Professional Documents
Culture Documents
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ( IPTEK ) yang semakin maju dan
semakin canggih, membuat teknologi beton mempunyai potensi yang lebih luas dalam
bidang kontruksi. Hal ini menyebabakan beton banyak digunakan untuk konstruksi bangunan
gedung, rumah, jalan raya, jalan kereta api, lapangan terbang, pelabuhan, bangunan air,
terowongan, bangunan lepas pantai, kapal, dan lain-lain termasuk untuk membuat patung-
patung karya seni. Beton merupakan bahan yang dominan karena memiliki durability atau
tingkat keawetan yang tinggi dibanding bahan material lain.
Dalam konstruksi suatu bangunan, dibutuhkan beton yang bermutu tinggi dimana
memiliki kuat tekan yang tinggi, dan dengan kreasi seorang teknik sipil, beton bisa bernilai
ekonomis dan memiliki berat yang ringan.
Dengan adanya Lomba Beton Nasional XV yang di selenggarakan oleh Universitas
Tarumanegara yang bertemakan BETON RINGAN MUTU TINGGI ini , kami sebagai
mahasiswa jurusan teknik sipil mencoba untuk berkreasi dalam pembuatan beton, yaitu
dengan berkreasi dalam pemilihan agregat dimana agregat merupakan bagian penting dalam
beton. Dan kami berharap bisa berperan aktif dalam memajukan dan mengembangkan
bidang teknik sipil secara umum.
Dalam lomba ini kami mencoba untuk mengembangkan potensi suatu daerah
sehingga bisa memberikan pengaruh positif bagi warga masyarakat daerah tersebut dalam
segi perekonomian. Yaitu dengan menggunakan batu apung ( Pumice ) sebagai aggregat
kasar dan pasir Bangka sebagai aggregat halus, dimana keduanya merupakan hasil alam yang
berada di daerah pantai, sehingga beton yang akan kami kembangkan (buat) bisa
mengembangkan potensi alam di daerah pantai Bangka.
1
I.2 Tujuan Rancangan Beton
Kekuatan tekan beton yang dipersyaratkan adalah kekuatan tekan beton karakteristik
10 N/mm2 pada beton berumur 28 hari sesuai dengan struktur bangunan yang akan di
bangun.
Struktur bangunan ini meliputi pengerjaan kolom, balok, plat dan dinding. Maka
slump ditentukan sebesar 30 - 60 mm diharapkan telah dapat memenuhi workability yang
ideal. Tetapi meski demikian kekuatan tekan beton juga masih dipengaruhi oleh antara lain :
Faktor air semen,
Umur beton,
Jenis semen yang digunakan,
Jumlah semen, dan
Sifat aggregat.
2
ASTM C136 : Test for Shieve Gravity and Screen Analysis of Fine & Coarse
Aggregates
ASTM C129 : Making & Curing Concrete Test Spesimens in the Laboratory
ASTM C143 : Test for Slump and Portland Cement Concrete
ASTM C39 : Test for Compressive Strength of Silinder Concrete
Spesimens
BS 882 : Grading Limits for Fine Aggregrate
SK SNI 03-2834-2000 : Tata Cara Pembuatan Campuran Beton Normal
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan hal-hal mengenai latar belakang, tujuan pembuatan atau
rancangan beton, target kuat tekan, standar pengujian, dan sistematika laporan.
BAB VI PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
3
BAB II MIX DESIGN
Karakteristik kualitas aggregat halus yang digunakan sebagai komponen struktural beton
memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik kualitas struktur beton yang
dihasilkan, sebab aggregat halus mengisi sebagian besar volume beton. Pasir laut sebagai salah
satu jenis material aggregat halus memiliki ketersediaan dalam kuantitas yang besar, namun
secara kualitas masih perlu diteliti lebih lanjut terhadap struktur beton. Pasir laut umumnya
memiliki karakteristik butiran yang halus dan bulat, gradasi (susunan besar butiran) yang
seragam serta mengandung garam-garam klorida (Cl) dan sulfat (SO4) merupakan sifat yang
sangat tidak menguntungkan bagi beton, sehingga banyak disarankan untuk tidak digunakan
dalam pembuatan beton. Butiran yang halus dan bulat serta gradasi yang seragam, dapat
mengurangi daya lekat (interlocking) antar butiran dan dapat berpengaruh terhadap kekuatan
(strength) dan ketahanan (durability) beton. Sedangkan adanya klorida dalam beton akan
memberi risiko berkaratnya baja tulangan dalam beton, yang selanjutnya dapat memecahkan
beton. Jika hal seperti itu terjadi, maka tulangan di dalam beton menjadi tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Garam sulfat, terutama Mg-sulfat (Mg-SO4) sangat agresif terhadap
semen, yang reaksinya dengan semen akan menghasilkan senyawa-senyawa yang volumenya
mengembang, lalu sedikit demi sedikit merusak beton (Samekto dan Candra, 2001). Apabila
karakteristik butiran pasir laut distabilisasi (diatasi dengan suatu cara atau metode) serta
kandungan garam-garamannya direduksi atau apabila pasir laut memiliki karakteristik butiran
yang kasar dengan gradasi yang bervariasi serta memiliki kandungan garam-garaman yang tidak
melebihi batas yang ditetapkan, maka pasir laut dapat digunakan sebagai komponen struktural
beton dan menjadi alternatif yang baik untuk mengatasi keterbatasan material aggregat halus di
quarry (tempat penambangan) lain. Indonesia sebagai negara yang mempunyai lebih dari 3700
pulau dan pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui garis khatulistiwa,
tentunya memiliki keanekaragaman (variety) karakteristik kualitas pasir pantai (laut). Salah
satunya diamati pada pasir laut Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki karakteristik butiran
yang kasar dan gradasi (susunan besar butiran) yang bervariasi serta memiliki kandungan garam-
4
garaman klorida (Cl) dan sulfat (SO4) yang tidak melebihi batas yang ditetapkan, yakni untuk
kandungan garam klorida sebesar 0,038 persen (max. 0,04) BS 1377 part 3 dan untuk garam
sulfat sebesar 0,028 persen (max 0,2) BS 1337 part 3 (B4T, Bandung). Selain itu, pasir laut
Kepulauan Bangka Belitung memiliki berat jenis yang tinggi dan memiliki ketahanan yang baik
terhadap keausan/pelapukan akibat pengaruh iklim/cuaca dan faktor-faktor mekanis. Namun
kandungan lumpur (silt) dan lempung (clay) serta kandungan zat organik yang terdapat pada
pasir laut Kepulauan Bangka Belitung cukup tinggi, hal ini tentunya akan dapat berpengaruh
terhadap karakteristik kualitas beton yang dihasilkan, sehingga menarik minat untuk diteliti
terhadap struktur beton, dimana hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
penggunaan pasir laut Kepulauan Bangka Belitung dan karakteristik yang dimilikinya sebagai
agregat halus dalam pembuatan beton terhadap karakteristik kualitas beton yang dihasilkan.
Salah satu usaha untuk memperingan beton adalah dengan cara merekayasa material
beton melalui penggunaan aggregat ringan seperti batu apung (pumice). Pumice banyak
dijumpai di Indonesia, misalnya: Pulau Sumatera dan Jawa, dan saat ini penggunaan pumice
belum optimal.
Pada Lomba yang bertema Beton RINGAN mutu tinggi kami tertarik untuk menggunakan
pumice sebagai aggregat kasar mengingat pumice mempunyai berat jenis yang kecil.
5
3. Bahan Campuran Tambahan (admixtures)
Secara historis, penggunaan bahan admixtures hampir sama tuanya dengan penggunaan
beton. Pada zaman dahulu orang-orang Romawi sudah menggunakan lemak hewan, susu, dan
darah sebagai bahan campuran dalam beton. Pada pembuatan beton ini, kami menggunakan
putih telur sebagai bahan admixtures dengan tujuan sebagai bahan pengikat agregat untuk
menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi. Penggunaan putih telur ini terinspirasi dari Masjid
Raya Sultan Riau yang dibangun pada tahun 1832, yang masih berdiri kokoh, dimana putih telur
sebagai bahan campuran bahan bangunannya ( Sumber : www.visittanjungpinang.com). Juga
pada Candi Borobudur dan Candi Perambanan dimana putih telur sebagai bahan perekat batu-
batu raksasa sebagai bahan penyusun pada kedua candi tersebut ( Sumber :
www.id.wikipedia.org )
6
II.2 Perencanaan Campuran Dan Pembuatan Beton
II.2.1.1 Pendahuluan
7
II.2.1.3 Workabilitas
II.2.1.4 Durabilitas
8
II.2.1.5 Penyelesaian Akhir dari Permukaan Beton
Pedoman untuk komposisi spesi beton yang dapat dipegang antara semen,
pasir, kerikil harus berupa perbandingan 1:2:3. Satuan pembanding ini dalam
volume. Misalkan, berdasarkan semen 50 kg (40 lt) berarti untuk agregat halusnya
(pasir) sebanyak 80 lt, sedangkan untuk agregat kasarnya (kerikil) sebanyak 120 lt.
Apabila hal ini terencana dengan baik, maka mutu beton yang kita buat akan sesuai
dengan mutu beton yang akan kita rencanakan. Agar dapat mencapai perbandingan
campuran seperti diatas, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
II.2.2.1 Semen
9
II.2.2.2 Pasir
II.2.2.3 Kerikil
10
II.2.3 Rancangan Campuran Beton
11
II.2.4 Perencanaan Campuran Beton Silinder
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan campuran adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan kuat tekan yang diisyarakatkan ( Characteristic Strength )
Dalam percobaan ini ditentukan mutu rencana beton K-150 berarti beton dengan
kuat tekan karakteristik 150 Kg/cm2 atau 15 N/mm2 pada umur 28 hari dengan
jumlah bagian yang cacat (Proportion Defective ) sebesar 5 %.
2. Deviasi Standar Rencana
Ditetapkan sebesar 30 Kg/cm2 atau 3 N/mm2.
3. Margin ( Nilai Tambah )
Rumus : Margin = k x d
Dimana : d = standar deviasi = 3 N/mm2.
k = ketetapan statistik yang nilainya tergantung pada prosentase hasil uji
yang lebih rendah dari f’c. Dalam hal ini diambil 5 % dan nilai k =
1,64.
Jadi Margin = 1,64 x 3 = 4,92 N/mm2.
4. Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan ( Target Mean Strength )
Rumus : Target Mean Strength = Characteristic Strength +Margin
= 15 + 4,92 = 19,92 N/mm2
5. Tipe Semen
Jenis semen yang digunakan adalah PCC (Portland Composite Cement).
6. Tipe Aggregat
Jenis aggregat yang digunakan dalam pembuatan beton ini adalah :
- Coarse Aggregate ( Aggregat Kasar ) : Batu Apung( Uncrushed )
- Fine Aggregate ( Aggregat Halus ) : Pasir Bangka ( Uncrushed)
7. Faktor Air Semen Bebas ( Free Water Cement Ratio )
Dari tabel 2.1 ( Perkiraan Kekuatan Tekan Beton dalam N/mm2, pendekatan dengan
faktor air semen = 0,60 ), dengan data sebagai berikut :
- Tipe Semen : PPC
- Tipe Aggregat Kasar : Uncrushed ( Batu Koral )
- Umur Beton : 28 hari
12
TABEL 2.1 Perkiraan Kuat Desak Beton ( N/mm ) dengan faktor air semen 0,60 dan
Jenis Semen Serta Agregat Kasar yang biasa dipakai di Indonesia.
13
GRAFIK 2.1 Hubungan Antara Kuat Tekan dan Faktor Air semen
14
8. Faktor Air Semen Bebas Maksimum
Untuk menentukan nilai faktor air bebas maksimum kita dapat menentukaan
berdasarkan SK SNI 03-2834-2000.
15
Dalam percobaan kali ini kami membuat beton untuk di dalam ruang bangunan yang
dalam keadaan keliling non korosif. Jadi dengan melihat tabel diatas dapat kita
ketahui bahwa nilai faktor air semen maksimum yang digunakan dalam percobaan
kali ini adalah 0,60. Gunakan nilai terendah antara item 7 dan item 8, yaitu 0,60.
Dari Tabel 2.3 (perkiraan kadar air bebas dalam kg/m3 untuk berbagai jenis dan
ukuran agregat serta slump ), dengan data sebagai berikut :
TABEL 2.3 Perkiraan Kadar Air Bebas dalam kg/m3 Untuk Berbagai Jenis dan
Ukuran Agregat Serta Slump.
16
Slump : 30 – 60 mm
Maximum size of agregate : 40 mm
Type of Aggregate : Coarse : Uncrushed
: Fine : Uncrushed
Didapat nilai free water content untuk :
Unrushed Coarse Aggregate : 160 Kg/m3
Uncrushed Fine Aggregate : 160 Kg/m3
Rumus : Free Water Ccontent = (2/3 x Wf) + (1/3 x Wc)
Dimana : Wf = kadar air bebas untuk aggregat halus ( Uncrushed )
= 160 Kg/m3
Wc = kadar air bebas untuk aggregat kasar ( Uncrushed )
= 160 Kg/m3
17
17. Persen Aggregat Halus (Proportion of Fine Aggregate)
Dari Grafik 2.2 (grafik untuk menentukan presentase agregat halus yang
digunakan), dengan data sebagai berikut :
18
Tarik garis vertikal dari absis yang menyatakan free water / cement ratio
sebesar 0,6 sampai berada ditengah-tengah Zone 1, lalu tarik garis horisontal
sehingga didapat ordinatnya yang menunjukkan Proportion of Fine Aggregate
sebesar 39%.
Diperoleh dari Grafik 2.3 (grafik hubungan kadar air bebas, relative
density agregate dan kepadatan beton). Buat garis lurus untuk nilai Gs
= 2,3 lalu tarik garis vertikal dari absis free water content sebesar
160 kg/m3 memotong garis lurus tadi. Dari titik potong tersebut tarik 3 garis
horisontal ke ordinat yang menunjukkan besarnya concrete density , yaitu sebesar
2187,5 kg/m3
19
GRAFIK 2.3 Perkiraan berat jenis beton basah yang dimampatkan secara penuh.
20
II.2.5 Koreksi Proporsi Campuran Beton Silinder
Air =B Ck Ca C 100 Dk Da D 100
= 160 – {(13.81 % -7.527 %) x (683,475 / 100)}-
{(10.31 % - 76.897%) x (1069,025 / 100)
= 160 – 42,94 + 710,55
= 877,61 Kg/ m3
Agregrat halus C Ck Ca C 100
= 683,475 + {(13,81 % - 7.527 %)}x (683,475 / 100)
= 683,475 + 42,94
= 726,415 Kg / m3
Agregat Kasar D Dk Da D 100
= 1069,025+ {(10.31 % - 76.897%) x ( 1069,025 / 100 )
= 1069,025 – 710,55
= 358, 475 Kg / m3
21
II.2.6 Proporsi Campuran yang dibutuhkan untuk benda uji silinder
Untuk 5 buah benda uji silinder :
= 10 Kg
22
LABORATORIUM TEKNOLOGI KONSTRUKSI BETON
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Akses UI, Kelapa Dua, Depok
1. 1.1 Kekuatan karakteristik Ketentuan 15 N/mm2, pada umur 28 hari, bagian yang cacat 5 %
Kekuatan tambahan
1.3 P1 (k= 1,64) 1,64 x 3 = 4,92 N/mm2
(margin)
23
BAB III METODE PEMBUATAN
Prosedur Percobaan:
1. Siapkan benda uji yang tertahan saringan No. 4 sebanyak 500 gram.
2. Cuci benda uji tersebut lalu keringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 24
jam.
3. Dinginkan dalam ruang terbuka selama 2 jam, lalu rendam dalam air mineral
selama 15 atau 24 jam.
4. Buang air rendamannya, lalu tumpahkan di atas kain yang menyerap air.
Keringkan masing-masing aggregat yang besar untuk memperoleh kering
permukaan (SSD).
5. Timbang agregat yang telah kering permukaan tersebut (A)
6. Segera masukan ke dalam keranjang dunagan kemudian celupkan ke dalam
container berisi air. Goyang-goyangkan keranjang tersebut didalam air untuk
mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap.
7. Timbang berat aggregat dalam air (B).
8. Keringkan agregat dalam oven selama 24 jam pada suhu 1100C, setelah
didinginkan timbang berat keringnya (C).
24
III.1.2 Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Aggregat Kasar
= 0,901
SSD =
= 1,593
= 2,929
Absorbtion / Penyerapan =
= 76.897%
Kesimpulan
Berdasarkan data praktikum dan hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka
dapat diketahui nilai Bulk Spesific Gravity sebesar 0.901 ; SSD sebesar 1.593 ;
Apparent Spesific Gravity sebesar 2.929 ; dan Absorbtion (penyerapan) sebesar
76.897 %. Hasil dari perhitungan tersebut digunakan dalam penentuan variabel-
variabel pada mixed design.
25
III.1.3 Berat Jenis dan Penyerapan Aggregat Halus
Maksud:
Untuk mengetahui berat jenis aggregat halus dan penyerapannya.
Peralatan:
Prosedur Percobaan:
1. Ambil benda uji yang lolos saringan No. 4 sebanyak 1000 gram.
2. Buat perempat bagian agar contoh dapat mewakili kemudian ambil sebanyak
1000 gram.
3. Masukkan ke dalam alat pemisah sehingga benda uji tersebut terbagi kedalam
dua bagian.
4. Keringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 24 jam lalu dinginkan.
5. Rendamlah benda uji tersebut selama 24 jam dalam air.
6. Tebarkan contoh di atas talam lalu aduk-aduk di udara terbuka dengan panas
matahari sehingga terjadi proses pengeringan yang merata atau dengan cara
dipanaskan di atas kompor.
7. Apabila suhu contoh sudah sama dengan suhu ruang, masukkan ke dalam
kerucut kuningan dan dibagi kedalam 3 bagian, lapis pertama dipadatkan
dengan penumbuk sebanyak 8 kali, lapis kedua 8 kali dan lapis ketiga 9 kali,
26
sehingga jumlah keseluruhan tumbukan 25 kali dengan tinggi jatuh 5 mm di
atas permukaan contoh secara merata dan jatuh bebas.
8. Bersihkan daerah di sekitar kerucut dari butiran aggregat yang tercecer.
9. Angkat kerucut tersebut dalam arah vertikal secara perlahan-lahan.
10. Amati contoh saat dibuka, apabila masih terletak rapi, maka contoh masih
basah. Keringkan kembali contoh tersebut dan apabila jatuh lepas keseluruhan
maka contoh terlalu kering, maka lakukan lagi seperti langkah 7 sampai didapat
contoh dalam keadaan SSD.
11. Masukkan ke dalam pan dan cover untuk menghindari penguapan.
12. Amati benda uji yang tercetak tersebut, bila masih terdapat lapisan air
permukaanya, percobaan diulang lagi setelah diadakan pengeringan
secukupnya. Bila tidak terdapat lapisan air dipermukaannya dan terjadi
penurunan pada permukaan benda uji tersebut, berarti benda uji tersebut telah
mencapai kering permukaan.
13. Isi labu ukur dengan air suling setengahnya lalu masukkan benda uji tersebut ke
dalam labu ukur sebanyak 100 gram, jangan sampai ada butiran yang tertinggal.
Tambahkan air suling sampai 90% kapasitas labu.
14. Rendam air hingga suhunya mencapai 25 oC lalu tambahkan air suling sampai
tanda batas.
15. Timbang dengan ketelitian 0,1 gram (C).
16. Cari berat kering benda uji tersebut dengan memanaskannya ke dalam oven
selama 24 jam pada suhu 100oC (A).
17. Isi labu ukur tadi dengan air suling sampai tanda batas lalu timbang dengan
ketelitian 0,1 gram (B).
27
III.1.4 Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Aggregat Halus
= 2.548
= 2.7397
= 3.153
Absorbtion / Penyerapan =
= 7.527 %
Kesimpulan
Berdasarkan data praktikum dan hasil perhitungan yang telah dilakukan, dapat
diketahui nilai rata-rata dari Bulk Spesific Gravity adalah 1.646 ; Bulk Spesific Gravity
(SSD) adalah 2.7397; Apparent Spesific Gravity adalah 3.153; dan nilai Absorbtion
adalah 7.527 %.
28
III.2 Persiapan bahan
Maksud :
Untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan pada proses
pengecoran.
Peralatan :
1. Batu Apung
2. Pasir Bangka
3. Semen PCC Tiga Roda
4. Air PDAM
5. Bestmittle
6. Putih Telur Ayam
7. Ember
8. Timbangan
Penggunaan Alat :
1. Memasukan pasir bangka kedalam oven selama 24 jam dengan suhu 90°C,
lalu menyaring pasir bangka dengan Saringan ukuran 8.
2. Timbang pasir bangka dengan berat 20 Kg
3. Membersihkan Batu apung dengan air, kemudian menyortir batu apung
dengan ukuran 10mm-40mm dengan bentuk bulat.
4. Timbang batu apung dengan berat 8 kg.
5. Semen PCC Tiga Roda dengan berat 13 Kg.
6. Timbang Putih telur dengan berat 1 Kg.
7. Bestmittle dengan berat 17 gram
8. Air PDAM 6.5 Kg
29
III.3 Pengecoran
Penggunaan Alat :
1. Membersihkan bagian dalam concrete mixer.
2. Menghubungkan dengan aliran listrik lalu hidupkan.
3. Memasukkan batu apung, pasir bangka, dan semen PCC Tiga Roda yang
telah ditimbang sesuai dengan perencanaan, lalu memasukkan air yang
telah di campur oleh campuran bestmittle sedikit demi sedikit.
4. Meletakkan talang didepan concrete mixer sedemikian rupa sehingga
tumpahan beton dapat jatuh ke talang.
5. Setelah diperoleh campuran yang homogen, membuka pengunci tuas
pengungkit lalu gulingkan corong concrete mixer, sehingga campuran
beton yang ada di dalamnya tumpah ke dalam talang, adukan siap
digunakan.
Perawatan :
1. Lumasi gigi-gigi penggerak dengan stempet.
2. Lindungi motor penggerak dari air.
3. Bersihkan bagian dalam concrete mixer dari sisa-sisa adukan beton.
30
III.3.2 Slump Test
Maksud :
Untuk mengukur nilai slump adukan beton segar sehingga dapat
diketahui kemudahan untuk mengerjakannya (workability)
Peralatan :
1. Corong slump dan Batang pemadat
2. Pelat alas dan Batang pemadat
3. Mistar pengukur, Sendok semen, dan Sekop
Prosedur Percobaan :
1. Ambil adukan beton yang baru dikeluarkan dari concrete mixer.
2. Letakkan corong slump di atas alas.
3. Masukan adukan beton kedalam corong kurang lebih 1/3 bagian lalu
tusuk-tusuk dengan batang pemadat secara merata sebanyak 25 kali.
4. Lakukan hal yang sama lapisan kedua dan ketiga. Penusukan batang
pemadat hanya untuk lapisan yang bersangkutan saja dan mengenai
lapisan sebelumnya.
5. Ratakan permukaan atasnya dengan batang pemadat.
6. Angkat corong tersebut dengan hati-hati dalam posisi vertical lalu ukur
penurunan yang terjadi (selisih antara tinggi awal dengan tinggi akhir).
Besarnya penurunan ini disebut nilai slump.
Perawatan :
Bersihkan corong slump segera setelah percobaan.
Ukur corong slump sebelum percobaan dilakukan.
Data Praktikum:
Nilai slump yang didapatkan untuk beton :
Slinder = 35 mm
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah di lakukan, didapatkan nilai slump
untuk beton silinder sebesar 35 mm, sehingga dapat disimpulkan campuran beton
tersebut memenuhi standar slump yang telah ditetapkan pada concrete mixer test.
31
BAB IV URAIAN HASIL UJI
Maksud :
Untuk mengetahui kekuatan beton pada hari ke-3 dan hari ke-7
Peralatan :
1. Mesin tekan hidrolik
2. Cetakan silinder
3. Capping set
Prosedur Percobaan :
1. Setelah beton mengering (kurang lebih satu hari), membuka cetakkan tersebut
lalu beton di jemur di bawah sinar matahari.
2. Memanaskan capping compound dalam melting pot sampai mencair kemudian
tuangkan pada alas cetak. Segera letakkan bagian silinder beton yang tidak rata
sehingga ujung permukaan benda uji dilapisi capping compound yang mengeras.
3. Meletakkan beton pada hari ke-3 atau ke-7 pada meja penekannan. Memeriksa
manometer yang akan digunakan, memutar jarum merahnya sehingga berimpit
dengan jarum hitam pada skala nol.
4. Menghidupkan mesin penggeraknya dan handle di stel pada posisi penekanan.
5. Mengamati pergerakan jarum manometer tadi, catat nilai maksimum beban yang
dapat ditahan oleh benda uji (sampai benda uji pecah). Setelah dibagi dengan
luas penampang benda uji, didapat nilai kuat tekan karakteristik beton tersebut
32
LABORATORIUM TEKNOLOGI KONSTRUKSI BETON
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Akses UI, Kelapa Dua, Depok
Volume
T Kuat Tekan Tekanan
Beton Umur (Hari) Berat (Kg) Silinder
a (N) (MPa)
(mm³)
b
1 5.298.750
e3 7,09 80.000 4.52937
Kuat tekan yang didapat dari hasil pengujian pada hari ke-3 dan hari ke-7
mengalami peningkatan sebesar 20 KN. Berat dari benda uji pun mengalami penurunan
atau penyusutan. Penurunan terbesar terjadi pada hari pertama dan kedua. Hal ini
menandakan beton mengalami proses hidratasi.
Dari data diatas kita bisa memprediksi kuat tekan yang dicapai pada hari ke-14
dan hari ke-28. Dengan menggunakan faktor pembagian kuat tekan kita bisa
memprediksikan besarnya kuat tekan pada hari ke-14 , ke-21 dan hari ke-28.
umur 3 7 14 21 28
33
kuat tekan kuat tekan (14 kuat tekan (21 kuat tekan (28
umur (H) beban (kg)
(kg/cm2) hari) hari) hari)
1200
1000
800
Beton 1
600
Beton 5
400 Rata-rata
200
0
14 Hari 21 Hari 28 Hari
Dari grafik diatas diperoleh kuat tekan pada hari ke-28 adalah sebesar 158 KN. Kuat
tekan ini memenuhi kriteria dari kuat tekan yang diisyaratkan.
34
Lampiran Foto Hari Ke-3
35
Lampiran Foto Hari Ke-7
36
Dari gambar di atas kita bisa sedikit menganalisa dari warna dalam beton yang masih berlihat
hitam, ini menandakan beton masih dalam keadaan basah atau belum kering sempurna. Beton
masih dalam proses hidratasi. Dari gambar terlihat bahwa bentuk runtuhan beton mempunyai
pola atau ”berbentuk”. Hal ini menunjukan bahwa beton cukup homogen artinya aggregat beton
tersebar secara merata di seluruh isi beton.
Bisa dilihat pula aggregat kasar yaitu batu apung (pumice) mengalami cracking, hal ini
menunjukan bahwa batu apung memang memiliki daya tekan yang rendah. Tetapi batu apung
(pumice) juga memiliki daya lekat yang tinggi terlihat pada gambar batu apung tidak ada yang
terlepas dari pasta.
37
BAB V RINCIAN DANA
V.1 Anggaran Beton ( Harga Pasar )
Kini, untuk membuat beton tak harus mengandalkan bahan-bahan beton konvensional
yakni pasir, kerikil, dan semen. Berkat keuletan sejumlah peneliti, berbagai limbah bisa
dimanfaatkan untuk itu. Oleh karena itu harga untuk pembuatan beton bisa ditekan.
4 : 10 : 5
TOTAL Rp 250.000,-
38
Harga
310
300
290
280
270
260
Harga
250
240
230
220
pasar praktik
39
BAB VI PENUTUP
VI. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji yang kami lakukan pada beton hari ke-3 dan ke -7 ,
menghasilkan kuat tekan masing-masing 80 KN dan 100 KN dan berat masing-masing
7,09 Kg dan 7,437 Kg. Sehingga dalam hal ini penggunaan batu apung ( Pumice )
sebagai aggregat kasar dan pasir Bangka sebagai aggregat halus, merupakan campuran
yang lebih menekankan pada beban yang bersifat ringan sedangkan untuk besarnya
kuat tekan ” belum ”mempunyai pengaruh terlalu besar. Untuk Putih telur yang
merupakan addmixtures pada beton ini mempunyai pengaruh terhadap kuat tekan,
walaupun tidak begitu besar.
Adapun biaya yang digunakan dalam pembuatan beton ini yaitu lebih murah dari
harga atau biaya beton di pasaran. Dan dengan workability yang mudah, biaya
pembuatan beton dapat ditekan lagi.
VI. 2 Saran
Bagi mahasiswa ataupun para peneliti lain yang ingin menggunakan Batu Apung (
Pumice ) dan pasir Bangka sebagai pengganti aggregat kasar dan halus, harus lebih
fokus terhadap pembuatan mixed design, dan lebih teliti terhadap proses pembuatan
atau pengecoran itu sendiri.
40
DAFTAR PUSTAKA
41