You are on page 1of 7

IV.

HUKUM PERKAWINAN 1
Arti dan Syarat-Syarat untuk Perkawinan

Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian pasal 26 Burgelijk Wetboek.

Syarat-syarat untuk dapat sahnya perkawinan ialah :

a b c d e

kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetapkan dalam undangundang, yaitu seorang lelaki 18 tahun dan seorang perempuan 15 tahun; harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak; untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu sesudahnya putusan perkawinan pertama; tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua pihak; untuk pihak yang masih dibawah umur, harus ada izin dari orang tua atau walinya.

Tentang hal izin dapat diterangkan bahwa kedua orang tua harus memberikan izin, atau ada kata sepakat antara ayah dan ibu masing-masing pihak. Jikalau ada wali, wali ini pun harus memberikan izin, dan kalau wali ini sendiri hendak kawin dengan anak yang di bawah pengawasannya, harus ada izin dari wali pengawas. Sebelum perkawinan dilangsungkan, harus dilakukan terlebih dahulu :

pemberitahuan (aangifte) tentang kehendak akan kawin kepada Pegawai Pencatatan Sipil , yaitu pegawai yang nantinya akan melangsungkan pernikahan; pengumuman (afkondiging) oleh dilangsungkan pernikahan itu. pegawai tersebut, tentang akan

Kepada beberapa orang oleh undang-undang diberikan hak mencegah atau menahan (stuiten) dilangsukannya pernikahan, yaitu :

a b

kepada suami atau isteri serta anak-anak dari sesuatu pihak yang hendak kawin; kepada orang tua kedua belah pihak;

kepada jaksa.

Caranya mencegah perkawinan ialah dengan memasukkan perlawanan kepada Hakim. Pegawai Pencatatan Sipil lalu tidak boleh melangsungkan pernikahan sebelum ia menerima putusan hakim.

Surat-surat yang harus diserahkan kepada Pegawai Pencatatan Sipil agar ia dapat melangsungkan pernikahan, ialah :

1 2

surat kelahiran masing-masing pihak; surat pernyataan dari Pegawai Pencatatan Sipil tentang adanya izin orang tua, izin mana juga dapat diberikan dalam surat perkawinan sendiri yang akan dibuat itu; proses-verbal dari mana perantaraan ini dibutuhkan; ternyata perantara hakim dalam hal

3 4 5

surat kematian suami atau isteri atau putusan perceraian perkawinan lama; surat keterangan dari Pegawai Pencatatan Sipil yang menyatakan telah dilangsungkan pengumuman dengan tiada perlawanan dari sesuatu pihak; dispensasi dari Presiden (Menteri Kehakiman), dalam hal ada suatu larangan untuk kawin.

Suatu perkawinan dapat dibatalkan, undang-undang telah menetapkan sebagai berikut :

1 2

jika sudah dilahirkan anak-anak dari perkawinan tersebut, anak-anak ini tetap mempunyai kedudukan sebagai anak yang sah; pihak yang berlaku jujur tetap memperoleh dari perkawinan itu hak-hak yang semesti didapatnya sebagai suami atau isteri dalam perkawinan yang dibatalkan itu; juga orang-orang pihak ketiga yang berlaku jujur tidak boleh dirugikan karena pembatalan perkawinan itu.

Hak dan Kewajiban Suami-isteri

Suami isteri harus setia satu sama lain, bantu-membantu, berdiam bersamasama, saling memberikan nafkah dan bersama-sama mendidik anak-anak.

Belakangan ini, berhubungan dengan ketentuan dalam Hukum Perdata Eropa, bahwa seorang perempuan yang telah kawin tidak cakap untuk bertindak sendiri di dalam hukum. Kekuasaan seorang suami di dalam perkawinan itu dinamakan maritale macht (dari bahasa Perancis mari = suami).

Ketidakcakapan seorang isteri itu, di dalam hukum perjanjian dinyatakan tegas (pasal 1330); seorang perempuan yang telah kawin dipersamakan dengan seorang yang berada di bawah curatele atau seorang yang belum dewasa.

Selanjutnya diterangkan, bahwa ketidakcakapan seorang isteri hanyalah mengenai perbuatan-perbuatan hukum yang terletak di lapangan hukum kekayaan dan yang mungkin membawa akibat-akibat bagi kekayaan si isteri itu sendiri.

Peraturan tentang ketidakcakapan seorang isteri itu oleh Mahkamah Agung dianggap sekarang tidak berlaku lagi. Dan memang ketentuan pada pasal 108 BW tentang ketidakcakapan seorang isteri itu harus dianggap sudah dicabut oleh Undang-undang Perkawinan, Pasal 31 (1) yang mengatakan, bahwa suami-isteri masing-masing berhak melakukan perbuatan hukum.

Akibat-akibat lain dari perkawinan :

1 2 3 4 5 6

anak-anak yang lahir dari perkawinan, adalah anak sah (wettig); suami menjadi waris dari isteri dan begitupun sebaliknya, apabila salah satu meninggal di dalam perkawinan; oleh undang-undang dilarang jual beli antara suami dan isteri; pemberian benda-benda atas nama tak diperbolehkan antara suami-isteri; pemberian benda-benda atas nama tak diperbolehkan antara suami-isteri; suami tak diperbolehkan menjadi saksi di dalam suatu perkara isterinya dan sebaliknya;

suami tak dapat dituntut tentang beberapa kejahatan terhadap isterinya dan begitu sebaliknya (misalnya pencurian).

Pencampuran Kekayaan

Sejak mulai perkawinan terjadi, suatu percampuran antara kekayaan suami dan isteri, jikalau tidak diadakan perjanjian apa-apa. Keadaan yang sedemikian itu berlangsung seterusnya dan tak dapat diubah lagi selama perkawinan. Jikalau orang ingin menyimpang dari peraturan umum itu, ia harus meletakkan keinginannya itu dalam suatu perjanjian perkawinan. Perjanjian yang demikian ini, harus diadakan sebelum pernikahannya ditutup dan harus diletakkan dalam suatu akte notaris.

Pencampuran kekayaan adalah mengenai seluruh a ctiva dan passiva baik yang dibawa oleh masing-masing pihak ke dalam perkawinan maupun yang akan diperoleh di kemudian hari selama perkawinan. Kekayaan bersama itu oleh undang-undang dinamakan gemeenschap.

Hak mengurus kekayaan bersama berada ditangan suami, yang dalam hal ini mempunyai kekuasaan yang sangat luas. Pembatasan terhadap kekuasaannya hanya terletak dalam larangan untuk memberikan dengan percuma bendabenda yang tak bergerak atau seluruh atau sebagian dari semua benda-benda yang bergerak kepada lain orang selain kepada anaknya sendiri, yang lahir dari perkawinan itu (pasal 124 ayat 3).

Pasal 140 ayat 3, mengizinkan untuk memperjanjikan di dalam perjanjian perkawinan, bahwa suami tak diperbolehkan menjual atau menggadaikan bendabenda atas nama yang jatuh dalam gemeenschap dari pihak si isteri dengan tiada izin si isteri.

Si isteri dapat diberi kekuasaan oleh hakim untuk menjual atau menggadaikan benda-benda gemeenschap dalam hal suaminya sedang berpergian atau tidak mampu memberikan izinnya, misalnya karena sakit keras atau gila. Jadi tidak apabila si suami itu tidak mau meberikan izinnya, dalam hal ini isteri tak dapat berbuat apa-apa. Dan kepada Hakim itu harus di buktikan tentang adanya keperluan yang mendadak untuk menjual benda itu.

Gemeenschap itu berakhir dengan berakhirnya perkawina, yaitu :

1 2 3

dengan matinya salah satu pihak; dengan perceraian; dengan perkawinan baru sang isteri, setelah ia mendapat izin hakim, yaitu apabila suami berpergian sampai sepuluh tahun lamanya tanpa diketahui alamatnya;

Juga karena :

4 5

diadakan pemisahan kekayaan dan; perpisahan meja dan tempat tidur.

Bagaimana halnya dengan pertanggungan jawab terhadap hutang-hutang gemeenschap. setelahnya gemeenschap dihapuskan ? Ini dapat disimpulkan dalam peraturan-peraturan berikut :

1 2 3 4

masing-masing tetap bertanggung jawab tentang hutang-hutang yang telah dibuatnya; disamping itu si suami masih dapat dituntut pula tentang hutanghutang yang telah dibuat oleh si isteri; si isteri dapat ditunut untuk separuh tetantang hutang-hutang yang telah di buat oleh si suami; sehabis diadakan pembagian, tak dapat lagi dituntut tentang hutang yang dibuat oleh yang lain sebelum perkawinan.

Perjanjian Perkawinan

Jika seorang yang hendak kawin mempunyai benda-benda yang berharga atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan, misalnya suatu warisan, maka adakalanya diadakan perjanjian perkawinan. Perjanjian yang demikian ini menurut Undang-undang harus diadakan sebelum pernikahan dilangsungkan dan harus diletakkan dalam suatu akte notaris.

Undang-undang hanya menyebutkan dan mengatur dua contoh perjanjian perkawinan yang banyak dipakai, yaitu perjanjian percampuran laba-rugi dan perjanjian percampuran penghasilan.

Dalam perjanjian campuran laba-rugi, suami-isteri memikul kerugian bersama-sama, sedangkan dalam perjanjian percampuran penghasilan si isteri tidak usah menggantikan kekurangan-kekurangan dan tak dapat ia dituntut untuk hutang-hutang yang diperbuat oleh suaminya.

Bagi seorang yang kawin ada empat macam memperoleh kekayaan dari perkawinannya, yaitu :

kemungkinan

untuk

karena kekaayaannya sendiri yang tidak begitu besar tercampur dengan kekayaan suami atau isteri yang lebih besar sebagai akibat kawin dengan percampuran kekayaan; karena ia menerima pemberian-pemberian suami atau isteri dalam perjanjian perkawinan; karena ia mendapat warisan kekayaan suami atau isterinya; menurut undang-undang dari

2 3 4

karena ia menerima pemberian dalam suatu wasiat dari suai atau isterinya.

Perceraian

Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu. Undang-undang tidak membolehkan perceraian perkawinan dengan permufakatan saja antara suami dan isteri, tetapi harus ada alasan yang sah. Alasan-alasan ini ada empat macam :

1 2 3 4

zina; ditinggalkan dengan sengaja; penghukuman yang melebihi melakukan suatu kejahatan dan; 5tahun karena dipersalahkan

penganiayaaan berat akan membahayakan jiwa (pasal 209 B.W)

Pemisah Kekayaan

Untuk melindungi isteri terhadap kekuasaan suami yang sangat luas atas kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si isteri. Undang-undang memberikan pada isteri suatu hak untuk meminta pada hakim tadi.

Pemisahan kekayaan dapat diminta oleh isteri :

apabila suami dengan kelakuan yang nyata-nyata tidak baik, mengorbankan kekayaan bersama dan membahayakan keselamatan keluarga; apabila suami mengobralkan kekayaan sendiri sehingga isteri akan kehilangan tanggungan yang oleh Undang-undang diberikan padanya atas kekayaan tersebut karena pengurusan yang dilakukan oleh suami terhadap kekayaan isterinya; apabila suami melakukan pengurusan yang buruk terhadap kekayaan s isteri, hingga ada kekhawatirannya kekayaan ini akan menjadi habis.

Gugatan untuk mendapatkan pemisahan kekayaan, harus diumumkan dahulu sebelum diperiksa dan diputuskan oleh Hakim sedangkan putusan hakim ini pun harus diumumkan.

Fadhilah Fiqh 2011 3300 500 87

You might also like