You are on page 1of 8

MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

Disampaikan pada Rapat Lintas Sektoral Bidang Pendidikan, 4 Januari 2003 di Pekanbaru
A. Rasional Berbicara soal pendidikan di Indonesia adalah berbicara dalam suatu lingkaran setan, karena m asalah pendidikan bisa penyebab atau sebab dari penyebab. Sem entara m asalah pendidikan sendiri tidak bisa dilihat dari satu sudut saja, karena di dalam nya m erupakan sebuah gua yang tak sem barang orang dapat m engetahui isinya tanpa m asuk ke dalam nya, sem estara orang di dalam nya tak dapat bisa berbuat banyak karena hanyut dengan segudang perm asalahan pula. Maka pem ecahan m asalah pendidikan tidak akan berhasil kalau hanya dibebankan oleh orang pendidikan sendiri. Bertapa rum itnya m asalah pendidikan, dapat dilihat dari data berikut ini. Diakui atau tidak bahwa survei yang dilakukan Hum an Developm ent Index (HDI) tahun 2003 m endudukkan Indonesia pada ranking 112 dari 175 negara di dunia, term asuk ke dalam kelom pok m edium hum an developm ent, di bawah South Africa dan di atas

Tajikistan. Hal itu dilihat dari indikator (1) Usia harapan hidup, (2) Angka m elek huruf orang dewasa, (3) Rata-rata lam a pendidikan, dan (4) Pengeluaran per kapita. Menurut suatu penelitian (IEA, Tahun 2000) bahwa kem am puan m em baca siswa Sekolah Dasar nem em pati ranking 38 dari 39 negara; penguasaan m ateri m atem atika m enem pati ranking 39 dari 42 negara; dan penguasaan Materi IPA siswa SKTP m enem pati ranking 40 dari 42 negara. Data di atas jelas sangat m em perihatinkan, tapi

bukan pula berarti negara kita tidak m elakukan apa, m eskipun fasilitas pendidikan m ulai dilengkap dan canggih, nam un karena tidak ditunjang oleh kualitas guru, m aka proses perbaikan juga m engalam i keterlam batan. Menurut beberapa ahli pendidikan ada lim a faktor yang sangat m em pengaruhinya kualitas guru, yaitu (1) adanya kewenangan yang benar-benar diserahkan kepada guru, (2) kualitas atasan dalam m engawasi dan

m engontrol perilaku guru, (3) kebebasan yang diberikan kepada guru (baik di dalam m aupun di luar kelas), dan hubungan guru dengan m uridnya, (4) pengetahuan guru (yang

SAID SUHIL ACHMAD, MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

hal. 1

akan m em pengaruhi kepercayaan dirinya). Kewenangan guru di Indonesia selam a ini sangat dilem atis, m ereka tidak m em punyai kewenangan (atau keberanian?) untuk m em utuskan (apalagi m enolak). Guru hanya berperan hanya sebagai pelaksana (buruh). Banyak contoh, guru harus m elakukan pekerjaan diluar kewenangannya hanya karena harus m enghargai atasan, di m ana pada waktu yang bersam aan ia harus m erelakan m uridnya tidak belajar, kadang-kadang m urid terpaksa dibawanya bersam a. Hal ini jelas m em buat guru m enjadi tertindas dari sudut m oral dan profesionalism e. Masalah kesejahgteraan juga ternyata m enjadi isu penting yang selalu dibawa oleh guru sebagai benteng m em pertahankan diri, dan ini m em ang benar bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia sangat m em prihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara m iskin di Afrika. Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan sem akin tam pak bila dibandingkan dengan kondisi guru di negara lain. Di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam , dan Thailand gaji guru berkisar Rp 20 juta (222,00 dolar Am erika) di Vietnam sebesar Rp 10 juta (111,00 dolar Am erika), di Laos, Burm a, dan Pakistan sebesar Rp 700 ribu (77,00 dolar Am erika). Apalagi bila dibandingkan dengan gaji guru di negara m aju. Di Belanda m isalnya berkisar Rp 11 juta - Rp 17 juta (2.500,00-4.000,00 gulden), di Am erika sebesar Rp 27,5 juta - Rp 36 juta (30.000,00-40.000,00 dolar Am erika), dan di Jepang berkisar Rp 18 juta (200 ribu yen). Di negara m aju, gaji guru um um nya lebih tinggi dari pegawai yang lain, sem entara di Indonesia justru sebaliknya. Di Selandia Baru m isalnya, gaji guru 185% lebih besar dari gaji pegawai adm inistrasi. Di Finlandia dan Swedia, 235% lebih besar dari gaji di sektor industri (Adiningsih, Internet). Kalau di atas data tentang kualitas siswa, m aka berikut adalah data tentang kualitas guru (Adiningsih, Internet). Saat ini kem am puan guru bidang studi dalam

m enguasai m ateri pengajaran m asih sangat rendah. Sebagaim ana yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Yahya Um ar (1999). Mereka m em perlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi m atem atika hanya 27,67 dari interval 0-100, artinya hanya m enguasai 27,67% dari m ateri yang seharusnya. Sem entara itu, untuk bidang studi yang lain adalah fisika (27,35), biologi (44,96), kim ia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu m inim um 75% agar seorang guru bisa m engajar dengan baik. Hal yang lebih m em prihatinkan, hasil penelitian dari Konsorsium Ilm u Pendidikan (2000) m em perlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA m engajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Bisa dibayangkan kalau guru bidang studinya saja tidak m enguasai m ateri, apalagi yang bukan guru bidang studi. Dengan kem am puan pengetahuan yang

SAID SUHIL ACHMAD, MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

hal. 2

sedem ikian terbatas dan kepekaan kreativitas yang sangat m inim m aka sangatlah sulit bagi guru untuk m enerapkan pola pengajaran berbasis kom petensi yang saat ini sedang disosialkan. Bukankah pola pengajaran ini sangat m enonjolkan "keberanian" berpraktik dan bereksperim en? Sebuah penelitian di Kota Pekanbaru, terhadap 347 guru SDN kelas 4-5 dan 6, SD di Kota Pekanbaru, dengan m ateri EBTANAS ditem ukan 50% (174 orang) yang m enguasai 66% m ateri Matem atika, 74% peserta yang m enguasai m ateri IPA, dan hanya 58% peserta yang m enguasai m ateri IPS. Hanya 10 orang (3%) dari peserta yang m enguasai m ateri m atem atika sam pai 95%, sedangkan untuk m ateri IPA 90% dan hanya 68% yang m enguasai m ateri IPS. Penelitian ini m enem ukan juga bahwa rata-rata guru yang m enguasai m ateri sam pa 95% hanya m ereka yang berum ur diatas 42 tahun, sedangkan um ur dibawahnya kurang dari itu, nam un kem auan untuk berubah (berkem bang ,lebih baik) lebih besar

pada guru-guru dibawah usia 42 tahun ( Sam ad, dkk, 2000). Data di atas jelas sangat m encengangkan, nam un selam a ini sudah disadari, usaha-usaha pem baharuan m elalui pendidikan dan pelatihan telah dilakukan, tapi lebih banyak m enyentuh guru-guru di daerah perkotaan, terutam a yang dekat dengan ibu kota propinsi dan negara (Jakarta). Penyetaran guru-guru pada pendidikan dasar, terutam a SLTP dengan sistem tatap m uka lebih banyak m enyentuh guru-guru yang dekat dengan Universitas Riau, seperti Kabupaten Kam par dan Bengkalis, sem entara di daerah lain hanya m enerim a penyetaraan separuh hati dari penyelenggara penyataraan. Selain itu, kekurangan guru m enjadi pengham bat usaha peningkatan m utu guru di daerah-daerah pedesaan, selain m ereka tinggal di daerah sulit, juga harus m engerjakan sendiri pekerjaan-pekerjaan adm inistratif. Diakui atau tidak, sem ua persoalan diatas dialam atkan kepada guru, nam un yang perlu diingat bahwa guru hidup dalam suatu lingkungan sosial pendidikan yang sangat luas, dan di dalam lingkungannya sendiri, ia m em punyai atasan, yaitu kepala sekolah dan pengawas, dan di luar ia guru harus berhadapan dengan orang tua siswa dan

m asyarakat. Jadi persoalan yang di hadapi guru adalah suatu lingkasan setan. Usaha-usaha bantuan terhadap guru untuk m em ecahkan m asalah pendidikan telah banyak dilakukan, nam un pelatihan yang dengan m ateri yang sam a tidak pula dim engerti oleh atasan guru, orang tua dan m asyarakat m aka usaha ini sering gagal. Pelatihan yang dilakukan selam a ini terhadap guru, m em ang banyak m endapatkan kritikan yang keras dari berbagai kalangan. Di suatu pihak kritikan itu benar, hanya m enghabishabiskan uang, tetapi dipihak lain ada salahnya, karena berbeda indikator, di suatu pihak

SAID SUHIL ACHMAD, MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

hal. 3

m enggunakan indikator keberhasilan pelatihan, di lain pihak m enggunakan indikator hasil belajar siswa, yaitu NEM yang m asih jauh. Menurut hem at penulis, pelatihan selam a ini m elenceng dari cara, isi dan tujuan, karena sangat perpusat pada guru yang m engajar (teacher center) bukan pada siswa yang belajar (student center). Materinya tidak

m enyentuh persoalan yang terjadi di kelas, sedangkan tujuan yang ingin dicapai terlalu um um . Padahal setiap sekolah berbeda dalam sem ua hal, m ana m ungkin sekolah yang satu m em enangkan suatu pertandingan sem entara pem ainnya (guru) tidak cukup. Kalau kita katakan pelatihan selam a ini sem uanya tidak ada gunanya, juga salah, paling kurang pelatihan selam a ini dapat berm anfaat bagi peningkatan penguasaan m ateri. Hal ini dapat dilihat bila guru m enguasai m ateri, ia m enjadi lebih aktif berceram ah di kelas, dan kalau ia m em buat soal (tugas), m aka dia sendiri yang m enjawabnya. Sistem pem binaan profesional yang dilakukan m elalui gugus-gugus PKG (Pem antapan Kerja Guru), KKG (Kelom pok Kerja Guru), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), dan sejenisnya telah m ulai dikem bangkan di Sekolah Dasar sam pai ke sekolah m enengah, yang m erupakan langkah inovatif dalam pem binaan guru yang dilakukan m elalui pendidikan dalam jabatan dan pelatihan dalam jabatan). M enurut Supriyadi (1999) bahwa dari sejum lah studi m engenai sistem gugus, Edcucational Leadership (1986) m enyim pulkan Usaha profesionalisasi m elalui dialog dan kolaorasi antara guru m em punyai pengaruh yang sangat positif terhadap hubungan antara sesam a guru dan antara para guru dengan kepala sekolah. Pengalam an FEQIP (Frim ary Education Quality Im provem ent Project) dalam peningkatan m utu pendidikan dasar di enam propinsi ( Aceh, Sum atera Barat, Yokyakarta, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi Utara) m enunjukkan bahwa sistem ini m am pu m eningkatkan kem am puan dan m otivasi m engajar guru yang diikuti oleh m akin m eningkatnya m utu pendidikan pada tataran sekolah. Dari sem ua hal yang diungkapkan di atas, bukan pula pelatihan adalah satusatunya suatu obat yang m ujarab, sebab akar persoalan guru, seperti yang tekah

disebutkan berkait banya pula dengan kepala sekolah dan pengawas, dan hal-hal lain yang sangat berkaitkelindan (signifikan). Untuk itu diperlukan suatu usaha bantuan yang profesional, terpadu, m enyeluruh dan standard, m elalui pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berjenjang, dengan tidak m engganggu kedudukan guru dalam proses belajar m engajar di kelas. Selain itu, pelatihan yang sam a juga harus diberikan kepada sem ua orang yang terlibat baik secara langsung atau tidak langsung di sekolah, dan diujung-ujungnya, harus ada perubahan terhadap kedudukan (prestise) dan kesejahteraan guru.

SAID SUHIL ACHMAD, MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

hal. 4

Dengan otonom i pendidikan yang sedang begulir sekarang. Maka diharapkan usaha perubahan yang berorientasi dari bawah (bottom up) akan m em berikan angin baru bagi pem binaan profesional guru, karena dengan konsep SBM (School Based Managem ent) atau Manajem en Berbasis Sekolah peran serta sekolah sendiri sangat m em bantu pem ecahan m asalah. Dalam konsep, MBS ada em pat kom ponen utam a m enuju perbaikan, yaitu (1) kepem im pinan yang kuat, (2) Kesediaan sum ber dan sarana pem belajaran; (3) Kom itm en m asyarakat konsentrasi pada pem belajaran. Kertas kerja ini hanya m em fokuskan diri pada butir 4, yang dikhaskan pada pem binaan profesional guru m elalui pelatihan profesional yang banyak diterapkan di negara-negara m aju, sehingga akar m asalah bersum ber dari guru dapat dipecahkan di m ana guru itu berada. Sebab apa yang senarnya terjadi di dalam kelas, hanya guru yang tahu, atau tidak tahu, dem ikian pula apa yang sebenarnya terjadi dalam diri siswa ketika ia belajar, m ungkin hanya siswa itu sendiri yang tahu, atau juga tidak tahu, m aka dengan pendekatan ini diharapkan akan m endekatkan usaha perbaikan langsung ke lubuknya, yaitu di kelas. terhadap sekolah, dan (4) fokus atau

B. Syarat-Syarat M enuju M odel Pelatihan Profesional

Berdasarkan uraian di atas, m aka perlu ditetapkan syarat-syarat yang akan m endukung m odel Pelatihan Profesional guru, yaitu:

1. 2. 3.

Guru tidak boleh m eninggalkan tugas pokok di sekolah; Pelatihan harus m enyentuh perm asalahan yang dihadapi guru di kelas; Pelatihan harus diberikan oleh tenaga profesional, baik dari kalangan guru sendiri; m aupun konsultan yang sudah terlatih secara profesional;

4.

Tenaga pelatih (tutor) dari kalangan guru harus m endapat pengakuan akadem is oleh pihak yang berwenang.

5. 6.

Pelatihan dilaksanakan dalam kelom pok kecil, atau gugus. Bagi daerah-daerah sulit dihadapkan m engem bangkan pelatihan dengan sistem jarak jauh.

C.

Tujuan Pelatihan Guru Berdasarkan uraian di atas, m aka tujuan pelatihan guru adalah untuk m eningkatkan m utu proses dan hasil belajar di kelas secara terus m enerus

SAID SUHIL ACHMAD, MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

hal. 5

(rutin).

D.

Strategi Pelaksanaan Pelatihan Sesuai dengan uraian di atas, m aka di strategi yang harus diterapkan dalam

m enunjang m odel ini adalah: 1. 2. Pem etaaan sekolah. Pem bentukan gugus sekolah Pem bentukan gugus sekolah selain jum lah, juga harus m em perhatikan tingkat kesulitan tem pat dan waktu. Bagi daerah yang tidak

m em ungkinkan adanya gugus dalam arti fisik, dapat m enggunakan gugus dengan sistem jarak jauh, yaitu gugus perairan dan gugus pedalam an, yang dapat m enggunakan teknologi kom unikasi jarah jauh. 3. Menseleksi dan m enetapkan pelatih (tutor), dan konsultan ( technical assistent). Seleksi dilakukan di m asing-m asing-m asing kabupaten, setelah itu m ereka m endapatkan pelatihan, konsultan direkrut dari perguruan tingggi. 5. Iventarisasi m asalah proses dan hasil belajar di sekolah yang dilakukan oleh kelom pok profesional di m asing-m asing gugus. 6. 7. Penulisan Buku Pedom an. Penyusunan m ateri dan ladwal pelatihan Bagi guru SD di kenal dengan KKG (Kelom pok Kerja Guru) Bagi guru SLTP dikenal dengan MGMP (Majlis Guru Mata Pelajaran) Untuk Menunjang keberhasilan ini m aka dilakukan pula kegiatan gugus bagi kepala Seklolah dengan nam a Kelom pok Kerja Kepala Sekolah (KKS), dan Kelom pok Kerja Pengawas (KKPS) bagi pengawas 8. 9. 10. Pelatihan di gugus. Pelaksanaan di kelas Evaluasi di kelas

E.

Kriteria Keberhasilan Pelatihan Pelatihan adalah suatu proses pem belajaran, yang berusaha m engubah perilaku sasaran. Perubahan perilaku itu m encakup tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikom otorik. Perubahan pada ketiga aspek tidak m udah diam ati tanpa m engetahui apa (what) yang diukur dan (How) bagaim ana m engukurnya.

SAID SUHIL ACHMAD, MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

hal. 6

Dalam pelatihan ini, aspek yang diam ati adalah aspek

afektif dan

psikom otorik yang diamati m elalui observasi, wawancara dan dom um entasi kelas. Di m ana evalutor harus langsung m asuk kelas. Diaharapkan dengan m engam ati ke sem ua aspek di atas akan terjadi perubahan perilaku siswa dalam m utu proses dan hasil belajar secara tidak sem u, artinya perubahan yang bukan direkayasa hanya untuk kepentingan pencapaian target kurikulum .

DAFTAR PUSTAKA

Ahm ad, Said Suhil, dkk. (2000). Studi Gugus Perairan di Kabupaten Kepulauan Riau. Peneltian. Pekanbaru, Lem baga Penelitian Universitas Riau. Adningsih, Utam i, Kualitas dan Profesionalism e Guru. Internet. Depdikbud. (1983). Dasar Ilmu Pendidikan.Buku II A, Akta Mengajar V. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud. ____________. 1996-1997 . Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah . Jakarta: Depdikbu ____________. (1997-1998). Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar Melalui Gugus Sekolah . Jakarta: Depdikbud. Duta Hari Murthi Consultants, PT. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah . Jakarta: Duta Hari Murthi Consultants, PT. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2001) . Modul Manajemen Berbasis Sekolah . Badung. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. Kakanwil Depdikbud Riau. (1991) . Petunjuk Operasional Peningkatan Mutu Pendidikan. Pekanbaru. Kakanwil Depdikbud Riau Nurholis. (1991). Hakekat Desenteralisasi Model MBS. Pendidikan Networ: internet. Sinar Grafika. (1991). Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika. Saifullah, Ali. (1982). Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Suarabaya: Usaha Nasional. Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru . Edisi kedua. Yokyakarta: Mitra Gam a W idya Usm an, Uzer. (1990). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rem aja Rasda Karya.

SAID SUHIL ACHMAD, MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

hal. 7

SAID SUHIL ACHMAD, MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

hal. 8

You might also like