You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen.

Organisasi bisnis dan non-bisnis, pun berlomba-lomba mencanangkannya sebagai salah satu tujuan strategiknya, misalnya melalui slogan-slogan Pelanggan adalah Raja, Kepuasan Anda adalah Tujuan Kami, We Care for Customers, dan sejenisnya. Telah banyak riset yang dilakukan menunjukkan keterkaitan erat antara kepuasan pelanggan dan ukuran-ukuran kinerja financial. Selain itu, kepuasan pelanggan juga berpengaruh signifikan terhadap shareholder value, walaupun dampaknya bervariasi antar industry dan antar perusahaan. Manfaat-manfaat spesifik kepuasan pelanggan meliputi : keterkaitan positif dengan loyalitas pelanggan; berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan (terutama melalui pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling); menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan (terutama biayabiaya komunikasi, penjualan, dan layanan pelanggan); menekan volatilitas dan risiko berkenaan dengan aliran kas masa depan; meningkatnya toleransi harga, rekomendasi gethok tular positif; pelanggan cenderung lebih reseptif terhadap pada product line extentions, brand extentions, dan new add-on services yang ditawarkan perusahaan. Hasil riset Shankar, Smith & Rangaswamy (2003) terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan hotel pada konteks lingkungan online dan offline menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan pada jasa yang dipilih secara online sama dengan jasa yang dipilih secara offline, namun loyalitas pada penyedia jasa lebih tinggi pada jasa yang dipilih secara online dibandingkan dengan yang offline. Mereka juga menemukan bahwa loyalitas dan kepuasan memiliki hubungan timbal-balik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa aspek yang berkaitan dengan upaya menciptakan dan mempertahankan kepuasan pelanggan.

B.

RUMUSAN MASALAH Persaingan bisnis yang semakin ketat membuat banyak perusahaan harus tetap memutar otak dan strategi agar tetap memiliki pelanggan. Terlebih jika pelanggan tersebut menjadi seorang pelanggan yang loyal yang dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Karenanya tahap awal yang harus dilakukan perusahaan adalah membuat konsumen merasa puas dengan segala layanan yang diberikan perusahaan baik fisik maupun non-fisik. Dari kepuasan tersebut perusahaan dapat melakukan hal lebih lanjut agar pelanggan tidak lari dari produknya. Dari latar belakang yang telah dijelaskan dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Apa yang dimaksud dengan kepuasan pelanggan? Seperti apakah model kepuasan pelanggan? Apa yang dimaksud dengan ekspektasi pelanggan? Apa yang dimaksud dengan perceived performance? Bagaimanakah kepuasan pelanggan versus kualitas jasa? Bagaimanakah cara mengukur kepuasan pelanggan? Apa saja strategi kepuasan pelanggan?

C.

TUJUAN Adapun tujuan yang dimaksud adalah agar perusahaan dapat tetap mempertahnkan assetnya yang paling berharga yaitu konsumen. Karena tanpa konsumen roda kehidupan perusahaan perusahaan tidak akan berputar.

D. DEFINISI PERCEIVED PERFORMANCE Dalam literature kepuasan pelanggan dan kualitas jasa, perceived performance didefinisikan secara relative seragam sebagai keyakinan mengenai jasa yang dialami. Spreng, MacKenzie & Olshavky (1996), misalnya mendefinisikannya sebagai keyakinan menyangkut atribut produk, tingkat atribut, atau hasil. Oliver (1997) merumuskannya sebagai persepsi terhadap jumlah atribut produk atau jasa dari hasil yang diterima. Namun demikian, pengukuran perceived performance masih menjadi topik kontroversial. Sejumlah pakar berargumen bahwa ukuran perceived performance rancu atau tumpang tindih dengan konstruk lainnya, sementara pakar lainnya berpendapat bahwa justru ukuran ini yang harus menjadi focus para peneliti dan manajer. Dalam berbagai model kepuasan pelanggan, perceived performance kadangkala ditempatkan sebagai anteseden diskonfirmasi, kadangkala sebagai anteseden langsung untuk kepuasan. Menurut Spreng (1999), konsep perceived performance bisa dipilah menjadi dua macam yaitu perceptual performance dan evaluative performance. Hasil pengujian terhadap kedua ukuran perceived performance ini menunjukkan bahwa evaluative performance merupakan ukuran alternative untuk kepuasan atribut. Secara umum, Spreng merekomendasikan agar evaluative performance hanya digunakan sebagai ukuran kepuasan pada level atribut, sedangkan perceptual performance digunakan berbarengan dengan standar pembanding tertentu, seperti kinerja ideal atau kinerja yang diinginkan konsumen.

E.

KEPUASAN PELANGGAN VERSUS KUALITAS JASA Banyak akademisi dan peneliti yang sepakat bahwa kepuasan pelanggan merupakan ukuran spesifik untuk setiap transaksi, situasi atau interaksi yang bersifat jangka pendek, sedangkan kualitas jasa merupakan sikap yang dibentuk dari evaluasi keseluruhan terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Namun, kedua konsep tersebut masih belum jelas, apakah kualitas jasa dan kepuasan pelanggan merupakan konsturk yang sama atau berbeda. Riset empiris tidak selalu bisa membedakan kedua kontruk ini. Dalam studinya terhadap evaluasi layanan bank, Spreng & Singh tidak menemukan adanya validitas diskriminan antara kualitas jasa dan kepuasan pelanggan. Dalam risetnya terhadap pelanggan ritel, Dabholkar menemukan kualitas jasa dan kepuasan pelanggan merupakan dua konstruk yang berbeda bagi pelanggan terbaru, namun maknanya saling tumpang tindih bagi pelanggan lama. Di satu sisi, beberapa pakar meyakini bahwa kepuasan pelanggan menimbullkan kualitas jasa. Kepuasan pelanggan terhadap pengalaman jasa tertentu akan mengarah pada evaluasi atau sikap keseluruhan terhadap kualitas jasa sepanjang waktu. Banyaknya persepsi mengenai kepuasan pelanggan apakah berkaitan dengan kualitas jasa membuat adanya ketidakpastian. Salah satu

kemungkinan hubungan yang banyak disepakati bahwa kepuasan membantu pelanggan dalam merevisi persepsinya terhadap kualitas jasa. Dasar pemikirannya antara lain : 1. Konsumen tidak memiliki pengalaman sebelumnya dengan suatu perusahan, maka persepsinya terhadap kualitas jasa perusahaan tersebut akan didasarkan pada ekspektasinya; 2. Interaksi (service encounter) berikutnya dengan perusahaan tersebut akan menyebabkan konsumen memasuki proses diskonformasi dan merevisi persepsinya terhadap kualitas jasa; 3. Setiap interaksi tambahan dengan perusahaan itu akan memperkuat atau sebaliknya malah mengubah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa; dan 4. Persepsi terhadap kualitas jasa yang telah direvisi memodifikasi minat beli konsumen terhadap perusahaan di masa yang akan datang.

F.

PENGUKURAN KEPUASAN PELANGGAN Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler, et al. (2004) mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan : sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis, dan survei kepuasan pelanggan. 1. Sistem keluhan dan saran Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya guna menyampaikan kritik, saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi yang strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lainlain. Informasi yang diperoleh dari metode ini dapat memberikan ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat mengatasi masalah yang timbul. Berdasar karakteristiknya, metode ini bersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan atau pendapat. Oleh karenanya, sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan melalui cara ini semata. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya, ada yang langsung beralih pemasok dan tidak lagi membeli di perusahaaan tersebut. Berbagai riset menunjukkan 25% dari total pembelian konsumen diwarnai ketidakpuasan, namun kurang dari 5% pelanggan yang tidak puas bersedia melakukan komplain-kebanyakan di antaranya langsung berganti pemasok (Kotler, et al., 2004). Upaya mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan juga sulit diwujudkan dengan metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan imbal balik dan tindak lanjut yang memadai bagi mereka yang telah bersusah payah berpikir kepada perusahaan.

2.

Ghost shopping (mystery shopping) Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk/jaasa perusahaan. Berdasarkan pengalaman tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan temuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost shopping diminta secara seksama menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan secara spesifik, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan. Bilamana memungkinkan, ada baiknya pula apabila manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu bahwa manajernyalah yang sedang menilai, agar penilaian dapat berjalan sebagaimana mestinya.

3.

Lost customer analysis Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal tersebut terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang diperlukan, tetapi pemantauan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. Hanya saja kesulitan penerapan metode ini adalah pada mengidentifikasi dan mengontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadao kinerja perusahaan.

4.

Survei kepuasan pelanggan Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survei, baik survei melalui pos, telepon, email, websites, maupun wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan feedback secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya : a. Directly reported satisfaction Pengukuran dilakukan menggunakan item-item spesifik yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan. b. Derived satisfaction Setidaknya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama yaitu (1

) tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja produk atau perusahaan pada atribut-atribut relevan dan (2) persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk atau perusahaan bersangkutan. Alternatif lain, tingkat kepentingan masing-masing atribut dan atau kinerja ideal juga bisa ditanyakan. c. Problem analysis Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saran-saran perbaikan. Kemudian perusahaan akan melakukan analisis konten terhadap semua permasalahan dan saran perbaikan untuk mengidentifikasi bidang-bidang utama yang membutuhkan perhatian dan tindak lanjut segera. d. Importance-performance analysis Dalam teknik ini responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut relevan dan tingkat kinerja perusahaan pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian, nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan akan dianalisis di Importance-performance matrix. Matrix ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber daya organisasi yang terbatas pada bidang-bidang spesifik, di mana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan pelanggan total. Selain itu, matriks ini juuga menunjukkan bidang atau atribut tertentu yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu dikurangi prioritasnya

STRATEGI KEPUASAN PELANGGAN Pada umumnya, setiap perusahaan menerapkan strategi bisnis kombinasi antara strategi ofensif dan defensif (Fornel, 1992) strategi ofensif terutama ditujukan untuk mendapatkan pelanggan baru. Melalui strategi ini, perusahaan berharap dapat meningkatkan pangsa pasar, penjualan, dan jumlah penjualannya. Apabila perusahaan hanya berfokus pada strategi ofensif dan mengabaikan strategi defensive, resiko terbesarnya adalah kelangsungan hidupnya dapat terancam setiap saat.

Strategi Bisnis

Strategi Ofensif (Pelanggan Baru)

Strategi Defensif (Pelanggan Saat Ini)

Menambah Pasar

Membangun Rintangan Beralih Pangsa Pasar

Merebut Pangsa Pasar

Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

Sumber : Fornell (1992) Sementara itu, strategi defensive meliputi usaha mengurangi kemungkinan customer exit dan beralihnya pelanggan ke pemasar lain. Tujuan strategi defensive ini adalah untuk meminimisasi customer turnover atau memaksimalkan customer retention dengan melindungi produk dan pasarnya dari para pesaing. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan meningkatkan kepuasan pelanggan saat ini.

Strategi defensive terdiri atas dua bentuk, yaitu rintangan beralih dan kepuasan pelanggan. Dalam strategi rintangan beraih, perusahaan berupaya menciptakan rintangan pengalihan tertentu supaya para pelanggan merasa enggan, rugi, atau perlu mengeluarkan biaya besar untuk berganti pemasok. Rintangan pengalihan ini dapat berupa biaya pencarian (search costs), biaya transaksi, biaya belajar ( learning costs), potongan harga khusus bagi pelanggan yang loyal, kebiasaan pelanggan (customer habits), biaya emosional, dan usaha-usaha kognitif, serta resiko finansial, social dan psikologis (Fornell, 1992). Strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan sebuah perusahaan spesifik. Kepuasan pelanggan merupakan startegi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia (Schnaars, 1991). Ada delapan stategi utama yang dapat diintegrasikan dalam rangka meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan : strategi manajemen ekspektasi pelanggan, relationship marketing and management, aftermarketing, strategi retensi pelanggan, superior customer service, technology infusion strategy, sistem penanganan complain secara efektif, dan strategi pemulihan layanan (Chandra, 2004; Tjiptono, 2000). Perbedaan Strategi Pangsa Pasar dan Strategi Kepuasan Pelanggan

ASPEK

STRATEGI PANGSA PASAR Pasar dengan pertumbuhan tinggi Ofensif Persaingan Pangsa pasar relative dibandingkan pesaing Pengalihan pembeli

STRATEGI KEPUASAN PELANGGAN Pasar dengan pertumbuhan rendah atau telah jenuh Defensive Pelanggan Tingkat retensi pelanggan Loyalitas konsumen

Khusus dipergunakan dalam : Tipe strategi Fokus utama Ukuran sukses Tujuan behavioral

Sumber : Fornell (1992)

Strategi Manajemen Ekspektasi Pelanggan Ekspektasi pelanggan dibentuk dan didasarkan pada sejumlah faktor, seperti pengalaman berbelanja di masa lalu, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaingnya (Kotler, et al., 2004). Faktor-faktor ini berpotensi menyebabkan ekspektasi seorang pelanggan menjadi kompleks dan sulit dipenuhi. Secara garis besar, ada lima penyebab utama tidak terpenuhinya ekspektasi pelanggan : 1. Pelanggan keliru mengkomunikasikan jasa yang diinginkan. 2. Pelanggan keliru menafsirkan sinyal (harga, positioning, dll). 3. Kinerja buruk karyawan perusahaan jasa. 4. Miskomunikasi penyediaan jasa oleh pesaing. 5. Miskomunikasi rekomendasi gethok tular. Relationship Marketing & Management Praktik Relationship Marketing sangat relevan bagi perusahaan jasa yang menghadapi kondisi-kondisi berikut : 1. Pelanggan jasa membutuhkan jasa secara periodic atau terus-menerus. 2. Pelanggan jasa mampu mengendalikan pilihan pemasok jasa. 3. Ada banyak pemasok jasa alternative dan beralihnya pelanggan dari pemasok yang satu ke yang lain merupakan hal lazim. RM juga merupakan cara berpikir mengenai pelanggan, pemasaran, dan penciptaan nilai, bukan serangkaian alat, teknik, dan taktik. Dengan kata lain, RM merupakan rancangan integrative atau holistic yang memperkokoh kompetensi pemasaran perusahaan. Berry (1983) mengajukan lima strategi utama RM yang saling berkaitan dan bisa digunakan secara simultan :

1. Core service strategy, yakni merancang dan memasarkan jasa inti (core service) yang bisa mendasarai bertumbuhnya relasi pelanggan. Jasa inti ideal adalah jasa yang bisa menarik para pelanggan baru melalui karakter pemenuhan kebutuhannya, memperkuat relasi bisnis melalui kualitas, multikomponen, dan lain-lain. 2. Relationship customization, yaitu mengadaptasi jasa yan ditawarkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan spesifik pelanggan individual. 3. Service augmentation, yakni menambahkan layanan-layanan ekstra pada jasa utama untuk mendiferensiasikan produk perusahaan dari penawaran para pesaing. 4. Relationship pricing, yaitu menggunakan harga sebagai insentif untuk menjalin relasi jangka panjang. 5. Internal marketing, yakni menciptakan iklim organisasi yang bisa memastikan bahwa staf layanan yang tepat menyampaikan jasa secara tepat.

Relationship Marketing Versus Transaction Marketing


Relationship Marketing Berfokus pada retensi pelanggan. Orientasi pada manfaat produk. Jangka waktu panjang. Layanan pelanggan sangat diperhatikan dan ditekankan. Komitmen terhadap pelanggan sangat tinggi. Kontak dengan pelanggan sangat tinggi. Kualitas merupakan perhatian semua orang. Transactional Marketing Berfokus pada penjualan tunggal. Orientasi pada karakteristik atau fitur produk. Jangka waktu pendek. Hanya sedikit perhatian dan penekanan pada aspek layanan pelanggan. Komitmen terhadap pelanggan relative. Kontak dengan pelanggan moderat. Kualitas terutama merupakan perhatian dan tugas departemen produksi.

Sumber : Payne (1993)

Dewasa ini hampir semua organisasi berusaha membangun relasi dengan para pelanggan, pemasok, dan kelompok stakeholder lainnya. Misalnya perusahaan telekomunikasi, hotel, dealer mobil dan lain-lain. Rowe dan Barnes (1998) mengidentifikasi empat perspektif RM yang banyak berkembang dewasa ini : 1. Locking in customer perspective. Perspektif ini berusaha mengalokasikan sumber daya dan kapabilitas organisasi untuk menciptakan ikatan structural antara organisasi dan para pelanggan sedemikian rupa sehingga pelanggan sulit beralih pemasok. 2. Customer retention perspective. Perspektif ini berusaha mengalokasikan sumber daya dan kapabilitas organisasi pada strategi mempertahankan semua pelanggan. 3. Database marketing perspective. Dalam perspektif ini, organisasi

menginvestasikan sumber daya pada teknologi canggih untuk mengembangkan database pelanggan, baik pelanggan saat ini maupun pelanggan potensial. 4. Building strong, close, positive relationship perspective. Elemen-elemen penting dalam perspektif ini antara lain komitmen, trust, saling memahami,

confidentiality, respect, komunikasi, dan reciprocation. Aftermarketing Konsep yang dicetuskan oleh Terry Vavra (1994a, 1994b) ini pada intinya menekankan pentingnya orientasi pada pelanggan saat ini sebagai cara yang lebih cost-effective untuk membangun bisnis yang profitable. Terry Vavra juga menekankan pentingnya aktivitas pemasaran dan komunikasi setelah transaksi pembelian, khususnya dalam rangka memeberikan after-purchase reassurance (agar konsumen yankin bahwa keputusan pembelian yang dilakukannya benar-benar bijaksana) dan membangun loyalitas merek. Perhatian dan upaya pemasaran yang difokuskan pada pelanggan saat ini guna memaksimumkan kepuasan pelanggan terhadap perusahaan disebut aftermarketing. Aftermarketing bertujuan untuk membangun relasi jangka panjang dengan pelanggan dan meningkatkan customer lifetime value.

Menurut Terry Vavra, aftermarketing bisa dicapai melalui tujuh aktivitas spesifik : 1. Membentuk dan memperbaharui Customer Information File (CIF) yang memuat data para pelanggan saat ini, pelanggan potensial, pelangan tidak aktif, dan mantan pelanggan. 2. Menyusun cetak biru kontak pelanggan (service blueprinting). 3. Menganalisis setiap balikan dari pelanggan, baik itu berupa kritik, saran, keluhan, maupun komentar pelanggan. 4. Melakukan survey kepuasan pelanggan secara rutin. 5. Memformulasikan dan mengelola program komunikasi pemasaran terintegrasi. 6. Menyelenggarakan program atau event pelanggan special dalam rangka merayakan customership mereka dengan perusahaan. 7. Mengidentifikasi dan merebut kembali para mantan pelanggan (lost customers). Kesuksesan program aftermarketing tergantung pada lima faktor yang disebut Lima A (Vavra, 1994a, 1994b) : 1. Acquainting, yakni berusaha mengenal para pelanggan dan perilaku pembelian serta kebutuhan mereka, termasuk mengidentifikasi high value customers. 2. Acknowledging, yaitu berusaha menunjukkan kepada pelanggan bahwa mereka dikenal secara personal. 3. Appreciating, yakni mengapresiasi pelanggan dan bisnisnya. 4. Analyzing, yaitu menganalisis informasi-informasi yang disampaikan pelanggan melalui komunikasi dan korespondensi mereka. 5. Acting, yakni menindaklanjuti setiap masukan yang didapatkan dari pelanggan dan menunjukkan kepada mereka bahwa perusahaan siap mendengarkan dan siap mengubah prosedur operasi atau produk/jasa dalam rangka memuaskan kebutuhan mereka secara lebih efektif.

Strategi Retensi Pelanggan Riset oleh perusahaan konsultan Bain & Co. menyimpulkan bahwa ada korelasi tinggi antara retensi pelanggan dengan profitabilitas perusahaan. Ada banyak alasan

mengapa mempertahankan pelanggan lebih menguntungkan meliputi : 1. Bisnis yang terpelihara. 2. Biaya penjualan, biaya pemasaran, dan biaya set up diamortasi selama masa hidup pelanggan yang lebih panjang. 3. Pengeluaran yang meningkat sejalan dengan waktu. 4. Repeat customers (pelanggan ulang) seringkali memerlukan biaya lebih sedikit bagi jasa. 5. Pelanggan yang puas memberikan referrals. 6. Pelanggan yang puas mungkin bersedia membayar premium harga. Kegiatan pemasaran yang diarahkan pada upaya mempertahankan pelanggan bisa mahal, dan perlu dievaluasi secara cermat terhadap hasilnya. Program-program retensi yang peling berhasil mengsegmentasi pelanggan menjadi level-level profitabilitas yang berbeda-beda, dan ini membantu mengidentifikasi jenis dan frekuensi kegiatan pemasaran yang harus diarahkan kepada mereka. Jelaslah pelanggan yang paling menguntungkan adalah yang paling berharga, dan kepada pelanggan-pelanggan inilah sebagian besar sumber daya harus dicurahkan. Manfaat tambahan dari program retensi yang efektif adalah kepuasan karyawan. Keenam faktor yang juga merupakan manfaat ekonomik mempertahankan pelanggan adalah : 1. Biaya akuisisi pelanggan baru. 2. Profit dasar. 3. Pertumbuhan pendapatan . 4. Penghematan biaya. 5. Referrals.

6. Harga premium. Retensi pelanggan bisa dipandang sebagai bayangan cermin dari defeksi pelanggan (customer defection), diamna tingkat retensi yang tinggi berdampak sama dengan tingkat defeksi rendah. Keaveney (1995) mengelompokkan delapan faktor penyebab perilaku beralih jasa : 1. Harga, dianataranya harga mahal, kenaikan harga, penetapan harga tidak fair, dan deceptive pricing. 2. Karyawan gagal merespons kegagalan jasa. 3. Kompetisi, dimana pelanggan menemukan jasa yang lebih baik di tempat lain. 4. Masalah etis, diantaranya cheating, hard selling, tidak aman, dan konflik kepentingan. 5. Involuntary switching, diantaranya dikarenakan pelanggan pindah alamat atau penyedia jasa gulung tikar. 6. Kegagalan interaksi jasa, seperti tidak perhatian, tidak sopan, tidak responsif, dan kurang kompeten. 7. Kegagalan jasa inti, diantaranya kesalahan jasa/layanan, kesalahan tagihan, dan service catastrophe. 8. Ketidaknyamanan, terutama menyangkut lokasi dan jam operasi, waktu tunggu untuk membuat janji, dan waktu menunggu dilayani. Superior Customer Service Strategi superior customer service diwujudkan dengan cara menawarkan layanan yang lebih baik dibandingkan para pesaing. Bentuk-bentuk layanan pelanggan yang mungkin dikembangkan oleh setiap perusahaan meliputi garansi, jaminan, konsultasi teknis, dan lain-lain. Upaya semacam ini membutuhkan dana, komitmen, manajerial, kompetensi, sumber daya manusia, dan usaha ekstra agar dapat tercipta layanan superior. Contoh-contoh layanan superior seperti program 100% customer

satisfaction, dimana konsumen yang tidak puas boleh mengembalikan produk tanpa perlu menjelaskan alasannya dan mendapatkan kembali uangnya. Garansi atau jaminan istimewa dirancang untuk menekan resiko/kerugian pelanggan, dalam hal pelanggan tidak puas dengan produk atau jasa tertentu yang telah dibayarnya. Garansi tersebut menjanjikan kualitas prima dan kepuasan pelanggan. Garansi dapat diberikan dalam dua bentuk, yaitu : 1. Garansi internal, yaitu janji atau jaminan yang dibuat oleh departemen atau divisi tertentu kepada pelanggan internalnya, yakni pemroses lebih lanjut dan setiap orang dalam perusahaan yang sama yang memanfaatkan jasa atau hasil kerja departemen tersebut. Contohnya jaminan dari Divisi Transportasi untuk mengantarkan barang tepat waktu bagi divisi lainnya. 2. Garansi eksternal, yaitu jaminan yang dibuat oleh perusahaan kepada para pelanggan eksternalnya, yakni mereka yang membeli dan menggunakan produk atau jasa perusahaan. Contohnya jika pizza yang diantar ternyata sudah tidak hangat lagi ketika sampai di tangan pelanggan, maka perusahaan tidak perlu membayarnya. Supaya sebuah program garansi jasa bisa efektif, kriteria yang harus dipenuhi : 1. Realistis dan dinyatakan secara spesifik. 2. Sederhana, komunikatif, dan mudah dipahami. 3. Mudah diperoleh atau diterima pelanggan. 4. Terpercaya. 5. Bermakna dan signifikan. Technology Infusion Strategy Service encounter (momen interaksi antara pelanggan dan perusahaan) berperan krusial dalam semua industri. Service encounter bisa berlangsung secara tatap muka di setting jasa actual, via telepon, melalui surat, dan lain-lain. Layanan atau jasa sebagai fondasi service encounter bisa dijumpai dalam tiga bentuk utama (Bitner, Brown & Meuter, 2000) : (1) Layanan pelanggan, seperti menjawab pertanyaan

pelanggan, menangani pesan, dan lain-lain ; (2) Free value added services yang melengkapi, mendukung, dan meningkatkan utilitas barang ; dan (3) jasa sebagai produk utama yang dijual. Tiga bentuk utama Technology Infusion Strategy : 1. Customization and flexibility strategy. Kebanyakan pelanggan mengharapkan dan menuntut fleksibilitas dan customization dalam service encounter. Teknologi memainkan peranan penting dalam meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengadaptasikan penwaran jasanya, misalanya database canggih. Teknologi semacam ini mampu meningkatkan nilai pengalaman pelanggan melalui kecepatan, fleksibilitas, dan akurasi layanan. 2. Effective service recovery strategy. Salah satu peran kunci teknologi adalah memfasilitasi dan mendorong konsumen agar menyampaikan setiap keluhan atau komplainnya secara langsung kepada pihak perusahaan. Sementara itu, para karyawan bisa menggunakan dukungan teknologi (perangkat lunak dan aksesabilitas database) untuk menangani dan memulihkan kegagalan jasa secara cepat dan komprehensif. 3. Spontaneous delight strategy. Salah satu cara efektif untuk memuaskan pelanggan selama service encounter adalah memberikan pengalaman menyenangkan yang tak terduga Bitner Brown dan Meuter (2000) menyebut kejutan menyenangkan ini adalah spontaneous delight. Salah satu perusahaan yang sukses menerapkan strategi ini adalah Ritz Carlton. Jaringan hotel ini memiliki database ekstensif berisi data lebih dari 250.000 tamu rutinnya. Secara ringkas, teknologi bisa memberikan manfaat substansial bagi perusahaan dan pelanggan. Tetapi, tidak semua pelanggan akan antusias dengan peningkatan peran teknologi encounter. Dengan cara ini, perusahaan bisa melayani dan memuaskan kebutuhan segmen pelanggan yang berbeda.

Pada hakikatnya ada dua tujuan utama pelanggan menyampaikan complain. Pertama, untuk menutupi kerugian ekonomis, yang biasanya diwujudkan dengan melakukan voice response atau third party response. Tujuan kedua adalah untuk memperbaiki citra diri. Apabila citra diri pelanggan berkaitan erat dengan pembelian barang/jasa tertentu, maka ketidakpuasan terhadap barang/jasa yang dibeli tersebut akan menurunkan citra diri pelanggan bersangkutan. Untuk mengangkat citra dirinya kembali, maka pelanggan tersebut biasanya melakukan tindakan-tindakan voice response atau third party response. Pelanggan mengeluhkan masalah yang berbeda dalam industri yang berbeda. Oleh sebab itu, setiap penyedia jasa, baik manajemen maupun karyawan, wajib memahami kelemahannya sendiri dan juga kelemahan pesaing utamanya, serta berusaha memperbaiki kelemahan tersebut. Nilai yang dikeluhkan pelanggan jasa juga berbeda dengan konsumen barang. Semakin murah sebuah jasa, semakin besar kemungkinan timbulnya keluhan. Ini berlawanan kondisinya dengan konteks barang. Hal ini bisa terjadi karena sifat intangible jasa. Jasa yang harganya mahal cenderung faktor intangibilitynya sangat kuat, sehingga pelanggan cenderung sulit memahami dengan tepat karakteristik jasa yang disediakan. Besar pula kemungkinan jasa tersebut diberikan oleh profesional ataupun staff ahli sehingga konsumen enggan untuk melakukan komplain. Sebagai contoh seorang pelanggan akan lebih mudah mengomplain seorang supir ahli daripada pengacara karena pelayanan yang mereka berikan berbeda. Penanganan komplain secara efektif dapat memberikan peluang kepada pelanggan yang tidak puas berubah menjadi puas atau bahkan menjadi pelanggan abadi. Manfaat lainnya antara lain : (1) penyedia jasa mendapat kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan yang kecewa, (2) penyedia jasa dapat terhindar dari publisitas negatif,(3) penyedia jasa dapat memahami aspek layanan yang harus diperbaiki untuk memuaskan pelanggan, (4) penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya dan (5) karyawan dapat termotivasi untuk memberikan layanan berkualitas lebih baik.

Proses penanganan komplain secara efektif dimulai dari identifikasi dan penentuan sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan mengeluh. Selanjutnya ditindaklanjuti dengan cepat agar di masa mendatang tidak akan terjadi lagi hal serupa. Di samping itu, keterlibatan manajemen puncak dalam menangani keluhan pelanggan juga memberikan dampak positif. Hal ini dikarenakan pelanggan lebih suka berurusan dengan orang yang memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan dan tindakan untuk memecahkan masalah mereka. Selain itu, pelanggan juga akan merasa bahwa perusahaan menaruh perhatian yang besar terhadap mereka. Langkah selanjutnya yaitu

mengembangkan sistem informasi manajemen dan mengkategorikan setiap keluhan yang disampaikan. Setidaknya terdapat empat aspek penanganan keluhan yang penting yaitu: 1. Empati terhadap pelanggan yang marah Dalam menghadapi pelanggan yang sedang emosi seharusnya staf melayaninya dengan kepala dingin dan bersikap empati agar situasi tidak bertambah buruk. Untuk itu perlu diluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan mereka dan berusaha memahami apa yang mereka rasakan.

2. Kecepatan dalam penanganan keluhan Kecepatan merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan masalah. Apabila ketidakpuasan tidak cepat ditanggapi maka akan menjadi permanen dan tidak dapat diubah. Apabila pelanggan puas besar kemungkinan mereka akan kembali menjadi pelanggan perusahaan. Hasil riset Technical Assistance Research Programs menunjukkan bahwa : a. 70-90% pelanggan yang menyampaikan komplain akan melakukan bisnis lagi dengan perusahaan yang sama apabila ia puas dengan cara penanganan keluhannya. b. 20-70% pelanggan yang tidak puas dengan cara penanganan

komplainnya todak bakal melakukan bisnis lagi dengan perusahaan yang sama.

c.

Hanya 10-30% pelanggan yang memiliki masalah (tidak komplain) akan tetap melakukakn bisnis dengan perusahaan yang sama.

3. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan Perusahaan harus memperhatikan aspek kewajaran dalam hal biaya dan kinerja jangka panjang. Hasil yang diharapkan tentunya adalah situasi win win, di mana pelanggan dan perusahaan sama-sama diuntungkan. 4. Kemudahan bagi konsumen untuk menghubungi perusahaan Hal ini sangat penting bagi konsumen untuk menyampaikan komentar, saran, kritik, pertanyaan, maupun keluhannya. Di sisni sangat dibutuhkan adanya metode komunikasi yang mudah dan relatif tidak mahal, di mana pelanggan dapat menyampaikan keluhannya. Bila perlu dan memungkinkan, perusahaan dapat menyediakan telepon bebas pulsa. Strategi Pemulihan Layanan Banyak pakar yang menyatakan bahwa hukum pertama kualitas adalah melakukan segala sesuatu secara benar sejak pertama kali, bila hal tersebut terealisasi maka akan tercipta kepuasan pelanggan. Namun betapapun kerasnya usaha penyedia jasa, tetap saja kekecewaan atau ketidakpuasan pelanggan tak terhindarkan. Penyebabnya ada dua macam : 1. Faktor internal yang relatif dapat dikendalikan perusahaan, seperti perilaku karyawan yang tidak sopan, jam karet, kesalahan pencatatan transaksi, kekeliruan harga dan lain-lain. 2. Faktor eksternal di luar kendali perusahaan, seperti cuaca, gangguan infrastruktur umum, aktivitas kriminal, dan masalah pribadi pelanggan. Namun demikian yang membedakan secara signifikan antara penyedia jasa unggul dan yang jelekadalah kemampuan untuk menangani setiap masalah dan belajar dari kegagalan jasa serta melakukan perbaikan demi penyempurnaan layanan organisasi. Dalam konteks ini setiap perusahaan jasa perlu merancang dan menerapkan secara efektif berbagai strategi pemulihan jasa tanpa syarat, pemberdayaan karyawan, penyelesaian kegagalan jasa secara cepat dan strategi

management zero defection. Secara garis besar, aktivitas yang diperlukan dalam rangka memulihkan layanan pelanggan meliputi : 1. Respons : pengakuan bahwa telah terjadi masalah atau kegagalan jasa, permohonan maaf, empati, respons yang cepat, keterlibatan manajemen. 2. Informasi : penjelasan atas kegagalan yang tejadi, mendengarkan pandangan pelanggan terhadap solusi yang diharapkan, menyepakati solusi, menjamin bahwa masalah yang sama tidak akan terulang lagi, permohonan maaf tertulis. 3. Tindakan : koreksi atas kegagalan atau kesalahan, mengambil langkah perbaikan seperti mengubah prosedur untuk mencegah terulangnya masalah di kemudian hari, melakukan tindak lanjut untuk memeriksa dampak setelah pemulihan jasa. 4. Kompensasi : token compensation, kompensasi ekuivalen atau pengembalian uang atau big gesture compensation. Berdasarkan hasil observasi tehadap perusahaan jasa unggul, Heskett, Sasser dan Hart (1990) merangkum delapan praktik utama yang diterapkan untuk menangani pemulihan jasa di antaranya : 1. Melakukan aktivitas rekrutmen, penempatan, pelatihan dan promosi karyawan yang mengarah pada keunggulan pemulihan layanan secara keseluruhan. 2. Secara aktif mengumpulkan atau menampung keluhan pelanggan yang dipandang sebagai peluang pemasaran dan penyempurnaan proses jasa. 3. Mengukur biaya primer dan sekunder dari pelanggan yang tidak puas, lalu melakukan penyesuaian investasi terhadap tingkat biaya tersebut. 4. Memberdayakan karyawan lini depan untuk mengambil tindakan tepat dalam rangka pemulihan layanan. 5. Mengembangkan jalur komunikasi yang singkat antara pelanggan dan manajer. 6. Memberikan penghargaan kepada setiap karyawan yang menerima dan memecahkan masalahnya. 7. Memasukkan keunggulan layanan dan pemulihan layanan sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan. masalah keluhan pelanggan, serta memperbaiki sumber

8. Komitmen manajemen puncak terhadap dua hal utama yaitu melakukan segala sesuatu secara benar sejak pertama kali dan mengembangkan program pemulihan layanan yang efektif.

Daftar Pustaka : Payne Adrian, The Essence of Services Marketing, Prentice Hall International dan Penerbit Andi, Yogyakarta, 2001. Christoper H. Lovelock dan Lauren K. Wright, Principles of Service Marketing and Management, Prentice Hall International dan Indeks, Jakarta 2005.

You might also like