You are on page 1of 26

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Makalah Strategi Belajar mengajar

Oleh I WAYAN DEDY BUDIARTA ISNA MILDAYANTI NI NYOMAN PUTRI RUSTRINI IRMA SUMAYANI NI KADEK DWI ARDIYANI KADEK ROBBY PRADIKNAS A.S. KELAS 4B 1115051061 1115051022 1115051018 1115051050 1115051046 1115051016

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2013

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Metode Pembelajaran Kooperatif dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen pengampu Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen, karena telah memberi waktu yang cukup untuk menyusun makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah, semua tidak lepas berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik namun penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis dengan rendah hati, terbuka menerima kritik, masukan dan ,saran guna penyempurnaan makalah ini.

Singaraja, 22 April 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Rumusan Masalah... 1 1.3 Tujuan.. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 2.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif ...................................... 3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif....................................... ..... 2.3 4

Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Pembelajaran .. .... 6

2.4

Prinsip dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif.................................... 9

2.5

Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif....................................................... 10

2.6

Tipe Pembelajaran Kooperatif dan Teknik Aplikasinya............................. 12

BAB III PENUTUP 3.3 Kesimpulan.. 3.3 20

Saran.. .. 20
ii

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Sekolah adalah salah satu arena persaingan. Mulai dari awal masa pendidikan

formal, seorang anak belajar dalam suasana kompetisi dan harus berjuang keras memenangkan kompetisi untuk bisa naik kelas atau lulus. Sebenarnya, kompetisi bukanlah satu-satunya model pembelajaran yang bisa dan harus dipakai. Ada tiga pilihan model, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning. Siswa yang tekun juga merasa temannya yang kurang mampu hanya nurut saja pada hasil jerih payah mereka. Kesan negatif mengenai kegiatan bekerja/belajar dalam kelompok ini juga bisa timbul karena ada perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. Sebenarnya, pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok, jika pengajar benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran cooperative learning. Banyak pengajar hanya membagi siswa dalam kelompok lalu memberi tugas untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai pembagian tugas. Akibatnya, siswa merasa ditinggal sendiri dan, karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Kekacauan dan kegaduhanlah yang terjadi. Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. 1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ? 2. Apa Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif ?

3. Bagaimana Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif? 4. Bagaimana Prinsp dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ? 5. Apa Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ? 6. Apa saja tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif ?

1.3

TUJUAN

1. Mengetahui Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif. 2. Mengetahui Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif. 3. Mengetahui Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif. 4. Mengetahui Prinsp dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif. 5. Mengetahui Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif. 6. Mengetahui apa saja tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Zaini model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau

petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Dengan

pemilihan metode, strategi, pendekatan, serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, serta dari subject centered ke learner centered atau terkonstruksinya pengetahuan siswa. Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali bagi guru. Apakah model pembelajaran kooperatif itu? Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran . Holubec dalam Nurhadi mengemukakan belajar kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Sementara itu, Bruner dalam Siberman menjelaskan bahwa belajar secara bersama merupakan kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespons manusia lain dalam mencapai suatu tujuan. Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan pada model pembelajaran yang lain. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta berkembangnya keterampilan sosial. 2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen

and Kauchak,1996 : 279). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serata memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvesional

Kelompok Belajar Kooperatif Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat baik memberikan bantuan. Kelompok belajar heterogen,

Kelompok Belajar Konvesional Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok. Akuntabilitas individual sering dibaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh hanya, seorang anggota kelompok keberhasilan sedangkan anggota kelompok lainnya mendompleng pemborong.

Kelompok belajar biasanya homogen.

dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat salingb mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok. Keterampilan sosial yang diperlukan Pemimpin kelompok serig ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. Keterampilan sosial sering tidak secara

dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. Pada saat belajar kooperatif sedang berlansung pemantauan melakukan masalah guru terus melakukan dan antar jika sama terjadi melalui intervensi kerja observasi

langsung diajarkan.

Pemantauan

melalui

observasi

dan

intevensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

dalam

anggota kelompok. Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (Hubungan antar pribadi yang saling menghargai ).

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompokkelompok belajar. Penekanan sering hanya ada pada

penyelesaian tugas.

Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama menapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman., dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000: 7). Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bahwa maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap permainan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata social, kemampuan dan ketidakmampuan. (Ibrahim, dkk, 2000: 9). Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling

bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan mulai penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan Tanya jawab. (Ibrahim, dkk, 2000: 9). 2.3 Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan Herbert Thelan (dalam Ibrahim, 2000) yang menyatakan pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung. Tingkah laku kooperatif dipandang oleh Dewey dan Thelan sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai labolatorium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi. Proses demokrasi dan peran aktif merupakan cirri yang khas dari lingkungan pembelajaran kooperatif. Dalam pembentukan kelompok, guru tidak dibenarkan mengelola tingkah laku siswa dalam kelompok secara ketat, dan siswa memiliki ruang dan peluang untuk secara bebas mengendalikan aktivitas-aktivitas didalam kelompoknya. Selain itu, pembelajaran kooperatif menjadi sangat efektif jika materi pembelajaran tersedia lengkap dikelas, ruang guru, perpustakaan, ataupun pusat media. (Ibrahim, dkk, 200: 11). Selain itu, agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan, dan siswa dapat bekerja secara produktif dalam kelompok, maka siswa perlu Diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif. Keteranpilan kooperatif tersebut berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok. Lungren (dalam Ratumanan, 2002), menyusun keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan. Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat akhir. 1. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain :

1. Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya; 2. Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok; 3. Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semuam anggota kelompok atau memberikan kontribusi; dan 4. Menggunakan kesempatan, yaitu menyamakan presepsi/pendapat. 2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain : 1. Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi; 2. Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lembih lanjut; 3. Menafsirkam, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat berbeda; 4. Memeriksa kesempatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban tersebut benar. 3. Keterampilan kooperatif tingkat akhir : Keterampilan kooperatif tngkah mahir ini antara lain : mengolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapatpendapat dengan topik tertentu. Masih menurut Lungren (dalam ratumanan, 2002) menyebutkan bahwa unsurunsur dasar yang perlu untuk ditanamkan kepada siswa agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan lebih efektif lagi adalah : 1. Para siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama; 2. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi; 3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama; 4. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok; 5. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok;

6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan berkerjasama selama belajar; dan 7. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Apabila diperhatikan secara seksama, maka pembelajaran kooperatif ini mempunyai ciri-ciri tertebtu dibandingkan dengan model lainnya. Arends (1997: 111) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki cirri-ciri sebagai berikut : 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar. 2. Kelompok dibentuk siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 3. Bila memungkinkan, anggota lelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin, yang beragan; dan 4. Penghargaan lebih beriorentasi kepada kelompok dari pada individu. Dari uraian tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tersebut memerlukan kerja sama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok. 2.4 Prinsip Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

10

setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Adapun karakteristik model pembelajaran kooperatif adalah:

siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. Kelompok dibentuk dari beberapa siswa yang memiliki kemampuan berbedabeda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan

tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Terdapat 6 (enam) langkah model pembelajaran kooperatif: o Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa o Menyajikan informasi o Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar o Membimbing kelompok belajar o Evaluasi dan pemberian umpan balik o Memberikan penghargaan 2.5 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Pendapat dari Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative leaming. Untuk mencapai hasil yang maksimal, unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Diibaratkan, wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan pembaca. Adapun kelima unsur model pembelajaran kooperatif adalah

11

1. Tanggung Jawab Perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kriteria kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Berbeda dengan Nasarudin yang masuk ke kelas dan menugaskan siswanya untuk saling berbagi tanpa persiapan, pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan.dan menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. 2. Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antaranggota kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu saja dalam sekejap, tapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu Sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. 3. Komunikasi Antar Anggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembejar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengaiar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu

12

kelompok juga pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya pembelajar perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih ada banyak orang kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalarn ungkapan yang lebih halus. Sebagai contoh, ungkapan Pendapat anda itu agak berbeda dan unik. Tolong jelaskan lagi alasan Anda," akon lebih bijaksana daripada mengatakan, Pendapat Anda itu aneh dan tidak masuk akal." Contoh lain, tanggapan "Hm...menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi jawabanku agak berbeda... akan lebih menghargai orang lain daripada vonis seperti, "Jawabanmu itu salah. harusnya begini." Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa. 4. Evaluasi Proses Kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu. setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran Cooperative learning. Format evaluasi bisa bermacam-macam, tergantung pada tingkat pendidikan siswa.

2.6

Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif dan Teknik Aplikasinya

1. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw


Pada awalnya metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronsons dan teman teman di Universitas Texas pada tahun kurun waktu 1971 sampai 1978. Mereka

13

mengembangkan model tersebut berdasarkan karakteristik kelas yang sangat heterogen dari segi latar belakang sosial. Setelah dikembangkan oleh Elliot Aronsons kemudian diadaptasi oleh Slavin. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan materi tersebut kepada kelompoknya. Sehingga baik kemampuan secara kognitif maupun sosial siswa dapat berkembang dengan baik. Pembelajaran model ini lebih meningkatkan kerja sama antar siswa. Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari siswa-siswa yang bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan. Dalam pembelajaran ini setiap anggota kelompok diharapkan dapat saling bekerja sama dan bertanggung jawab baik kepada dirinya sendiri maupun pada kelompoknya. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian. Menurut Arends, RI, 1997 (dalam Wirta:2003) pengertian pembelajaran jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa. Materi akademik disajikan dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab atas penugasan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota tim lain. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa diberi kesempatan untuk berkolaborasi dengan teman lain dalam bentuk diskusi kelompok memecahkan suatu permasalahan. Setiap kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen sehingga akan terdapat siswa yang berkemampuan tinggi, dua atau tiga siswa berkemampuan sedang, dan seorang siswa berkemampuan kurang. Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar yang heterogen. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari dan menguasai bagian tertentu bahan yang diberikan kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya. Dengan demikian terdapat rasa saling membutuhkan dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari kelompok lain yang bertugas mendapat topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Kemudian anggota tim ahli kembali ke kelompok asal dan

14

mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan didalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini berbeda dengan kelompok kooperatif lainnya, karena setiap siswa bekerja sama pada dua kelompok secara bergantian, dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut. 1. Siswa dibagi dalam kelompok kecil yang disebut kelompok inti, beranggotakan 4 orang. Setiap siswa diberi nomor kepala misalnya A, B, C, D. 2. Membagi wacana / tugas sesuai dengan materi yang diajarkan. Masing-masing siswa dalam kelompok asal mendapat wacana / tugas yang berbeda, nomor kepala yang sama mendapat tugas yang sama pada masing-masing kelompok. 3. Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki wacana/ tugas yang sama dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sama dengan jumlah wacana atau tugas yang telah dipersiapkan oleh guru. 4. Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan wacana / tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 5. Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana / tugas yang telah dipahami kepada kelompok kooperatif (kelompok inti). 6. Apabila tugas telah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing siswa kembali ke kelompok kooperatif asal. 7. Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari tugas di kelompok asli. 8. Bila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya secara keseluruhan, masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya dan guru memberikan klarifikasi. Selanjutnya model tersebut dikembangkan menjadi model pembelajaran jigsaw tipe II yang dikembangkan oleh Slavin. Langkah-langkah pembelajaran jigsaw tipe II adalah sebagai berikut : 1. Orientasi Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Sebelum pembelajaran dimulai sebelumnya siswa sudah ditugaskan membaca materi pelajaran di rumah. 2. Pengelompokan 1. Sebelum dikelompokkan siswa di-rangking berdasarkan hasil kemampuan matematikanya. Misalnya dalam kelas tersebut jumlah siswanya 20 orang.

15

Selanjutnya dibagi dalam 25% rangking 1-4 (kelompok sangat baik), 25% rangking 5-8 (kelompok baik), 25% rangking 9-12 kelompok sedang, 25% rangking 13 16 (buruk), 20% kelompok rangking 17-20 (sangat buruk). 2. Pengelompokan dilakukan berdasarkan indeks prestasi siswa yang diberi nomor 1 untuk sangat baik, 2 untuk baik, 3 untuk sedang, 4 untuk buruk dan 5 untuk sangat buruk. Pengelompokan ini dinamakan grup dimana tiap grup berisi : 1. Grup A {A1, A2, A3, A4, A5} 2. Grup B {B1, B2, B3, B4, B5} 3. Grup C {C1, C2, C3, C4, C5} 4. Grup D {D1, D2, D3, D4, D5} 5. Pembentukan kelompok ahli Selanjutnya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang akan kita berikan dan dibina supaya menjadi ahli (expert). 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tiap Kelompok 1 { A1, B1, C1, D1} Kelompok 2 { A2, B2. C2, D2} Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3 } Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4 } Kelompok 5 {A5, B5, C5, D5 } Pembinaan kelompok expert kelompok diberikan konsep matematika sesuai dengan

kemampuannya. Dari materi pelajaran yang akan diajarkan maka kelompok 1 bertugas mempelajari KD 5.4, kelompok 2 KD 5.4, kelompok 3 mempelajari KD 5.3, kelompok 4 mempelajari KD 5.3, dan kelompok 5 mempelajari KD 5.1. Peranan guru sangat penting dalam membina kelompok ahli dalam menanamkan konsep yang benar terhadap terhadap materi pada masing masing kompetensi dasar tersebut. 3. Diskusi Setelah kelompok ahli memahami materi yang dipelajari, maka kelompok ahli kembali ke grup masing masing. Setiap orang dalam grup memiliki keahlian masing-masing dan bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan dengan temantemannya dalam grup tersebut. 4. Penilaian

16

Pada fase ini guru memberikan tes tulis untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari. Dalam fase ini tidak diperkenankan untuk bekerjasama. Kegiatan ini direncanakan dilakukan setiap kali mengakhiri pertemuan pembelajaran. Dimana dalam setiap pertemuan diberikan soal atau masalah pada setiap KD, dengan tingkat kesulitan soal berjenjang pada setiap pertemuan. Penskoran diberikan dengan mengikuti sistem penskoran STAD. Yaitu skor perkembangan pada setiap pertemuan dibandingkan dengan skor awal pada pertemuan sebelumnya. Sehingga pensekoran mencerminkan perkembangan pemahaman individu dan kelompok. NAMA SKOR SKOR TEST 100 70 100 60 60 SISWA AWAL AA 20 BB 60 CC 50 DD 20 EE 70 JUMLAH RATA KATAGORI 5. Pengakuan kelompok SELISIH 80 10 50 40 -10 SKOR PERKEMBANGAN 40 20 40 30 10 140 28 Tim super

Berdasarkan data skor tersebut selanjutnya dirata-ratakan untuk mendapatkan skor individu dan skor kelompok. Pengakuan kepada kelompok diberikan berdasarkan katagori. RATA-RATA PREDIKAT TIM 0 x 5 5 x 15 Tim baik 15 x 25 Tim hebat 25 x 30 Tim super Dari langkah-langkah yang telah diuraikan diatas maka sering akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya mendompleng keberhasilan pemborong. Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Kelompok belajar biasanya homogen. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok

17

dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelolah konflik secara langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan. Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung. Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai). Tipe pembelajaran jigsaw ini tentu memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari jigsaw ini diantaranya dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada dari guru. Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Kardi & Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa penyandang cacat. Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam belajar matematika dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut ; 1. Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar matematika. Kelompok kecil membentuk suatu forum dimana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan. 2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa dalam matematika. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.

18

3.

Masalah matematika idealnya cocok untuk diskusi kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.

4.

Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalahmasalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.

5.

Ruang lingkup matematika dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan. Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin, 1995).

Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Beberapa hal yang mengkin bisa menjadi pengganjal aplikasi metode ini dilapangan yang harus kita cari jalan keluar atau solusinya, menurut (Roy Killen, 1996) adalah: 1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah peer teaching, pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan di diskusiskan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak di perlukan, agar jangan sampai terjadi missconception. 2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan meteri pada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri. Pendidik harus mempu memainkan perannya mengorkestrasikan metode ini. 3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut. 4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik. 5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa diatasi dengan model team teaching. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang muncul dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

19

1.

Pengelompokan dilakukan dengan terlebih dahulu mengurutkan kemampuan matematika siswa dalam kelas (siswa tidak perlu tahu). Misalnya jumlah siswa dalam kelas 32 orang, kita bagi dalam bagian 25% (rangking 1-8) kelompok sangat baik, 25% (rangking 9-16) kelompok baik, 25 % selanjutnya (rangking 17-24) kelompok sedang. 25% (rangking 25-32) rendah. Selanjutnya kita akan membaginya menjadi 8 grup (A-H) yang isi tiap-tiap grupnya heterogen dalam kemampuan matematika, berilah indeks 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indek 2 untuk kelompok baik, indek 3 untuk kelompok sedang dan indek 4 untuk kelompok rendah.

2.

Sebelum tim ahli kembali ke kelompok asal yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan materi yang menjadi tugas mereka. Bila ditemukan ada anggota ahli yang belum tuntas, maka dilakukan remedial yang dilakukan oleh teman satu tim.

2. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)


Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Langkah-langkah penerapan tipe NHT: a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama. d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran. g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.

20

h. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). Dalam penerapannya, NHT juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan itu diantaranya a. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together (NHT) 1. Kelas lebih benar-benar hidup dan dinamis. 2. Setiap siswa mendapat kesempatan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat. 3. Munculnya jiwa kompetisi yang sehat. 4. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. b. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together (NHT) 1. Alokasi waktu yang panjang 2. Ketidakbiasaan siswa dalam pembelajaran kooperatif ini, sehingga siswa cepat bosen dalam pembelajaran.

BAB III PENUTUP

3.1

KESIMPULAN Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa tipe-tipe model pembelajaran

21

kooperatif, diantaranya Jigsaw dan Numbered Head Together (NHT). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan materi tersebut kepada kelompoknya. Sedangkan NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. 3.2 SARAN Dalam penerapan tipe model pembelajaran kooperatif seperti Jigsaw dan Numbered Head Together, ada beberapa kelebihan dan kelemahan yang terlihat. Untuk itu guru dituntu sangat jeli untuk mampu meminimalisir dampak yang disebabkan oleh kekurangan dalam mengaplikasikan tipe pembelajaran tersebut dan memaksimalkan kelebihan yang didapat dengan mengaplikasian tipe pembelajaran kooperatif tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

22

Anonim. 2009.Model Pembelajaran Kooperatifhttp://yustiarini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-kooperatif.html (Diakses tanggal 22 April 2013) Anonim. 2013. Pembelajaran Kooperatif/ Cooperative Learning http://nidhomuddin01.wordpress.com/2013/01/10/pembelajaran-kooperatif-cooperativelearning/ (Diakses tanggal 22 April 2013)

You might also like