You are on page 1of 9

Trauma Laring :

Trauma laring : Trauma tumpul terpukul gagang pompa, dashboard, terpukul ,tertendang waktu olah raga ,menghancurkan struktur laring ,cedera jaringan lunak : otot,syaraf, pembuluh darah. Trauma tajam luka sayat luka tusuk, luka tembak

Ballanger membagi penyebab trauma laring :


1.Trauma mekanik eksternal ( trauma tumpul, tajam, komplikasi trakheostomi, krikotomi ) mekanik internal ( Akibat tindakan endoskopi , intubasi endotrakhea atau pemasangan pipa naso gaster ) 2. Trauma akibat luka bakar atau oleh panas ( gas atau cairan yang panas ) dan kimia ( cairan alcohol,amoniak, natrium hipoclorit dan lisol ) yang terhirup. 3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radio terapi tumor ganas. 4. Taruma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan vocal abuse menjerit, menanyi.

Patofisiologi:
Trauma laring bisa mengakibatkan udem dan hematoma di plica aryepiglotika dan plica ventrikularis, oleh karena jaringan submukosa didaerah ini mudah membengkak dan selaian itu mukosa faring dan laring mudah robek. Yang akan diikuti dengan terbentuknya empisema subcutis. Infeksi sekunder melalui robekan ini menimbulkan selulitis, abses atau fistel. Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat sebabkan haematoma nekrosis tulang rawan dan perikondritis. Robekan mukosa bila tidak dijait dengan baik,yang diikuti infeksi sekunder dapat menimbulan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis dan akhirnya stenosis.

Boyes (1968) membagi trauma laring dan trachea dalam 3 gol.


a.Trauma dengan kelainan mucosa saja berupa udem, hematoma ,empisema submukosa ,luka tusuk atau luka sayat tanpa kerusakan tulang rawan. b.Trauma yang mengakibatkan tulang rawan hancur (crusing injury ). c.Taruma yang akibatakan sebagian jaringan hilang. Pembagian golongan trauma ini erat hubungannya dengan prognosis fungsi primer laring dan trachea yaitu sebagai saluran nafas yang adeguat

Gejala Klinik :
Pasien trauma laring sebaiknya dirawat obserfasi selama 24 jam pertama. Timbul gejala stridor yang makin lama makin hebat. Suara serak ( dysfoni)atau suara hilang ( afoni) timbul bila terdapat elaian pita suara akibat trauma , udem, lacerasi dan parese pita suara. Emphisema sub kutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trachea, atau fracture yang mengakibatkan undara pernafasan akan keluar dan masuk kejaringan sub kutis leher .Empisema leher bisa meluas sampai kejaringan muka,dada,abdomen terasa kripitasi dikulit. Haemoptisis terjadi akibat laserasi mukosa jalan nafas, dan bila jmlahnya banyak bisa menyumbat jalan nafas akibat luka tusuk tusuk, luka sayat, luka tembak Dysfagia (sulit menelan ) an odinofagia ( nyeri menelan ) dapat timbul akibat trauma laryng.

Luka terbuka :
Disebabkan oleh trauma tajam leher setinggi laryng. Kadang2 bisa mengakibatkan meninggal secara mendadak akibat trjadinya asfiksia.Diagnosis bisa ditegakan dengan terjadinya gelembung2 udara didaerah luka. Penatalaksanaan terutama ditujukan pada perbaikan saluran nafas , mensegagah aspirasi darah keparu.Harus segera dilakukan trakheostomi menggunakan kanul memakai balon . Srsudah itu baru dilakuan explorasi untuk mencari asal dari perdarahan , menjait mukosa dan lang rawan yang robek.Di beri anti biotika dan serum anti tetanus. Komplikasi yang bisa terjadi : asprasi darah, paralysis pita suara dan stenosis aring.

Luka tertutup ( Close Injury ):


Gejala tergantung berat ringannya trauma.Pada trauma ringan gejala berupa nyeri waktu menelan,waktu batuk, waktu bicara, juga suara menjadi parau tapi tidak sesak nafas. Trauma berat dapat terjadi frackture dan dislokasi tulang rawan dan lacerasi mukosa laryng, sehinga terjadi sumbatan alan nafas ( stridor dan dyspnea ) disfoni. Afonia . haemoptisis, hematemesis, dysfagia, odinofagia serta emfisema yang terjadi didaerah muka ,leher dan mediastimun. Beda dengan luka terbuka diagnosis trauma tertutup lebih sulit, diagnosis penting untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah perlu dilakukan explorasi apa cukup dengan konservatif atau observasi saja. Kebanyakan trauma laring juga mengalami trauma kepala dada sehngga pasien dirawat di ICU . Tindakan trakheostomi untuk mengatasi jalannafas tanpa memikirkan piata laksanaan selanjutnya akan bisa mengaibatkan kesulitan sewaktu dekanulasi.

Pendapat Olson:
Explorasi harus dilakukan paling lama 1 minggu sesudah trauma. Explorasi sesudah satu minggu memberikan hasil yang kurang baik ,menimbulkan komplikasi dikemudiab hari. Sikap untuk explorasi atau tidak ditentukan oleh hasil pemeriksaan: Laryngoskopi langsung, tidak langsung foto jaringan lunak leher ,foto thorak dan CT Scan.

Indikasi melakukan explorasi :


1.Sumbatan jalan nafas yg perlukan trakheosmi. 2.Empisema subctis yang progresif. 3.Laserasi mukosa yang luas. 4.Tulang rawan crikoid yang terbuka. 5.Paralisis bilateral pita suara.

You might also like