You are on page 1of 27

PENGGUNAAN KEMASAN PLASTIK POLYETHYLENE DAN DOOS PADA BAKPIA DALAM UPAYA MENINGKATKAN UMUR SIMPAN DAN DAYA

TARIK TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI PENGEMASAN

Oleh Tutik Setiyani A1D006059

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN 2008

RINGKASAN Bakpia adalah makanan tradisional khas Yogyakarta yang terbuat dari tepung lalu dipanggang dengan berbagai macam rasa isinya. Jenis bakpia ada dua macam, yaitu basah dan kering. Bakpia kering terbuat dari tepung lalu dipanggang dengan berbagai macam rasa isinya hingga mencapai kekeringan tertentu. Isi bakpia bisa menyesuaikan dengan keinginan konsumen di antaranya cokelat, keju, kumbu hijau, dan kumbu hitam. Salah satu komponen penting yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan pencitraan bakpia sebagai pangan tradisional agar mampu diterima konsumen secara luas adalah pengemasan produk. Fungsi pengemasan selain sebagai pelindung yang mendukung daya simpan juga berpengaruh terhadap nilai estetika produk. Penggunaan plastik sebagai kemasan primer dan doos sebagai kemasan sekunder tersebut tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan oleh karena itu perlu dianalisis menggunakan metode SWOT (strenght, weakness, opportunity , threat) guna menjadi acuan untuk meningkatkan mutu produk. Berdasarkan analisis SWOT kemasan bakpia kering diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan plastik sebagai kemasan primer dan doos sebagai kemasan sekunder telah sesuai dengan prinsip ekonomis dan efisien dengan besarnya kekuatan dan peluang ketimbang kelemahan dan ancaman.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakpia adalah makanan tradisional khas Yogyakarta. Makanan legit ini sangat populer di kota gudeg meskipun di banyak kota memiliki makanan serupa dengan nama pia. Jenis bakpia ada dua macam, yaitu basah dan kering. Bakpia terbuat dari tepung lalu dipanggang dengan berbagai macam rasa isinya. Isi bakpia bisa menyesuaikan dengan keinginan konsumen di antaranya cokelat, keju, kumbu hijau, dan kumbu hitam. Bakpia kering yang cukup dikenal salah satunya berasal dari daerah Pathok, Yogyakarta. Pathok adalah salah satu sentra bakpia yang cukup terkenal dari masa ke masa. Bahkan beberapa konsumen telah memiliki merek tertentu sebagai langganannya. Di sepanjang jalan KS Tubun ini setiap rumah memiliki usaha pembuatan bakpia mulai dari skala rumah tangga hingga skala industri. Merek dari bakpianya sendiri adalah nomor rumah yang dipatenkan, sehingga bakpia yang diproduksi di rumah nomor 25 maka merek bakpianya juga 25. Demikian juga dengan bakpia 75 dan 175 yang cukup terkenal. Bakpia kering sebagai makanan tradisional memiliki prospek yang bagus karena memiliki cita rasa khas dan banyak diminati masyarakat dari berbagai kalangan. Maka dari itu, bakpia sebagai makanan tradisional perlu mendapatkan perhatian lebih. Salah satu komponen penting yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan pencitraan bakpia sebagai makanan tradisional agar mampu diterima konsumen secara luas adalah pengemasan produk.

Fungsi pengemasan selain sebagai pelindung yang mendukung daya simpan juga berpengaruh terhadap nilai estetika produk. Kemasan merupakan satu kesatuan, seperti satu keranjang, satu peti, satu bungkus, atau satu pak. Masingmasing memiliki bobot dan ukuran sendiri bergantung pada jenis bahan/produk dan tujuan pengemasannnya. Ada kemasan besar seperti peti dan keranjang. Ada pula kemasan kecil seperti bungkus dan pak. B. Solusi Bakpia kering yang beredar di pasaran pada umumnya dikemas dalam plastik sebagai kemasan primer dan doos sebagai kemasan sekunder dengan desain kemasan yang relatif sederhana. Dengan melihat kondisi saat ini yang semakin banyaknya merek bakpia kering, maka perlu perlu dilakukan suatu inovasi untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan serta meningkatkan daya tarik bakpia kering. Salah satunya dengan cara memodifikasi kemasan, yaitu dengan menggunakan plastik dan doos sebagai kemasaan sekunder dengan desain yang menarik.

II. STUDI PUSTAKA

A. Bakpia Bakpia terbuat dari tepung lalu dipanggang dengan berbagai macam rasa isinya. Isi bakpia bisa menyesuaikan dengan keinginan konsumen di antaranya cokelat, keju, kumbu hijau, kumbu hitam, nanas, nangka, ataupun durian. Pada awalnya Bakpia Pathok berasal dari Cina dengan asal nama Tou Luk Pia yang artinya pia (kue) kacang hijau, kemudian setelah dibawa ke negeri ini dan muncul pertama kali sebagai sebuah industri pada tahun 1948 di Jalan Pathok, maka panganan itu diberi nama Bakpia Pathok. Kini jalan Pathok telah berganti nama menjadi Jalan Aip KS Tubun. Ketika itu kemunculannya dipelopori oleh Bakpia Pathok Srikandi dan Bakpia Pathok 75. Awalnya masih terbilang usaha kecil-kecilan, dan baru sekitar tahun 1989 panganan yang akhirnya menjadi ciri khas Yogyakarta itu mulai menjadi populer dan mulailah bermunculan produksi rumahan bakpia pathok lainnya seperti Bakpia Pathok 21,25, 555, 770 juga masih banyak lagi yang menyesuaikan dengan nomor jalan dimana rumah produksi bakpia itu berada. B. Pengemasan Pengemasan adalah kegiatan untuk menampung, melindungi, menera, membawa, dan memasarkan suatu produk dalam suatu wadah secara terencana. Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Adanya kemasan yang dapat membantu mencegah/mengurangi

kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran (Suyitno dan Kamarijani, 1993) Pengemasan juga disebut pembungkusan, pewadahan atau pengepakan serta merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas/dibungkusnya

(Julianti,E dan Mimi N, 2006). Pada umumnya tujuan dari pengemasan bahan pangan adalah (1) memelihara acceptability bahan pangan misalnya warna, cita, rasa dan tekstur, dan (2) mencegah kerusakan nilai gizi selama transportasi dan distribusi (Ketaren, 1986). Menurut Buckle et al., (1987) tujuan utama dari pengemasan adalah untuk memberikan kondisi yang tepat untuk produk pangan sehingga dapat mempertahankan produk sdalam kondisi bersih dan higienis serta mutu produk dapat dipertahankan dalam waktu lama. Fungsi dan tujuan kemasan antara lain : untuk mempertahankan produk agar tetap bersih dan memberikan perlindungan terhadap pencemaran dari luar, untuk memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik,air, oksigen dan sinar, harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan,

wadah menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan distribusi, saran untuk penerangan, keterangan serta daya tarik penjual. Ketaren (1986) menjelaskan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan, ditinjau dari sifat lemak atau bahan pangan berlemak yaitu: 1. Kecenderungan bahan pangan untuk kehilangan sejumlah air dan lemak yang terdapat dalam bahan pangan. 2. Kecenderungan bahan pangan untuk kehilangan sejumlah flavor yang mudah menguap dan menyerap bau dari luar. 3. Kecenderungan untuk mengeras pada temperatur yang berbeda dan pada kadar air yang berbeda. 4. Daya tahan bahan terhadap cahaya. 5. Daya tahan terhadap oksigen. 6. Daya tahan terhadap gangguan serangga. 7. Ukuran atau bentuk bahan yang akan dikemas. Selain itu, Ketaren (1986) juga mensyaratkan kemasan yang baik digunakan untuk bahan pangan berlemak adalah: a. Mencegah terjadinya proses oksidasi oleh oksigen atau pengoksidan lainnya. b. Bagian dalam dari kemasan sebaiknya diolesi dengan antioksidan untuk mencegah bau tengik. c. Jenis bahan pembungkus yang tahan terhadap lemak untuk mencegah penetrasi lemak keluar dinding pembungkus.

Di dalam pengemasan bahan pangan terdapat dua macam wadah, yaitu wadah utama atau wadah yang langsung berhubungan dengan bahan pangan biasa disebut kemasan primer dan wadah kedua atau wadah yang tidak langsung berhubungan dengan bahan pangan yang biasa disebut dengan kemasan sekunder. Kemasan primer harus bersifat non toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, flavour dan perubahan lainnya. Selain itu, pada kemasan primer juga diperlukan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dengan bergantung pada jenis makanannya, misalnya melindungi makanan dari kontaminasi, melindungi kandungan air dan lemaknya, mencegah masuknya bau dan gas, melindungi makanan dari sinar matahari, tahan terhadap tekanan atau benturan dan transparan (Winarno, 1994). Menurut diklasifikasikan kemasan) yaitu: a. Kemasan primer yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan. Misalnya kaleng susu, botol minuman, dan bungkus tempe. b. Kemasan sekunder yaitu kemasan yang berfungsi untuk melindungi kelompok-kelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng. Julianti dan Nurminah (2006) Jenis pengemas dapat

berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan

c.

Kemasan tersier

yaitu kemasan untuk mengemas setelah pengemas primer dan sekunder. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan. Menurut Julianti dan Nurminah (2006), pada bagian luar kemasan biasanya dilengkapi dengan label dan hiasan yang bertujuan untuk: a) memberikan kemudahan dalam mengidentifikasikan produk yang

dikemas, seperti jenis dan kuantitasnya. b) memberikan informasi tentang merek dagang dan kualitasnya c) menarik perhatian pembeli d) memberikan keterangan pada pembeli tentang cara menggunakan produk yang dikemas. Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi (Syarief, et al., 1989). Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar (Syarief, et al., 1989). Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Proses polimerisasi

yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras (Syarief, et al., 1989). Dalam plastik juga terkandung beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisikokimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan tersebut disebut komponen nonplastik yang berupa senyawa anorganik atau organik yang memiliki berat molekul rendah. Bahan aditif dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan,penyerap sinar UV, anti lekat dan masih banyak lagi (Winarno, 1994). Plastik dapat digunakan dalam bentuk lapis tunggal, ganda maupun komposit, dengan demikian kombinasi dari berbagai ragam plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan. Sifat-sifat utama dari plastik tipis fleksibel yang digunakan untuk pengemasan produk pangan adalah sebagai berikut ( Buckle et al., 1987) : 1. Cellulosa acetate digunakan dimana kekakuan, sifat sangat mengkilap dan kestabilan ukuran sangat penting, tidak menyerap banyak debu, mempunyai transmisi gas dan air tinggi. 2. Polyethylene, polyethylene dengan kepadatan rendah

(dibuat dengan tekanan dan suhu tinggi) merupakan plastik tipis yang murah dengan kekuatan tegangan yang sedang, terang dan merupakan penahan air yang baik tetapi buruk terhadap migrasi oksigen. Keuntungan yang terbesar adalah kemampuannya untuk menutup sehingga memberi tutup yang rapat terhadap cairan. Polyethilene dengan kepadatan tinggi (suhu dan tekanan

rendah) memberi perlindungan yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas terhadap panas. 3. Polypropylene lebih kaku, kuat dan ringan daripada polyethilene dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan panahan yang baik. 4. Polyamides (nilon), nilon 6 mempunyai sifat mudah penanganannya dan tahan terhadap gesekan. Nilon 11 dan 12 adalah penahan yang sangat baik terhadap oksigen dan uap air serta mempunyai suhu penutupan lebih rendah. Nilon 66 akan mencair pada suhu tinggi dan sukar ditutup dengan panas. 5. Polyester mempunyai kekuatan cukup baik terhadap tegangan dan tahan sobekan. 6. Polyvinyl chlorida merupakan plastik tipis bersifat fleksibel yang diperoleh dengan penambahan bahan-bahan plastik. Vinyl copolymer film dipergunakan sebagai plastik tipis yang bersifat mengerut untuk berbagai produk dan sebagai pelapis. 7. Polyvinylidene chlorida digunakan sebagai suatu copolymer dengan vinyl chlorida menghasilkan plastic tipis saran. Plastik jenis ini bersifat tembus cahaya, mempunyai ketahanan mekanis yang sangat baik dan kecepatan tembus uap air serta gas yang sangat rendah.

8.

Rubber hydrochloride (pliofilm) dapat diregangkan, tidak bersifat racun, tahan terhadap minyak dan lemak, tidak berubah oleh asam atau basa, tidak mudah terbakar, dapat ditutup dengan panas dan tahan bau. Penyimpanan yang lama dapat mengakibatkan perubahan warna dan kerapuhan.

9.

Polivinyl acetate digunakan untuk melapisi kertas atau sebagai copolymer.

10. Aluminium foil digunakan secara luas dalam pelapisan dimana dibutuhkan sifat-sifat yang rendah terhadap daya tembus gas dan uap air, bau atau sinar. Simbol-sibol plastik yang digunakan sebagai bahan pengemas (Anonim, 2006), antara lain: 1. PET (Polyethylene terephthalate)

Memiliki karakteristik jernih atau transparan dan biasanya digunakan untuk botol air mineral atau jus. Direkomendasikan hanya untuk sekali pakai (jangan dipakai berulang-ulang atau dipakai untuk air panas). Untuk gallon atau botol minuman yang sudah lama atau baret-baret, segera dibuang. 2. HDPE (High density polyethylene)

Memiliki

warna

putih

susu,

biasa

dipakai

untuk

botol

susu.

Direkomendasikan hanya untuk sekali pakai. 3. V atau PVC (Polyvinylchloride)

Jenis plastik ini bersifat nonhumanbody degradable (tidak terurai oleh tubuh manusia). Biasa digunakan untuk kantung plastik/pembungkus. Kandungan DEHA ( Diethylhexiladipate ) dari PVC dapat masuk ke makanan berminyak yang masih panas. Direkomendasikan jangan dipakai sebagai pembungkus makanan, apalagi yang masih panas. PVC berpotensi terhadap gangguan fungsi ginjal, dan hati . 4. LDPE (Low density polyethylene)

Biasa dipakai sebagai tempat menyimpan makanan atau minuman pada saat bepergian atau lembur di kantor. Direkomendasikan sangat baik untuk menyimpan makanan atau minuman. Ini merupakan bahan plastik yang paling banyak digunakan. Bersifat tegar dan boleh dilentur apabila melalui satu julat suhu yang besar dan memperolehi kestabilan dimensi yang baik. Plastik ini mudah diacu dan digunakan dalam membuat barangan seperti wadah makanan, wadah air, botol minuman. Untuk kegunaan dagangan, ia banyak digunakan untuk

membuat pipa air, alat-alat kelengkapan kimia, kabel dan tahan untuk bahan

pelarut biasa. Kelemahan bahan ini mudah pudar apabila terkena cahaya matahari. Terdapat 2 jenis polietilena yang mempunyai ketumpatan rendah (LDPE) dengan struktur rantai bercabang.dan yang mempunyai ketumpatan tinggi (HDPE) dengan struktur rantai lurus.

5. PP (Polyprophylene)

Adalah pilihan terbaik untuk jenis plastik sebagai botol susu atau tempat menyimpan makanan atau mnuman. Karakteristik botol transparan tapi tidak jernih atau berawan. Sifat-sifatnya, antara lain: (1) titik lebur :165 oC - 177oC; (2) tahan suhu hingga 120oC tanpa perubahan bentuk; (3) kuat tetapi fleksibel; (4) rintangan kimia-kelembapan, haba; (5) ketumpatan rendah; (6) kekuatan pengikat yang baik; (7) kestabilan dimensi; (8) alat dapur, packaging, ware, botol, bagian alat elektrik. 6. PS (Polystyrene)

Jenis plastik ini berwarna putih seperti busa dan biasa dipakai sebagai tempat makanan siap saji atau sekali pakai dan buah-buahan. Styrine yang terkandung pada styropoam dapat bocor ke dalam makanan serta berpotensi

membahayakan otak, dan sistem saraf. Sebaiknya hindari penggunaan jenis plastik sebagai wadah makanan. 7. Other

Biasanya jenis plastic Polycarbonate yang biasa digunakan pada botol minuman olahragawan. Polycarbonate bisa mengeluarkan Bispherol A ke dalam makanan atau minuman dan berpotensi terhadap gangguan fungsi hormon pada tubuh. Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras (Syarief, et al., 1989). Pengemas doos siap pakai atau set up boxes adalah bahan yang terbuat dari karton dengan bentuk kotak yang tidak bisa dipipihkan apabila sudah tidak dipakai. Doos ini banyak digunakan untuk mengemas produk-produk seperti rokok, cerutu, kembang gula, dan makanan ringan yang dalam hal ini adalah dodol karena selain untuk memperpanjang umur simpan juga dapat memperindah penampilan kemasan. Untuk meningkatkan daya tarik dan proteksinya maka doos

karton ini dilapisi dengan aluminium foil pada bagian dalam dan plastik OPP pada bagian luarnya (Anonim, 2006). Doos ini bukan saja berfungsi sebagai pelindung isinya dari debu atau agar tahan lama, tapi juga merupakan upaya untuk membereskan, mengatur, merapikan makanan itu agar mudah dan praktis dibawa-bawa, dipegang atau dibuka ketika hendak disantap membantu tangan dalam melakukan tugas. Dengan desain

kemasan yang berbeda dan menarik dapat menjadi daya pikat atau iklan tersendiri agar orang-orang tergiur untuk membeli dodol dan menikmati isinya (Heranata W. W. Dkk., 2000).

III. ANALISIS SWOT

1. Kekuatan (Strengths) Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas primer pada bakpia kering mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain. Kemasan plastik mempunyai keuntungan dapat menyesuaikan dengan produknya; kerapatannya rendah, tahan panas, kedap udara, tahan pecah, ramah lingkungan; tidak berbahaya karena apabila dibuka/disobek tidak meninggalkan ujung runcing; mudah ditutup (heat sealing, tanpa atau dengan adesif); penampilan luar yang lebih menarik (mudah dibentuk, transparan, dsb); adanya materi yang bersifat biodegradable; atmosfer di dalam kemasan dapat disesuaikan dengan keinginan produsen dalam pengaturan masa kadaluarsa; fleksibel pada suhu rendah; murah, mudah didapat, serta memenuhi kemasan minimal sehingga produk tersebut tidak mudah lembab. Polyethylene dengan kepadatan rendah (dibuat dengan tekanan dan suhu tinggi) merupakan plastik tipis yang murah dengan kekuatan tegangan yang sedang, terang dan merupakan penahan air yang baik tetapi buruk terhadap migrasi oksigen. Keuntungan yang terbesar adalah kemampuannya untuk menutup sehingga memberi tutup yang rapat terhadap cairan. Polyethilene dengan kepadatan tinggi (suhu dan tekanan rendah) memberi perlindungan yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas terhadap panas (Buckle et al., 1987).

Menurut Ketaren (1986) plastik yang digunakan untuk mengemas bakpia kering adalah jenis polietilen. Polietilen merupakan film yang lunak, tampak bening dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik sehingga yang banyak digunakan sebagai pengemas berbagai jenis makanan seperti bakpia kering. Pengemas yang kedua yaitu doos sebagai pengemas sekunder. Doos terbuat dari karton yang berbentuk kotak yang dimodifikasi. Kertas karton dipilih karena memiliki keunggulan yaitu mudah dalam pemakaiannya, mudah ditulis untuk memberikan informasi dengan promosi, dan bahannya banyak tersedia. Selain itu, pada permukaannya dapat dibuat label, ditulis dekorasi dengan mudah sehingga akan lebih indah dan menarik jika dilihat sehingga akan meningkatkan daya tarik bakpia kering. 2. Peluang (Opportunities) Seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup, wadah dan pembungkus makanan alami tersebut mulai ditinggalkan masyarakat dan diidentikan dengan kumuh, tidak higienis, tidak praktis, perlahan berganti dengan pembungkus/wadah buatan manusia yang kini banyak kita gunakan seperti pastik dan kertas (doos). Selama ini, wadah dan pembungkus makanan buatan yang modern itu memang menciptakan kesan praktis, simpel dan bersih. Bahan pengemas plastik mudah didapat, murah, dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk mengemas langsung bahan makanan, plastik seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Jenis plastik sendiri beraneka ragam, ada Polyethylene, Polypropylen, Poly

Vinyl Chlorida (PVC), dan Vinylidene Chloride Resin. Dengan melihat hal tersebut, maka kemasan plastik banyak digunakan dalam industri pangan dalam hal ini digunakan sebagai pembungkus bakpia kering. Pengemas yang kedua yaitu doos sebagai pengemas sekunder. Doos terbuat dari karton yang dimodifikasi bentuknya dari bentuk kotak sederhana menjadi bentuk rumah dengan lipatan penutup di bagian atas yang mudah dibuka tutup sehingga tampilan luarnya menjadi lebih unik dan dapat memuat isi yang lebih banyak daripada bentuk kemasan yang biasanya. Pada bagian atas doos ini dibuat seperti pegangan atau tentengan sehingga mudah untuk dibawa. Kertas karton dipilih karena memiliki keunggulan yaitu mudah dalam pemakaiannya, mudah ditulis untuk memberikan informasi dengan promosi, dan bahannya banyak tersedia. Selain itu, pada permukaannya dapat dibuat label, ditulis dekorasi dengan mudah sehingga akan lebih indah dan menarik jika dilihat sehingga akan meningkatkan daya tarik bakpia kering. Pemakaian bahan yang lebih ekonomis adalah dengan perbandingan sisisisinya sama, dengan bagian atas sedikit diagonal untuk menyerupai atap rumah. Dengan bentuk kemasan seperti ini diperkirakan dapat meningkatkan jumlah isi 1,5 sampai dengan 2 kali lipatnya sehingga dapat menghemat biaya kemasan, untuk skala produksi yang besar hal ini sangat signifikan. Harris dan Karmas (1989) mengungkapkan banyak pengemas untuk mengemas bahan pangan yang disimpan dan didistribusikan, terbuat dari kertas atau bahan dasar kertas. Hal ini disebabkan karena harganya murah, mudah tersedia dan serbaguna. Kemasan kertas doos siap pakai juga memiliki peluang

yang besar dalam industri pangan dan industri lainnya.

Kemasan ini sangat

mudah didapat dan dibuat sehingga dapat menampung produk dengan jumlah yang lebih banyak. Dengan menggunakan doos siap pakai yang telah didesain sebagai kemasan bakpia kering dapat meningkatkan daya tarik bagi produk itu sendiri serta kemudahan untuk membawa produk. Selain itu, kemasan doos siap pakai (set up boxes) banyak digunakan untuk mengemas rokok, cerutu, kembang gula, dan berbagai makanan. Dengan demikian kemasan doos mepunyai prospek yang bagus jika digunakan untuk mengemas produk pangan dalam hal ini adalah bakpia kering.

3. Kelemahan (Weaknesses) Saat ini penggunaan plastik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai persoalan lingkungan, yaitu tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat diuraikan secara alami oleh mikrobia di dalam tanah,sehingga terjadi penumpukan sampah plastik yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan. Kelemahan lain adalah bahan utama pembuat plastik yang berasal dari minyak bumi, yang keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui (Julianti dan Nurminah, 2006). Sekalipun aman, penggunaan kemasan plastik untuk mengemas produk pangan terutama yang kontak langsung, harus mempertimbangkan hal hal sebagai berikut : migrasi komponen pangan ke dalam kemasan, permiasi gas dan uap air dari komponen pangan ke dalam kemasan, penyerapan uap air yang terjadi

dalam kemasan, serta transfer interaktif akibat dari transmisi cahaya (Winarno, 1994). Plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker. Perpindahan monomer-monomer plastik ke dalam makanan dipicu oleh beberapa hal, yaitu panas,asam dan lemak. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat berpindah ke dalam makanan, dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. Bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses (kotoran). Penumpukan bahan-bahan kimia berbahaya dari plastik di dalam tubuh dapat memicu munculnya kanker (Winarno, 1982). Penggunaan plastik boleh digunakan jika bahan yang dimasukkan dalam keadaan dingin. Namun demikian memang ada plastik khusus yang bertuliskan tahan lemak dan tahan dingin. Akan tetapi tetap saja plastik jenis ini hanya boleh dipakai selama bahan yang dimasukkan tidak panas. Semakin tinggi suhu makanan yang dimasukkan ke dalam plastik, semakin cepat terjadi perpindahan ini. Saat makanan panas ini dimasukkan ke dalam plastik, kita bisa lihat plastik menjadi lemas dan tipis. Inilah tanda terputusnya ikatan-ikatan monomer. Jenis plastik yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan adalah Polyethylene yang tampak bening, dan Polypropylen yang lebih lembut dan agak

tebal. Poly Vinyl Chlorida (PVC) biasanya dipakai untuk pembungkus permen, pelapis nasi dan lainnya. Sedangkan Vinylidene Chloride Resin dan Poly Vinyl Chlorida (PVC) bila digunakan mengemas bahan yang panas akan tercemar dioksin, suatu racun yang sangat berbahaya bagi manusia. Dioksin ini bersifat larut dalam lemak, maka terakumulasi dalam pangan yang relatif tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar (97,5 persen) ke dalam produk pangan secara berurutan konsentrasinya yaitu daging, produk susu, susu, unggas, daging babi, daging ikan dan telur (Ketaren, 1986). Penggunaan kertas (doos siap pakai) sebagai bahan pembungkus telah menjadi hal yang umum di masyarakat sebagaimana digunakannya plastik dan Styrofoam. Faktanya kertas memang paling banyak digunakan untuk

membungkus makanan dari makanan gorengan sampai makanan yang memerlukan penyimpanan lama seperti teh celup dll. Doss siap pakai ini apabila sudah digunakan untuk mengemas produk tidak dapat dipipihkan untuk kemmudian digunakan kembali (Anonim, 2006). Akan tetapi, peningkatan kapasitas ini membuat harga jual per kemasan menjadi meningkat atau kurang terjangkau. 4. Ancaman (Threats) Sekarang ini jumlah sampah kertas (doos siap pakai) dan plastik mengalami peningkatan. Penggunaan kemasan dari kertas pun sempat pula dipermasalahkan. Kemasan plastik juga termasuk bahan yang rawan resiko kesehatan, pasalnya plastik mengandung PVC (polivinyl chloride) yang juga

bersifat karsinogenik serta mengandung dioksin yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia. Disamping mendatangkan masalah kesehatan bagi manusia, kemasan sintetik juga dituding sebagai sumber pencemaran lingkungan, terutama karena kandungan dioksinnya serta materi jenis ini dikenal sangat sulit atau bahkan hampir tidak mungkin terurai secara alamiah (Winarno, 1982). Peningkatan kapasitas ini membuat harga jual per kemasan menjadi meningkat atau kurang terjangkau untuk semua kalangan. Maka dari itu, perlu dibuat juga kemasan dengan ukuran yang lebih kecil untuk memenuhi permintaan konsumen tingkat ekonomi menengah ke bawah.

IV. PENUTUP

A. Simpulan 1. Pengemasan suatu produk mempunyai tujuan untuk mengawetkan makanan, yaitu mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang tetap, untuk menarik konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan

distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh berbagai mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan manusia. 2. Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi permeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas uap air dan gas, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi jumlah gas yang baik dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama. 3. Mutu dan keamanan pangan dalam kemasan sangat tegantung dari mutu kemasan yang digunakan, baik kemasan primer maupun sekunder. 4. Pada kemasan plastik, perubahan fisiko kimia pada wadah dan makanannya sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari karena industri pangan hanya mampu menekan laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat konsumen. 5. Kemasan doos merupakan kemasan yang fleksibel dan dapat

meningkatkan daya tarik.

B. Saran 1. Peningkatan kapasitas dengan bentuk rumah ini membuat harga jual per kemasan menjadi meningkat atau kurang terjangkau untuk semua kalangan. Maka dari itu, kemasan perlu dibuat juga kemasan dengan ukuran yang lebih kecil untuk memenuhi permintaan konsumen tingkat ekonomi menengah ke bawah. 2. Sebaiknya dilakukan pengamatan secara kimia sehingga kita mendapat informasi yang lebih lengkap mengenai sifat-sifat bahan kemasan, seberapa banyak bahan kimia kemasan yang terserap dalam makanan dan kemungkinan bahayanya bagi kesehatan dan lingkungan. 3. Melakukan penelitian terhadap bahan kemasan lainnya sehingga diperoleh informasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Bahan Pengemas.http://id.wikipedia.org/wiki/plastik dan kertas. Diakses tanggal 15September 2008.

Buckle, K.A., R.A Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Puirnomo dan Adrono. UI press. Jakarta.

Harris, R.S dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan . ITB. Bandung.

Heranata W. W. , Sipon Muladi, dan Yusuf Ansori. 2000. Peningkatan Kualitas Kertas Bekas Melalui Proses pemutihan dengan peroxida dan Penambahan bahan Aditiv. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.

Julianti, Elisa dan Mimi Nurminah. 2006. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. Journal fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara. http://e-

course.usu.ac.id/content/teknologi/textbook.pdf. Diakses tanggal 02 September 2008.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI press, Jakarta

Suyitno dan Kamarijani. 1993. Dasar-dasar Pengemasan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Jogjakarta.

Syarief, R., S. Santausa, dan St. B. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Winarno, F.G. dan B.S.L Jennie. 1982. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta. Winarno, F.G.. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

You might also like