penyuluhan masyarakat tentang antraks dan upaya penanggulangannya. Setiap orang yang menderita penyakit dengan gejala-gejala antraks segera berobat ke puskesmas atau RS terdekat. Memandikan tubuh orang yang meninggal karena antraks harus berkonsultasi dengan petugas kesehatan tentang tatacara memandikan penderita anktraks, agar tidak terjadi penularan. Hewan harus disembelih di Rumah Potong Hewan (RPH), bila dipotong diluar RPH harus mendapat ijin dahulu dari Dinas Peternakan setempat. Tidak diperbolehkan menyembelih hewan sakit antraks. Tidak diperbolehkan mengkonsumsi daging yang berasal dari hewan yang sakit antraks. Dilarang membuat atau memproduksi barang-barang yang berasal dari hewan sakit atau mati karena penyakit atraks. Hewan yang rentan terhadap penyakit antraks seperti sapi, kerbau, kambing, domba, kuda secara rutin harus divaksinasi terhadap penyakit antraks. Vaksinasi dilakukan oleh Dinas Peternakan setempat.

Dalam rangka menanggulangi KLB antraks di lapangan, perlu kerjasama yang baik antara masyarakat, petugas Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian termasuk laboratorium. Pada daerah yang belum pernah terjangkit KLB antraks, petugas belum terlatih untuk mengidentifikasi adanya kasus antrtaks, diagnosis antraks sering rancu dengan penyakit kulit dan penyakit perut lainnya. Oleh karena itu pelatihan singkat terhadap petugas perlu dilakukan.

Lampiran I Form Penyelidikan Kejadian Luar Biasa Antraks Form Penyelidikan KLB Antraks 3

Puskesmas : Nama : Pekerjaan :

Kecamatan : L/P

Kab/Kota : Provinsi :

Umur :

1. Gejala Umum a. Keadaan umum saat wawancara

2. CAMPAK
4

(1) Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap kasus yang dilaporkan dari rumah sakit, puskesmas maupun laporan masyarakat. Penyelidikan lapangan rumah sakit, puskesmas maupun laporan masyarakat. Penyelidikan lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kasus lain, terutama pada daerah yang berresiko tinggi. Penyelidikan epidemiologi ditujukan untuk menegakkan diagnosis, memastikan terjadi KLB dan menemukan kasus tambahan serta kelompok rentan. Diagnosis kasus campak terdiri dari : i. Kasus klinis, adalah kasus yang menunjukkan gejala panas, rash dan disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata merah. ii. Kasus konfirmasi adalah kasus klinis yang disertai hasil konfirmasi laboratorium serologis (lgM + atau kenaikan titer antibodi 4 kali) atau kasus campak yang mempunyai kontak langsung (hubungan epidemiologi) dengan kasus konfirmasi pada dalam periode 1 2 minggu. KLB campak apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut : i. Dalam kurun waktu 3 minggu berturut-turut, ditemukan 5 kasus campak atau lebih yang mengelompok (cluster) dalam satu RW/dukuh/sekolah/kelompok pengungsi, di daerah perbatasan dan mempunyai hubungan epidemiologis. ii. Ditemukan kematian campak.

(2) Penanggulangan KLB Penanggulangan KLB campak didasarkan pada analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB campak, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidak meluas serta dibatasi jumlah kasus dan kematian. Langkah penanggulangan meliputi : a) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada populasi balita berresiko di sekitar daerah KLB. Sekitar daerah berresiko adalah desa non KLB yang berresiko terserang KLB campak dengan jumlah kelompok balita rentan > 5% b) Melakukan pengobatan dan pemberian vitamin A dosis tinggi pada kasus yang ditemukan di lapangan.

Lampiran I FORM PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA CAMPAK Puskesmas : Provinsi : 5

Kecamatan

Kab/Kota

1. IDENTITAS Nama Kasus Alamat : : Panas demam Bercak merah Batuk Mata merah Sesak napas Jenis kelamin Umur : : thn bln Nama orang tua : 2. GEJALA / TANDA Tanggal mulai panas Tanggal mulai timbul rash Pilek Telinga keluar nanah : / / : / /

Desa/kelurahan :

2. RIWAYAT KONTAK Apakah 2 minggu sebelum sakit pernah bepergian Bila Ya, ke mana Apakah 2 minggu sebelum sakit pernah berkunjung ke rumah teman / saudara yang sakit campak? Bila Ya, ke mana Apakah 2 minggu sebelum sakit pernah menerima tamu yang sakit campak ? Bila Ya, dari mana 3. STATUS IMUNISASI Imunisasi rutin Campak Sumber informasi Imunisasi tambahan Sumber informasi 4. PENGAMBILAN SPESIMEN Darah / Serologi : Kultur Urine : Ya / Tidak Ya / Tidak 1 kali Belum pernah KMS Catatan Jurim BIAS campak : P I N campak : KMS Catatan Jurim

Ya / Tidak Ya / Tidak Ya / Tidak

Tidak tahu Ingatan orang tua / anak Ingatan orang tua / anak

Tanggal pengambilan : Tanggal pengambilan :

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN CASE BASE MEASLES SURVEILLANCE (CBMS) DI JAWA TENGAH TAHUN 2010

Latar Belakang Penyakit campak masih menjadi salah satu penyebab kematian pada anak di dunia. Dilaporkan sekitar 48% kematian anak karena Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi disebabkan oleh penyakit Campak. Terdapat 47 negara di dunia sebagai penyumbang kematian anak akibat penyakit campak tsb, Indonesia menjadi salah satu negara tersebut. Oleh karena penyakit campak bisa dicegah dengan imunisasi, tidak ditemukan carrier jangka panjang dan hanya menyerang pada manusia sehingga dipastikan penyakit campak dapat dieradikasi. Sejak tahun 2007, negara-negara di dunia berkomitmen untuk membasmi penyakit campak secara bertahap( Reduksi, Eliminasi & Eradikasi). Reduksi campak yang harus dicapai dalam kurun waktu 2007-2010 bertujuan untuk menurunkan angka kematian sebesar 90% di tahun 2010 dibandingkan tahun 2000. Strategi yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut melalui pemberian imunisasi rutin, imunisasi tambahan , penguatan surveilans campak, dan melakukan ivestigasi KLB Campak secara lengkap. Mengingat Indonesia telah melaksanakan kampanye campak maka surveilans Campak yang harus dilaksanakan adalah surveilans campak berbasis individu (Case Based Measles Surveilans). Jawa Tengah telah mulai melaksanakan penguatan surveilans campak sejak tahun 2007 dengan berbagai upaya antara lain adalah menyebarluaskan informasi penguatan surveilans campak di puskesmas dan rumah sakit, meningkatkan kualitas pencatatan dan pelaporan penyakit campak dari puskesmas dan rumah sakit, validasi data campak, penanggulangan KLB campak dan peningkatan cakupan Imunisasi campak. Selama belum melaksanakan surveilans campak berbasis individu, maka konfirmasi laboratorium sebagai dasar pembuktian apakah campak klinis terbukti sebagai kasus campak pasti atau bukan tidak bisa dilakukan. Pembuktian baru bisa dilaksanakan jika menemukan tersangka KLB campak. Dilaporkan sebanyak 3.821 kasus campak klinis selama tahun 2009, 27 Tersangka KLB Campak dan 4 diantara tersangka KLB Campak tersebut terbukti secara laboratorium sebagai KLB Campak konfirmasi laboratorium. Sebagai kegiatan surveilans yang harus dilaksanakan pasca kampanye campak di Jawa Tengah tahun 2007 maka mulai pertengahan bulan Juni 2010 Jawa Tengah melaksanakan Case Based Measles Surveilans. Tujuan Umum Menurunkan angka kematian campak sebesar 90% di tahun 2010 dibanding tahun 2000 Tujuan Khusus

Mengevaluasi dampak imunisasi campak baik imunisasi rutin atau

imunisasi tambahan Mengetahui adanya perubahan epidemiologi penyakit dengan gejala seperti campak (demam, rash disertai salah satu gejala batuk/pilek/konjungtivitis) Teridentifikasinya penyakit lain sebagai dampak positif pelaksanaan Case Based Measles Surveilans

Pengertian

a.

Case Base Measles Surveillance Setiap penderita campak klinis dicatat identitasnya secara individual (nama, umur, jenis kelamin, status imunisasi, riwayat sakit), dilakukan investigasi dan konfirmasi laboratorium

2.

3.

Campak Klinis Bila ditemukan penderita dengan demam, rash (bercak kemerahan berbentuk makulopapular) disertai salah satu gejala konjungtivitis/batuk/pilek Tersangka KLB Campak Bila ditemukan 5 kasus campak klinis atau lebih dalam waktu 4 minggu berturut-turutyang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi

Indikator a. Surveilans Rutin Kelengkapan laporan C-1 puskesmas 90% Ketepatan laporan C-1 puskesmas 80% Kelengkapan surveilans aktif RS 90% b. KLB 1. KLB dengan investigasi lengkap 100% 2. KLB dilakukan pengambilan 5 spesimen 100% 3. Kelengkapan laporan C-KLB 90% Sasaran Untuk perkiraan kebutuhan logistik dan biaya operasional maka perkiraan jumlah kasus yang diambil spesimen pada tahun 2010 di Jawa Tengah dihitung berdasarkan : 20% dari total kasus campak klinis tahun 2009 atau Bila laporan kasus kecil atau nol dihitung dengan target 2 per 100.000 penduduk Terlampir disertakan estimasi sasaran CBMS per kabupaten/kota Dalam pelaksanaannya, jumlah kasus yang diambil spesimennya adalah 20 % dari total campak klinis yang terjadi selama tahun ini (yang sedang berlangsung). Penemuan kasus campak klinis Campak klinis bisa ditemukan di puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu atau praktek swasta (dokter, klinik, bidan, perawat dll) Rumah sakit terutama di poli anak, poli umum, rawat inap anak dan rawat inap umum Menentukan kasus yang diambil spesimen Puskesmas menentukan kasus yang diambil spesimennya berdasarkan campak klinis yang ditemukan di wilayah puskesmas setiap kelipatan 5, yaitu kasus pertama, kasus keenam, kasus ke sebelas dan seterusnya. Bila kasuskasus tersebut kemudian menjadi KLB maka tidak lagi menjadi bagian dari 20% kasus yang diambil spesimennya. Unit Pelapor 1. Puskesmas Semua kasus campak klinis yang ditemukan di puskesmas atau puskesmas pembantu dicatat dalam format C-1 dengan pengisian variabel lengkap Format C-1 dikirim ke Dinas Kesehatan Kab/kota pada awal bulan berikutnya 2. Rumah Sakit

Kasus campak klinis yang ditemukan di rumah sakit dicatat dalam

format C-1 Data dalam C-1 diambil oleh petugas Dinas kesehatan Kab/Kota seminggu sekali pada saat melakukan surveilans aktif ke rumah sakit Praktek Swasta Jika menemukan kasus campak klinis dicatat identitas lengkap dan dilaporkan ke puskesmas wilayah setempat

Pemberian Nomor EPIDEMIOLOGI Setiap campak klinis yang ditemukan di rumah sakit atau pun puskesmas harus diberikan Nomor epidemiologi oleh puskesmas dimana kasus campak klinis berdomosili. 1. Kasus campak klinis 11 = kode Jawa Tengah aa = 2 digit kode kabupaten/kota (terlampir) bbb = 3 digit kode puskesmas cc = 2 digit kode tahun penemuan kasus ddd = 3 digit kode kasus contoh : penderita campak klinis pertama di tahun 2010 datang ke puskesmas Tlogosari kulon Kota Semarang, Jawa Tengah. No Epid ditulis : 1102 012 10 001 2. Kasus campak klinis yang masuk dalam Tersangka KLB Campak dan tertulis dalam C-1 11 = kode Jawa Tengah aa = 2 digit kode kabupaten/kota (terlampir) bbb = 3 digit kode puskesmas cc = 2 digit kode tahun penemuan kasus ddd = 3 digit kode kasus K = Tersangka KLB Campak x = tersangka KLB campak yg ke...... di puskesmas tersebut contoh : penderita campak klinis pertama di tahun 2010 datang ke puskesmas Tlogosari kulon Kota Semarang, Jawa Tengah. Setelah dilakukan investigasi di lapangan ternyata ditemukan lebih dari 5 kasus campak klinis. Suspek KLB Campak ini merupakan kejadian yang pertama tahun 2010 di Puskesmas Tlogosari Kulon No Epid di C-1 ditulis : 1102 012 10 001 /K1 3. Tersangka KLB Campak

Penomoran epid : 11 aa bbb cc ddd

Penomoran epid : 11 aa bbb cc ddd/Kx

Penomoran epid : 11 aa bbb cc K/x

11 = kode Jawa Tengah aa = 2 digit kode kabupaten/kota (terlampir) bbb = 3 digit kode puskesmas cc = 2 digit kode tahun penemuan kasus x = tersangka KLB campak yg ke........ Contoh : Suspek KLB Campak tsb di atas dalam laporan KLB/permintaan pemeriksaan laboratorium dituliskan 1102 012 10 K/1 Pengambilan Spesimen 1. Jenis Spesimen : - CBMS : serum, dikirim ke laboratorium dalam bentuk serum ( 1 ml) - KLB : serum (serum) atau urine 2. Waktu Pengambilan spesimen darah : saat kontak pertama dengan penderita dalam rentang waktu hari ke 4-28 setelah timbulnya rash 3. Jumlah spesimen : 5 sampel setiap KLB dan 20% untuk kegiatan CBMS 4. Kriteria pengambilan spesimen darah : - 20 % kasus campak klinis - Diambil saat pertama kontak dengan penderita - Saat terjadi tersangka KLB Campak

5. Volume spesimen : 3-5 ml darah whole blood 6. Alat-alat pengambilan spesimen darah : - Spuit injeksi, wing needle, abocath - Kapas alkohol, sarung tangan - Tabung vacuntainer bersih non koagulan (tanpa EDTA) / tabung
reaksi Pipet plastik Cryotube/tabung serum Spesimen carrier, ice pack/cold pack Stiker/label 7. Cara pengambilan : a. menggunakan spuit - siapkan label identitas penderita dan lekatkan ke spuit dan tabung serum/cryotube - ambil darah 3-5 cc dengan spuit, tutup jarum dan lepaskan perlahan dari spuit - tekan pangkal spuit perlahan sehingga darah mengalir lewat dinding vacuntainer/tabung reaksi, jangan disemprotkan - vacuntainer diberi label identitas dan tanggal pengambilan c. menggunakan vacutainer - siapkan label identitas penderita dan lekatkan ke vacutainer dan tabung serum/cryotube - jarum dipasang pada vacutainer, ambil darah 3-5 cc dan biarkan darah dalam vacutainer tanpa harus dipindah - vacutainer diberi label identitas dan tanggal pengambilan 8. Pembuatan serum - Tabung didiamkan dalam posisi vertical selama - 1 jam dalam suhu ruangan agar terjadi pemisahan serum di bagian atas - Centrifuge darah selama 10 menit dengan kecepatan 1000 rpm atau 5 menit dalam 5000 rpm - Pisahkan serum dengan menggunakan pipet plastik, masukkan ke cryotube - Bila tidak ada centrifuge, diamkan dalam posisi vertical selama 2 jam - Bila telah terbentuk serum, diambil dengan pipet plastik, masukkan dalam cryotube - Bila belum akan dipisahkan segera, maka disimpan pada suhu 28C selama maksimal 24 jam 9. Hal-hal yang harus diperhatikan : - Tabung harus bersih - Setelah diambil, sample darah tidak boleh langsung disentrifuge - Sebelum terbentuk serum, darah tidak boleh dipindahkan ke tempat lain - Darah/serum tidak boleh disimpan dalam freezer - Serum bisa disimpan dalam suhu 2-8C maksimal selama 7 hari dihitung dari tanggal pengambilan, sudah harus diperiksa di laboratorium campak.

Pengiriman specimen

1. -

Pengepakan specimen serum dalam cryotube dimasukkan dalam wadah plastik kecil wadah plastic kecil dimasukkan dalam specimen carrier yang telah diberikan ice pack/cold pack 5 buah agar suhu terjaga 2-8C cold pack diletakkan pada bagian bawah dan 4 sisi dalam specimen carrier bagian atas diberi busa Surat Pengantar Permintaan Pemeriksaan yang telah diisi lengkap dimasukkan dalam kantong plastik dan diletakkan di atas busa tutup specimen carrier dan diberi lackban di sekeliling tutup

10

2. Pengiriman - Spesimen harus tiba di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta paling lambat hari ke-7 setelah tanggal pengambilan specimen - Pengiriman specimen boleh melalui travel/kurir, jika dikirim lewat travel dituliskan alamat lengkap penerima dan pengirim pada dinding luar specimen carrier - Pengirim harus menerima bukti penerimaan specimen dari BLK Yogyakarta - Pengiriman specimen ke BLK Yogyakarta setiap hari Senin dan Kamis - Alamat Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Yogyakarta : JL. Ngadinegaran MJ/III no 62 Yogyakarta Telp. 0274 378187 Fax. 0274 381582 Investigasi KLB Campak Lengkap

1. Melakukan kunjungan rumah ke rumah untuk mencari kasus tambahan dan


mencari faktor risiko 2. Investigasi lapangan dengan menggunakan form C-1 3. Pengambilan dan pengiriman 5 sampel darah ke BLK Yogyakarta

Pelaporan

1. 2. -

Puskesmas Semua kasus campak klinis yang ditemukan dicatat dalam format C-1 (edisi 2009) C-1 yang telah diisi lengkap dikirimkan ke kabupaten/kota pada awal bulan berikutnya (termasuk tanggal pengambilan spesimen untuk campak klinis yg diambil spesimen darahnya) Kasus Campak Klinis yang ditemukan saat investigasi lapangan ketika berlangsungnya Tersangka KLB Campak dicatat dalam C-1 tersendiri, dikirimkan ke kab/kota segera setelah diisi lengkap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Laporan C-1 direkap dan dikirim bersama laporan integrasi paling lambat tgl 10 bulan berikutnya ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Kasus campak klinis yang diambilnya spesimen darahnya direkap dalam List Kasus yang di Test Serologi (terlampir), dikirim ke Dinkes Prov Jateng paling lambat tgl 10 bulan berikutnya Bila terjadi Tersangka KLB campak, laporan yang harus dikirim ke provinsi adalah laporan W-1, laporan C-1 hasil pelacakan, laporan C-2 & laporan C-KLB-K

Peranan Unit terkait 1. Puskesmas - Mencatat identitas kasus campak klinis, nomor epid dan data klinis dalam form C-1 - Memberikan vitamin A 2 kali sesuai dosis (kontak hari pertama dan kedua) - Mengambil & mengirimkan spesimen serum ke dinkes kab/kota yang disertai dengan surat pengantar permintaan pengambilan spesimen - Mencari kasus tambahan di masyarakat sekitar tempat tinggal - Bersama tim dinkes kab/kota melakukanan investigasi KLB - Mengirim laporan C-1 ke dinkes kab/kota setiap awal bulan 2. Rumah Sakit - Mencatat identitas kasus campak klinis dan data klinis dalam form C-1

11

- Laporan C-1 akan diambil petugas surveilans kab/kota setiap minggu 3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota - Mengirimkan spesimen serum ke BLK Yogyakarta yang disertai surat permintaan pemeriksaan laboratorium - Pengiriman spesimen serum setiap hari Senin dan Kamis - Memasukkan hasil pemeriksaan laboratorium ke format C-1 - Rekapitulasi kasus Campak klinis dalam C-1 ke laporan integrasi - Mengirimkan Intergrasi dan list kasus yang ditest serologis ke dinkes provinsi paling lambat tgl 10 bulan berikutnya - Jika terjadi Tersangka KLB Campak , melakukan Investigasi KLB Campak Lengkap

Mengetahui Kasie pencegahan Penyakit & Penanggulangan KLB

Soedjono, SKM, MKes NIP. 19540919 197807 1 001

P E M E R I N TAH KAB U PAT E N T E GAL

DINAS KESEHATAN
Alamat: Jalan dr. Soetomo No. Slawi, Telp. (0283) 491644 Kode Pos Slawi 52417

12

SURAT PENGANTAR
PERMINTAAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA SUSPEK CAMPAK PROVINSI JAWA TENGAH

Kepada: Yth Kepala Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta Di Tempat

Bersama ini kami kirimkan serum suspek campak klinis yaitu: Nama No.Epid Umur Jenis Kelamin Nama Orangtua Alamat Tanggal mulai panas Tanggal mulai rash Tanggal mulai gejala lain - batuk : : : : : : : : : :

13

- pilek - conjungtivitis

: :

Tanggal imunisasi terakhir : Tanggal pengambilan sampel : Wilayah Puskesmas : Mohon pasien tersebut dilakukan pemeriksaan serum untuk pemeriksaan IgM Campak. Atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terimakasih. Ket: An. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Tegal Kepala Bidang P2P Dr. Titis Cahyaningsih, MMR NIP. 19680806 199603 2 004

3. CHIKUNGUNYA
Definisi Operasional KLB Chikungunya adalah ditemukan lebih dari satu penderita chikungunya di suatu desa/kelurahan yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita. Penanggulangan KLB Demam Chik terutama diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai penularan kasus-nyamuk-orang sehat. Pengobatan bersifat simptomatis. Upaya pencegahan terutama diarahkan upaya pencegahan terjadinya KLB di daerah perbatasan atau penyebaran daerah yang mempunyai frekuensi transportasi yang tinggi. (1) Penyelidikan epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap dugaan penderita demam chik, terutama apabila memiliki gejala demam mendadak, nyeri sendi dan ruam. Adanya KLB demam chik sering rancu dengan adanya KLB demam dengue, demam berdarah dengue dan campak. Oleh karena itu disamping distribusi gejala dan tanda-tanda dari sekelompok penderita yang dicurigai, diagnosis dapat didukung pemeriksaan serologis dengan metode Elisa pada sebagian penderita. Secara operasional, sebaiknya diambil pada 10 penderita dengan gejala demam mendadak, nyeri sendi dan ruam. Tatacara pengambilan dan pengiriman spesimen demam chik adalah sebagai berikut : Cara pengambilan dan pengiriman sampel serum: (dapat dilakukan di Puskesmas) Lakukan vena punksi untuk mengambil darah vena sebanyak (5 7) cc dimasukkan dalam tabung kaca yang pakai penutup. Diamkan selama (10 15) menit sampai darah membeku. Kemudian lakukan sentrifugasi 1.500 Rpm selama 10 menit untuk memisahkan serumnya. Pisahkan serum dengan menggunakan pipet dan masukkan kedalam tabung sampel dengan tutup ulir yang sudah diberi identitas pasien. Sebelum dikirim ke LitBangKes dan Labkes, serum sampel disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu (48)oC / Bukan di dalam freezer, bisa sampai selama 2 minggu (sampai serum konvalesen didapat). Serum sample yang dikirim sebaiknya sepasang (akut dan konvalesen). Pengiriman sample harus sesuai prosedur, di dalam coolbox dengan dilapisi dry ice / cool pack supaya suhu pengiriman tetap antara (4 8)oC. Bukan di dalam freezer. Didalam wadah tempat pengiriman harus disertakan data-data identitas penderita, juga meliputi tanggal, mulai sakit, gejala-gejala yang timbul, tanggal pengambilan sampel. Pada bagian luar wadah, pengiriman harus dituliskan alamat pengiriman dan penerima dengan jelas. Sebelum pengiriman sampel pasien, pengirim sebaiknya memberitahukan kepada penerima sampel, dalam hal ini Bagian Virologi LitBangKes dan LABKES

14

Adanya KLB demam chik harus secepatnya mengidentifikasi vektor penular nyamuk A. aegypti dan banyak serta luasnya distribusi tempat perindukan nyamuk disekitar kita. Laporan penyelidikan epidemologi sebaiknya dapat menjelaskan Diagonis KLB. Penyebaran kasus menurut waktu (minggu), wilayah geografi (RT/RW, desa dan Kecamatan), umur dan faktor lainnya yang diperlukan, misalnya sekolah, tempat kerja dsb. Gambaran besar masalah keberadaan nyamuk dan jentik A. aegypti Status KLB pada saat penyelidikan epidemiologi dilaksanakan serta perkiraan peningkatan dan penyebaran KLB. Rencana upaya penanggulangannya. (2) Upaya Penanggulangan Penanggulangan KLB dilaksanakan terhadap 3 kegiatan utama, penyelidikan KLB upaya pengobatan dan upaya pencegahan KLB serta penegakan sistem surveilans ketat selama periode KLB. Demam chik belum ditemukan obat, tetapi dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan bersifat simptomatis dengan pemberian obat penurun panas dan mengurangi nyeri dan beristirahat selama fase akut, serta pada umumnya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Untuk memutus mata rantai penularan kasus-nyamuk-orang lain perlu dilakukan tindakan sama dengan upaya pembebasan KLB DBD yaitu, gerakan pemberantasan sarang nyamuk, pemberian larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, perlindungan diri menggunakan repelan, obat nyamuk bakar dan sejenisnya, penggunaan kelambu serta isolasi penderita agar tidak digigit nyamuk. Pada daerah KLB dapat dilakukan penyemprotan (fogging) untuk membunuh nyamuk dewasa terinfeksi yang dilakukan pada wilayah KLB sebanyak 2 kali penyemprotan dengan interval satu minggu. Propinsi dan kabupaten/kota yang memiliki daerah yang sedang berjangkit KLB Demam Chik perlu melakukan intensifikasi PWS KLB Demam Chik di semua wilayah yang bertujuan untuk : Memantau perkembangan dan penyebaran kasus Demam Chik di setiap daerah Deteksi dini KLB Demam Chik Memantau perkembangan dan penyebaran kasus Demam Chik pada daerah yang sedang terjadi KLB Demam Chik Kegiatan insentifikasi PWS KLB Demam Chik sama dengan intensifikasi PWS KLB DBD yang terutama melaksanakan 2 kegiatan intensifikasi : Intensifikasi PWS KLB Demam Chik Mingguan Pada Daerah Berpotensi KLB (PWS KLB Demam Chik Mingguan) Intensifikasi PWS KLB Demam Chik Harian Pada Daerah KLB (PWS KLB Demam Chik Harian) Cara-cara intensifikasi selengkapnya dapat dipelajari pada pembahasan KLB Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue.

15

Lampiran I Formulir Penyelidikan KLB Demam Chik Formulir Penyelidikan KLB Demam Chik Pendataan Kasus Rawat Jalan/Inap Puskesmas/RS Puskesmas Kabupaten/Kota Provinsi Tanggal Penyelidikan KLB : : : : :
Umur Ta ng gal mu lai de ma m Gejala T a n d a p e r d a r a h a n Lab Status Ketera ngan

Tanggal berobat

Nama

Alama t

Desa/ Lurah

L a k i l a k i

P e r e m p u a n

D e m a m

R u a m

N y e r i s e n d i

16

Lampiran II Laporan Penyelidikan KLB Chik 1. Tim Penyelidikan KLB Nama, Gelar, Tempat Tugas, Jabatan 2. Tanggal Penyelidikan KLB : 3. Distribusi Gejala (setidak-tidaknya ditanyakan kepada 25 penderita yang dicurigai yang dipilih secara acak pada waktu berobat), kasus meninggal dan hasil pemeriksaan laboratorium. Gejala/Tanda Demam Ruam Nyeri sendi Perdarahan Meninggal Serologi 4. Kurva Epidemi KLB Chik menurut tanggal mulai sakit atau tanggal berobat kasus dengan gejala demam dengan ruam. 5. Gambaran Epidemi Menurut Wilayah dan Umur Gambaran Epidemiologi meliputi wilayah kejadian, kelompok umur dan gambaran faktor resiko nyamuk A. Aegypti di lokasi kejadian yang dicurgai. Formulir Penyelidikan KLB Demam Chik Gambaran Epidemiologi Menurut Lokasi Puskesmas/RS Puskesmas Kabupaten/Kota Provinsi Tanggal Penyelidikan KLB Lokasi Desa Desa Desa Desa Desa Total
AR adalah attack rate per 100 populasi pada periode KLB CFR adalah kasus meninggal per 100 kasus

Kasus Diperiksa

Jumlah

Prosentase

: : : : :

Kasus Meninggal AR/100 CFR/100

Populasi

17

Formulir Penyelidikan KLB Demam Chik Gambaran Epidemiologi Menurut Umur Puskesmas/RS Puskesmas Kabupaten/Kota Provinsi Tanggal Penyelidikan KLB Umur 0 4 th 5 14 th 15 24 th 25+ th Total
AR adalah attack rate per 100 populasi pada periode KLB CFR adalah kasus meninggal per 100 kasus

: : : : :

Kasus Meninggal AR/100 CFR/100

Populasi

FORMULIR PENYELIDIKAN KLB DEMAM CHIK PENDATAAN NYAMUK, JENTIK DAN TEMPAT PERINDUKAN JENTIK (TP) Puskesmas/RS : Puskesmas : Kabupaten/Kota : Provinsi : Tanggal Penyelidikan KLB : Lokasi Jml Kasus Jml TPJ Jml TPJ (+) Keterangan SD Asrama . Pasar . Desa . Upaya Penanggulangna KLB a. Upaya Pelayanan Pengobatan dan Rujukan b. Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk c. Upaya Penunjang lainnya d. Penyelenggaraan Surveilans pada periode KLB

18

4. DEMAM BERDARAH DENGUE


Penanggulangan KLB DBD diarahkan pada upaya mencegah kematian dan menekan penyebaran kasus. Upaya pencegahan kematian dilaksanakan dengan penemuan dini kasus yang diikuti dengan tatalaksana kasus yang benar, termasuk monitoring secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran plasma berlebihan. Sementara upaya pencegahan diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai penularan manusia-nyamuk-manusia dengan pemberantasan sarang atau membunuh nyamuk dewasa terinfeksi.

(1) Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epdemiologi dilakukan terhadap laporan adanya penderita DBD, terutama apabila terjadi peningkatan kejadian atau adanya kematian DBD. Pada daerah yang selama beberapa waktu tidak pernah ditemukan kasus DBD, maka adanya satu kasus DBD perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi. Disamping upaya penegakan diagnosis, penyelidikan epidemiologi ditujukan pada penemuan kasus lain disekitar penderita, kasus indeks, serta sumber dan cara penularan. Penyelidikan epidemiologi juga ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk penular DBD, tempat perindukan dan distribusinya. Penyelidikan epidemologi dapat menentukan kemungkinan peningkatan dan penyebaran kasus DBD serta kesiap-siagaan penanggulangan KLB di Puskesmas, Rumah Sakit dan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, serta kemungkinan peningkatan Sistem Kewaspadaan Dini KLB DBD. Pada daerah desa atau kelurahan, sebaiknya segera ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

19

Adanya peningkatan jumlah penderita DBD* disuatu desa/kelurahan dua kali atau lebih dalam kurun waktu satu minggu dibandingkan dengan minggu sebelumnya atau adanya 5 kasus DBD disuatu desa/kelurahan dalam satu minggu. *) Hasil penjumlahan data penderita DBD dan SSD KLB DBD dinyatakan telah berakhir apabila selama 14 hari keadaan telah kembali kepada jumlah normal tanpa adanya kematian, karena DBD atau DD. Kasus DBD dibagi mjd dua : demam berdarah dengue dan demam dengue. Demam berdarah dengue seringkali menyebabkan kematian, sementara demam dengue jarang menyebabkan kematian. Penderita tersangka DBD ialah penderita panas tanpa sebab jelas disertai tanda-tanda pendarahan, sekurang-kurangnya uji tourniquet positip dan atau jumlah trombosit < 100.000/mm3. DBD dibedakan dengan demam dengue (DD) berdasarkan besarnya kebocoran plasma lebih dari 20% pada DBD.

Formulir Wawancara Kasus Dirawat Untuk Penegakan Diagnosis KLB DD DBD


Pukesmas Kabupaten/Kota Tanggal Wawancara
T g l . b e r o b a t N a m a p e n d e r i t a A l a m a t l o k a s i d e s a / k e c . 3 U m u r S e x T g l . M u l a i D e m a m

: : : Gejala
D e m a m N y e r i u l u h a t i R a s h T o r n i k e t T a n d a p e r d a r a h a n T r o m b o s i t H e m a t o k r i t S h o c k P e n e m u a n l a b S t . r a w a t

Obat

S t . p u l a n g

10

11

12

13

14

15

16

17 18 19

20

20

Catatan: Setidak-tidaknya ditanyakan pada 25 penderita rawat jalan, rawat inap atau ke rumah dilokasi KLB DBD DD. Apabila terdapat keragu-raguan dapat ditanyakan pada beberapa lokasi dan ditambahkan gejala lain yang diperlukan.

Penegakan diagnosis etiologi KLB Gambaran klinis penderita : Diagnosis didukung oleh riwayat sakit, gambaran klinis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya. Distribusi gejala : Hampir semua kasus menunjukkan gejala demam mendadak yang diikuti dengan rasa kemerahan. Adanya sebagian kasus yang menunjukkan tanda-tanda pendarahan. Adanya sebagian kasus yang menunjukkan tanda-tanda pendarahan, thrombositopenia < 100.000 iu dan hematokrit yang meningkat tajam lebih dari 20% dapat menjadi indikasi KLB demam berdarah dengue. Gabaran epidemiologi : Adanya clustering, adanya sejumlah nyamuk penular, sebagian penderita menjadi berat dan meninggal. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan serologi pada sebagian penderita positip DBD. (2) Penanggulangan Penanggulangan KLB dilaksanakan terhadap 3 kegiatan utama, penyelidikan KLB, upaya pengobatan dan upaya pencegahan KLB serta penegakan sistem surveilans ketat selama periode KLB. 2000 2001 21

2002 2003
70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Upaya pengobatan penderita DBD tidak saja pada peningkatan kemampuan tatalaksana kasus di unit pelayanan, tetapi juga kemampuan diagnosis dan tatalaksana kasus di rumah serta kemampuan menentukan kapan dan kemana kasus DBD hanya dirujuk oleh keluarga. Kegagalan tatalaksana kasus dan rujukan masyarakat seringkali menjadi penyebab kematian kasus DBD. Upaya pencegahan KLB ditujukan pada pengelolaan lingkungan, perlindungan diri, pengendalian biologis dan pengendalian dengan bahan kimia. Pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan A. aegypti dan A. Albopictus serta mengurangi kontak vector manusia adalah dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perindukan nyamuk buatan dan perbaikan desain rumah. Penderita dilakukan isolasi dengan menempatkan pada ruangan atau daerah bebas nyamuk, sehingga tidak menjadi sumber penularan baru. Efektivitas pengobatan dan upaya pencegahan terus menerus dimonitor dan diarahkan oleh sistem surveilans ketat selama periode KLB. Sistem surveilans ketat yang dianjurkan adalah intensifikasi pemantauan wilayah setempat kasus DBD dari mingguan menjadi harian, intensifikasi pemantauan jentik berkala dan pemetaan daerah pelaksana upaya-upaya pengobatan dan upaya-upaya pencegahan. Surveilans ketat dengan melakukan intensifikasi PWS KLB DBD disemua wilayah bertujuan untuk: 1) Memantau penyebaran kasus DBD di setiap daerah 2) Deteksi dini KLB DBD 3) Memantau kecenderungan dan penyebaran kasus DBD pada daerah yang sedang terjadi KLB DBD

5. DIARE
Upaya penanggulangan KLB diarahkan terutama mencegah terjadinya dehidrasi dan kematian. Penegakan sistem rujukan dari keluarga pos pelayanan kesehatan dilakukan dengan cepat dan menjangkau semua penderita. Apabila diagnosis etiologi dapat teridentifikasi dengan tepat, maka pemberian antibiotika dapat mempercepat penyembuhan dan sekaligus menghilangkan sumber penularan dengan cepat. Bagaimanapun juga identifikasi faktor resiko resiko lingkungan sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit.

22

. Lampiran 1 Form Penyelidikan KLB Diare

Formulir Wawancara Kasus Dirawat Untuk Penegakan Diagnosis KLB Diare


Pukesmas Kabupaten/Kota Tanggal Wawancara
T N A U S

: : :
T

Gejala

Obat

23

g l . b e r o b a t

a m a p e n d e r i t a

l a m a t l o k a s i d e s a / k e c . 3

m u r

e x

g l . M u l a i D e m a m

D e m a m

N y e r i u l u h a t i

R a s h

T o r n i k e t

T a n d a p e r d a r a h a n

T r o m b o s i t

H e m a t o k r i t

S h o c k

e n e m u a n l a b

t . r a w a t

t . p u l a n g

10

11

12

13

14

15

16

17 18 19

20

Catatan : Setidak-tidaknya ditanyakan pada 25 penderita rawat jalan, rawat inap atau rumah di lokasi diare. Apabila terdapat keragu-raguan dapat ditanyakan pada beberapa lokasi dan ditambahkan beberapa gejala lain yang diperlukan.

24

Formulir Rawat Jalan / Rawat Inap KLB Diare


Pos/Pukesmas/Rumah Sakit Kabupaten/Kota
T gl . B er o b at Na ma pe nd erit a Ala ma t Lo ka si/ De sa Ke c.

: :
Tgl . Mu lai Sa kit Ri wa yat Pe ny aki t Ge jal a/t an da uta ma Ob at/ Tin da ka n

U mu r

Se x

Da gn osi s

St. Dir aw at

St. Pul an g

Ket era ng an

10

11

12

13

Catatan : Data direkam 2 mg setidak-tidaknya sebelum mulai KLB dan berakhir 2 minggu setelah KLB dinyatakan selesai.

Formulir Sanitasi Pelayanan Kesehatan KLB Diare


Pukesmas Kabupaten/Kota Tanggal Pendataan
Desa/ Kelurahan/ Lokasi

: : :
Sarana Air Bersih Jamban Keluarga Warung, kantin, dsb. PKM, PKM-P Klinik Poskes Curah Hujan

Jumlah Penduduk Menurut Umur

25

0 4

5 1 4

> 1 4

L a k i l a k i

P e r e m p u a n

S G , P A S H P T

P e r p i p a a n

C a k u p a n a i r b e r s i h ( % ) J u m l a h

C a k u p a n ( % )

6. DIFTERI
Penanggulangan KLB Difteri ditujukan pada upaya pengobatan penderita untuk mencegah komplikasi yang berat serta sekaligus menghilangkan sumber penularan. Imunisasi diberikan untuk memberikan perlindungan pada kelompok masyarakat rentan. (1) Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap adanya kasus difteri, baik dari rumah sakit, puskesmas maupun masyarakat, yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis, memastikan terjadi KLB dan menemukan kasus tambahan serta kelompok rentan. Menegakkan Diagnosa Kasus difteri dapat diklasifikasikan dalam kasus probable dan kasus konfirmasi : Kasus probable, adalah kasus yang menunjukkan gejala-gejala demam, sakit menelan, selaput putih pada tenggorokan (pseudomembrane), sering leher membengkak dan sesak nafas disertai bunyi (stridor). Kasus konfirmasi adalah kasus probable yang disertai hasil konfirmasi laboratorium positif C, difteri atau ada hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi yang lain. Pemeriksaan laboratoruim dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan spesimen dapat dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi, Biofarma dan Balai Laboratorium swasta. 2. Cara pengambilan untuk difteri tenggorokan; membran diangkat sedikit, lalu kapas lidi dioleskan tepat dibawah membran dimana banyak kuman difteri terkumpul. Untuk difteri kulit diambil dari luka kulit. 3. Sediaan dalam waktu singkat dikirim ke laboratorium. Apabila tidak memungkinkan, dapat disimpan dalam temperatur 4 6 derajad celcius selama 4 jam. 4. Pemeriksaan kuman difteri di laboratorium terdiri dari tahapan : - Tahap skrining, adalah pemeriksaan mikroskopis, isolasi dan biakan 26

Tahap presumtif, adalah pemeriksaan fermentasi gula-gula yang bisa memberikan keterangan mengenai tipe kuman. Jika ragu-ragu akan dilakukan tahapan. Tahap akhir adalah pemeriksaan toxygenecity

5. Kebijakan pemeriksaan dimaksud diatas didasarkan pada pertimbangan praktis dan besar biaya pemeriksaan, serta kepentingan dari sisi kesehatan masyarakat. Apabila terdapat satu kasus difteri probable atau kasus konfirmasi merupakan suatu kejadian luar biasa. Adanya satu kasus difteri mengharuskan upaya pencarian kasus lain pada kelompok rentan yang dicurigai. Terutama kontak serumah, tetangga, teman sepermainan, teman sekolah atau tempat bekerja, serta upaya pencarian sumber penularan awal dan identifikasi kemungkinan adanya carrier. Disamping identifikasi kasus baru lainnya, identifikasi cakupan imunisasi pada bayi dan anak sekolah selama 5 10 tahun terakhir perlu dilakukan dengan cermat. Penyelidikan epidemiologi juga dapat menggambarkan perkembangan dan penyebaran kasus menurut waktu dan daerah atau kelompok rentan tertentu dalam grafik dan peta sebaran (area dan spot). Gambaran epidemiologi kasus sekunder dapat menggambarkan tingkat keganasan kuman difteri, terutama pada kelompok rentan. Laporan penyelidikan epidemiologi sebaiknya dapat menjelaskan: - Diagnosis KLB - Penyebaran kasus menurut waktu (minggu), wilayah geografi (RT / RW, desa dan Kecamatan), umur dan faktor lainnya yang diperlukan, misalnya sekolah, asrama dan tempat kerja, dsb. - Gambaran besar masalah berdasarkan imunitas bayi dan anak sekolah. - Status KLB pada saat penyelidikan epidemiologi dilaksanakan serta perkiraan peningkatan dan penyebaran KLB. - Rencana upaya penanggulangannya.

(2) Penanggulangan KLB Penanggulangan meliputi tatalaksana kasus, tatalaksana kontak, pemberian imunisasi : Kasus probable diurujuk ke rumah sakit. Penderita rawat inap dalam ruang terpisah dengan penderita lain, diberikan ADS, Antibiotik dan apabila diperlukan dilakukan tracheotomy. Kontak probable dan konfirmasi mendapat pengobatan propilaksis dengan erythromycin 30 40 mg/KB BB selama 7 10 hari. Imunisasi dilakukan pada lokasi KLB dan dusun-dusun sekitarnya yang memiliki cakupan imunisasi DPT dan DT kurang dari 80%. Anak kurang dari 7 tahun mendapakan imunisasi DT sebanyak 2 dosis dengan selang waktu 1 bulan tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Anak usia 7 15 tahun mendapatkan imunisasi dT. (3) Surveilans Perkembangan kesakitan dan kematian difteri pada lokasi KLB menurut umur dan status imunisasi. Dilaporkan setiap hari ke Dinas Kesehatan kabupaten / kota mengunakan format surveilans ketat pada KLB difteri.

27

Lampiran I Form Penyelidikan KLB Difteri

Formulir Wawancara Kasus Dirawat Untuk Penegakan Diagnosis KLB Difteri


Pukesmas Kabupaten/Kota Tanggal Wawancara
T g l . B e r o b a t N a m a p e n d e r i t a A l a m a t l o k a s i d e s a / k e c . U m u r S e x

: : :
T g l . M u l a i D e m a m

Gejala
D e m a m N y e r i u l u h a t i R a s h T o r n i k e t T a n d a p e r d a r a h a n T r o m b o s i t H e m a t o k r i t S h o c k

P e n e m u a n l a b

S t . r a w a t

Obat

S t . p u l a n g

28

10

11

12

13

14

15

16

17 18 19

20

Catatan : Setidak-tidaknya ditanyakan pada 25 penderita rawat jalan, rawat inap atau ke rumah lokasi KLB difteri. Apabila terdapat keragu-raguan, dapat ditanyakan pada beberapa lokasi dan ditambahkan beberapa gejala lain yang diperlukan.

Formulir Rawat Jalan / Rawat Inap KLB Difteri


Pos/Pukesmas/Rumah Sakit Kabupaten/Kota : :

29

T g l. B e r o b a t

N a m a pe nd eri ta

Al a m at Lo ka si/ D es a K ec .

U m ur

S ex

T gl. M ul ai S ak it

Ri w ay at P en ya kit

G ej al a/t an da ut a m a

K on ta k

D ag no si s

O ba t/ Ti nd ak an

St . Di ra w at

St . P ul an g

K et er an ga n St . Im un

10

11

12

13

14

Catatan : Data direkam 2 minggu setidak-tidaknya sebelum mulai KLB dan berakhir 2 minggu setelah KLB dinyatakan selesai. Lampiran III Surveilans Ketat pada KLB Difteri

Laporan Surveilans Ketat pada KLB Difteri


Pos/Pukesmas/Rumah Sakit Kabupaten/Kota Laporan Tanggal
Al a m at L o k a si / D e s a K e c.

: : :
R i w a y at P e n y a ki t K et er a n g a n S t. I m u n

T g l . B e r o b a t

N a m a p e n d er it a

U m ur

S e x

T gl . M ul ai S a ki t

G ej al a/ ta n d a ut a m a

K o nt a k

Dagnos is

O b at /T in d a k a n

S t. D ir a w at

S t. P ul a n g

10 Difteri Difteri Difteri Difteri Difteri Difteri Difteri

11

12

13

14

30

Difteri Difteri Difteri Difteri Catatan : Laporan surveilans epidemiologi berupa laporan perorangan kasus, baik kab./kota, maupun provinsi.

7. HEPATITIS A
(1) Penyelidikan Epidemiologi Penegakan diagnosis KLB Terdapat sejumlah penderita dalam satu cluster dengan gejala panas mendadak, lelah, nafsu makan menurun, mual dan perut kembung, yang diikuti dengan jaundice, mata dan air kencing berwarna air teh. Dapat didukung dengan ditemukannya IgM antibodi pada beberapa kasus yang diperiksa.

31

Lampiran II

Laporan Surveilans Ketat pada KLB Hepatitis A Mingguan KLB


Lokasi KLB Dinas Kesehatan Kab/Kota Tanggal Laporan Mg ...
M e n i n g g a l

: : : Mg ...
M e n i n g g a l

Mg ...
M e n i n g g a l

Mg ...
M e n i n g g a l

Mg ...
M e n i n g g a l

Mg ...
M e n i n g g a l

Umur

K a s u s

K a s u s

K a s u s

K a s u s

K a s u s

K a s u s

04 5 14 15 24 25 44 45 Total Catatan : Data ini kemungkinan didistribusikan setiap hari, tetapi data epidemiologi tetap dibuat menurut mingguan berobat, bukan mingguan pelaporan.

8. LEPTOSPIROSIS
Penanggulangan KLB Leptospirosis ditujukan pada upaya penemuan dini serta pengobatan penderita untuk mencegah kematian. Intervensi lingkungan untuk mencegah munculnya sarang-sarang atau tempat persembunyian tikus. Vaksinasi hewan peliharaan terhadap Leptospira. (1) Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap laporan kasus dari rumah sakit atau laporan puskesmas. Penyelidikan kasus Leptospirosis lain di sekitar tempat tinggal penderita, tempat kerja, tempat jajan atau satu kesatuan wilayah banjir. Diagnosis KLB Leptospirosis apabila terdapat sejumlah kasus klinis Leptospirosis dalam stu cluster dengan 1 kasus konfirmasi laboratorium. Cluster Leptospirosis dapat berupa satu wilayah epidemiologi tertentu, misalnya satu desa, kelurahan, satu kesamaan tempat kerja, satu daerah banjir dsb.

32

V. PEMERIKSAAN SPESIMEN - Sediaan yang diambil : - Hasil Lab : VI. Tanggal penyelidikan : Pelaksana : .

Lampiran II Surveilans Ketat pada KLB Leptospirosis Laporan Surveilans Ketat pada KLB Leptospirosis Pukesmas / RS : Pukesmas : Kabupaten / Kota : Tanggal Laporan KLB/Mg : Minggu Kejadian Lokasi Tempat Pekerjaa 14 15 16 17 18 tinggal n P M P M P M P M P M Desa A 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 Desa B 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Desa C 0 0 0 0 5 0 20 0 30 0 Desa D 2 0 8 0 15 0 40 0 12 0 Desa E 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 2 0 8 0 20 0 32 0 25 0

Total P 2 0 55 77 0 97 M 0 0 0 0 0 0

AR

CFR 0 0 0 0 0 0

0,1 0 5,5 5,1 0 1,8

9. MALARIA
(1) Penyelidikan Epidemiologi 33

Penyelidikan epidemiologi dilakukan apabila terjadi peningkatan kasus atau kematian malaria bedasarkan laporan pasif (Unit Pelayanan Kesehatan), ataupun dari laporan Active Case Detection (kunjungan rutin dari rumah ke rumah) atau berdasarkan hasil survei tertentu (misal: kontak survei, Mass fever Survei dll) serta laporan atau keresahan di masyarakat. 2. Penegakan diagnosis KLB dilakukan berdasarkan : - Gambaran distribusi gejala - Pemeriksaan labolatorium pada beberapa kasus - Gambaran epidemialogi kematian akibat malaria - Pemastian KLB apabila memenuhi salah satu criteria sebagai berikut : - Peningkatan jumlah kasus dua kali lebih dibandingkan pada periode waktu bulan yang sama pada tahun sebelumnya atau dibandingkan pada bulan sebelumnya disuatu kecamatan, desa/kelurahan. - Plasmodimum falciparum dominan. Laporan penyelidikan epidemiologi sebaiknya dapat menjelaskan Penetapan diagnosis KLB malaria Penyebaran kasus menurut waktu (minggu/bulanan) : - Membuat grafik fluktuasi kasus bulanan (Insidentrate baik secara positif, klinis atau %Pf) pada tempat kejadian pada tahun rejalan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sumber data: register Puskesmas/lab atau laporan bulanan Puskesmas. (2) Penganggulangan Penanggulangan yang dilakukan bertujuan untuk mencegah dan atau membatasi penularan penyakit Malaria di rumah penderita/tersangka malaria dan lokasi sekitarnya serta di tempat-tempat umu yang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan penyakit Malaria lebih lanjut dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Pengobatan klinis kasus kepada pederita yang ditemukan dilapangan dan dibawa ke rumah sakit. 2) Pengobatan masal kepada seluruh penduduk yang berada di wilayah KLB dengan resiko penulaan. 3) Pemberantasan vektor, dengan melakukan penyemprotan rumah dan upaya lainnya yang diperkirakan dapat memutus rantai penularan secepatnya, seperti pemasangan kelambu berinsektisida atau larviciding. (3) Surveilans Ketat pada KLB Perkembangan kasus dan kematian menurut umur malaria per minggu.

Lampiran II Surveilans Ketat Pada KLB Malaria

34

Puskesmas Surveilans Ketat Pada KLB Malaria Puskesmas/RS Puskesmas Kabupaten/Kota Tanggal Laporan KLB/Mg Tempat tinggal Desa A Desa B Desa C Desa D Desa E Total Lokasi Pekerjaa n : : : : /minggu 18 Minggu Kejadian 15 16 17 P M P M P M 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 20 0 8 0 15 0 40 0 0 0 0 0 0 0 8 0 20 0 32 0 Total M 0 0 0 0 0 0 P 2 0 55 77 0 97 M 0 0 0 0 0 0 AR CFR 0 0 0 0 0 0

14 P M 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0

18 P 2 0 30 12 0 25

0,1 0 5,5 5,1 0 1,8

10. PES
(1) Penyelidikan Epedemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap laporan adanya tersangka kasus pes pada manusia tersangka pes adalah ditandai dengan gejala klinis. 35

Untuk pemeriksaan serologi, serum dibawa dengan termos es ke BLK terdekat dan dikonfirmasikan ke BLK Yogyakarta. Apabila belum dapat dikirim, serum dapat dsimpan di kulkas Puskesmas atau Dinas Kesehatan. Pentapan diagnosis KLB didasarkan pada peningkatan sero konversi. Flea Index dan ditemukannya yersinia pestis. Penetapan KLB apabila suatu desa, dusun, RW memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut : - Pada pemeriksaan secara sero konversi meningkat 4 kali lipat (2X pengambilan). - Flea index umum 2, F1 khusus 1. - Ditemukan yersinia pestis dari pinjal, tikus, tanah, saranf tikus atau bahan organik lain, manusia hidup maupun meninggal, pada suatu desa/lurah/dusun/RW. Gambaran epidemiologi KLB Pes tersebut diatas dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber dan cara penularan : Identifikasi hewan sumber penular, terutama adanya tertentu yang meninggal pada daerah dan dalam periode KLB. Hubungan distribusi kasus dan distribusi hewan penular yang dicurigai. Melakukan identifikasi diagnosis hewan atau produk hewan tersangka, terutama dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan spora pada tanah daerah hewan sumber penular yang dicurigai. (2) Penanggulangan Penanggulangan yang dilakukan betujuan untuk mencegah dan atau membatasi penularan penyakit Pes di lingkungan rumah dan lokasi sekitarnya serta di tempat-tempat umum yang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan penyakit Pes. Kegiatan penanggulangan yang dilakukan adalah sebagai berikut : - Penemuan dan pengobatan penderita terutama pada daerah focus. - Menghindari kontak dengan penderita Pes. - Apabila terjadi Pes Bubo, maka penderita diisolasi di rumah dan kontak tidak boleh keluar desa. - Apabila penderita Pes Paru, maka penderita dan kontak serumah serta rumah disekitarnya diisolasi. Rumah sekitarnya dapat seluas RW, Dusun dan Desa yang diperhitungkan secara Epdemiologis dengan memperhatikan letak dan batas situasi wilayah. - Setiap penderita dan kontak mendapat pengobatan sesuai dengan tatacara yang telah ditentukan. - Melakukan pemberantasan pinjal dengan dusting menggunakan insektisida (fenithrothion) dan tepung pencampur (kaolin, gaplek) dengan perbandingan 1 : 20 dilakukan di dalam dan di luar rumah serta di sarang-sarang tikus. - Penyuluhan tentang bahaya Pes serta pencegahannya kepada masyarakat. - Sosialisasi terhadap petugas kesehatan, peternakan, karantina hewan, Pemda, DPRD, Tokoh Agama (TOGA) dan Tokoh Masyarakat (TOMA). (3) Surveilans Ketat pada KLB Pes Perkembangan jumlah kasus dan kematian Pes Perkembangan kematian tikus tanpa sebab (ratfall) Perkembangan Flea Index

Lampiran II Surveilans Ketat pada KLB PES Laporan Surveilans Ketat pada KLB PES Puskesmas/RS : 36

Puskesmas Kabupaten/Kota Tanggal Laporan KLB/Mg Tempat tinggal Desa A Desa B Desa C Desa D Desa E Total Lokasi Pekerjaa n

: : :

/ minggu 18 Minggu Kejadian 15 16 17 P M P M P M 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 20 0 8 0 15 0 40 0 0 0 0 0 0 0 8 0 20 0 32 0 Total M 0 0 0 0 0 0 P 2 0 55 77 0 97 M 0 0 0 0 0 0 AR CFR 0 0 0 0 0 0

14 P M 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0

18 P 2 0 30 12 0 25

0,1 0 5,5 5,1 0 1,8

11. RABIES
(1) Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap setiap laporan adanya peningkatan kasus gigitan hewan tersangka Rabies. Penyelidikan diarahkan pada penemuan kasus tambahan gigitan hewan tersangka rabies lainnya.

37

Tersangka rabies adalah penderita gigitan hewan tersanka rabies dengan gejala klinis. Penegakan diagnosa bisa dilakukan dengan dengan caa memotong hewan yang menggigit dan mengirimkan kepalanya ke Balivet Bogor untuk diperiksa otaknya. Otak diperiksa, apakah di otak ditemukan Negri Bodies. Bila ditemukan, kasus tersebut adalah kasus konfirm diagnose Rabies. Diagnosa KLB Rabies ditegakkan berdasarkan salah satu keadaan : - Terjadinya kasus Rabies pada manusia. - Terdapatnya cluster kasus gigitan hewan tersangka rabies. Penetapan KLB Telah terjadi KLB jika memenuhi salah satu kriteria : Peningkatan jumlah kasus gigitan hewan tersangka rabies menurut periode waktu (mingguan/harian) di suatu kecamatan, desa/kelurahan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Terdapat satu kasus klinis Rabies pada manusia. (2) Penanggulangan Penanggulangan yang dilakukan bertujuan untuk mencegah dan membatasi penularan penyakit Rabies. 1. Pencucian luka gigitan hewan penular Rabies dengan sabun atau deterjen dengan air mengalir selama 10 15 ment. 2. Penyuntikan dengan Vaksin Anti Rabies, diberikan pada hari ke- 0 sebanyak 2 dosis secara intramuskuler (i.m) di lengan kiri dan kanan. Suntikan kedua dilanjutkan pada hari ke-7 sebanyak 1 dosis dan hari ke 21 sebanyak 1 dosis. 3. Membentuk dan mengaktifkan Rabies Center. 4. Melaksanakan vaksinasi pada anjing-anjing berpemilik dan eliminasi terhadap anjing yang tidak berpemilik. 5. Penyuluhan tentang bahaya rabies serta pencegahannya kepada masyarakat. 6. Pembatasan lalu lintas hewan penular Rabies. (3) Surveilans Ketat pada KLB Perkembangan jumlah kasus gigitan dan kasus Rabies. Perkembangan populasi hewan tersangka Rabies.

Lampiran 1 Form Penyelidikan KLB RABIES FORM PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA RABIES Provinsi Kecamatan : : Kab./Kota Pukesmas : : 38

Desa I.

: IDENTITAS Nama : Alamat : IDENTITAS PENYAKIT Gejala yang timbul a. Berkeringat banyak b. Sulit Menelan c. Peka pada sinar d. Peka pada suara e. Air liur berlebihan f. Takut pada air g. Air mata berlebihan h. Kejang-kejang i. Nyeri tekan sekitar luka

Dusun/Rt Umur Pekerjaan : :

: Sex :

II.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Apakah pernah digigit hewan/anjing : Ya/Tidak, Kapan : Hewan apa yang menggigit : Anjing/Kucing/Kera/ Lokasi gigitan di : Muka/Teling/Leher/Tangan-Kaki/Perut/Pantat Bagaimana tipe luka gigitan : Sayatan/cakar/parut/tembus Riwayat gigitan : Tiba-tiba/memegang/mengganggu/galak Setelah menggigit apakah hewan tersebut dibunuh : Ya/Tidak. Kalau tidak, diapakan?

III. RIWAYAT PENGOBATAN 1. Bagaimana merawat luka : dicuci dengan air/air & sabun/yodium tintur/antiseptik lain 2. Dimana mendapatkan pengobatan pertama kali : 3. Obat yang sudah diberikan : 4. Apakah penderita diberikan VAR? Ya / Tidak, berapa kali diberikan suntikan VAR : 5. Bagaimana kondisi pasien setelah mendapatkan suntikan VAR? : sembuh/mati/tidak tahu IV. RIWAYAT KONTAK 1. Apakah di rumah/sekitar banyak orang yang digigit oleh hewan yang sama? Ya / Tidak Kapan 2. Apakah hanya ada 1 hewan yang menggigit orang dilokasi kejadian? Ya/Tidak, kalau lebih berapa V. PEMERIKSAAN SPESIMEN 1. Sediaan yang diambil : Otak hewan tersangka, Hasil Lab : + / Tanggal Penyelidikan :

Lampiran II Surveilans Ketat pada KLB RABIES Laporan Surveilans Ketat Gigitan Anjing/Hewan lain pada KLB RABIES Puskesmas/RS Puskesmas : : 39

Kabupaten/Kota Tanggal Laporan KLB/Mg Tempat tinggal Desa A Desa B Desa C Desa D Desa E Total Lokasi Pekerjaa n

: :

/ minggu 18 Minggu Kejadian 15 16 17 P M P M P M 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 20 0 8 0 15 0 40 0 0 0 0 0 0 0 8 0 20 0 32 0 Total M 0 0 0 0 0 0 P 2 0 55 77 0 97 M 0 0 0 0 0 0 AR CFR 0 0 0 0 0 0

14 P M 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0

18 P 2 0 30 12 0 25

0,1 0 5,5 5,1 0 1,8

12. KERACUNAN MAKANAN


KLB keracunan pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala-gejala yang sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi sesuatu dan berdasarkan analisis epidemiologi terbukti makanan tersebut sebagai sumber keracunan.

40

Penyelidikan KLB keracunan pangan dapat dilakukan dengan studi epidemiologi deskriptif dan studi epidemiologi analitik. Studi epidemiologi analitik dapat dibagi menjadi studi observasional kohor dan case control, serta studi epidemiologi eksperimen. Sebagian besar pelaksanaan penyelidikan KLB menggunakan studi deskriptif, tetapi untuk mengetahui sumber penyebaran yang lebih tepat biasanya menggunakan desain analisis Epidemiologi analitik, yaitu membanding-bandingkan kelompok yang mendapat racun dan yang tidak mendapat racun, serta antara kelompok yang sakit dengan kelompok yang tidak sakit. Semakin teliti pelaksanaan penyelidikan KLB, maka akan semakin banyak membutuhkan waktu dan tenaga. Sementara KLB keracunan pangan membutuhkan hasil penyelidikan yang cepat untuk pengobatan korban dan mencegah jatuhnya korban keracunan berikutnya. Secara operasional lapangan dan berdasarkan tujuannya, penyelidikan KLB keracunan pangan dibagi : (1) Teknik penetapan Etiologi KLB Keracunan Pangan. (2) Identifikasi Sumber Keracunan (3) Formulir Penyelidikan KLB Keracunan Pangan (1) Teknik Penetapan Etiologi KLB Keracunan Pangan Penetapan etiologi KLB keracunan pangan dapat dilakukan berdasarkan 4 (empat) langkah kegiatan yaitu: (a) Wawancara dan pemeriksaan fisik terhadap kasus-kasus yang dicurigai. (b) Distribusi gejala-tanda kasus-kasus yang dicurigai. (c) Gambaran epidemiologi. (d) Pemeriksaan pendukung, termasuk laboratorium. (e) Penarikan kesimpulan. (a) Wawancara dan pemeriksaan fisik terhadap kasus-kasus yang dicurigai Pada saat berada di lapangan, dilakukan wawancara dan pemeriksaan pada penderita yang berobat pada unit pelayanan. Dari hasil pemeriksaan ini dapat diperkirakan gejala dan tanda penyakit yang paling menonjol diantara penderita yang berobat dan kemudian dapat ditetapkan diagnosis banding awal. (b) Distribusi gejala-tanda kasus-kasus yang dicurigai. Wawancara kemudian dapat dilakukan pada kasus-kasus yang lebih luas dan sistematis terhadap semua gejala yang diharapkan muncul pada penyakit keracunan yang termasuk dalam diagnosis banding. Misalnya, pada KLB keracunan pangan dengan gejala utama diare dan muntah, serta beberapa gejala lain yang sering muncul pada beberapa kasus, maka dapat ditetapkan diagnosis banding : KLB keracunan pangan karena kuman Vibrio Parahemolitikus, Clostridium parfringens, Baksiler Disenteri. (c) Gambaran epidemiologi. (d) Pemeriksaan pendukung, termasuk laboratorium (e) Penarikan kesimpulan Dengan memperhatikan berbagai cara dalam menetapkan etiologi KLB Keracunan pangan tersebut diatas, maka kesimpulan etiologi harus didasarkan pada pada semua anlisis tersebut diatas. Semakin lengkap data tersebut diatas yang dapat ditemukan oleh para investigator, maka semakin tepat etiologi yang ditetapkannya. Seringkali etiologi spesisik tidak dapat diidentifikasi dengan tepat, tetapi bagaimanapun juga diagnosis banding etiologi merupakan hasil kerja maksimal yang cukup baik.

(b) Analisis Epidemiologi Deskriptif Gambaran epidemiologi KLB Deskriptif dapat ditampilkan menurut karakteristik tempat dan orang dan akan lebih banyak ditampilkan dengan menggunakan bentuk tabel dan peta. Tabel Distribusi Kasus : Tabel XXX KLB KERACUNAN PANGAN MENURUT UMUR 41

PT. Sepatu Baru, Bogor, Juni 2001 Gol. Umur Populasi Attact rate Kasus Meninggal CFR (%) (tahun) Rentan (%) < 15 50 5 0 10 0 15 24 2500 600 0 24 0 25 44 1000 50 0 5 0 45 + 100 5 0 5 0 Total 3650 660 0 18 0 Sebelumnya perlu ditetapkan mulai berakhirnya KLB, sehingga kasus-kasus diluar KLB dapat disingkirkan Tabel XXX KLB KERACUNAN PANGN MENURUT JENIS KELAMIN PT. Sepatu Baru, Bogor, Juni 2001 Jenis Kelamin Pria Wanita Total Populasi Rentan 1150 2500 3650 Kasus 220 440 660 Meninggal 0 0 0 Attact rate (%) 19.1 17.2 18 CFR (%) 0 0 0

(d). Analisis Epidemiologi Analitik Distribusi gejala dari kasus-kasus yang diperiksa : N o Gejala dan tanda Jumlah kasus %

Dugaan keracunan ( Buku Protap KLB & Bencana 2006)

13. THYPOID
KLB Thypoid yaitu kejadian kesakitan atau kematian yang berdasarkan pengamatan epidemiologi terjadi peningkatan yang bermakna pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu dengan kriteria sebagai berikut :

42

1. Angka kesakitan atau kematian penderita thypoid di suatu daerah menunjukkan kenaikan yang menyolok selama 3 kali waktu pengamatan (harian/mingguan). 2. Jumlah penderita dan atau kematian penderita thypoid disuatu daerah meningkat 2 kali lipat atau lebih dalam satu periode (harian/mingguan/bulanan). 3. Meningkatkan CFR (Case Fatality Rate) yang menyolok d suatu kecamatan dalam satu bulan dibanding bulan yang lalu. 4. Meningkatnya jumlah penderita dan atau kematian karena thypoid dalam periode tertentu (minggu/bulan) dibanding dengan periode yang sama pada tahun yang lalu. PENANGGULANGAN KLB Penanggulangan KLB Thypoid dibagi menurut phase terjadinya KLB, yaitu masa pra-KLB, saat KLB dan paska KLB. Program yang terlibat dalam penanganan KLB thypoid adalah : - Petugas KLB - Petugas surveilan epidemiologi - Petugas laboratorium - Programmer thypoid / P2ML - Petugas Sanitarian - Pemerintah setempat, sekurang-kurangnya RT, RW. Masa pra-KLB - Meningkatkan kewaspadaan di Puskesmas, baik SKD, tenaga dan logistik. - Identifikasi surveilans, termasuk surveilan faktor resiko. - Membentuk Tim Gerak Cepat (TGC). - Mengintensifkan penyuluhan kesehatan masyarakat, termasuk kunjungan rumah. - Meningkatkan kegiatan laboratorium. - Perbaikan sanitasi - Meningkatkan kegiatan lintas program dan sektor.

14. TETANUS NEONATORUM


LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN EPIDEMIOLOGI 1. Persiapan a) Sumber data yang dikumpulkan : 1) Laporan dari Rumah Sakit (Hospital Based Surveilans) - Setiap ada kasus tetanus neonatorum yang dirawat, rumah sakit harus segera melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, maupun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di tempat penderita tinggal (dalam waktu 24 jam). - Laporan disampaikan melalui telpon, HP/SMS, SSB/HT kurir, surat atau dengan sarana komunikasi tercepat dan dibuatkan laporan W1 / KD RS. - Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota meneruskan ke Puskesmas untuk segera dilakukan pelacakan. - Petugas Surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan kunjungan ke RS, satu kali seminggu, untuk mendapat informasi apakah ada kasus Tetanus neonatorum atau penyakit potensial KLB lainnya yang dirawat. - Bila ditemukan kasus Tetanus neonatorum yang dirawat, segera informasikan ke Puskesmas untuk segera dilakukan pelacakan. 2) Laporan Kunjungan Rawat Jalan Puskesmas (Register harian penyakit) - Bila ada kunjungan kasus Tetanus neonatorum, segera rujuk ke Rumah Sakit. - Selanjutnya petugas Puskesmas melakukan pelacakan ke tempat tinggal penderita dengan menggunakan kuesioner pelacakan untuk mengetahui faktor resiko terjadinya kasus Tetanus neonatorum.

43

Jika persalinannya ditolong dukun bayi, lakukan pelacakan ke dukun yang bersangkutan dengan menggunakan kuesioner. 3) Laporan dari masyarakat - Masyarakat diharapkan melapor setiap kasus tersangka Tetanus neonatorum. Dari pihak Puskesmas perlu memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar segera membawa anaknya ke Puskesmas atau rumah sakit bila anaknya menderita panas, tidak mau menetek, kejang. - Bila ada laporan dari masyarakat, Puskesmas perlu mengecek kebenaran dari laporan tersebut. b) Pengolahan Data : Data kasus Tetanus neonatorum diolah berdasarkan variabel tempat dan waktu : Distribusi kasus Tetanus neonatorum per desa menurut bulan. Distribusi kasus Tetanus neonatorum menurut status imunisasi. Hubungan kasus Tetanus neonatorum dengan cakupan imunisasi. Hubungan kasus Tetanus neonatorum dengan penolong persalinan. 2. Analisa Data Setiap ditemukan 1 (satu) kasus Tetanus neonatorum sudah merupakan KLB. Segera ditindaklanjuti. 3. Pelacakan lapangan dan tindakan Pelacakan kasus Tetanus neonatorum dengan menggunakan form pelacakan. Pelacakan di lapangan dimaksudkan untuk mencari faktor resiko terjadinya TN. 1) Pelaksanaan penanggulangan : Tindakan yang dilakukan : Wawancara terhadap keluarga/orang tua kasus (Ibu) dan penolong persalinan dengan mengunakan kuesioner T1 dan T2. Penyuluhan kesehatan masyarakat, terutama kepada keluarga kasus, penolong persalinan (dukun bayi) dan pamong desa setempat. Pembinaan dukun bayi. Pendampingan persalinan. 2) Kesimpulan Data hasil penyelidikan lapangan diolah dan dianalisa untuk disimpulkan : Ditribusi/penyebaran kasus/kematian menurut variabel orang, tempat dan waktu. Faktor penyebab. Sumber penular/infeksi. 3) Pelaporan : Setelah selesai penanggulangan KLB, perlu dilaporkan ke instansi yang lebih atas secara berjenjang (Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat dan propinsi).

15. TETANUS TOXOID


PENANGGULANGAN (dalam situasi bencana) 1. Pencegahan Penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) atau Td. Berikan penjelasan tentang bahaya luka tetutup terhadap kemungkinan terkena tetanus dan perlunya pemberian profilaksis aktif maupun pasif setelah mendapatkan luka.

44

Pemberian imunisasi TT kepada semua orang, diberikan kepada kelompok umur15-60 tahu, baik laki-laki maupun wanita. Perawatan luka. Jika ada luka yang berresiko terjadinya tetanus, tndakan pencegahan yang harus dilakukan sebagai berikut: - Segera bersihkan luka dengan 5% H2O2 larutan untuk menciptakan keadaan aerobic pada tempat luka tersebut. - Berikan profilaksis dengan ATS 1.500 IU atau Human Tetanus Imuno Globulin (TIG) 250 IU. Jika riwayat imunisasi tidak jelas, tidak lengkap atau pemberian booster terakhir telah dilakukan lebih dari 10 tahun yang lalu, vaksinasi dengan TT sangat diperlukan. Pemberian ATS harus dilakukan skin test lebih dulu untuk mencegah terjadi shock anaphylaxis.

16. VARICELA
KLB adalah timbulnya (adanya) kematian karena Varicela di suatu daerah Varicela di suatu Desa/RW yang ada pada tahun sebelumnya tidak ditemukan adanya kasus Varicela. Terjadinya peningkatan jumlah kasus Varicela baru atau kematian Varicela pada suatu wilayah (desa, kelurahan, RW) selama kurun waktu tiga minggu atau lebih berturut-turut. Terjadinya peningkatan jumlah kasus baru Varicela dua kali atau lebih dibandingkan dengan minggu yang sama pada periode waktu tahun sebelumnya di suatu desa. 1. PENYELIDIKAN a) Tujuan Penyelidikan - Tujuan umum Mengetahui gambaran epidemiologi dan penyebab terjadinya KLB dan merencanakan tindak lanjut penanggulangan KLB. - Tujuan khusus Penyelidikan KLB dilaksanakan pada saat awal KLB teridentifikasi dari PWS kasus Varicela dengan tujuan : Menetapkan terjadinya KLB Varicela. Memastikan diagnosis Varicela. Mengetahui gambaran epidemiologi KLB menurut umur, waktu, tempat dan daerah penyebaran, termasuk kematiannya. Mengetahui sumber, cara dan tempat penularan. Merumuskan strategi penanggulangan KLB. b) Pelaksanaan Penyelidikan - Indikasi penyelidikan KLB Varicela Penyelidikan epidemiologi KLB dilakukan dilapangan apabila hasil pengamatan SKD-KLB/PWS kasus Varicela ditemukan adanya peningkatan kasus dan penyelidikan pra-KLB menunjukkan terjadi KLB. - Atau adanya laporan peningkatan kasus atau kematian Varicela dari masyarakat, media masa, dll. c) Waktu penyildikan Penyelidikan dilakukan sesegera mungkin (1x24 jam) atau secepatnya, setelah laporan diterima. Pengamatan sampai dengan 2 kali masa inkubasi (4 minggu setelah kasus tereakhir). d) Persiapan penyelidikan dan penanggulangan - Persiapan tim. - Persiapan lapangan, masyarakat, tokoh masyarakat, lurah, RW, RT dll. - Persiapan formulir penyelidikan. - Persiapan obat, antiseptik/sabun dan suplermen gizi. - Persiapan media penyuluhan.

45

e) Langkah-langkah Penyelidikan 1) Pukesmas o Melakukan penyelidikan awal untuk memastikan benar tidaknya telah terjadi KLB Varicela. o Review register atau data untuk melihat kemungkinan adanya kasus pada desa KLB. o Wawancara dengan pengunjun Puskesmas untuk mengetahui adanya kasus Varicela didaerah tempat tinggalnya. o Mengunjungi lokasi KLB dan wawancara dengan petugas kesehatan setempat dan tokoh masyarakat. o Melakukan penyelidikan kasus dari rumah ke rumah yang dilaporkan ada kasus Varicela (di rumah penderita, teman sepermainan, sekolah penderita) dengan menggunakan form penyelidikan KLB Varicela sekaligus dengan pengobatan seperlunya. o Bila hasil penyelidikan menunjukkan adanya KLB Varicela (dengan definisi operasional KLB Varicela), segera kirim laporan W1 ke Dinas Kesehatan Kab/Kota. o Selanjutnya dilakukan penyelidikan KLB bersama tim lainnya apabila diperlukan. 2) Kabupaten / Kota o Melakukan kajian W2 mingguan di Puskesmas atau di RS. o Melakukan wawancara dengan petugas atau pengunjung puskesmas untuk mengetahui adanya peningkatan kasus di wilayah tempat tinggalnya. o Pelacakan kasus ke lapangan dimulai dari kasus indeks (penderita yang berobat ke Puskesmas, rumah sakit atau yang dilaporkan masyarakat dengan menggunakan form penyelidikan KLB). o Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah di sekitar kasus index, serta rumah yang tidak terdapat kasus, tetapi mempunyai anak berresiko (<10 tahun). Untuk melakukan wawancara dengan mengisi form Varicela, termasuk anak yang tidak sakit, untuk mengetahui jumlah populasi berresiko (population at risk) untuk mengetahui angka serangan atau attack rate. o Mewawancarai petugas Pustu, bidan desa dan praktek swasta (dokter, perawat dan bidan) untuk menanyakan adanya kasus. o Pengolahan dan analisa data KLB Varicela. f) Pelaporan Setelah konfirmasi terjadi KLB Varicela, segera dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secepatnya (dalam waktu 24 jam) dengan memakai telpon, HP/SMS, Faksimili, SSB/HT dan atau kurir. Dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dilaporkan ke Dinas Kesehatan Propinsi. Laporan yang dikirim - dari Puskesmas menggunakan form W1 dan kronologi kejadian KLB, - dari RS menggunakan KD-RS.

Sedangkan pemantauan setiap minggu/bulanan - dari Puskesmas menggunakan form W2 (laporan mingguan penyakit potensial wabah). - dari RS menggunakan SST (KBU/R) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan). Pelaporan hasil penyelidikan dan penanggulangan : Setelah melakukan penyelidikan dan penanggulangan, data penyelidikan diolah dan dianalisis. Selanjutnya laporan penyelidikan dan penanggulangan tersebut dikirimkan 46

sampai ke unit surveilans secara berjenjang sesuai laporan standar penyelidikan, mencakup : - Lamanya peristiwa KLB. - Daerah KLB (desa, RW, RT,dll.) - Distribusi penderita menurut waktu, tempat, orang. - Faktor resiko, meliputi : status gizi dan hygiene perorangan. - Sumber, cara dan tempat penularan. - Sebab-sebab kematian dan masalah program yang ditemukan. - Rencana penanggulangan berikutnya. g) Analisa hasil penyelidikan - Kasus indeks Tanggal mulai timbul gejala demam dan vesikel. Tempat/kontak penularan. - Penyebaran kasus per minggu. - CFR dan Attack rate menurut golongan umur. - Kasus Varicela menurut golongan umur, attack rate per desa atau dusun atau RW. - Total jumlah kasus Varicela per bulan di Puskesmas/Kecamatan KLB, 3 (tiga) tahun terakhir. - Jumlah kasus Varicela per bulan Kabupaten/Kota KLB. 2. Penanggulangan Penanggulangan KLB Varicela didasarkan analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB Varicela, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidak meluas, serta membatasi jumlah kasus dan kematian. a) Tujuan kematian - Menurunkan frekuensi kasus dengan cara mempercepat pemutusan rantai penularan. - Mencegah komplikasi dan kematian. - Mencegah penularan KLB ke wilayah lain. b) Langkah-langkah penanggulangan - Menghitung jumlah populasi yang berresiko (anak rentan) di sekitar daerah KLB dan luasnya wilayah (desa/puskesmas) yang akan ditanggulangi. - Persiapan dana, logistik dan lain-lain yang dibutuhkan. - Persiapan sarana : Obat anti panas (parasetamol), antiseptik, serta antibiotika untuk kasus yang komplikasi, Alat transportasi yang dapat digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah KLB. Tim Penanggulangan KLB yang terdiri dari unsur-unsur : dokter, paramedis (perawat/bidan), petugas surveilans dan gizi. - Penyuluhan - Isolasi penderita/ mencegah kontak dengan penderita. - Pengobatan massal.

17. MENINGITIS MENINGOKOKUS


Penanggulangan Meningitis Meningokokus Upaya penanggulangan penyebab penyakit adalah : 1) Penyuluhan tentang Meningitis Meningokokus, cara penularannya, perawatan kesehatan perseorangan dan pencegahannya. 2) Menghindari dari keramaian/kepadatan orang. 3) Pemberian vaksinal merupakan persyaratan bagi mereka yang menunaikan ibadah haji. 4) Pengendalian penderita :

47

Wajib melaporkan penderita kepada Dinas Kesehatan setempat dengan tembusan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan Ditjen PP-PL dalam waktu 24 jam setelah penemuan kasus. Isolasi kasus hingga 24 jam setelah pemberian khemotherapy yang tepat. Desinfeksi semua sekret dari mulut, hidung dan barang-barang yang tercemar. Hindari kontak dengan penderita. Pengobatan spesifik.

48

You might also like