You are on page 1of 18

Psikologi Olahraga & Psikologi Latihan

Monty P.Satiadarma | Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta

Sekalipun Weinberg dan Gould (1995) memberikan pandangan yang hampir serupa atas psikologi olahraga dan psikologi latihan (exercise psychology), karena banyak kesamaan dalam pendekatannya, beberapa peneliti lain (Anshel, 1997; Seraganian, 1993; Willis & Campbell, 1992) secara lebih tegas membedakan psikologi olahraga dengan psikologi latihan. Weinberg dan Gould, (1995) mengemukakan bahwa psikologi olahraga dan psikologi latihan memiliki dua tujuan dasar: mempelajari bagaimana faktor psikologi mempengaruhi performance fisik individu memahami bagaimana partisipasi dalam olahraga dan latihan mempengaruhi perkembangan individu termasuk kesehatan dan kesejahteraan hidupnya

Di samping itu, mereka mengemukakan bahwa psikologi olahraga secara spesifik diarahkan untuk: membantu para professional dalam membantu atlet bintang mencapai prestasi puncak membantu anak-anak, penderita cacat dan orang tua untuk bisa hidup lebih bugar meneliti faktor psikologis dalam kegiatan latihan dan memanfaatkan kegiatan latihan sebagai alat terapi, misalnya untuk terapi depressi (Weinberg & Gould, 1995).

Sekalipun belum begitu jelas letak perbedaannya, Weiberg dan Gould (1995)telah berupaya untuk menjelaskan bahwa psikologi olahraga tidak sama dengan psikologi latihan. Namun dalam prakteknya biasanya memang terjadi saling mengisi, dan kaitan keduanya demikian eratnya sehingga menjadi sulit untuk dipisahkan. Tetapi Seraganian (1993) serta Willis dan Campbell (1992) secara lebih tegas mengemukakan bahwa secara tradisional penelitian dan praktik psikologi olahraga diarahkan pada hubungan psikofisiologis misalnya responsi somatik mempengaruhi kognisi, emosi dan

performance. Sedangkan psikologi latihan diarahkan pada aspek kognitif, situasional dan psikofisiologis yang mempengaruhi perilaku pelakunya, bukan mengkaji performance olahraga seorang atlet. Adapun topik dalam psikologi latihan misalnya mencakup dampak aktivitas fisik terhadap emosi pelaku serta kecenderungan (disposisi) psikologi, alasan untuk ikut serta atau menghentikan kegiatan latihan olahraga, perubahan pribadi sebagai dampak perbaikan kondisi tubuh atas hasil latihan olahraga dan lain sebagainya (Anshel, 1997).

Jelaslah kini bahwa psikologi olahraga lebih diarahkan para kemampuan prestatif pelakunya yang bersifat kompetitif; artinya, pelaku olahraga, khususnya atlet, mengarahkan kegiatannya olahraganya untuk mencapai prestasi tertentu dalam berkompetisi, misalnya untuk menang. Sedangkan psikologi laithan lebih terarah pada upaya membahas masalah-masalah dampak aktivitas latihan olahraga terhadap kehidupan pribadi pelakunya. Dengan kata lain, psikologi olahraga lebih terarah pada aspek sosial dengan keberadaan lawan tanding, sedangkan psikologi latihan lebih terarah pada aspek individual dalam upaya memperbaiki kesejahteraan psikofisik pelakunya.

Sekalipun demikian, kedua bidang ini demikian sulit untuk dipisahkan, karena individu berada di dalam konteks sosial dan sosial terbentuk karena adanya individu-individu. Di samping itu kedua bidang ini melibatkan aspek psikofisik dengan aktivitas aktivitas yang serupa, dan mungkin hanya berbeda intensitasnya saja karena adanya faktor kompetisi dalam olahraga.

Sejarah Psikologi Olahraga di Indonesia

Jadi, di satu pihak seorang praktisi psikolog yang memiliki ijin praktik belum tentu memiliki cukup pengetahuan ilmu keolahragaan, di lain pihak, pakar keolahragaan tidak dibekali pendidikan khusus psikoterapi dan konseling. Akibatnya, sampai saat ini masih terjadi kerancuan akan siapa sesungguhnya yang berhak memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Idealnya adalah seorang konsultan atau psikoterapis memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keolahragaan; sehingga sebagai seorang praktisi ia tetap berada di atas landasan professinya dengan mengikuti panduan etika yang berlaku, dan di samping itu pengetahuan keolahragaannya juga cukup mendukung latar belakang pendidikan formalnya.

Dalam upaya mengatasi masalah ini IPO sebagai asosiasi psikologi olahraga nasional tengah berupaya menyusun ketentuan tugas dan tanggung jawab anggotanya. Di samping itu, IPO juga tengah berupaya menyusun kurikulum tambahan untuk program sertifikasi bagi para psikolog praktisi yang ingin memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Kurikulum tersebut merupakan bentuk spesialisasi psikologi olahraga yang meliputi: 1) Prinsip psikologi olahraga, 2) Peningkatan performance dalam olahraga, 3) Psikologi olahraga terapan, 4) Psikologi senam.

Masalah lain yang juga kerapkali timbul dalam penanganan aspek psikologi olahraga adalah dalam menentukan klien utama. Sebagai contoh misalnya pengguna jasa psikolog dapat seorang atlet, pelatih, atau pengurus. Kepada siapa psikolog harus memberikan pelayanan utama jika terjadi kesenjangan misalnya antara atlet dan pengurus, padahal psikolog dipekerjakan oleh pengurus untuk menangani atlet, dan atlet pada saat tersebut adalah pengguna jasa psikologi. Di satu pihak psikolog perlu menjaga kerahasiaan atlet, di lain pihak pengurus mungkin mendesak psikolog untuk menjabarkan kepribadian atlet secara terbuka demi kepentingan organisasi. Sachs (1993) menawarkan berbagai kemungkinan seperti misalnya menerapkan perjanjian tertulis untuk memberikan keterangan; namun demikian, jika atlet mengetahui bahwa pribadinya akan dijadikan bahan pertimbangan organisasi, ia mungkin cenderung akan berperilaku defensif, sehingga upaya untuk memperoleh informasi tentang dirinya akan mengalami kegagalan. Karenanya, seorang psikolog harus dapat bertindak secara bijaksana dalam menangani masalah ini, demikian pula, hendaknya seorang pelatih yang kerapkali bertindak selaku konsultan bagi atletnya kerap kali harus mampu melakukan pertimbangan untuk menghadapi masalah yang serupa.

Atlet, Pelatih, & Lingkungan

Atlet, pelatih dan lingkungan merupakan tiga aspek yang berkaitan satu sama lain dalam membicarakan psikologi olahraga dan psikologi senam. Istilah atlet tidak terbatas pada individu yang berprofesi sebagai olahragawan, tetapi juga mencakup individu secara umum yang melakukan kegiatan olahraga. Pelatih harus dibedakan dari sekedar instruktur, karena pelatih tidak hanya mengajarkan atlet bagaimana melakukan gerakan-

gerakan olahraga tertentu, tetapi juga mendidik atlet untuk memberikan respon yang tepat dalam bertingkah laku di dalam dan di luar gelanggang olahraga. Lingkungan tidak terbatas pada lingkungan fisik semata-mata tetapi juga lingkungan sosial masyarakat, termasuk di dalamnya lingkungan kehidupan tempat atlet tinggal.

Atlet, pelatih dan lingkungan adalah tiga aspek yang merupakan suatu kesatuan yang menentukan athletic performance. Istilah atlethic performance agak sulit untuk diterjemahkan karena merupakan suatu istilah spesifik yang tidak bisa disamakan artinya dengan misalnya perilaku atletik.

Atlet

Seorang atlet adalah individu yang memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki bakat tersendiri, pola perilaku dan kepribadian tersendiri serta latar belakang kehidupan yang mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Sekalipun dalam beberapa cabang olahraga atlet harus melakukannya secara berkelompok atau beregu, pertimbangan bahwa seorang atlet sebagai individu yang unik perlu tetap dijadikan landasan pemikiran. Karena, misalnya di dalam olahraga beregu, kemampuan adaptif individu untuk melakukan kerjasama kelompok sangat menentukan perannya kelak di dalam kelompoknya.

Adalah sesuatui hal yang mustahil untuk menyamaratakan kemampuan atlet satu dengan lainnya, karena setiap individu memiliki bakat masing-masing. Bakat yang dimiliki atlet secara individual ini lah yang sesungguhnya layak untuk memperoleh perhatian secara khusus agar ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya yang ada secara maksimum.

Namun demikian, keunikan individu seorang atlet seringkali disalahartikan sebagai perilaku menyimpang (Anshel, 1997). Sebagai contoh petenis John McEnroe menggunakan perilaku marahnya untuk membangkitkan semangatnya. Namun bagi mereka yang tidak memahami hal ini menganggap McEnroe memiliki kecenderungan pemarah. Masalahnya adalah mungkin perilaku marahnya dapat mengganggu lawan tandingnya sehingga hal ini dirasakan sebagai sesuatu yang kurang sportif untuk menjatuhkan

mental lawan tandingnya. Demikian pula Monica Seles sering ditegur karena lenguhannya yang keras pada saat memukul bola, namun sesungguhnya hal ini merupakan keunikan perilakunya, dan karena tidak adanya aturan khusus untuk melarang hal tersebut, sebenarnya memang Seles tidak melakukan pelanggaran apapun. Adalah juga keliru menganggap bahwa setiap atlet membutuhkan masukan dari pelatihnya pada saat menjelang pertandingan. Karena ada atlet-atlet yang lebih cendeung memilih untuk berada sendiri daripada ditemani oleh orang lain. Jadi, setiap atlet memiliki ciri khas masingmasing, dan tidak bisa dilakukan penyamarataan dalam melakukan pendekatan terhadap atlet. Hal-hal seperti inilah yang perlu difahami oleh para pembina dalam membina para atletnya. Karena justru keunikan merekalah yang membuat mereka mampu berprestasi puncak. Sedangkan mereka yang tergolong "normal" memang hanya memiliki prestasi normalnormal (biasa-biasa) saja.

Pelatih

Pelatih, seperti telah disinggung di atas, bukan sekedar instruktur olahraga yang memberitahukan atlet cara-cara untuk melakukan gerakan tertentu dala olahraga. Pelatih juga merupakan tokoh panutan, guru, pembimbing, pendidik, pemimpin, bahkan tak jarang menjadi tokoh model bagi atletnya. Pelatih sendiri juga mungkin meniru gaya pelatih lain atau pelatih senior yang melatih dirinya. Ada pepatah asing yang mengatakan "monkey see, monkey do", artinya apa yang dilihat, itulah yang dikerjakan. http://himpsi.web.id.42421.masterweb.net/publikasi0001.php PSIKOLOGI OLAHRAGA Tanpa berpanjang kata dan basa basi saya akan segera menjelaskan mengenai Psikologi Olahraga. Kenapa saya memilih Tema ini? sebenarnya ada 2 alasan, pertama saya adalah seorang mahasiswa dari salah satu Universitas Swasta Jurusan Psikologi dan saya sangat menyukai bidang Olahraga khusunya sepakbola :) oke, mari saya lanjut pembahasan nya.... Psikologi adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dengan lingkungannya. Bidang psikologi juga bermacammacam. Sementara Olahraga adalah Aktivitas untuk melatih tubuh tidak hanya secara jasmani maupun rohani. dan bidang olahraga pun bermacammacam. Lalu apa kaitan nya antara Psikologi dengan Olahraga?

Itu lah yang saya ingin cari tahu dan saya jabarkan disini. Saya pribadi masih sangat jarang mendengar ini hhe.. Hampir semua orang mungkin masih mengaggap kurang famous bidang ini. Kita sebagai manusia sepintas hanya melihat bila psikologi hanya dibutuhkan untuk orang-orang yang sakit jiwanya atau yang jiwa nya sedikit ada masalah. Namun tanpa kita ketahui dan sadari bahwa peran psikologi olahraga sangat dominan dalam mendongkrak prestasi para atlet. Salah satu contohnya misalnya dalam pemberian dan memotivasi atlet, menghilangkan stres, kecemasan atlet yang dibebani oleh pencapai prestasi yang harus diraih. Dan selain itu, peran psikologi olahraga juga bisa untuk proses penyembuhan emotional disorders yang kerap di alami oleh para atlet seperti penggunaan obat terlarang (doping), agresifitas, anorexia, dan permasalahan pribadi para atlet yang akan hendak bertanding. Tidak dapat dipungkiri masalah emosional dan motivasi seorang atlet sangat penting dalam mendapatkan prestasi yang maksimal. Terry Orlick seorang pakar psikologi olahraga asal Kanada, mencatat ada beberapa hal yang perlu dimiliki oleh seseorang atlet sebagai syarat untuk meraih kualitas permainan yang bagus.Syarat itu kemudian dikemas dalam the zone of excellence berikut: 1. Selalu mengingat bahwa hanya pikiran positif yang sanggup memproduksi hasil positif.. Artinya, setiap pikirang yang positif pasti akan menghasilkan pula hasil-hasil yang positif. pikiran positif disini adalah seorang atlet harus memiliki pandangan dan pemikiran positif agar dapat fokus dalam pertandingan hingga nantinya akan mendapatkan prestasi yang akan dicapai. 2. Selalu mengingat bahwa citra diri positif yang dapat menghasilkan tindakan positif.. Artinya, memiliki citra diri yang positif akan membuat kita punya perasaan diri yang positif, yang nanti nya dari citra yang positif akan menghasilkan tindakan dan hal-hal yang positif pula, sehingga kita pun akan senantiasa memandang diri kita ini memiliki citra yang positif. 3. Tetap mengingat bahwa selalu ada pelajaran yang bisa kita serap dari situasi apapun dan dari siapa pun.. Artinya, para atlet harus dapat mempelajari berbagai situasi apapun dan dari siapapun, mau itu situasi yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Dan biasanya para atlet pun harus bisa belajar banyak pengalaman dari senior atau atlet favoritnya untuk memperbaiki diri akan membuat kehebatan para atlet bertambah. 4. Selalu berfikir dan selalu bersikap saya bisa.. Artinya, setiap atlet harus selalu berpikir dan bersikap optimis. Di otak dan hati nya harus tertanam bahwa "saya bisa, saya pasti bisa1", hal ini akan memicu dan memotivasi untuk atlet. 5. Selalu berfikir ada peluang dan kemungkinan. . Artinya, disetiap kesulitan dan peluang berhasil yang kecil, para atlet harus tetap bisa berpikir selalu ada peluang dan kemungkinan yang baik sehingga dapat meraih sukses. 6. Selalu ingat pada focus utama kita. . Artinya, dengan kita memfokuskan

diri pada proses yang anda jalani untuk meraih sasaran yang anda inginkan, yang bisa membuat anda benar-benar mengerahkan seluruh potensi yang anda miliki secara optimal. Focus akan memmberikan kekuatan dalam bertahan dari serangan kekecewaan, kegagalan, dan kepahitan. 7. Selalu mengingat anak tangga dalam melakukan sesuatu (step-by-stepachieving. . Artinya, dalam meraih prestasi yang maksimal para atlet harus tetap memgingat bahwa setiap kesuksesan harus dicapai dengan step-byestep-achieving.Jadi tidak ada sesuatu yang instan,harus dengan kerja keras, latihan, fokus untuk dapat menggapai kesuksesan yaitu prestasi yang maksimal.

Di awal kemunculannya, psikologi olahraga memang berperan untuk membantu menemukan teknik pelatihan yang efektif dan efisien dalam mengembangkan kemampuan atletis para atlet. Penelitian tentang waktu tempuh pembalap sepeda adalah tonggak sejarah munculnya psikologi olahraga. Para psikolog olahraga banyak yang terjun langsung memberi pelatihanpelatihan atau kursus-kursus bagi pelatih dalam konteks pemahaman terhadap manusia untuk diimplementasikan dalam proses pencetakan para atlet. Tidak hanya dalam konteks olahraga prestasi, psikologi olahraga juga berperan pengembangan olahraga sebagai salah satu sarana mencapai psychological well being atau untuk mencapai kesehatan mental bagi masyarakat. Karena terbukti bahwa olahraga merupakan salah satu sarana yang efektif untuk menghilangkan stress maupun depresi. Jadi, Psikologi Olahrga memang sangat besar ya pengaruh nya bagi keberhasilan penacapaian prestasi para atlet. Sumber : http://catatanraufmendunia.wordpress.com/2010/01/05/%E2%80%9Cthezone-of-excellence%E2%80%9D/ http://psikologiolahraga.wordpress.com/2007/08/14/ruang-lingkup-psikologiolahraga/ http://id.wikipedia.org/wiki/Olahraga http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi Sumber Gambar : http://www.supersoccer.co.id/supersoccer-tv/berita/content/read/psikologiolahraga/ http://www.cvalfabeta.com/0239-detail-psikologi_olahraga.html ddd http://maleebints.blogspot.com/2012/04/psikologi-olahaga.html Sinergi Psikologi Olahraga dalam Program Latihan mental training Psikologi olahraga merupakan salah satu instrumen dalam sebuah proses latihan untuk meningkatkan performa atlet. Bersama dengan biomekanik,

nutrisi serta kedokteran, psikologi memberi asupan agar program penciptaan atlet berprestasi menjadi lebih terarah dan efektif. Kenyataannya, belum banyak pelatih yang menyadari peran, fungsi dan bentuk yang bisa diberikan oleh psikologi olahraga dalam melatih para atletnya. Ada dua aliran psikologi olahraga yang bisa diterapkan dalam konteks hubungan dengan para atlet. Yang pertama adalah psikologi klinis. Aliran ini merupakan salah satu cabang psikologi yang secara spesifik berkaitan dengan gangguan-gangguan emosional atau kepribadian yang dialami oleh manusia. Penerapan dalam konteks olahraga, psikolog klinis menjadi partner bagi manajemen dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kejiwaan yang dialami baik oleh atlet, pelatih maupun pengurus cabang olahraga tersebut. Persoalan-persoalan kejiwaan yang umum dialami oleh para atlet antara lain gangguan makan (eating disorders), jenisnya adalah Bulimia atau Anorexia, gangguan tidur, gangguan kecemasan akut, gangguan kepribadian dan sebagainya. Psikolog klinis dalam olahraga harus mampu menjadi konselor atau terapis bagi atlet-atlet yang mengalami gangguan-gangguan tersebut. Perannya tidak berkaitan secara langsung dengan proses latihan dan secara otomatis tidak berkaitan dengan para pelatih dalam lapangan. Aliran yang kedua, dan menjadi salah satu elemen vital dalam proses latihan adalah psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi yang memberikan metode dan dasar bagi sebuah proses pendidikan dalam arti yang luas. Proses latihan menjadi salah satu bentuk pendidikan dalam situasi olahraga. Psikolog pendidikan memegang peranan yang cukup vital dalam pembentukan mental para atlet agar mencapai prestasi yang maksimal. Secara umum, peran psikolog pendidikan dalam olahraga adalah menjadi asisten pelatih (bersama pelatih fisik, ahli nutrisi, dan dokter) untuk memberi masukan pelatih dalam menyusun program latihannya. Psikologi aliran ini yang kemudian akan kita sebut dengan psikolog olahraga. Perhatikan Program Latihan Dalam menjalankan perannya, psikolog olahraga mendasarkan programnya pada program yang dibuat oleh pelatih. Secara umum, pelatih akan membagi program latihannya menjadi dua periodisasi yakni, microcycle dan macrocycle. Microcycle adalah program yang dibuat dalam logika waktu yang lebih pendek, misalnya harian dan mingguan. Sedangkan macrocycle adalah kumpulan dari beberapa microcycle dan merupakan sasaran akhir tahun dari seorang atlet. Secara sederhana, microcycle mempunyai sasaran-sasaran jangka pendek, sedangkan macrocycle adalah sasaran puncaknya. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah kalender kompetisi. Sebagai bahan evaluasi latihan, seorang atlet memerlukan kompetisi yang rutin dan bersifat meningkat. Kompetisi yang rutin dan kompetitif akan memberikan kesempatan baik bagi para atlet maupun pelatih untuk melihat perkembangan dan mengevaluasi kekuarangan-kekurangan yang mungkin masih ditemui. Kompetisi sendiri biasanya dibedakan menjadi dua jenis, yang pertama adalah Kompetisi Antara dan yang kedua adalah kompetisi utama.

Untuk beberapa cabang olahraga, kompetisi utama diadakan dalam bentuk seri yang dilangsungkan selama satu tahun. Dengan mengantongi program latihan dari pelatih, para psikolog olahraga baru bisa membuat program dengan sasaran peningkatan kualitas mental bertanding dari para atlet. Program-program psikolog olahraga tidak hanya berupa pendampingan bagi para atlet, tapi berbentuk program latihan yang membekali keterampilan psikologis kepada para atlet. Keterampilanketerampilan mental tersebut akan sangat berguna untuk pemain agar mereka mampu menangani masalah-masalah psikologis yang sering mengganggu penampilan, seperti kecemasan, motivasi, percaya diri, daya juang dan sebagainya.Tidak hanya dalam pertandingan, keterampilan ini juga akan menciptakan mental yang kuat saat menjalani latihan. Keterampilanketerampilan mental tersebut tersebut antara lain: Self talk, imagery training, relaksasi dan sebagainya. Sebagai kesimpulan, program yang dibuat oleh psikolog olahraga harus selalu menunjang program yang dibuat oleh para pelatih kepala. Tujuannya adalah satu, membentuk atlet yang mempunyai mental yang tangguh, motivasi prima serta konsentrasi yang mendukung mereka untuk mendapatkan gelar juara. Para pelatih atau pembina cabang olahraga yang serius ingin menciptakan atlet-atlet yang berkualitas hendaknya mulai memikirkan untuk menggandeng unsur ilmu pengetahuan yang lain. Karena olahraga modern sekarang ini tidak cukup mengandalkan bakat, tapi proses pembinaan dan latihan menjadi elemen vital dalam mencetak para calon juara. Negara-negara dengan tradisi prestasi olahraga yang tinggi telah menerapkan ini dengan baik, mengapa Indonesia tidak memulainya dari sekarang? Guntur Utomo http://psikologiolahraga.wordpress.com/2009/07/21/sinergi-psikologiolahraga-dalam-program-latihan/ Psikologi olahraga mencakup berbagai hal diantaranya motivasi untuk bertahan dan mencapai tujuan, bimbingan psikologis ketika mengalami cedera olahraga dan saat rehabilitasi, konseling dengan atlet, menilai bakat, latihan kepatuhan dan kesejahteraan, keahlian dalam olahraga. Teori psikologi pertama dikeluarkan oleh Norman Triplett (1861-1931), teorinya berbunyi olahraga yang dilakukan bersama akan memberikan motivasi yang lebih kepada seorang atlet. Makna dari teori ini adalah jika olaharaga dilakukan oleh banyak pemain misalnya bersepeda, maka atlet akan lebih termotivasi untuk maju. Nilai yang ada tentang psikologi olahraga adalah mengajarkan perbedaan antara seseorang yang baik dan seseorang yang juara. Semua permainan olahraga yang baik datang dari persiapan dengan baik, mental maupun fisik. Untuk menjadi yang terbaik mengharuskan Anda untuk menggunakan keahlian yang anda miliki seefektif mungkin. Jika sudah melakukan yang terbaik, maka juara akan dengan gampang dapat diarih.

Manfaat dari hal tentang psikologi dalam olahraga adalah: Mengembangkan keterampilan mental yang diperlukan oleh seorang atlet, seringkali atlet yang layak dan berbakat tidak mencapai penampilan terbaik mereka hal ini dapat disebabkan oleh keterampilan dan pembinaan mental yang kurang. Membimbing atlet agar dapat mengatur konsentrasi mereka. Meberikan motivasi agar dapat berusaha maksimal dalam pertandingan. Membantu atlet untuk menekan potensi mereka dan mencapai kinerja yang mereka impikan. Saat ini persepsi yang populer sering menganggap bahwa psikologi olahraga hanya penting untuk olahraga yang berbahaya. Padahal, psikologi dalam olahraga khusus mencakup berbagai topik ilmiah, klinis yang penting dalam olahraga (bagi atlet itu sendiri). Ada alasan utama pentingnya tentang psikologi dalam olahraga, yaitu: Memahami bagaimana psikologi dapat diterapkan untuk meningkatkan motivasi dan kinerja Memahami bagaimana olahraga dapat meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan secara keseluruhan. Konsultasi, proses konsultasi ini sangat penting sebagai salah satu harus berkonsultasi dengan atlet individu atau tim untuk mendapatkan keterampilan untuk meningkatkan tingkat kinerja. Seorang psikolog olahraga akan mengumpulkan informasi mengenai keadaan para atlet dalam sebuah tim olahraga. Informasi tentang psikologi ini akan membantu psikolog untuk memahami pola-pola mental dan dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah pertandingan olahraga. Dengan menggunakan informasi ini, psikolog olahraga secara akurat dapat memberikan bimbingan dan nasihat mengenai cara terbaik untuk menciptakan lingkungan yang akan menelurkan atlet berkualitas. Salah Seorang psikolog olahraga sangat memahami kondisi psikologi atlet yang dibinanya. Psikolog olahraga akan membantu para pelatih untuk mengetahui metode yang lebih baik untuk anggota tim. Sebenanarnya terdapat suatu kesinambungan untuk menciptakan semangat dan kesiapan mental seorang atlet di dalam sebuah tim. Atlet secara tidak langsung memberikan informasi tentang kondisi mereka kepada psikolog, setelah psikolog mengkaji dan memberikan bantuan kepada pelatih, hasil pengamatan psikolog ini digunakan oleh pelatih untuk melatih atlet yang dibinanya. http://duniaolahraga.com/seputar-psikologi-olahraga_266.htm Beranda Olah Raga Serba Serbi Olah Raga Artikel Umum Olahraga Psikologi Olahraga Psikologi Olahraga yang Penting Untuk Diterapkan Oleh: AnneAhira.com Content Team Mungkin banyak orang yang tak faham dengan psikologi olahraga yang bisa

digunakan sebagai instrumen untuk memacu prestasi para olahragawan. Urgensi penerapan psikologi bagi para olahragawan berperan untuk mengangkat moral dan semangat bertanding yang menurun, melipatgandakan semangat, bahkan memberikan suntikan moril sebelum bertanding. Pengertian Psikologi Sebelum masuk ke pembahasan mengenai apa itu psikologi olahraga, elaborasi atau pembahasan tentang apa itu psikologi akan terlebih dahulu dipaparkan. Apa itu psikologi? Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan yang diidap oleh seseorang. Psikologi juga bisa disebut sebagai ilmu yang banyak mempelajari mengenai tingkah laku seseorang. Psikologi Olahraga Sekarang, kita coba masuk ke definisi mengenai psikologi olahraga itu sendiri. Psikologi olahraga ini bisa dikatakan merupakan cabang ilmu baru yang merupakan pengembangan dari teori atau ilmu psikologi itu sendiri. Sejak akhir abad ke-19 para ahli psikologi telah mulai proyek pengembangan psikologi ke dalam ranah-ranah kehidupan sehari-hari. Dampak dari upaya untuk mengembangkan psikologi, hadirlah psikologi terapan di berbagai bidang, salah satunya olahraga. Dengan demikian secara sederhana kita bisa menyebut bahwa psikologi olahraga merupakan perpaduan dari posikologi dan olahraga. Maksud dari penerapan ilmu psikologi dalam olahraga ini, supaya bakat olahraga yang terdapat dalam diri seseorang bisa terus dikembangkan tanpa terkendala oleh berbagai hambatan yang ada dalam diri yang sifatnya psikologis. Peranan Psikologi Dalam Olah Raga Seberapa besar peranan psikologi dalam olahraga? Anda tahu atlet yang sedang meningkat perasan stresnya akan memberikan dampak negatif ketika si atlet bertanding. Hal ini sangat mungkin bisa menurunkan prestasi si atlet secara keseluruhan. Ketenangan yang seharusnya ada menjadi hilang, mudah mengeluarkan keringat, cemas terhadap hasil pertandingan, dan rasa tak karuan lainnya. Dengan bantuan psikologi, keadaan destruktif demikian bisa secara efektif diminimalisir. Selain itu juga, bantuan psikologis terhadap para atlet juga membantu dalam memberikan pengertian mengenai mengapa dan apa olah raga bagi mereka? Jika mereka sudah mampu memahami sampai makna terdalam dari pertanyaan tersebut diharapkan para atlet akan tumbuh kesadaran, bahwa prestasi atlet akan mampu mengangkat namanya secara individu juga bangsa yang diwakilinya. http://www.anneahira.com/psikologi-olahraga-8416.htm Psikologi Olahraga

02/09/2010 Oleh: Mauricio Zbinden Psikologi olahraga adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental dan perilaku manusia selama kegiatan olahraga. Hal ini merupakan ilmu terapan, yang berkaitan dengan bagaimana mengetahui dan mengoptimalkan kondisi internal atlet untuk mencapai ekspresi dari potensi fisik, teknis dan taktis yaitu pada proses persiapan menghadapi kompetisi. Pendekatan pertama antara psikologi dan olahraga yaitu ketika seorang pelatih melakukan konsultasi kepada seorang psikolog, untuk memperoleh deskripsi prilaku seorang atlet selama kompetisi berjalan dalam rangka untuk meminta saran dari psikolog tersebut bagaimana atlet mempunyai kontrol diri selama kompetisi berlangsung. Dengan berjalannya waktu, perkembangan psikolog olahraga saat ini, hubungan antara seorang psikolog dengan atlet sudah menjadi sesuatu yang mendasar. Seorang psikolog membantu atlet dalam mengontrol stress nya, dimana hal tersebut akan menghasilkan berkurangnya pengontrolan seorang atlet terhadap emosi dan prilaku nya yang akan mempengaruhi kinerja dari atlet tersebut. Di sisi yang lain, psikologi olahraga mencoba untuk bergerak dari suatu harapan sukses (yaitu ketika seorang atlet merasa bahwa keahliannya berhubungan secara langsung dengan kemenangan) menuju suatu harapan keberhasilan (yaitu aksi dan gerakan teknik nya menghasilkan perhatian dan perasaannya). Terdapat 2 prespektif besar dalam psikologi: yaitu perkembangan dan terapeutik. Disisi yang lain, berdasarkan penerapannya, psikologi dapat dibagi menjadi: psikologi dari seorang atlet, psikologi dan konsultasi kepada seorang pelatih serta konsultasi seorang pemimpin. Cukup penting, menjadi penekanan bahwa suatu diagnosa yang baik untuk psikologi olahraga, menghasilkan suatu hubungan yang menunjukan bahwa seorang atlet adalah anggota sebuah team dalam suatu kompetisi. http://www.supersoccer.co.id/supersoccer-tv/berita/content/read/psikologiolahraga/

Sejarah Psikologi Olahraga November 2, 2009 pada 10:43 am (pengetahuan) Tags: PSIKOLOGI OLAHRAGA, SEJARAH PSIKOLOGI Sejarah Psikologi Olahraga.

Sejak Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologi yang pertama di Leipzig pada tahun 1879, maka perhatian dunia terhadap ilmu psikologi pun menjadi sangat besar. Murid Wunt bernama Granville Stanley Hall mendirikan laboratorium serupa di Johns Hopkins University, AS. Terdapat mahasiswa doktoral yang cemerlang dari Stanley Hall yang berada di Clark University adalah Norman Triplett. Ia dianggap sebagai orang pertama yang melakukan penelitian berkaitan dengan psikologi olahraga, yaitu tahun 1898 saat ia melakukan penelitian terhadap atlet balap sepeda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengapa pembalap sepeda akan mengendarai lebih cepat saat bertanding kelompok daripada sendirian. Triplett menyimpulkan adanya pengaruh psikologis tertentu yang ia sebut sebagai faktor keberadaan orang lain atau presence of others. Triplett juga melakukan penelitian (Weinberg & Gould, 1995) terhadap anak-anak yang memancing. Ditemukan bahwa setengah dari anak-anak tersebut dipengaruhi oleh keberadaan anak lain. Jadi ada pengaruh lingkungan sosial sebagai faktor munculnya sikap kompetitif. Sehubungan dengan dilakukannya penelitian tersebut , maka Triplett dianggap sebagai orang pertama yang melakukan studi dalam Psikologi Olahraga (Iso-Ahola & Hatfield, 1985) Setelah penelitian Triplett tersebut, sejumlah penelitian lain seputar Psikologi olahraga pun bermunculan. Tahun 1899, E.W. Scripture dari Yale University melukiskan ciri-ciri kepribadian seseorang yang dipengaruhi oleh keterlibatannya dalam olahraga. Kemudian tahun 1903, GTW Patrick membahas mengenai penonton American Football mengekspresi-kan emosi mereka terhadap para pemain dalam olahraga tersebut. Tahun 1918, C.R. Griffith melakukan studi terhadap atlet football dan basket di University of Illinois tentang faktor-faktor psikologis pada atlet-atlet tersebut antara latihan dan pertandingan. Ada 3 bidang perhatiannya dalam melakukan penelitian yaitu psychomotor learning, skilled performance, dan kepribadian. Ia menulis 2 buku yang sangat terkenal yaitu The Psychology of Coaching tahun 1926 dan The Psychology of Atletics tahun 1928. Griffith juga menulis 25 artikel ilmiah dari hasil penelitiannya dalam olahraga, sehingga disebut Father of Sport Psychology (Weinberg & Gould, 1995) di AS. Di Eropa, yang dianggap sebagai pelopor munculnya psikologi olahraga menurut Antonelli (Antonelli, 1960) adalah Stutt dari Jerman. Tahun 1801, ia menulis mengenai faktor-faktor psikologis pada atlet sepakbola. Namun demikian yang dianggap lebih merupakan tonggak munculnya psikologi olahraga di Eropa adalah De Coubertin (pendiri dari gerakan olympiade) menulis Essays in Sport Psychology tahun 1913. Ia menjajagi olahraga sebagai ekspresi estetik dan juga sebagai alat pendidikan untuk mencapai keseimbangan emosi yang lebih baik (Vanek & Cratty, 1970) Jadi menjelang Perang Dunia I, psikologi olahraga di dunia sudah cukup eksis. Sementara itu, di berbagai belahan dunia lain, psikologi olahraga mulai berkembang dan mendapat tempatnya sendiri. Di Jepang, riset mengenai

psikologi olahraga dan aktivitas fisik atau psychology of physical activity and sport dilakukan tahun 1920 oleh Mitsuo Matsui. Di Russia, ilmu psikologi tumbuh dan berkembang pada akhir abad ke-19 dan dipelopori oleh Ivan N. Chenov. Chenov merupakan pendahulu dari ilmuwan psikologi faal Russia yang terkenal yaitu I.P. Pavlov. Pasca Perang Dunia II, baik di Eropa maupun di AS dan Asia, perhatian terhadap motor learning dan psikologi olahraga bermunculan kembali. Di Leipzig, Jerman di bawah kepemimpinan Paul Kunath, didirikan kembali Lab. Psikologi Olahraga. Di RRC, bermunculan banyak institusi yang memfokuskan pada pendidikan fisik/ jasmani atau physical education. Tahun 1942, Wu Wenzhong dan Xiao Zhonguo menulis buku mengenai psikologi olahraga yang berjudul The Psychology of Physical Education. Keduanya merupakan tokoh dari National Institute of Wu Shu. Perkembangan Psikologi Olahraga di RRC dilaporkan oleh: Ma Qiwei, dkk pada pertemuan 1990 Beijing Asian Games Scientific Congress, tanggal 16-20 September, sebagai berikut: Pada dekade 1956-1966, tulisan dan karangan mengenai psikologi olahraga dari luar negeri mulai dikumpulkan dan diterjemahkan. Psikologi OR berangsur-angsur dijadikan mata kuliah resmi di Institut Pendidikan Jasmani. Dekade 1979-1989 adalah periode saat Psikologi OR berkembang pesat November 1979, dalam pertemuan tahunan Third Annual Academic Meeting of China Society of Psychology di Tianjin, diresmikan berdirinya Physical Education and Sport Psychology Commission. Desember 1980 dirsemikan berdirinya National Society of Sport Psychology yang berafiliasi dengan Congress of China Society of Sport Science (CSSS). Menurut Silva III dan Weinberg (1984), salah satu studi pendahuluan dalam psikologi olahraga telah dilakukan oleh George W. Fitz yang menyelidiki waktu reaksi (reaction time) yang tercantum dalam psychological review tahun 1895. Fitz adalah Kepala Departemen Anatomi, Psikologi, dan Latihan Fisik pada Havards Lawrence Scientific School sejak 1891 sampai 1899, dan sebagai penanggungjawab berdirinya Laboratorium Pendidikan Jasmani yang pertama di Amerika Utara, telah menciptakan alat-alat untuk mengukur kecepatan dan ketepatan seseorang menyentuh objek yang dihadapi tibatiba dan dalam posisi yang tak terduga. William G. Anderson, tokoh pendidikan jasmani terkemuka dan tokoh berdirinya American Assosiation for Healt, Physical Education, Recreation and Dance selama tahun akademik 1897-1898 menyelesaikan eksperimen mengenai Mental Practice, Transfer of Training dan Transfer of Muscular Sterngth (Anderson: 1899). Silva III dan Weinberg (1984) juga mengemukakan hasil studi Robert A. Cumnins (1914) seseorang instruktur psikologi pada Universitas Washington yang meneliti efek latihan basket ball tehadap reaksi motorik, perhatian dan kesanggupan mengingat. Norman Triplett, ahli psikologi dari Universitas Indiana menyelesaikan studi untuk

membuktkan hubungan antara pengaruh penonton terhadap pengaruh motorik. Menurut Kroll dan Lewis, dalam tulisannya yang dihimpun oleh Staub (1980), Coleman Robert Griffith pada tahn 1981 telah memulai mengadakan penelitian di Universitas Illions dengan mengadakan serangkaian observasi informan mengenai faktor-faktor psikologi yang yang terlibat dalam olahraga bola basket dan sepak bola. Pada tahun 1925 Griffith sudah mengadakan persiapan untuk mendirikan laboratorium psikologi olahraga. Kemudian secara resmi Griffith menjadi direktur dari the Athletic Research Laboratory di Universitas Illinois. Griffith juga disebut-sebut sebagai Bapak Psikologi Olahraga khususnya di Amerika. Silva III dan Weinberg (1984) mengemukakan bahwa banyak orang yang berpendapat bahwa laboratorium psikologi olahraga di Amerika Utara, di Universitas Illinois, adalah laboratorium psikologi pertama di Amerika Utara. Laboratorium Psikologi olahraga pertama di dunia didirikan oleh Carl Diem di Deutsche Hochscule Fur Leibesubungen di Berlin pada tahun 1920. Di Rusia A. Z. Puni mendirikan Laboratorium Psikologi olahraga di Institut of Physical Culcure di Leningrad pada awal tahun 1925. Sebagaimana dikemukakan oleh Kroll dan Lewis, yang dikutib oleh Staub (1980), Griffith lebih banyak mencurahkan perhatiannya untuk meneliti ketrampilan psikomotor. Proses balajar, dan variabel-variabel kepribadian. Sehubungan itu Griffith mengembangkan sejumlah alat-alat tertentu meliputi : 1. 2. 3. 4. Alat mengukur waktu reaksi otot yamg diberi reaksi beban Tes kecerdikan dalam baseball Tes ketegangan otot dan relaksasi Tes untuk membedakan 4 tipe serial reactions times

5. Tes mengukur ketenangan, koordinasi otot-otot dan kemampuan belajar 6. 7. 8. Tes waktu reaksi tehadap sinar, suara, dan tekanan Tes untuk mengukur kepekaan otot Tes kesiapan mental yang dikembangkan khusus bagi atlet

Pada tahun 1932 Griffith meletakkan jabatan Direktur Athletic Research Laboratory karena suatu pembatalan bantuan finansial. Kemudian sebagai anggota tim Ahli Psikologi Olahraga dari perkumpulan baseball Chicago Club, Griffith menyelenggarakan bermacam-macan tes untuk meneliti kepemimpinan, latihan, kepribadian. Motor learning, kamampuan ( ability ),

pada bermacam-macam faktor psikologi sosial. Akhirnya Griffith menjadi profesor dalam psikologi pendidikan, menjelang masa depanya. Menurut Silva III dan Weinberg (1984) pada tahun 1935 Henry mengambil prakarsa mengadakan kursus di Berkeley dengan judul Psychological Basis of Physical Activity . Sesudah perang dunia II, Warren R. Johnson pada tahun 1949 mengawali penelitian mengenai bermacam-macam elemen stess dan dampaknya terhadap penampilan atlit. Tujuan dari salah satu penelitian tersebut adalah membandingkan reaksi emosional sebelum bertanding pada pemain sepak bola dan pegulat. Johnson berkesimpulan bahwa emosi kuat sebagai gejala wajar dari rasa takut dan resah sebelum bertanding tidak tampak sebagai faktor utama yang istimewa dalam sepak bola, tetapi pada indikasi yang kuat bahwa ini merupakan sesuatu yang penting dan serius dalam gulat. Sejarah Psikologi Olahraga di Indonesia Di Indonesia kegiatan psikologi olahraga belum berkembang secara meluas. Menurut Monty P. Satiadarma, dalam bukunya Dasar-dasar Psikologi Olahraga (2000) dikemukakan sebagai berikut Psikologi olahraga di Indonesia merupakan cabang psikologi yang amat baru, sekalipun pada praktiknya kegiatan para psikolog di dalam berbagai cabang olahraga di Indonesia telah berlangsung beberapa tahun lamanya. Secara resmi Ikatan Psikologi Olahraga (IPO) di Indonesia yang berada dibawah naungan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) baru dibentuk tanggal 3 Maret 1999 dan baru ditandatangani secara resmi pada tanggal 24 Juli 1999 dan diketuai oleh Monty P. Satiadarma. Tetapi, psikolog Singgih D. Gunarsa (d/h Go Ge Siong) bersama dengan psikolog Sudirgo Wibowo (d/h Ng Tjong Ping) telah memelopori kegiatan psikologi olahraga bulutangkis nasional yang memanfaat-kan jasa psikolog dan ilmu psikologi dalam mencapai puncak prestasi mereka, baik nasional maupun internasional. Peran psikolog Singgih D. Gunarsa yang demikian besar di dalam memelopori tumbuhnya psikologi olahraga di tanah air terus berlanjut selama kurang lebih 2 dekade secara sendirian. Sekalipun ada beberapa psikolog lain yang sesekali turut memberikan sumbangan ilmu kepada dunia olahraga di tanah air, hanya Singgih D. Gunarsa lah yang secara resmi dan berkesinambungan tercatat aktif berperan memberikan jasa psikologinya bagi keolahragaan di Indonesia. Kesadaran mengenai betapa pentingnya faktor psikologis, faktor mental, sayangnya tidak disertai dengan tersedianya tenaga khusus yang telah mempelajari bidang baru tersebut secara formal. Pribadi-pribadi yang menyadari hal tersebut belajar sendiri dari buku, kepustakaan, mengikuti seminar dan pertemuan-pertemuan internasional, disamping belajar dari pakar-pakar dalam bidang ini. Tercatatlah nama-nama Dra. Ny. Saparinah Sadli (sekarang Prof. Dr. Saparinah Sadli) dan Dra. Ny. Suprapti Sumarmo Markam (sekarang Prof. Dr. Suprapti Sumarmo Markam) keduanya pernah menangani atlet-atlet bulutangkis wanita yang dipersiapkan untuk perebutan

piala Uber tahun 1970-an. Kemudian tercatatlah nama-nama Monty P. Satiadarma, Yohannes Rumeser, Myrna R. Soekasah, Yoanita Nasution, Enoch Markum, Aryati Prawoto, Wismaningsih, Surastuti Nurdadi, Rosa Hertamina, Feisal, Wardhani, Gunawan, dan Lathief. Empat orang tokoh internasional dalam bidang psikologi OR pernah didatangkan ke Indonesia. Utamanya tentu agar mengucurkan pengetahuan mereka pada kita semua. Menjelaskan mengenai pentingnya perenan psikologi OR kepada para petinggi dalam bidang OR di Indonesia. Disamping juga merangsang para psikolog Indonesia untuk mempelajari dan mengembangakan psikologi OR. Sejarah Psikologi Olahraga di Asia Tenggara Pada suatu pertemuan, yaitu Scientific Seminar of The 10th Sea Games, tanggal 8 Okto-ber 1997 di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, penulis menyampaikan makalah dengan judul Sport Psychology: Challenge and Prospect. Antara lain dikemukakan sebagai berikut: Dari pengamatan pribadi, kegiatan psikologi OR sudah banyak dilakukan di Thailand, Malaysia, Singapore, dan akhirnya Vietnam sudah banyak memanfaatkan jasa psikolog OR, terutama dalam kaitan diselenggarakan Sea Games di Vietnam. Myanmar dan Brunei Darussalam belum terpantau. Di Philippina, meskipun ilmu psikologi sangat berkembang, namuan kegiatannya tidak banyak diketahui. Perlunya ada pengertian dan kesadaran dari para pengurus, pembina, pelatih, dan atlet itu sendiri terhadap manfaat psikologi OR yang diikuti dengan kerjasama yang baik, agar memungkinkan kegiatan dalam psikologi OR dapat dilaksanakan. Hal ini perlu dikemukakan, karena pada kenyataannya seringkali berbenturan dengan latihan fisik yang memang membutuhkan banyak waktu dan mungkin sangat melelahkan. Sehingga kegiatan yang memperhatikan aspek mental seperti bimbingan individual atau latihan mental (mental training) secara klasikal sering sulit dilakukan karena kurangnya atau tidak adanya alokasi waktu untuk melaksanakan atau bahkan tidak diperhatikan. Kerjasama dengan pelatih merupakan program strategis dan efektif dalam menerapkan asas-asas psikologi OR untuk para atlet. Pengertian dan pemahaman mengenai asas-asas psikologi pada para pelatih sangat menentukan berhasil gagalnya kerjasama yang diharapkan. Kerjasama antara psikolog OR dengan atlet perlu dibina sebaik-baiknya ditandai oleh kepercayaan bahwa atlet merasa terbantu dalam menghadapi dan menanggulangi masalah-masalah pribadi, masalah dalam latihan, dan masalah dalam penampilan dalam pertandingan. Daftar Pustaka: Gunarso, Singgih D. Prof. Dr,. 2004. Psikologi Olahraga Prestasi. PT. BPK Gunung Mulia: Jakarta. Yunus, Mahmud. Drs,. 1991. Psikologi Olahraga . Fakultas Ilmu Pendidikan: Malang.

Suka http://vharsa.wordpress.com/2009/11/02/sejarah-psikologi-olahraga/

You might also like