You are on page 1of 28

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI. 1 BAB I PENDAHULUAN. 2 BAB II LAPORAN KASUS.. 3 BAB III PEMBAHASAN. 5 BAB IV TINJAUAN PUSTAKA... 14 BAB V KESIMPULAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH.26 DAFTAR PUSTAKA.. .27

BAB I
1

PENDAHULUAN

Diskusi modul ME kasus keempat ini dengan judul Ny.S 27 tahun, dibawa ke UGD RS.Trisakti oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba mengamuk, berteriak-teriak serta hendak memukul suaminya dengan linggis. Diskusi sesi 1 dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Mei 2013 pukul 08.00-10.00, dilanjutkan dengan sesi 2 yang dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Mei 2013 pukul 10.00-12.00. Diskusi sesi 1 dipimpin oleh Satria Adji Hady Prabowo dengan Maria Christiningrum sebagai sekretaris dan jalannya sesi 2 dipimpin oleh Yasmine Salida dengan Nur Triastuti sebagai sekretaris. Diskusi ini dibimbing oleh dr. Eliyati D. Rosadi, Sp.KJ(K) sebagai tutor. Kedua diskusi berjalan lancar dengan partisipasi seluruh anggota kelompok VII yang berjumlah 13 orang. Pada kasus keempat ini, dibahas mengenai seorang pasien 27 tahun yang dibawa ke UGD RS. Trisakti oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba mengamuk, berteriak-teriak serta hendak memukul suaminya. Baik hari pertama maupun hari kedua, diskusi kelompok VII dapat berjalan lancar dan tepat waktu. Semua anggota yang berjumlah 13 orang ikut berpartisipasi dengan memberikan pendapatnya masing-masing sehingga kami dapat menyelesaikan kasus tersebut. Demikianlah makalah ini kami susun sebaik-baiknya dengan segala kekurangan dan kelebihan. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.

BAB II LAPORAN KASUS

Skenario 1 Ny.S, 27 tahun, dibawa ke UGD RS.Trisakti oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba mengamuk, berteriak-teriak serta hendak memukul suaminya dengan linggis. Skenario 2 Ketika ditanya mengapa, ia mengatakan ada suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya. Pasien mengatakan suaminya berselingkuh dengan perempuan lain serta hendak mencelakakannya. Penampilan pasien agak lusuh, dandananya kurang rapi, agak kurus, kesadaran baik. Skenario 3 Kejadian seperti diatas pernah dialami pasien sejak 3 tahun terakhir walaupun hanya kadangkadang saja. Sebelum mengamuk, biasanya pasien sering menyendiri dalam kamar, melamun, kadang-kadang tertawa sendiri, bicaranya kacau. Pasien belum pernah berobat ke dokter tapi hanya ke dukun pintar saja. Karena tidak dapat dipertahankan dirumah, pasien dibawa ke RS.Trisakti. Skenario 4 Perkembangan Ny.S pada masa kanak dan remaja tidak ada kelainan fisik yang berarti. Pasien mempunyai perawakan yang kurus, jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang akrab hanya 1-2 orang saja. Pasien menikah pada usia 23 tahun, punya 2 orang anak. Laki-laki yang berusia 1 dan 3 tahun, pasien jarang mengurus anaknya sendiri. Skenario 5 1. Pemeriksaan status mental:
3

Terdapat waham kejar, waham kebesaran, halusinasi auditorik. Afek tumpul dan tidak serasi. 2. Pemeriksaan diagnostik lanjut: Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal. Pemeriksaan neurologik : tanpa deficit neurology EKG normal Laboratorium darah dan urine: tidak ada kelainan

BAB III PEMBAHASAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Pekerjaan Alamat Suku bangsa Status : Ny. S : 27 tahun :::: Sudah menikah

B. MASALAH
Masalah Wanita, 27 tahun Dasar Masalah Anamnesis Hipotesis - Usia produktif yang memiliki tingkat stressor lebih tinggi - Adanya gangguan hormonal - Depresi - Waham curiga Halusinasi auditorik skizofrenia Waham curiga Waham kejar

Mengamuk, berteriakteriak, hendak memukul suaminya dengan linggis Adanya suara bisikan yang menyuruh pasian untuk memukul suaminya Pasien mengatakan suaminya berselingkuh dengan perempuan lain dan ingin mencelakakan dirinya

Anamnesis Anemnesis Anamnesis

Penampilan pasien agak lusuh, dandanan kurang rapi, agak kurus, kesadaran baik Penyakit serupa pernah dialami selama 3 tahun Sebelum mengamuk, pasien menyendiri di kamar, melamun, dan kadang-kadang tertawa sendiri, bicara kacau Jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang akrab hanya 1-2 orang saja. Menikah usia 23 tahun

Observasi

Skizofrenia Gangguan psikotik Depresi Perjalanan penyakit kronis Depresi Halusinasi Inkoerensi Daya nilai sosial kurang Usia pernikahan yang cukup muda merupakaan suatu stressor

Anamnesis Anamnesis

Anamnesis

Anamnesia

C. ANAMNESIS TAMBAHAN Berikut ini beberapa anamnesis tambahan yang dapat ditanyakan untuk membantu mengarahkan diagnosis pada pasien ini: Riwayat Penyakit Sekarang : Apa yang menyebabkan pasien tiba tiba berpikiran bahwa suaminya berselingkuh? Apa yang dipikirkan pasien setiap serangan sebelum sebelumnya? Apa pasien bertengkar dengan suaminya setiap kali? Apa pasien sering berkomunikasi dengan keluarganya? Seperti apa? Dan apa yang dibicarakan? Apa pasien mengalami masalah berat atau stress sehingga hal ini muncul?

Riwayat Penyakit Dahulu : Apa pasien merasakan hal yang sama seperti 3 tahun yang lalu?
6

Apa yang menyebakan pasien berubah 3 tahun lalu? Apa yang perawatan diberikan ke pada pasien beberapa tahun terakhir ini? Apa kepribadian pasien berubah sejak dari 3 tahun lalu? Bagaimana kepribadian pasien sebelumnya di keluarga?

Riwayat Kebiasaan : Apa yang sering dilakukan pasien di rumah? Apa pasien ada hal kesukaan yang ibu sukai? Apa pasien sering menemani anak anak bermain? Apa pasien bekerja? Apa ada stress pekerjaan?

Riwayat Keluarga : Pasien merupakan anak keberapa dari berapa bersaudara? Pola asuh yang diterima pasien di keluarganya? Apa dari keluarga pasien ada yang mengalami hal yang sama?

D. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien untuk mencari adanya gejala- gejala fisik maupun penyakit lainnya. Namun setelah dilakukan pemeriksaan fisik umum, semua dalam batas normal. E. STATUS MENTAL A. Deksripsi Umum
7

1. Penampilan : pasien wanita, 27 tahun, diantar oleh keluarga, tampak sesuai dengan usianya. Penampilan agak lusuh, dandanannya kurang rapi. Perawakan kurus 2. Kesadaran a. Kesadaran psikiatri : terganggu b. Kesadaran biologis : baik (compos mentis) 3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : dibawa dengan keluhan utama tiba-tiba mengamuk, berteriak-teriak dan ingin memukul suaminya dengan linggis. 4. Pembicara : pasien mengatakan suaminya berselingkuh dengan perempuan lain serta hendak mencelakakannya. B. Mood dan Afek Afek tumpul tidak serasi : ketidak sesuaian antara perasaan emosional dengan gagasan pikiran atau pembicaraan yang menyertai, penurunan intensitas irama perasaan yang di ungkapkan keluar. C. Proses pikir : terganggu D. Fungsi intelektual : Daya nilai sosial : Jarang bergaul, temannya yang akrib hanya 1-2 orang saja. Menikah pada usia 23 tahun. E. Gangguan Persepsi 1. Halusinasi : pasien sering mendengar suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya. F. Proses Berpikir 1. Halusinasi auditorik third order pasien merasa ada sudut pandang ke-tiga (orang lain di luar dirinya) yang membisikkan untuk memukul suaminya.
8

2. Isi pikiran a. Gangguan pikiran : Waham kejar : keyakinan bahwa orang atau kelompok tertentu sedang

mengancam atau bencana membahayakan dirinya. Waham ini menyebabka penderita paranoid selalu curiga akan segala hal dan berada dalam ketakutan karena merasa diperhatikan, diikuti serta diawasi. Waham kebesaran : keyakinan bahwa dirinya memiliki suatu kelebihan dan kekuatan serta menjadi orang penting.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LANJUT Untuk mencari gejala lain, dilakukan pula beberapa pemeriksaan diagnostik lanjutan seperti pemeriksaan neurologik, EKG serta laboratorium urin dan darah. Pada pemeriksaan neurologik didapatkan bahwa tidak ada defisit neurologik. Hasil pemeriksaan EKG pada pasien menunjukkan hasil yang normal. Pada pemeriksaan laboratorium darah dan urin tidak ditemukan adanya kelainan. G. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL(3) Aksis I Aksis II Aksis III Aksis IV Aksis V : (F20.0) Skizofrenia Paranoid : (F60.1) Ciri Kepribadian skizoid : Tidak ada diagnosis : Masalah psikososial & lingkungan lain : 15 (bahaya mencederai diri/orang lain, dissabilitas sangat berat dalam komunikasi & mengurus diri) Pedoman diagnostik Skizofrenia Paranoid menurut PPDGJ III, adalah: Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
9

Sebagai tambahan : o Halusinasi dan/atau waham harus menonjol; a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing) b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau brsifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tapi jarang menonjol c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.; o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata /tidak meonjol.

H. DIAGNOSIS BANDING F22.0 Gangguan Waham Menetap Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III: Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu system waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan budaya setempat. Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu. Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak.

10

Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat sementara.

Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siaran pikiran, penumpulan afek, dsb.)

Menurut Diagnostic Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR), kriteria diagnostik untuk gangguan delusional adalah: Waham yang tidak aneh (yaitu melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata, seperti sedang diikuti, diracuni, ditulari infeksi, dicintai jarak jauh, atau dikhianati oleh pasangan atau kekasih atau menderita sesuatu penyakit) selama sekurangnya satu bulan. Kriteria A untuk skizofrenia tidak pernah dipenuhi. Catatan: halusinasi taktil dan cium mungkin ditemukan pada gangguan delusional jika berhubungan dengan tema waham. Terlepas dari pengaruh waham atau percabangannya, fungsi tidak terganggu dengan jelas dan kacau. Jika episode mood telah terjadi secara bersama-sama dengan waham, lama totalnya adalah relative singkat disbanding periode waham Gangguan adalah bukan Karena efek fisiologis langsung suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan, suatu medikasi atau sudatu kondisi medis umum). Diagnosis banding ini dipilih karena kemiripan gejala paranoid yang dimiliki pasien, namun adanya halusinasi auditorik menyingkirkan diagnosis banding pada pasien ini.(5) I. PENATALAKSANAAN Medikamentosa(2) 1. Rawat inap Rawat inap diindikasikan terutama untuk tujuandiagnostik, untuk stabilisasi pengobatan, untuk keamanan pasien untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. 2. Injeksi haloperidol 5mg

11

3. Pemberian obat antipsikotik golongan atipikal yaitu Risperidon 2x3mg kg/bb perhari mengingat suami pasien yang sudah tidak memiliki pekerjaan karena obat ini relatif lebih murah dibandingkan clozapin. 4. Antikolinergik untuk meredakan efek dari pemberian obat anti psikotik dapat berupa difenhidramin Nonmedikamentosa 1. Terapi psikososial Intervensi psikologis dipusatkan pada pasien perorangan untuk mengembangkan keterampilan sosial. Kekambuhan pada skizofrenia tampaknya berkaitan dengan tingkat ekspresi emosional keluarga misalnya berupa komentar-komentar kritis, yang terlihat saat penilaian formal atau ungkapan kemarahan keluarga saat wawancara. 2. Terapi sosial Penginapan atau rumah kelompok memiliki struktur atau dukungan yang bervariasi. Rawat jalan baik berupa rehabilitasi aktif yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan bekerja atau dukungan sederhana dengan aktivitas utama yang ringan, dapat memperbaiki fungsi personal (misalnya ; higiene, percakapan, dan pertemanan) serta mendeteksi terjadinya kekambuhan dini. 3. Terapi keluarga Ditekankan kepada pasien bahwa dukungan keluarga sangat dibutuhkan untuk memastikan kepatuhan kontrol dan minum obat. Serta memberi pengertian kepada keluarga agar tetap menghargai pasien dan memberikan pertimbangan-pertimbangan yang rasional terhadap keinginan-keinginan pasien.

J. PROGNOSIS
12

Untuk menentukan diagnosis maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang menentukan prognosis bagi penderita skizofrenia. Diantaranya yaitu: 1. Usia : Usia pasien yang yaitu 27 tahun menjadi faktor penentu prognosis kearah yang baik 2. Riwayat : Riwayat pasien yang mengalami gejala yang bukan untuk pertama kalinya mengarah kepada prognosis buruk 3. Herediter 4. Durasi : Tidak ada riwayat keluarga pada pasien mengarah kepada prognosis yang baik : Lamanya pasien menderita gangguan ini juga merupakan salah satu faktor yang menentukan prognosis. Semakin lama pasien telah mengidap gangguan, maka akan semakin buruk prognosisnya. Pada pasien ini, dikatakan telah 3 tahunmaka prognosisnya lebih ke arah buruk. 5. Perhatian keluarga : pentingnya peranan keluarga menentukan prognosis pasien dimana pada pasien perhatian keluarga masih ada didapat dari keluarganyayang mengantar ke rumah sakit, sehingga prognosisnya kearah yang baik. 6. Kepribadian premorbid : pasiennya sebelumnya memiliki kepribadianyang mudah tersinggung,jarangbergaul,dan hanya memiliki 1-2 teman yang akrab hal ini mempengaruhi prognosis yang kearah buruk 7. Status Pernikahan : pasien sudah menikah sehingga mempengaruhi prognosis ke arah yang baik. Dengan faktor-faktor diatas, kelompok kami memberikan prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. K. RANGKUMAN KASUS Berdasarkan hasil diskusi, kami menetapkan diagnosis multiaksial pada pasien ini, yaitu: Aksis I Aksis II : (F20.0) Skizofrenia Paranoid (fase kronik-eksersebasi akut) : (F60.1) Ciri Kepribadian skizoid
13

Aksis III Aksis IV Aksis V

: Tidak ada diagnosis : Masalah psikososial & lingkungan lain : 15 (bahaya mencederai diri/orang lain, dissabilitas sangat berat dalam komunikasi & mengurus diri)

Tatalaksana pada pasien ini terdiri dari medikamentosa dan non medikamentosa (terapi psikososial, terapi sosial, dan terapi keluarga). Adapun prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam, karena dari beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis pada pasien skizofrenia mengarah baik. Maka, apabila pasien ini ditatalaksana secara baik dan tepat, maka pasien dapat sembuh seperti sebelum sakit karena penyakit skizofrenia tidak meninggalkan defek intelektual. Berdasarkan kasus, kita dapat belajar tentang: 1. Psikopatologi gejala skizofrenia paranoid. 2. Penelusuran riwayat penyakit dan riwayat medik lainnya. 3. Status mental, gangguan persepsi, emosi dan isi pikir. 4. Pembuatan diagnosis lanjut dalam rangka membuat diagnosis gangguan mental emosional dengan multiaksial. 5. Membuat rencana terapi tentang skizofrenia paranoid.

14

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA KEPRIBADIAN Kepribadian adalah seluruh pola emosi dan perilaku yang menetap, dan bersifat khas pada seseorang dalam cara mengadakan hubungan, caranya berfikir tentang lingkungan dan dirinya sendiri. dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menemukan berbagai macam perilaku tau emosi yang berbeda-beda. kadang kita menemukan seseorang yang beperilaku sopan, tidak mudah marah, dan dapat mengendalikan diri dengan baik. kadang pula kita menemukan hal yang sebaliknya. Jika perilaku atau emosi ini menetap pada diri seseorang sejak menjelang dewasa sampai saat ini dan merupakn ciri yang khas dari orang tersebut, maka hal ini dapat dikatakan bahwa inilah ciri-ciri kepribadian orang itu. tiap orang memiliki ciri khas kepribadian yang berbeda denga orang lain. tak ada satu orang pun yang memiliki ciri kepribadian yang sama dengan ciri kepribadian orang lain. Tempramen atau tabiat adalah salah satu aspek kepribadian yang berhubungan erat dengan konstitusi jasmani dan sudah dibawa sejak lahir. oleh karena itu tempramen lebih sukar dirubah oleh pengaruh lingkungan luar karena tempramen sangat dipengaruhi oleh faktor fisiologis tubuh. tempramen dapat dikatakan akan menetap dalam diri seseorang. Watak atau karakter adalah keseluruhan keadaan dan cara bertindak terhadap suatu rangsangan. Watak akan terus berkembang dalam masa kehidupan seseorang dan berhubungan erat dengan fungsi saraf pusat. watak juga dipengaruhi oleh faktor eksogen seperti lingkungan, pengalaman dan pendidikan. Penemuan Sigmund Freud yang paling mendasar yaitu peranan dinamis ketidaksadaran dalam hidup psikis manusia. Dalam salah satu buku yang ditulis olehnya yaitu Ego dan Id Freud membedakan tiga sistem dalam hidup psikis yaitu Id, Ego dan Superego. Id adalah lapisan psikis paling dasar yang merupakan keinginan-keinginan tersimpan dalam psikis seseorang. Psikis bayi yang baru lahir terdiri dari Id saja. Id menjadi bahan dasar dari pembentukan psikis lainnya. id dikuasai oleh prinsip kesenangan. Id tidak mengenal waktu dan tidak menurut logika.
15

Ego merupakan lapisan psikis yang mengadakan hubungan langsung dengan dunia luar. Ego terbentuk dengan diferensiasi dari Id karena kontaknya dengan dunia luar. aktivitas Ego bersifat sadar, prasadar maupun tak sadar, namun sebagian besar bersifat sadar (contoh aktivitas sadar : proses intelektual, contoh aktivitas pra sadar : fungsi daya ingat, contoh aktivitas tak sadar : pertahanan psikis). Ego dikuasai prinsip realitas, seperti tampak dalam pemikiran yang objektif sesuai dengan tuntutan sosial dan rasional. Ego bertugas mempertahankan kepribadian dirinya dan juga menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Jadi Ego akan menyelesaikan pertentangan antara realitas lingkungan dengan keinginan-keinginan dalam psikis seseorang. Ego berfungsi menyatukan integritas kepribadian seseorang. Superego merupakan lapisan psikis yang terbentuk dari internalisasi (memasukkan ke dalam psikis) larangan-larangan, perintah-perintah, dan aturan-aturan ke dalam psikis seseorang. Superego merupakan dasar dari hati nurani. Beberapa manifestasi yang merupakan Gangguan kepribadian menurut Rusdi Malim yang merujuk pada PPGDJ-III (Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah paranoid, schizoid, emosional tak stabil tipe implusif dan ambang, historic, anankastik, cemas (menghindar), dependen, khas lainnya yang tidak tergolongkan. SKIZOFRENIA I. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif

16

II. Epidemiologi Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003). Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008). Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007). III. Etiologi Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain : Faktor Genetik

Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anakanak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua
17

orangtua menderita skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 86%. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007). Faktor Biokimia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut

Skizofrenia

neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007). Faktor Psikologis dan Sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005). Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007). Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005), keluarga pada masa kanakkanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya. IV. Perjalanan Penyakit
18

Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003; Buchanan, 2005). Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003). Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri ( withdrawal) dan perilaku aneh (Buchanan, 2005). V. Tipe-tipe Skizofrenia(3) Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu (Davison, 2006) : Tipe Paranoid

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
19

Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari. Tipe Katatonik

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia). Tipe Undifferentiated

Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptomsimptom yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan. Tipe Residual

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar. (1)

VI. Terapi Penggunaan Obat Antipsikosis Kebanyakan pasien mengalami episode akut ( dikarakteristikkan dengan tampaknya kedua simtom psikotik, yaitu simtom positif dan negatif) yang diikuti oleh periode-periode stabil, dengan remisi yang parsial atau lengkap. Simtom-simtom positif paling berespons terhadap
20

pengobatan. Simtom-simtom negatif sering tidak memberikan respons terhadap obat antipsikotik standar dan dihubungkan dengan hasil pasien yang buruk dan lamanya perawatan. Pada umumnya antipsikotik atipikal dipilih sebagai pengobatan lini pertama untuk skizofrenia mengingat rendahnya efek samping obat dibandingkan antipsikotik Tipikal atau yang biasa disebut konvensional meskipun obat antipsikotik tipikal masih banyak digunakan. Aspek pengobatan yang terpenting dari suatu gangguan adalah pengurangan yang cepat pada gejala-gejala positif, negatif dan kognitif. Respons yang cepat terhadap pengobatan adalah penting dalam mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya, serta biaya pengobatan. Respons pengobatan dalam 1 sampai 2 minggu pertama juga dapat berhubungan dengan kepatuhan pasien yang lebih besar dimana pasien mengalami pengurangan gejala-gejala dengan cepat, sehingga pasien kemungkinan lebih mematuhi pengobatan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal memiliki onset of action yang lebih cepat daripada antipsikotik konvensional.(2) Psikoterapi suportif Terapi Psikoanalisa.. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya . Hal yang paling penting pada terapi ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang dirasakan oleh penderita. Metode terapi ini dilakukan pada saat penderita schizophrenia sedang tidak dalam halusinasi ataupun emosi yang berat. Macam terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan, adalah Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk membebaskan pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannya tanpa penyuntingan atau penyensoran. Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks, maka pasien harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal. Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam pikiran dan perasaan yang ada di benaknya dan penderita mengalami blocking, maka hal itu merupakan manifestasi dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya berupa dorongan vital seperti sexual dan agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang selalu diwakili oleh
21

father dan mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah satu bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat dari blocking tersebut, maka integrasi kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat besar. apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas, maka penderita akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat menimbulkan insight pada penderita. Analisa pada waktu terjadi blocking bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya lebih proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan ketegangan dan penderita lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya. Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita diberi kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala traumatic events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut dengan moment chatarsis. Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneg-uneg yang ia rasakan , sehingga terjadi pelibatan emosi dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference, yaitu suatu keadaan dimana pasien menempatkan therapist sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan masalah bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu: (1) transference positif, yaitu apabila therapist menggantikan figur yang disukai oleh penderita, (2) transference negatif, yaitu therapist menggantikan figur yang dibenci oleh penderita Terapi Perilaku (Behavioristik) Mencoba menentukan stimulus yang mengawali respon malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan perilaku itu Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh variabel kognitif pada perilaku (misalnya, pemikiran individu tentang situasi menimbulkan kecemasan tentang akibat dari tindakan tertentu) dan telah mencakupkan upaya untuk mengubah variabel semacam itu dengan prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut therapy untuk pasien schizophrenia ditampilkan pakar psikiatri dari Amerika maupun dari Malaysia sendiri. Ternyata, terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk kasus-kasus baru, dengan menggunakan cognitif - behavior therapy tersebut. Rupanya ada gelombang besar optimisme akan kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih komprehensif ini.
22

Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung membentuk dan mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita untuk kembali berperan dalam masyarakat. a. Social Learning Program Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk mempelajari perilaku-perilaku yang sesuai. Program ini menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk menguatkan perilaku dengan memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil melakukan suatu perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward), seperti makanan atau hak-hak tertentu. Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic community. Dalam program ini, penderita dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan saling membantu dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini berusaha memasukkan penderita schizophrenia dalam proses perkembangan untuk mempersiapkan mereka dalam peran sosial yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh penderitan dan staf pembimbing. b. Social Skills Training Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian sosial, seperti kemampuan percakapan, yang dapat membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat Social Skills Training menggunakan latihan bermain sandiwara. Para penderita diberi tugas untuk bermain peran dalam situasi-situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang sebenarnya. Bentuk terapi seperti ini sering digunakan dalam panti-panti rehabilitasi psikososial untuk membantu penderita agar bisa kembali berperan dalam masyarakat. Mereka dibantu dan didukung untuk melaksanakan tugas-tugas harian seperti memasak, berbelanja, ataupun untuk berkomunikasi, bersahabat, dan sebagainya. Terapi Humanistik a. Terapi Kelompok Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain,
23

mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus tersebut, terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia. Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya pengalaman mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan. Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis. a. Terapi Keluarga Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Kelompoknya terdiri atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang bertemu dengan satu atau dua terapist. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota keluarga diatur dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi.(4) Prognosis Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 %
24

pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik. Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya. Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada: 1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk. 2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik. 3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik. 4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat. 5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik. 6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek. 7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek. 8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek. Prognosis Baik Onset lambat Faktor pencetus yang jelas Onset akut premorbid yang baik Gejala gangguan mood gangguan depresif) Menikah Prognosis Buruk Onset muda Tidak ada factor pencetus Onset tidak jelas yang buruk (terutama Prilaku menarik diri atau autistic Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda Sistem pendukung yang buruk
25

Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan Riwayat social dan pekerjaan premorbid

Riwayat keluarga gangguan mood Sistem pendukung yang baik Gejala positif

Gejala negatif Tanda dan gejala neurologist Riwayat trauma perinatal Tidak ada remisi dalam 3 tahun Banyak relaps Riwayat penyerangan

BAB V PENUTUP DAN UCAPAN TERIMA KASIH Kesimpulan Berdasarkan data-data dan hasil pemeriksaan yang didapat pada kasus Ny. S, kelompok kami menegakan diagnosis berupa skizofrenia paranoid dengan potensi pasien yang dapat mencederai diri atau orang lain. Mengingat pasien skizofrenia belum bisa sembuh seutuhnya, maka diperlukan perawatan yang khusus dan berbeda dibandingkan dengan pasien gangguan jiwa lain yang lebih ringan. Serta pemberian terapi psikososial, sosial, dan terapi keluarga juga sangat dibutuhkan pada pasien ini.
26

Penutup dan Ucapan Terima Kasih Secara keseluruhan kasus ini sangat baik, sangat memicu diskusi yang aktif dan kondusif dari seluruh peserta diskusi serta pemahaman tentang dasar-dasar dari Modul Kesehatan Mental Emosional. Kami menyadari bahwa diskusi dan laporan kami masih belum sempurna dan dengan bimbingan dan panduan dari para dosen, akan berusaha untuk terus memperbaikinya. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada segenap keluarga besar Trisakti secara umum, dan secara khusus kepada seluruh staff dan kontributor Modul Organ Kesehatan Mental Emosional.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 7th ed. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010

2. 3. 4.

Sulistia G,Ganiswarna.dkk. Farmakologi dan Terapi cetakan ke 4. Jakarta:FKUI ,2006. Maslim R, editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;2001. p.46-52 Frankenburg FR. Scizophrenia. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/288259-differential. Accessed on May 17, 2013
27

5.

Amir Nurmiati. In : Elvira Sylvia D, Hadisukanto Gitayanti. Buku Ajar PSIKIATRI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2010. p.178-92

28

You might also like