You are on page 1of 17

PAPER

POLITIK HUKUM
Dosen : I Wayan Dateng,S.Ag Nama : Ida Ayu Widnyani NIM : 12.0123.0.02.100

KATA PENGANTAR
Astungkara, segala puji bagi Tuhan/Ida Sanghyang Widhi Wasa yang telah memberikan kasih sayang yang tiada akhir kepada manusia. Dan atas izin Ida Sanghyang Widhi Wasa, akhirnya Paper Mata Kuliah Politik Hukum tentang Hukum Sebagai Produk Politik ini bisa selesai dikerjakan. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas paper ini, terutama kepada orang tua kami yang telah mendidik kami. Harapan kami adalah paper ini bisa bermanfaat bagi semua orang yang membacanya, terutama kami pribadi. Selain itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca karena kami tahu Paper Mata Kuliah Politik Hukum tentang Hukum Sebagai Produk Politik ini masih sangat jauh dari sempurna. Atas segala kekurangan dan kesalahan penyusun di dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun mohon maaf. Dan atas segala kelebihan dan kebenaran penyusun di dalam menyelesaikan makalah ini, sesungguhnya itu semua hanya dari Tuhan. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih atas apresiasi yang diberikan terhadap makalah ini.

Amlapura, 16 Mei 2013 Penyusun

Ida Ayu Widnyani

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................i DAFTAR ISI ...................................................................................................ii BAB I .............................................................................................................1 PENDAHULUAN ...........................................................................................1 A. B. C. D. LATAR BELAKANG ....................................................................1 RUMUSAN MASALAH ................................................................2 TUJUAN .......................................................................................2 METODE ......................................................................................2

BAB II ............................................................................................................3 PEMBAHASAN .............................................................................................3 A. KONSEP DASAR ........................................................................3 1) Hukum ..................................................................................3 2) Politik ....................................................................................5 3) Politik Hukum .......................................................................5 B. HUKUM SEBAGAI PRODUK POLITIK .......................................7 BAB III ...........................................................................................................12 PENUTUP......................................................................................................12 A. KESIMPULAN ....................................................................................12 B. SARAN ...............................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................14

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan terlepas dengan suatu proses yang dinamakan interaksi sosial. Sebagai makhluk sosial manusia juga akan cenderung membentuk kelompok-kelompok tertentu demi mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam mencapai tujuannya ini manusia melalui beberapa kejadian hingga akhirnya membentuk negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai tujuan menjunjung tinggi supremasi hukum. Dan hal ini telah dijelaskan dalam konstitusi bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan rechtstate bukan machtstate. Oleh karena itu, hukum dijunjung tinggi di negara ini. Akan tetapi, timbul suatu permasalahan ketika aplikasi dari supremasi hukum di Indonesia secara realita ternyata dipengaruhi oleh politik dari pemerintahan yang berkuasa, sehingga polltik hukum yang terjadi di Indonesia saat ini menjadi suatu hal yang menarik untuk kami bahas dalam makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan diatas, maka kami merumuskan masalah makalah ini tentang : Bagaimanakah maksud dari hukum sebagai produk politik dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia? adalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian dari hukum? 2. Apa pengertian dari politik? 3. Apa pengertian dari politik hukum? 4. Bagaimanakah politik hukum di Indonesia? 5. Bagaimana pelaksanaan politik hukum di Indonesia?

6. Bagaimanakah baik dan buruknya politik hukum di Indonesia? 7. Bagaimanakah solusi untuk mengatasinya?

C. TUJUAN Adapun tujuan dari saya dalam pembuatan paper yang sangat singkat ini, yaitu: 1. Kita bisa mengetahui apa maksud dari politik hukum dan hukum sebagai produk politik. 2. Kita bisa mengambil pelajaran dari contoh kasus pelanggaran hukum, politik hukum, dan hukum sebagai produk politik. 3. Sebagai evaluasi terhadap pribadi dan sekitar (lingkungan). 4. Menambah wawasan mengenai politik hukum.

D. METODE Metode yang saya gunakan dalam penulisan paper singkat ini adalah melalui searching internet / penelusuran-penelusuran lewat internet, koran dan buku-buku pustaka yang kami ringkas, juga dari opini-opini yang kami miliki sendiri.

BAB II PEMBAHASAN
Dalam pembahasan mengenai hukum sebagai produk poltik, untuk pemahaman konsepnya kami membagi ke dalam pembahasan secara ringkas mengenai hukum, poltik, dan politik hukum. Hal ini kami lakukan supaya ada pemahaman konsep dari pembaca mengenai pembahasan hukum sebagai produk politik dari sudut pandang kami. Selain itu, dalam bab ini kami juga membahas serta memberikan suatu bukti nyata bahwa hukum sebagai produk politik di Indonesia yang disertai analisis berdasarkan sudut pandang penyusun. Pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut : A. KONSEP DASAR 1) Hukum Supremasi hukum bisa diartikan sebagai penegakan hukum yang tidak pandang bulu. Maksud dari kalimat ini adalah bahwa penegakan hukum ini benar-benar berdasarkan asas keadilan yang tidak bisa ditawar oleh apapun. Jadi, supremasi hukum ini merupakan suatu tindakan nyata dari aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang tentunya sangat menjungjung tinggi supremasi hukum sehingga keadilan merupakan cita-cita yang luhur seperti yang tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Hukum berdasarkan sumber yang kami temukan merupakan gejala sosial yang selalu berubah mengikuti perkembangan yang ada di dalam masyarakatnya yang dipengaruhi oleh zamannya. Dan sistem hukum yang digunakan di Indonesia ini merupakan sistem hukum yang lebih condong kepada campuran dari eropa continental dan anglo saxon. Akan tetapi, sistem hukum eropa continental ini justru lebih condong dalam prakteknya. Jadi, dalam rangka penegakkan hukum di Indonesia sesuai

sistem hukum yang dianut sumber hukum di Indonesia digolongkan ke dalam hukum kedalam hukum publik dan privat. Langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka penegakkan hukum atau yang lebih kita kenal dengan sebutan supremasi hukum adalah dengan mengkodifikasikan hukum tersebut dan tentunya dengan pengangkatan aparat penegak hukum. Akan tetapi, dalam realita saat ini upaya yang dilakukan untuk menegakkan hukum di atas segalanya tampaknya masih bisa dikatakan hanya sebuah anganangan. Contoh nyata dari supremasi hukum yang masih angan-angan saat ini adalah penyelesaian masalah korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah terutama Soeharto. Selain itu, ada juga kasus yang sekarang juga hangat diperbincangkan yaitu kasus korupsi di kemenpora dan kemenakertrans. Apakah supremasi hukum di Indonesia itu memang seperti ini. Seperti apa yang telah diungkapkan di atas tentang beberapa contoh kasus dan tujuan negara Indonesia untuk menjadi negara hukum yang menjunjung tinggi hukum di atas segalanya, seharusnya aparat penegak hukum beserta pemerintah tidak boleh takut dalam rangka mencapai supremasi hukum yang telah dicita-citakan. Tujuan dari suatu negara salah satunya adalah menyelenggarakan ketertiban hukum dan mencapai kesejahteraan umum. Hal ini membuktikan bahwa perlu untuk kita sadari sesunguhnya negara hukum ini merupakan salah satu tujuan semua negara terutama negara Indonesia dalam rangka melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia sesuai yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, seluruh warga negara Indonesia terutama pemerintah dan aparat penegak hukum perlu berperan serta dan berpartisipasi dalam rangka supremasi hukum. Kita tentunya perlu tahu dan mengingat kembali tentang apa tujuan negara Indonesia. Tujuan negara Indonesia sebenarnya telah sangat jelas tertulis di dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, sekarang tinggal bagaimana kita mewujudkannya. Tujuan negara ini bukan hanya tujuan dan juga cita-cita pemerintah Indonesia, melainkan warga negara Indonesia.

2) Politik Politik secara bahasa berasal dari kata polis yang artinya kota atau negara kota. Kemudian berkembang menjadi politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara atau politika yang berarti

pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan. Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang dia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu dia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya. Namun, beberapa ahli mempunyai pendapat atau definisi beragam mengenai politik. Miriam Budiarjo berpendapat bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menetukan tujuan-tujuan dari sistem tersebut dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Politik menyangkut who gets what, when, and how (Harold Laswell). Sedangkan Ramlan Surbakti mendefinisikan politik sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan

keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masayarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. 3) Politik Hukum Politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Dengan demikian, yang menjadi fokus dalam politik hukum ini adalah mengenai hukum yang digunakan sebagai alat untuk mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara seperti yang diungkapkan oleh Sunaryati Hartono. Teuku Mohammad Radhie mendefinisikan politik

hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun. Dalam buku politik hukum di Indonesia karangan Moh. Mahfud MD, politik hukum diungkapkan bisa bersifat permanen dan bersifat periodik. Politik hukum yang bersifat permanen atau jangka panjang misalnya pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan,

keseimbangan antara kepastian hukum, penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara, dan sebagainya. Di sini terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat dalam UUD sekaligus berlaku sebagai politik hukum. Sedangkan yang bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut, misalnya pada periode1973-1978 ada politik hukum untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi dalam bidang-bidang hukum tertentu, pada periode 1983-1988 ada politik hukum untuk membentuk Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam politik hukum, terdapat kurang lebih 3 pendapat yang sesungguhnya ketiga pendapat ini sama-sama benar dengan situasi yang berbeda. Pendapat yang dimaksudkan adalah mengenai letak dari pengaruh hukum dan politik dalam politik hukum. Jadi, ada pendapat yang mengemukakan bahwa hukum ini dipengaruhi oleh politik karena berkaca dari sudut pandang kenyataan bahwa hukum ini dibuat oleh pihak yang berwenang(berkuasa). Dan ada pula yang berpendapat bahwa politik dipengaruhi oleh hukum karena berkaca pada harapan akan hukum yang menjadi alat untuk mencapai tujuan negara bukan tujuan penguasa. Sedangkan pendapat yang terakhir adalah bahwa hukum dan politik ini saling mempengaruhi atau tidak ada yang lebih unggul jika berkaca pada konsep das sollen-sein, seperti yang diungkapkan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa politik dan hukum itu interdeterminan sebab politik .tanpa hukum itu zalim, sedangkan hukum tanpa politik itu lumpuh.

B. HUKUM SEBAGAI PRODUK POLITIK Dalam pembahasan di atas, telah diungkapkan mengenai 3 pendapat dalam politik hukum. Dengan demikian, penyusun melakukan pembahasan mengenai hukum sebagai produk politik ini menggunakan konsep bahwa hukum dipengaruhi oleh politik. Hal ini penyusun lakukan karena dalam melakukan pembahasan hukum sebagai produk politik ini penyusun berkaca pada kenyataan yang terjadi di Indonesia. Dalam kenyataannya (das sein), hukum di Indonesia ini dibuat oleh suatu badan yang berwenang (legislatif) yang dimana penguasa negeri ini mempunyai anggota yang cukup banyak dii badan yang berwenang tersebut. Sebelum membahas pada contoh kasus dari hukum sebagai produk politik di Indonesia, politik yang dianut oleh suatu negara ternyata menentukan dari hukum negara tersebut. Di bawah ini terdapat kolom yang menunjukkan konfigurasi politik dan produk hukum yang dianut oleh suatu negara sebagai berikut: Indikator Sistem Politik Konfigurasi Politik Demokratis Parpol dan parlemen Konfigurasi Politik Otoriter

kuat, Parpol dan parlemen lemah, di

menentukan haluan atau kebijakan bawah kendali eksekutif. negara. Lembaga netral. eksekutif (pemerintah) Lembaga eksekutif (pemerintah)

intervensionis.

Pers bebas, tanpa sensor dan Pers terpasung, diancam sensor pemberedelan. dan pemberdelan.

Indikator Karakter Produk Hukum Karakter Responsif Pembuatannya partisipatif. Produk Hukum Karakter Ortodoks Pembuatannya dominatif. Muatannya aspiratif. Muatannya instrumentalistik. positivistsentralistikProduk Hukum

Rincian isian limitatif.

Rincian isinya open interpretative.

Produk hukum responsif adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atau individu dalam masyarakat. Hasilnya akan bersifat respon terhadap kepentingan seluruh elemen, baik dari segi masyarakat ataupun dari segi penegak hukum. Hasil dari produk hukum tersebut mengakomodir kepentingan rakyat dan penguasanya. Prinsip check and balance akan selalu tumbuh terhadap dinamika kehidupan masyarakat. Lawan dari hukum responsif adalah produk hukum konservatif atau hukum refresif yang merupakan produk hukum yang isinya mencerminkan visi sosial elit politik, lebih mencerminkan keinginan pemerintah, bersifat positif instrumentalis, yakni menjadi alat pelaksana idiologi dari program negara. Berlawanan dengan hukum responsif, hukum konservatif lebih tertutup terhadap tuntutan-tuntutan kelompok maupun individu-individu dalam masyarakat. Dalam pembuatannya peranan dan partisipasi masyarakat relatif kecil (Moh Mahfud Md, Politik hukum di Indonesia). Dalam realita masyarakat Indonesia pembentukan produk hukum konservatif ralatif lebih mudah dan lebih gampang dilakukan. Walaupun dalam pensahannya mendapat pertentangan ataupun melalui perdebatan panjang yang akhirnya lahir produk hukum dalam bentuk konsertvatif. Kenyataan ini akan menimbulkan reaksi dari mereka yang merasa diskriminasi terhadap kelahiran sebuah produk hukum tersebut. Atau ada juga produk hukum yang bertentangan dengan produk hukum yang ada diatasanya. Hal ini sudah banyak terjadi di Indonesia, kasus-kasus judicial review merupakan bukti nyata terhadap adanya sebuah aturan yang dianggap diskriminasi atau peraturan tersebut bertentangan dengan peraturan yang ada diatasnya., pengajuan judicial review terhadap peraturan yang lebih rendah apabila bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi merupakan salah satu bukti lahirnya produk hukum yang konservatif. Polemik bahwa produk hukum tersebut merupakan produk hukum konservatif terlihat bahwa hukum itu berpihak pada kelompok tertentu atau kepada kepentingan tertentu, artinya terjadinya aturan yang berlaku dalam masyarakat bukan atas kehendak atau

keinginan dari masyarakat namun lebih tertuju terhadap kepentingan politik dari para pembuat aturan tersebut maka lahirlah apa yang dinamakan produk hukum konservatif. .Salah satu produk hukum yang juga dianggap konservatif adalah Undang-undang terorisme dimana lahirnya undang-undang ini mengalami banyak perdebatan, kemudian Undang-undang terorisme ini

mengenyampingkan azas-azas hukum yang lain serta mengenyampingkan Hak Asasi Manusia. Untuk mengkalkulasikan apakah produk hukum tersebut responsif atau konservatif, ada indikator yang bisa dipakai dalam penilaian sebuah produk hukum tersebut. Penilaian yang dipakai adalah proses pembuatannya, sifat hukumnya, fungsi hukum dan kemungkinan penafsiran terhadap pasal-pasal dari produk hukum tersebut. Produk hukum yang berkarakter responsif proses pembuatannya bersifat pertisipasif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi semua elemen masyarakat, baik dari segi individu, ataupun kelompok masyarakat. Kemudian dilihat dari fungsi hukum yang berkarakter responsif tersebut harus bersifat aspiratif yang bersumber dari keinginan atau kehendak dari masyarakat, produk hukum tersebut bukan kehendak dari penguasa untuk melegitimasikan kekuasaannya. Sehingga fungsi hukum bisa menjadi nilai yang telah terkristal dalam masyarakat. Kemudian dilihat dari segi penafsiran produk hukum yang berkarakter responsif tersebut biasanya memberikan sedikit peluang bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri melalui berbagai peraturan pelaksana, dan peluang yang sempit itupun hanyak berlaku untuk hal yang bersifat teknis, bukan dalam sifat pengaturan yang bertentangan dengan aturan yang ada diatasnya. Pembangunan hukum responsif ini harus disertakan dengan masyarakat yang responsif pula. Karena pilar utama dari penegakan hukum ada dalam diri masyarakat. Masyarakat responsif adalah masyarakat atau komonitas yang lebih tanggap terhadap tuntutan warganya dan mau mendengarkan keluhan serta keinginan-keingian warganya. Masyarakat jenis responsif ini adalah masyarakat yang dalam mengungkapkan dan menegakan nilai-nilai sosialnya, tujuan-tujuannya, kepentingan-kepentingannya tidak dilakukan dengan melalui cara paksaan akan tetapi cendrung dilakukan dengan cara penyebarluasan informasi, pengetahuan dan komonikasi. Konsekuensinya, dalam memecahkan masalah-masalah sosial, politik, ekonomi, budaya, dan hankamnya terutama

dilakukan dengan cara-cara persuasif dan dengan memberikan dorongan, bukannya unjuk kekuasaan atau bahkan melembagakan budaya kekerasan. Kenyataan ini menunjukan betapa pentingan pembangunan hukum responsif harus diiringi dengan masyarakat responsif. Tuntutan untuk mengagendakan urgensi pembangan hukum responsif tersebut secara teoritis juga dilandasi oleh suatu asumsi bahwa hukum, selain dapat dipergunakan sebagai tool of social control juga seharusnya dipergunakan pula sebagai tool of social engineering yang akan menuntun perubahanperubahan sosial dan cita hukum masyarakat bersangkutan. (M.Abdul kholiq, Jurnal hukum dan Keadilan ) Dalam perspektif konstitusional misalnya, hukum responsif yang aspiratif dalam arti mengakomodir segala kepentingan

masyarakat banyak dan dengan demikian juga berarti bahwa hukum tersebut bersifat melindungi (social defence), menemukan legitimasinya dalam UUD tahun 1945. Praktisi Hukum Pada Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM), Sumbardalam hubungan ini, bahwa sesungguhnya pada pembukaan UUD 1945 dalam konteksnya dengan hukum mengandung empat nilai dasar yang merupakan law frame yang harus diperhatikan dalam pembangunan hukum di Indonesia. Pertama, hukum itu berwatak melindungi (mengayomi) dan bukan sekedar berisi muatan norma imperatif (memerintah) begitu saja. Kedua, hukum itu mewujudkan kadilan sosial bagi seluruh rakyat. Keadilan sosial disini bukan semata-mata sebagai tujuan, akan tetapi sekaligus sebagai pegangan yang konkrit dalam membuat peraturan hukum. Ketiga, hukum itu adalah dari rakyat dan mengandung sifat kerakyatan. Keempat, hukum adalah pernyataan kesusilaan dan moralitas yang tinggi baik dalam peraturan maupun dalam pelaksanaanya sebagaimana diajarkan didalam ajaran agama dan adat rakyat kita (M. Abdul Kholik). Keseiringan antara nilai hukum dengan keadaan masyarakat menjadikan hukum tersebut berpihak serta melindungi masyar akat. Maka untuk tercapainya sebuah keadilan akan lebih mudah. Dalam mencapai tatanan hukum responsif ini paradigma politik kita juga harus diobah. Tujuannya adalah agar kepentingan politik sesaat tidak selallu ditonjolkan, yang terjadi dalam era reformasi sekarang ini adalah bahwa pembuatan sebuah produk hukum akan selalu ditonjolkan kepentingan politik. Makanya untuk membangun sebuah produk hukum yang responsif arah

10

perpolitikan Indonesia harus disertai dengan politik bermoral dengan tujuan kebersamaan untuk masyarakat. Kalau selama ini banyak partai politik yang menonjolkan kepentingan partainya maka untuk masa yang akan datang arah politik tersebut lebih menjurus terhadap kepentingan rakyat. Karena kita sadari bersama bahwa hukum merupakan produk dari politik, kalau politiknya baik maka akan menghasilkan produk hukum yang baik, kalau politiknya buruk akan melahirkan produk hukum yang menyengsarakan rakyat. Untuk masa yang akan datang dalam proses perubahan, peran masyarakat akan sangat dibutuhkan untuk menegakkan hukum, apalagi saat ini banyak para elit politik yang mengatasnamakan rakyat namun untungnya adalah untuk elit politik sendiri, mudah-mudahan kita membangun hukum responsif demi kepentingan bersama. Apabila pembanguna hukum responsif terwujud maka budaya hukum masyarakat akan datang dengan sendirinya. Karena dengan produk hukum yang dihasilkan secara responsif maka lahirnya aturan itu adalah kehendak bersama masyarakat bukan kehendak dari para pembuat kebijakan.

11

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang cukup panjang mengenai politik hukum dan hukum sebagai produk politik, maka kami berkesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanan supremasi hukum ini membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh warga negara Indonesia. 2. Aparat penegak hukum harus tegas dan tidak pandang bulu dalam rangka penegakkan hukum. 3. Pemerintah harus serius dalam menyelesailkan semua kasus hukum, dan bila perlu mengeluarkan suatu kebijakan yang ekstrim untuk menegakkan supremasi hukum. 4. Kita harus menyadari bahwa untuk menegakkan hukum dan menjadikan negeri ini supremasi hukum, maka harus kita mulai dari diri sendiri. 5. Hukum merupakan alat untuk mencapai cita-cita dan tujuan negara, bukan untuk meraih kepentingan suatu penguasa atau kelompok semata. 6. Rakyat harus berperan aktif(responsif) dalam pembuatan hukum di Indonesia supaya terjadi keselarasan antara hukum dan politik di negeri ini. 7. Politik di Indonesia masih mempunyai peran(pengaruh) yang

signifikan dalam pembuatan hukum.

12

B. SARAN Dalam paper ini saya berkeinginan memberikan saran kepada pembaca bahwa dalam pembuatan paper ini saya menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan kekurangan baik dari bentuk maupun isinya. Semoga dengan paper yang singkat ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan

13

DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 2004. Djamali, Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia edisi revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009. Hidayat, Komarudin dan Azyumardi Azra. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani edisi ketiga. Jakarta: ICCE. 2008. Mahfud MD, Moh. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Cet. IV, 2011. R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2006. Soehino. Ilmu Negara.Yogyakarta: Liberty. 2005.

14

You might also like