You are on page 1of 8

ANALISIS PINJAMAN KONSUMTIF RIIL PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2005 - 2010

INDRI FILIYANA SARI ( Mahasiswi Semester IV Jurusan Ilmu Ekonomi & Studi Pembangunan ) ( FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ) Email : filiyanaindri@yahoo.com Pembimbing Tony S. Chendrawan, ST., SE., M.Si

ABSTRACT The economic growth of Indonesia is currently increasing in the range of 6 percent per year. As the 4th largest population in the world and predominantly moslem, Indonesia has a consumption pattern that is not few in number. It was, then push Islamic banking creates the banking products such as Murabaha, Istishna, Ijarah and Salam are free from the system of interest / usury. Those product offering Consumptive Financing to the public with a profit-sharing system. In Islam, lending is a social contract, not a commercial. Therefore, if someone borrows something, he should not be required to provide the additional principal. It is based on the hadith of the Prophet Muhammad SAW who said that every loan that generates benefits or riba is haram. Thats why, the Islamic banking named it financing not credit loans. Starting from the theory of Consumer Behavior, consumers allocate their income on goods and services that they consume, following the allocation decision in the demand for goods and services. The understanding of the Consumer Behaviour in purchasing decision will help to understand how the changes of income and prices affect the personal consumption patterns. This study aims to analyze how Income Per Capita (IPC) and the Consumer Price Indeks (CPI) influence the Consumptive Financing (CF) in Islamic Banking in Indonesia during 2005-2010. The methods that is used in this study is the Multilinear Regression simultaneously. According to this research result, the analysis shows that there is at least a significant influence of the Consumer Price Index and Income Per Capita on the grant of Consumptive Financing in Sharia Banks in Indonesia.

Keywords: Sharia Banking in Indonesia, Consumptive Financing, Income Per Capita, Consumer Price Indeks

I. PENDAHULUAN Selama tahun 2011 perbankan syariah Indonesia mengalami salah satu masa pertumbuhan tertinggi, dimana pada Oktober 2011 pertumbuhan aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah telah mencapai 48,1% (yoy) yang merupakan pertumbuhan tahunan tertinggi selama tiga tahun terakhir, dengan pangsa pasar mencapai 3,7 %. Walaupun perekonomian global khususnya Eropa dan Amerika masih dibayangi perlambatan pertumbuhan, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia di tahun depan masih tetap mengalami

pertumbuhan yang cukup tinggi dalam kisaran 6,3% - 6,7%. Dengan demikian diharapkan dampak krisis ekonomi kepada tingkat pertumbuhan perbankan syariah cenderung minimal, terlebih dengan tidak banyaknya portofolio aset perbankan syariah dalam valuta asing maupun di luar negeri. Secara kelembagaan, perbankan syariah Indonesia saat ini terdiri dari 11 Bank Umum Syariah, 23 Unit Usaha Syariah dan 154 BPRS dengan total jaringan kantor sebanyak 2017. Sedangkan secara geografis sebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah dapat menjangkau masyarakat di lebih dari 120 kabupaten/kota di 33 propinsi di Indonesia. (Outlook Perbankan Syariah, 2012: Bank Indonesia) Bukan peristiwa mengherankan, hal tersebut bisa terjadi melainkan karena Indonesia merupakan negara ke-empat di dunia dengan populasi jumlah penduduk terbanyak yakni 237.641.326 jiwa (Sensus Penduduk, 2010-BPS). Populasi sebanyak itu berhubungan dengan jumlah konsumsi nasional yang juga besar jumlahnya. Selain itu juga, Indonesia dengan mayoritas

penduduk beragama Islam, mendorong Perbankan Syariah menciptakan Pembiayaan Konsumtif (Consumptive Financing). Dengan diterbitkannya undang-undang No. 21 Tahu 2008 tentang perbakan syariah pada tanggal 16 juli 2008, perbankan syariah semakin memiliki landasan hukum yang kuat dan memadai sehingga dapat mendorong kapasitas kinerja Bank Syariah di Indonesia untuk kedepannya. Saat ini, pertumbuhan bank syariah dinilai dapat bersaing dengan bank umum konvensional lainnya, dimana rata-rata pertumbuhan asset mencapai 65 persen pertahun dalam lima tahun terakhir. Selain itu, pertumbuhan pesat juga terutama pada perkembangan jumlah kantor yang tumbuh lebih dari 100 persen selama 2005-2010 pada jumlah kantor Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Pada BUS pertumbuhan jumlahnya dari 3 menjadi 6 BUS, atau mencapai 100 persen dalam 5 tahun terakhir (2005-2010), Unit Usaha Syariah (UUS) pertumbuhannya mencapai 32 persen (19 menjadi 25 ), dan BPRS mencapai 52 persen (92 menjadi 140), (Hasan: 2011).

Tabel I Pembiayaan Bank Umum Syariah & Unit-Usaha Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan Periode 2005-2010
Jenis Penggunaan Modal Kerja Nilai Pangsa Investasi Nilai Pangsa Konsumsi Nilai Pangsa Total
*data belum tersedia Sumber: Statistik Perbankan Syariah, April 2011 Bank Indonesia

2005 7,988 52.4% 4,288 28.1% 2,956 19.4% 15,232

2006 10,405 50.9% 4,374 21.4% 5,666 27.7% 20,445

2007 15,656 56.0% 5,637 20.2% 6,652 23.8% 27,944

2008 20,554 53.8% 7,907 20.7% 9,734 25.5% 38,195

2009 22,873 48.8% 9.955 21.2% 14,058 30.0% 46,886

2010 31,855 * 13,416 * 22,910 * 68,181

** Dalam Miliar Rupiah

Dari tabel 1 dapat terlihat bahwa nilai pembiayaan Bank Syariah di sektor modal kerja, investasi dan konsumsi mengalami peningkatan tiap tahunya. Peningkatan yang terlihat impresif terutama pada nilai pembiayaan modal kerja yang pertumbuhannya mencapai lebih dari 100 persen dalam 5 tahun terakhir, (dari 7.9 triliun menjadi 31,8 triliun rupiah). Peningkatan yang cukup besar juga terjadi pada sektor pembiayaan untuk penggunaan konsumsi (dari 2,9 triliun menjadi 22.9 triliun rupiah). Pertumbuhan yang tinggi ini membuktikan bahwa daya tarik Perbankan Syariah di indonesia sangat tinggi. Pertumbuhan ini diperkirakan akan terus berlanjut karena asset perbankan syariah belum mencapai 5 persen aseet perbankan Nasional sebagaimana target yang ditetapkan Bank Indonesia pada akhir 2008 lalu. Nilai pembiayaan yang terus meningkat tiap tahunnya, tidak semata-mata hanya dipengaruhi oleh kinerja bank syariah yang memprioritaskan sistem bagi hasil dalam standar operasional prosedurnya yang baik saja. Pertumbuhan tersebut juga dipengaruhi oleh variabel moneter dan makro seperti Indeks Harga Konsumen (CPI), Pendapatan Per Kapita (IPC) masyarakat indonesia dan faktor ekonomi lain hingga saat ini. Didorong oleh perkembangan yang terjadi pada perbankan syariah, saya akan mencoba menganalisis seberapa besar pengaruh dari Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Pendapatan Per Kapita (IPC) terhadap Pembiayaan Konsumtif (CF) khususnya pada Bank Syariah di Indonesia, sehingga dapat memberi tambahan atau input informasi dalam penyusunan strategi perbankan dalam implementasi produk jasa perbankan syariah kedepannya.

Kapita (IPC) terhadap besarnya nilai Pembiayaan Konsumtif (CF) yang disediakan Bank Syariah tiap tahunnya, saya akan melakukan tinjauan pustaka mengenai beberapa istilah tersebut. Berawal dari teori perilaku konsumen yakni, konsumen mengalokasikan pendapatan mereka atas barang & jasa yang akan mereka konsumsi, berikut dengan keputusan pengalokasian (decission making) dalam permintaan akan barang dan jasa. Pemahaman terhadap keputusan pembelian konsumena akan membantu memahami bagaimana perubahan pendapatan dan harga berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang. Fungsi Konsumsi Keynes, Pola konsumsi seseorang dipengaruhi oleh konsumsi otonom dan pendapatan disposibel seseorang. C = a + bYd Yd = Y Tax + Tr Yperkapita = GNP : Jumlah penduduk suatu negara Namun yang akan digunakan dalam analisis ini adalah Pendapatan Nasional Perkapita.

2.1 Pembiayaan Konsumtif(Consumptive Financing) Secara definitif, konsumsi adalah kebutuhan individual meliputi kebutuhan baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha. Dengan demikian yang dimaksud pembiayaan konsumtif adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat perorangan. (Adiwarman, 2006: 244) Dalam islam pinjam-meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya, bila seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjaman. Hal ini didasarkan pada hadist Nabi SAW yang

II. KERANGKA TEORITIS TINJAUAN PUSTAKA

DAN

Sebelum melakukan analisis mengenai seberapa besar pengaruh dari Indeks Harga Konsumen (CPI ) dan Pendapatan Per 3

mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat atau riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu pada perbankan syariah, pinjaman tidak disebut kredit, tetapi pembiayaan (financing). Dalil Al-Quran tentang jual beli, ....padahal Allah telah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba.... (QS. Al Baqarah: 275) Dalil Al-Hadits tentang jual-beli, pendapatann yang paling afdhal adalah hasil karya tangan seseorang dalam jual beli yang mabrur (HR. Ahmad Al Bazzar Ath Thabrani) Dari Syuaib, Rasulullah SAW bersabda: tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual (HR. Ibnu Majah) Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, Pembiayaan Konsumtif (CF) dapat dibagi menjadi empat (4) bagian, yaitu: 1. Pembiayaan konsumen akad Murabahah: prinsip bai (jual-beli) dimana harga jualnya terdiri dari harga poko barang ditambah nilai keuntungan yang disepakati. Penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara pembayarannya dilakukan secara tunai, tangguh ataupun dicicil. (Sunarto, 2004: 39) Dalil tentang Murabahah: ....padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba....(QS. Al Baqarah: 275) 2. Pembiayaan konsumen akad Salam: prinsip bai (jual-beli) suatu barang tetentu antara pihak penjual dan pembeli sebesar harga poko ditambah nilai keuntungan yang

disepakati, dimana waktu penyerahan barang dilakukan dikemudian hari sementara penyerahan uang dilakukan dimuka (secara tunai). (Sunarto, 2004: 40) Dalil tentang Salam: Hai orangorang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu menuliskannya (QS. Al Baqarah: 282). Berkata Ibnu Abbas: saya bersaksi bahwa salaf/salam yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkanNya. (HR. Thabrani) 3. Pembiayaan konsumen akad Istishna: adalah salah waktu pengembangan prinsip bai assalam, dimana penyerahan barang dilakukan dikemudian hari sementara pembayaran dapat dilakukan melalui cicilan atau ditangguhkan. (Sunarto, 2004: 41) Karena Bai Al-Istishna merupakan jenis khusus dari Bai as-Salam, maka ketentuan dan landasan hukum syariah bai al-Istishna mengikuti ketentuan dan landassan hukum syariah bai as-Salam. 4. Pembiayaan konsumen akad Ijarah: adalah transaksi pertukaran antara ayn berbentuk jasa atau manfaat dengan dayn (uang). Dalam istilah lain, ijarah juga didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna atau manfaaat atas barang atau jasa, melalui upah sewa tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikkan atas barang itu sendiri. (Sunarto, 2004: 42) Dalil tentang Ijarah: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan

pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Alah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Baqarah: 233) 2.2 Pendapatan Nasional Per kapita (Income Per Capita) GNP per kapita adalah GNP suatu negara dibagi dengan jumlah penduduknya. GNP per kapita merupakan ukuran yang lebih baik atas kesejahteraan pribadi secara ratarata dibandingkan GNPtotal atau GDPtotal (Case & Fair, 2002: 44) GNPperkapita tahun N = GNPtahun N dibagi dengan Jumlah penduduk tahun N suatu negara 2.3 Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) Untuk mengukur tingkat harga secara makro, biasanya menggunakan pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Indeks (CPI). Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat diartikan sebagai indeks harga dari biaya sekumpulan barang konsumsi yang masing-masing diberi bobot menurut proporsi belanja masyarakat untuk komoditi yang bersangkutan. IHK mengukur harga sekumpulan barang tertentu (seperti bahan makanan pokok, sandang, perumahan, dan aneka barang dan jasa) yang dibeli konsumen. Indeks harga Konsumen (IHK) merupakan persentase yang digunakan untuk menganalisis tingkat/ laju inflasi. IHK juga merupakan indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur inflasi di Indonesia. Penghitungan IHK dimulai dengan mengumpulkan harga dari ribuan barang dan jasa. Jika PDB mengubah jumlah berbagai barang dan jasa menjadi sebuah angka tunggal yang mengukur nilai produksi, IHK mengubah berbagai harga barang dan jasa menjadi sebuah indeks

tunggal yang mengukur seluruh tingkat harga. IHK adalah harga sekelolmpok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar. Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah: IHK atau CPI = (Pn/Po)x100 Di mana, Pn = Hargasekarang PO = Harga pada tahun dasar Indeks harga digunakan untuk mengukur tingkat harga keseluruhan. Indeks harga bobot tetap yang paling populer adalah Indeks Harga Konsumen (CPI) yakni, ukuran harga yang diterima oleh produsen untuk produk-produk pada semua tahap proses produksi. Pembobotan didasarkan pada survei konsumen yang diberlakukan secara luas. Perubahan CPI agak terlalu keras menekankan perubahan biaya hidup. (Case & Fair, 2002: 58) 2.4 Kerangka Pemikiran Berawal dari teori perilaku konsumen yakni, konsumen mengalokasikan pendapatan mereka atas barang & jasa yang akan mereka konsumsi, berikut dengan keputusan pengalokasian (decission making) dalam permintaan akan barang dan jasa. Pemahaman terhadap keputusan pembelian konsumena akan membantu memahami bagaimana perubahan pendapatan dan harga berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang. Ada tiga thapan yang biasanya terihat dari perilaku konsumen, yakni: 1. Preferensi konsumen; 2. Kendala anggaran; 3. Pilihan-pilihan konsumen, biasanya terjadi saat konsumen mengkombinasikan barang yang akan dikonsumsi, namun memperhatikan poin 1 & 2, barang yang lebih dibutuhkan dengan keterbatasan anggaran. Berikut, saya lampirkan kerangka pemikiran dari penelitian yang akan saya analisis.

Kerangka Pemikiran Indeks Harga Konsumen (CPI) Pembiayaan Konsumtif (CF) 5 Pendapatan Nasional Perkapita (IPC)

2.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka teoritis dan tinjauan pustaka didapat hipotesis apakah Pembiayaan Konsumtif (Y) pada Bank Umum Syariah di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh Pendapatan Nasional Per Kapita (X1) dan Indeks Harga Konsumen (X2). H0: 1 = 2 = 0 (Tidak ada pengaruh antara variabel- variabel X dan variabel Y). H0: 1 = 2 = 0 (tidak ada pengaruh signifikan dari Pendapatan Per Kapita (X1) dan Indeks Harga Konsumen (X2) terhadap pemberian Pembiayaan Konsumtif (Y) Bank Syariah di Indonesia) H1: 1 2 0 (Ada pengaruh antara sedikitnya satu variabel X dengan variabel Y).

H1: 1 2 0 (ada pengaruh signifikan sedikitnya dari Pendapatan Per Kapita (X1) dan Indeks Harga Konsumen (X2) terhadap pemberian Pembiayaan Konsumtif (Y) Bank Syariah di Indonesia) III. METODOLOGI PENELITIAN Sumber data dari penelitian ini adalah data sekunder, yang diambil dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Jenis data yang digunakan yakni Time Serries secara tahunan di propinsi Indonesia untuk periode 2005-2010. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan melihat seberapa besar pengaruh variabel X1, X2 terhadap variabel Y secara simultan. Pengolahan dilakukan melalui software aplikasi statistik SPSS 16. Adapun aspek-aspek yang akan dianalisis dalam penelitian ini dapat diihat dalam tabel operasional variabel berikut:

Tabel Operasional Variabel


No 1 Variabel CF (Consumptive Financing) atau Pembiayaan Konsumtif Konsep Pembiayaan konsumtif adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat perorangan. Kebutuhan individual meliputi kebutuhan baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha (Adiwarman, 2006: 244)

Skala Pengukuran Ratio

IPC (Income Per Capita) atau Pendapatan Naasional Per Kapita

GNP per kapita adalah GNP suatu negara dibagi dengan jumlah penduduknya. GNP per kapita merupakan ukuran yang lebih baik atas kesejahteraan pribadi secara rata-rata dibandingkan GNP atau GDP total (Case & Fair, 2002: 44) Indeks harga adalah satuan yang digunakan untuk mengukur tingkat harga keseluruhan. Indeks harga bobot tetap yang paling populer adalah indeks harga konsumen (CPI) yakni, ukuran harga yang diterima oleh produsen untuk produk-produk pada semua tahap proses produksi. (Case & Fair, 2002: 58)

Ratio

CPI (Consumer Price Indeks) atau Indeks Harga Konsumen

Ratio

Model Fungsi, Persamaan, dan Pengujian: Model Fungsi: CF = f (IPC, CPI) Persamaan Regresi Linear Berganda: CF = o + 1 IPC + 2 CPI +

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari analisa data IPC (X1), CPI (X2) dan CF (Y) dengan Regresi Liner Berganda secara simultan, diperoleh hasil sebagai berikut: Income Per Capita (X1) & Consumer Price Indeks (X2) sedikitnya berpengaruh positif terhadap Consumptive Financing (Y) yang diberikan Bank Syariah di Indonesia periode 2005-2010. Mengukur kecocokan (Goodness of Fit) dengan Koefisien Determinasi. Besaran R square (R2) 0,979 memiliki arti bahwa sedikitnya pengaruh IPC & CPI terhadap CF sebesar 0,979 atau 97.9%; selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain. Hipotesis pada nilai = 0,05 (5%) Fhitung 69,248 > Ftabel 9,55; Maka Fhitung > F0,05 (2)(3) dan Ho Ditolak Hipotesis pada nilai = 0,01 (1%) Fhitung 69,248 > Ftabel 30,82; Maka Fhitung > F0,01 (2)(3) dan Ho Ditolak Hipotesis yang ditolak pada nilai = 0,05 (5%) dikatakan nyata biasa (significant); sedangkan kalau ditolak pada nilai =0,01 (1%) dikatakan sangat nyata (highly significant) Hasil penolakan HO pada = 0,01 (1%) ini lebih meyakinkan bahwa diterima H1: 1 2 0 (nyatanyata ada pengaruh antara sedikitnya satu variabel X dengan variabel Y). Persamaan Regresi Linear Berganda nya; Y = 0,74 + 8,07X1 + (-21,091X2)
(1,804) (0,842) (11,012)

Ket: CF = Consumptive Financing o = Intercept 1, 2 = Slope IPC = Income Per Capita CP I = Consumer Price Indeks = Standard Error

Selanjutnya untuk pengujiannya, dilakukan analisis regresi berganda untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel (X1,X2) tersebut secara bersama-sama (Simultan), yaitu X1 = Pendapatan Nasional Per Kapita dan X2 = Indeks Harga Konsumen terhadap Y = Pinjaman Konsumtif pada Bank Syariah di Indonesia. Data dalam penelitian ini sebelumnya diubah kedalam bentuk Ln atau Logaritma Natural agar lebih sederhana dalam persamaan dan hasil data regresinya. Hasil regresi tersebut diuji secara statistik menggunakan hipotesis signifikan Uji-F. Mengukur kecocokan (Goodness of Fit) pengaruh IPC & CPI terhadap CF yakni dengan Koefisien Determinasi (R2). Hipotesis regresi berganda dilakukan dengan menggunakan tingkat kepercayaan (confident interval) 95% atau tingkat kesalahan 5%. Uji hipotesis regresi berganda adalah sebagai berikut: H0: 1 = 2 = 0 (tidak ada pengaruh signifikan dari IPC (X1) dan CPI (X2) terhadap pemberian CF (Y) pada bank syariah di Indonesia) H1: 1 2 0 (ada pengaruh signifikan sedikitnya dari IPC (X1) dan CPI (X2) terhadap pemberian CF (Y) pada bank syariah di Indonesia)

Koefisien X1 8,07 berarti menunjukkan bahwa setiap penambahan IPC sebesar Rp1,akan dapat meningkatkan Nilai CF (Y) sebesar Rp8,07. Standard Error atau kesalahan pengganggu secara simultan diperoleh sebesar 0,135

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil analisa Regresi Linear Berganda ternyata menunjukkan bahwa dengan meningkatnya Income Per Capita & Consumer Price Index sedikitnya akan berpengaruh sangat signifikan terhadap meningkatnya Consumptive Financing yang diberikan Bank Syariah di Indonesia pada periode 2005-2010. 5.2 Saran Industri perbankan syariah terus berkembang dengan pesat namun relatif lebih kecil dibandingkan dengan perbankan Nasional dan perbankan umum.

Aset Perbankan Syariah yang masih kurang dari 5% aset Perbankan Nasional diharapkan terus meningkat kedepannya, pasalnya keberadaan bank syariah dinilai semakin penting karena prinsip-prinsip nya yang tidak Profit Oriented (mencari keuntungan semata) dan lebih berdasarkan pada nilai Social Contract not Commercial. Sehingga dapat menghindari Moral Hazard para spekulan yang berorientasi pada sistem bunga bank (konvensional). Namun disini, diperlukan juga dukungan dari pemerintah dalam segi kebijakan Makro, Moneter dan Hukum per Undang-Undangan-nya agar Eksistensi keberadaan Bank Syariah di Indonesia stabil dan berkelanjutan.

VI. REFERENSI 1) Badan Pusat Statistik Indonesia 2) Bank Indonesia: Outlook Perbankan Syariah 2012 3) Bank Indonesia: Statistik Perbankan Syariah September 2010; April 2011. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Jakarta. 4) Hasan. 2011. Analisis Industri Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Akses Fakultas Ekonomi Wahid Hasyim: Semarang. 5) Karim, Adiwarman A. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 6) Karl E. Case dan Ray C. Fair. 2002. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro. Edisi 5. Prenhallindo: Jakarta. 7) Karnaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafii Antonio. 1999. Apa Dan Bagaimana Bank Islam. Dana Bhakti Prima Jaya: Yogyakarta. 8) Supranto, J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi, edisi ke-enam. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 9) Zulkifli, Sunarto. 2004. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Zikrul Hakim: Jakarta.

You might also like