You are on page 1of 8

POTRET DAKWAH ASWAJA DI INDONESIA

Oleh: Choirul Ansori, M.Ag

I. Muqaddimah

Mayoritas umat Islam Indonesia menganut paham Ahlus Sunnah wal


Jama’ah, terlebih sebelum tahun 1330 H.dimana saat itu belum muncul
paham-paham baru, umat Islam Indonesia satu dalam keyakinan, ittihad wa
al- ittifaq fi-al-ara wal al-ma’khadz wa al-masyrab (satu pendapat, rujukan
dan sumber) yakni Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dalam fiqh mayoritas umat
Islam Indonesia bermadzhab Syafi’i dan dalam aqidah bermadzhab kepada
Imam Ghazali dan Imam Abu al-Hasan Sadzili,serta ulama-ulama sufi lainnya
seperti al-Junaid al-Baghdadi,Abdul Qadir al-Jaelani dan Syah al-Naqsyabandi.

Penyimpangan pemikiran khususnya dalam bidang tasawuf muncul


setelah adanya pandangan yang salah terhadap karya Ibnu ‘Arabi , terutama
setelah terbitnya karya-karya Hamzah Fansuri dan Syamsudin al-Sumatrani.
Belakangan pada akhir abad ke 20 setelah terjadi pertukaran pelajar dan
maraknya Instansi-Instansi pendidikan asing di Indonesia banyak pemikiran-
pemikiran baru di kalangan generasi muda Islam. Pemikiran Wahabiyah
muncul dari Abiturien pelajar-pelajar di berbagai Universitas di Saudi Arabia,
pemikiran Ikhwan al-Muslimin juga muncul dari Abiturien pelajar-pelajar di
berbagai Universitas di Mesir dan terakhir pemikiran Hizbut Tahrir yang
muncul dari interaksi mahasiswa Indonesia dengan aktivis Hizbut Tahrir Timu
Tengah.

II. Pengertian Aswaja

Istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah terdiri dari tiga kata, pertama


perkataan Ahlun ( (‫ أههل‬Kedua As-Sunnah ((‫ السهنتة‬dan ketiga al-Jama’ah (
‫)الجماعهة‬. Ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan, bukan sesuatu yang
terpisah-pisah.

a. Ahlun ( (‫أهل‬
Dalam kitab al-Munjid fi al-Lugah Wa al-A’lam, kata Ahl mengandung
dua makna, selain bermakna keluarga dan kerabat, Ahl juga berarti pemeluk
aliran atau pengikut madzhab. Adapun dalam al-Qur’an sendiri,sekurangnya
ada tiga makna Ahl: Pertama, Ahl berarti keluarga,sebagai mana firman
Allah dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 45: )
45:‫أهلي) الهود‬ ‫رب ان ابني من‬
Maknanya: “Ya Allah sesungguhnya anakku adalah dari keluargaku”

Juga dalam surat Thaha ayat 132:132:‫ة )طه‬ ‫)و أمر أهلك بصلو‬
Maknanya: “ Suruhlah keluargamu untuk mengerjakan sholat”.

Kedua, Ahl berarti penduduk seperti firman Allah dalam al-Qur’an surat al-
A’raf ayat : 96

‫ولو أن أهل القرى ءامنوا و اتقوا لفتحنا عليهم بركات من السماء والرض‬
96 : ‫) )العراف ءاية‬

Maknanya: ” Jikalau sekiranya penduduk negri-negri itu beriman dan


bertaqwa, maka kami bukakan atas mereka keberkahan dari langit dan
bumi.”

Ketiga, Ahl berarti orang yang berarti memiliki disiplin ilmu. Dalam al-Qur’an
Allah berfirman surah An-Nahl ayat 43.

43 :‫تعلمون )النحل‬ ‫)فا سألوا أهل الذكر إن كنتم ل‬

Maknanya : “ bertanyalah kamu sekalian kepada orang yang memiliki


pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”

b. As-Sunnah ( ‫( السنة‬

Menurut Abu al-Baqa’ dalam kitab Kulliyat secara bahasa As-Sunnah


berarti jalan, sekalipun jalan itu tidak di sukai. Arti lainnya ath-thariqah, al-
hadits, as-sirah, al-tabiah, dan as-Syariah. Yakni, jalan atau system atau cara
atau tradisi. Menurut istilah syara’. As-sunnah ialah sebutan bagi jalan yang
disukai dan dijalani dalam agama , sebagai mana di peraktekkan Rasulullah.
Baik perkataan, perbuatan ataupun persetujuan Nabi.

Maka dalam hal ini as-sunnah di bagi menjadi 3 macam. Petama as-
Sunnah al-Qauliyyah ((‫ السههنة القوليههة‬yaitu sunnah Nabi yang berupa
perkataan atau ucapan yang keluar dari lisan Rasulullah. Kedua, as-Sunnah
al-Fi’liyah ( (‫ السهنةالفعلية‬yakni sunnah Nabi yang berupa perbuatan dan
pekerjaan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Kemudian beliau diam tanda
menyetujuinya. Lebih jauh lagi, as-Sunnah juga memasukkan perbuatan,
fatwa dan tradisi para sahabat (atsar as-Sahabah).

c. Wa kata sambung yang berarti: “dan”

d. Arti kata al-Jama’ah (‫)الجماعة‬.

Menurut al-Munjid, kata al-Jama’ah berarti segala sesuatu yang terdiri


dari tiga atau lebih. Dalam al-Mu’jam al Wasith,al-Jama’ah adalah
sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Adapun pengertian al-Jama’ah
secara Syara’ ialah kelompok mayoritas dalam golongan Islam (
‫)جمهورالمسلمين‬. Definisi ini meiliki korelasi dengan hadits Rasulullah yang
berbunyi

ّ ‫ن ال‬
‫شيطان مع الواحد وهو من اثنين‬ ّ ‫عليكم بلجما عة وإيّا كم وا لفرقة فإ‬
‫أبعد فمن أراد بحبو حة الجنّة فليلزم الجماعة‬

Maknanya:”Hendaklah kalian berjama’ah dan menjauhi perpecahan,


karena sesungguhnya syetan akan bersama orang yang sendiri dan terhadap
orang yang berdua dia akan lebih menjauh. Barang siapa yang menginginkan
tempat yang lapang di syurga maka berpegang teguhlah dengan aqidah Al-
Jama’ah”.

Dan pengertian al-Jama’ah di sini jelas, bukan lah pengertian shalat


berjama’ah sebagai mana yang difahami oleh sebagian orang awam. Dengan
demikian dari pengertian etimologis diatas, maka makna Ahlussunnah
Waljama’ah diatas dalam sejarah Islam adalah golongan terbesar umat Islam
yang mengikuti system pemahaman Islam, baik dalam Tauhid dan Fiqh
dengan mengutamakan dalil al-Qur’an dan Hadits dari pada dalil Akal. Hal itu,
sebagaimana tercantum dalam sunnah Rasulullah dan prilaku
Khulafaurrasydin.

Kaum Ahlussunnah Wal-Jama’ah ialah kaum yang menganut I’tiqad


sebagaimana I’tiqad yang di anut oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat
beliau. I’tiqad Nabi dan sahabat-sahabat itu telah termaktub dalam al-Qur’an
dan dalam sunnah Rasul secara terpencar-pencar, belum tersusun secara
rapid an teratur, tetapi kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi
oleh seorang ulama Ushuluddin yang besar, yaitu syekh Abu Hasan ‘Ali
al-‘Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H.-Wafat di Basrah juga tahun 324 H).

Selain Abu Hasan ‘Ali al-‘Asy’ari, ada seorang ulama ushuluddin lain
yang faham dan rumusan aqidahnya sama dengan Imam ‘Asy’ari. Beliau
adalah Abu Mansur al-Maturidi (Wafat disebuah desa yang benama Maturidi
Samarqand, di Asia tengah pada tahun 333 H).

Dua Imam inilah yang menjelaskan akidah Ahlssunnah Wal-Jama’ah


yang diyakini para sahabat dan ornag-orang yang mengikuti mereka dengan
mengemukakan dalil-dalil Naqli (Nash-nash Rasional) di sertai dengan
bantahan-bantahan terhadap syubhah-syubhah (sesuatu yang di lontarkan
untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihahdan
lainnya. Sehingga Ahlussunnah Wal-Jama’ah dinisbatkan kepada keduanya.
Mereka (Ahlussunnah) akhirnya dikenal dengan nama al-Asy’ariyyun (para
pengikut Imam Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut Imam Maturidi).
Jalan yang ditempuh oleh al-Asy’ari dan al-Maturidy dalam pokok-pokok
akidah adalah satu.

Al-Hafizh Murtadha al-zabidi (W.1205) dalam kitab al-ithaf Sadatul


Muttaqin juz II halaman 6, yaitu Syarah Ihya ‘Ulumuddin, mengatakan:

‫إذا أطلق أهل السنة فالمراد به الشاعرة والماتريدية‬

Maknanya; “Apabila desebut kaum Ahlussunnah wal-Jama’ah maka


maksudnya ialah orang-orang yang mengikut rumusan (Paham) ASy’aru dan
paham Abu Mansur al Maturidi.”

Dalam kitab ushuluddin biasa juga dijumpai perkataan “Sunny”.


Kependekan Ahlussunnah wal-Jama’ah. Orang-orangnya dinamai
“Sunniyyun”. Mereka adalah ratusan juta Uma

Islam (golongan mayoritas). Seperti yang dikemukakan oleh Imam al ‘Izz Ibn
Abdissalam .Bahwa mereka (Ahlussunnah wal jama’ah )adalah pengikut
madzhab Syafi’i. Para pengikut madzhab Maliki/ Para pengikut madzhab
Hanafi. Para pengikut madzhab Hanbali (Fudlaha al-Hanabilah). Apa yang di
kemukakan oleh al-‘Izz Ibn Abdissalam in di setujui oleh para ulama
dimasanya , seperti Abu ‘Amr Ibn al-Hajjib (pimpinan Maliki). Jalaluddin al-
Hushayri pimpinan ulama madzhab Hanafi, juga disetujui oleh al-Imam at-
Taqiyy al-Subki sebagai mana dinukil oleh putranya Tajuddin as-Subki.

t Islam (golongan mayoritas). Seperti yang dikemukakan oleh Imam al ‘Izz


Ibn Abdissalam .Bahwa mereka (Ahlussunnah wal jama’ah )adalah pengikut
madzhab Syafi’i. Para pengikut madzhab Maliki/ Para pengikut madzhab
Hanafi. Para pengikut madzhab Hanbali (Fudlaha al-Hanabilah). Apa yang di
kemukakan oleh al-‘Izz Ibn Abdissalam in di setujui oleh para ulama
dimasanya , seperti Abu ‘Amr Ibn al-Hajjib (pimpinan Maliki). Jalaluddin al-
Hushayri pimpinan ulama madzhab Hanafi, juga disetujui oleh al-Imam at-
Taqiyy al-Subki sebagai mana dinukil oleh putranya Tajuddin as-Subki.

III. Potret Dakwah Aswaja di Indonesia

Berbicara tentang Aswaja di Indonesia tidak bisa lepas dari tokoh


sentral pendiri pesantren Tebuireng dan perintis Nahdlatul Ulama (NU), salah
satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, ini dikenal sebagai
tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Kiai Hasyim Asy’ari, seorang anak
desa yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875.
Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di
sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai
Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal
dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang
(keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir).

Biografinya penuh dengan suasana keilmuan, pindah dari satu


pesantren ke pesantren lainnya hingga akhirnya pada tahun 1892, Kiai
Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana
ia berguru pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya
di bidang hadis.

Singkatnya, pada tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-


tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama,
yang berarti kebangkitan ulama. Tujuannya utama didirikan organisasi ini
adalah membendung munculnya gerakan wahabisasi di Indonesia. Bahkan,
para ulama di berbagai daerah sangat menyegani kewibawaan Kiai Hasyim.
Kini, NU pun berkembang makin pesat. Organisasi ini telah menjadi penyalur
bagi pengembangan Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa.

Tetapi pada era belakangan NU telah bergeser dari khitthah yang telah
di bangun oleh Sang Pencetus. NU mulai lentur dalam menyikapi perbedaan
dengan golongan lain. Sampai akhirnya kebanyakan umat Islam Nahdhiyyin
tidak lagi mengetahui Aswaja yang sebenarnya.
Sifat lentur kaum Nahdhiyin yang merupakan potret umat Islam
Indonesia menjadikan Negara Sunni terbesar ini lahan yang subur untuk
menyebarkan faham apapun. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat
Indonesia awam dari permasalahan aliran dan hal-hal yang berkaitan
dengannya. Mereka hanya melihat perform seseorang tanpa memandang
ajaran yang dibawanya. Ironisnya, faham Aswaja yang sudah membumi di
Indonesia semakin hari semakin terkikis oleh aliran-aliran baru. Kaum
sunniyyun lebih banyak melakukan praktek-praktek dan tradisi keagamaan
seperti qunut ,talqin, Ziarah kubur, tahlilan, manaqiban, haul dan
istighatsah. Peraktek-peraktek semacam ini banyak dilakukan oleh kalangan
nahdliyun (pengikut Nahdatul Ulama). Mereka biasanya melakukan hal
tersebut karena faktor lingkungan, Keluarga atau anjuran dari gurunya, tanpa
mengetahui pijakan dalil dari ibadah –ibadah tersebut .

Di sisi lain muncul fenomena keagamaan yang pada dasarnya


merupan ritual yang lumrah di kalangan Aswaja seperti dzikir bersama ala
Ust. Arifin Ilham, wisata hati ala Ust. Yusuf Mansur. Akan tetapi mereka lebih
bersikap toleran terhadap aliran di luar aswaja. Sehingga yang terjadi adalah
kebersamaan semu diantara mereka dan aliran lainnya.

Fenomena lainya adalah munculnya berbagai macam aliran thariqat


yang dalam diskursus ke Aswajaan thariqat dianggap praktek ibadah yang
legal. Akan tetapi perkembangan thariqat di Indonesia justru mengarah pada
sisi negative. Karena mereka yang mengeluti masalah ini tidak mengajarkan
dasar aqidah yang cukup kepada pengikutnya. Sehingga muncul banyak
penyimpangan disana-sini.

Maraknya partai-partai yang mengatasnamakan Islam terkadang juga


membawa bendera Aswaja dalam aturan dasar dan rumah tangga mereka .
Akan tetapi Aswaja hanya “mandeg” hanya pada aturan partai tanpa bisa
berbuat banyak di kancah perpolitikan.

Dari berberapa potret “buram” Aswaja di Indonesia jarang sekali kita


dapatkan suatu sistem yang terarah dan terpadu yang memberikan panduan
lengkap tentang Aswaja, mulai dari ajarannya, dasar pijakannya dan praktek
amaliyahnya yang benar. Kebanyakan dari mereka hanya mengambil secara
parsial apa yang ada dalam Aswaja.

IV. Revitalisasi Dakwah Aswaja

Dakwah di negari ini sudah mencapai batas yang mengkhawatirkan,


ibarat sebuah penyakit sudah sampai pada batas kronis dan akut. Orang
sunni sendiri sudah asing dengan ajaran sifat 20. Ajaran tauhid di pesantren-
pesantren sudah tidak lagi di tekankan, karenanya perlu adanya revitalisasi
dakwah Aswaja.

Syekh Abdullah al-Harari adalah salah satu ulama Sunnybesar abad ini,
menjadikan aqidah Ahlussunnah Waljama’ah sebagai pijakan dakwahnya.
Bagi Syekh Abdullah, persoalan dakwah sesungguhnya merupakan persoalan
aqidah. Persoalan-persoalan lain yang timbul dalam kehidupan ini pada
dasarnya bermula dan berakar dari masalah aqidah.

Karenanya Syekh Abdullah bersama murid-muridnya mendakwakan


aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah ke seluruh lapisan masyarakat di sekitar
lebanon. Bahkan tidak jarang beliau dan murid-muridnya berdakwah ke
Negara-negara lain untuk menyebarkan aqidah Ahlussunnah
Waljam’ah.Beliaupun banyak menulis buku yang menjelaskan Aqidah
Ahlussunnah Wal Jama’ah berikut bantahan-bantahan(rudud)dan peringatan
(tahdzir) terhadap Tokoh-tokoh maupun kelompok tertentu yang beliau yakini
telah sesat atau telah menyimpang dari Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Hal ini di antaranya yang mendorong Syekh Abdullah bersama Murid-


muridnya,menfokuskan dakwanya di bidang Aqidah Ahlussunnah Wal
jama’ah. Selain karena memang saat ini dirasakan penjelasan tentang
masalah maaddah Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah secara detail sangat
kurang dan jarang disampaikan oleh para juru dakwah (da’i) dalam setiap
dakwahnya padahal maaddah atau (materi) ini menurut Syekh Abdullah
merupakan materi yang paling penting dan wajib diketahui oleh setiap
mukallaf. Materi ini pula yang selalu di ajarkan sejak dulu oleh salaf yang
sholeh dalam setiap permulaan dakwah atau ta’lim mereka.

Bila umat Islam telah memahami maddah aqidah Ahlussunnah dan


meyakininya dengan baik. Dengan sendirinya dapat membedakan mana
Aqidah yang benar dan mana Aqidah yang menyimpang dan pada gilirannnya
banyak umat Islam yang terhindar dari kekufuran dan selamat dari Neraka-
Nya Allah.

Manhaj Dakwah seperti inilah yang ingin dikembangkan oleh


Syahamah dalam menyebarkan Aqiadah Ahlussunnah Waljama’ah. Syahamah
lebih mngedepankan Aqidah melalui ta’lim yang intensif dengan tetap
menjaga sanad keilmuan dari pada Ulama Tsiqah(terpercaya)lewat majelis-
majelis ilmu Syahamah ingin menyampaikan dalil-dalil yang rinci tentang
Aqidah Islam. Prioritas keilmuan ini sangat dibutuhkan agar amal dan gerak
dakwah aktivis Syahamah sesuai dengan Ilmu yang shahih.

Syahamah juga berprinsip I’tidal (moderat) dalam berdakwah.Tidak


berprinsip ekstrim sehingga berrlebih-lebihan dalam menyikapi
permasalahan juga tidak bersikap acuh tak acuh dalm menyikapi
permasalahan yang terjadi di medan dakwah terkadang rudud dan tahdzir
sangat diperlukan dalam berdakwah dan kadangkala juga dibutuhkan
kelembutan dan hikmah dalam menyikapi masalah. Inilah Revitalisasi
Dakwah yang ingin dikembangkan oleh Syabab ahlissunnah waljama’ah.

V. Khatimah

Dakwah ini perlu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan baik


pengorbanan jiwa, harta dan tenaga.Karenanya mereka berdakwah di jalan
Ini pasti merasakan pahitnya dalam berjuang akan tetapi mereka yang
menginginkan ridha Ilahi semua tantangan dalam berdakwah bagaikan debu
yang tidak akan ada artinya dibandingkan dengan apa yang diberikan oleh
Allah bagi mereka yang berjuang membela agamanya. Syekh Abdullah al-
Harari dalam nasehatnya kepada murid-muridnya mengatakan:

‫التعب فى الخير راحة‬, ‫أ ثبتوا على التعب‬

Maknanya:” senantiasalah kalian dalam keadaan penat lelah,karena lelah


dalam kebaikan (hakikatnya)adalah ketenangan”.

Sebagai aktivis dakwah terkandung di sela-sela kesibukan dalam


berdakwah, kita merasakan kepuasan yang tidak ternilai dengan materi
apapun ketika kita mendapatkan hasil dari kerja keras. Kalau hal semacam itu
dapat kita rasakan di dunia. Bagaimana halnya dengan kenikmatan yang
telah dijanjikan oleh Allah kepada mereka yang berjuang membela agama-
Nya.

Konfirmasi: zainulmuflihin@yahoo.co.id

You might also like