You are on page 1of 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini berbagai bentuk sediaan obat dapat dijumpai dipasaran.

Diantaranya adalah sediaan injeksi yang termasuk sediaan steril. Produk steril adalah sediaan teraseptis dalam bentuk terbagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan unik diantara bentuk sediaan obat terbagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian dalam tubuh. Dan kemudian langsung menuju reseptor. Sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik serta harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi dan luar biasa. Dalam injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan antara lain efek terapi lebih cepat didapat., dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan, cocok unyuk keadaan darurat, untuk obat obat yang rusak oleh cairan lambung Sediaan injeksi merupakan sediaan yang sangat penting bagi dunia kesehatan. Karena pada keadaan sakit yang dianggap kronis, pemberian obat minum sudah tidak maksimal lagi , sehingga perlu dan sangat penting untuk di berikan sediaan injeksi, karena akan sangat membantu untuk mempercepat mengurangi rasa sakit pada pasien, sebab sediaan injeksi bekerja secara cepat, dimana obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah dan akan bekerja secara optimal pada bagian yang sakit. Sediaan injeksi merupakan salah satu contoh sediaan steril , jadi keamanan dan kebersihan sediaan juga telah di uji. Pemberian preparat parenteral terbagi dalam lima rute yang paling umum, yaitu intravena, intramuscular, subkutan, intrakutan, dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan darurat atau gawat darurat. Bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberiaan yang lain. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.

B. Rumusan Masalah 1. 2. 3. Apa yang dimaksud sediaan injeksi dan pembagiannya Perbadaan antara injeksi volume kecil vial dan ampul Sediaan apa saja yang termasuk dalam injeksi vial dan ampul?

C. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui sediaan injeksi dan pembagiannya 2. Mengetahui injeksi vial dan ampul 3. Macam-macam sedian vial dan ampul

BAB TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979) Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995) Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari

mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba.(Lachman hal.1254) Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk sediaan parenteral mata dan iritasi. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis,dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan dalam produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi apakah fisik, kimia, mikrobiologis. (Lachman hal 1292)

Injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660, meskipun demikian perkembangan pertama injeksi semprot baru berlangsung pada tahun 1852, khususnya pada saat dikenalkannya ampul gelas, untuk mengembangkannya bentuk aplikasi ini lebih lanjut. Ampul gelas secara serempak dirumuskan oleh apoteker LIMOUSIN (Perancis) dan

FRIEDLAENDER (Jerman) pada tahun 1886. Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih. Sedangkan injeksi ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari kaca dan memiliki ujung runcing (leher) dan memiliki bidang dasar datar dengan ki saran antara 1-50 ml dan kadang-kadang 30 ml. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011) Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia (R. Voigt hal. 464) Ampul merupakan wadah takaran tunggal sehingga penggunaannya untuk satu kali injeksi. Ampul dibuat dari bahan gelas tidak berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang peka terhadap cahaya, dapat digunakan ampul yang terbuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara dalam keadaan: 1. Tidak perlu pengawet karena merupakan takaran tunggal 2. Tidak perlu isotonis

3. Diisi melalui buret yang ujungnya disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70 % 4. Buret dibilas dengan larutan obat sebelum diisi Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. (R. Voight hal 464). Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda): 1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya 2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis (0,6% 0,2%) (FI IV hal. 13) 3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya 4. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet

B. Keuntungan Sediaan Injeksi 1. Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (jantung berhenti) 2. Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral atau obat yang dirusak oleh sekresi asam lambung 3. Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (sakit jiwa atau tidak sadar)

4. Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat, karena pasien harus kembali melakukan pengobatan 5. Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran gigi/anastesiologi 6. Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan keseimbangan elektrolit C. Kerugian Sediaan Injeksi 1. Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan waktu pemberian yang lebih lama 2. Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptik dengan rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari 3. Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk

menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik 4. Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan 5. Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti septisema, infeksi jamur, inkompatibilias karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat 6. Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh semua personel yang terlibat. D. Syarat-syarat Injeksi 1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik). 2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya. 3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut. 4. Sterilitas 5. Bebas dari bahan partikulat

6. Bebas dari Pirogen 7. Kestabilan 8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah. E. Tujuan Pemberian Sediaan Parenteral 1. Untuk memastikan obat sampai ke bagian tubuh atau jaringan yang membutuhkan dengan konsentrasi yang mencukupi. 2. Untuk mencapai parameter farmakologi tertentu yang terkontrol, seperti waktu onset, serum peak, kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh. 3. Untuk pasien yang tidak bisa melakukan self medicate 4. Untuk mendapatkan efek biologik yang tidak didapatkan melalui pemakaian oral 5. Untuk alternatif bila rute yang diharapkan (oral) tidak tersedia 6. Untuk mendapatkan efek lokal, untuk meminimalkan efek toksik sistemik 7. Untuk pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, tidak terkontrol 8. Untuk pengobatan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan untuk supply nutrisi jangka panjang/pendek 9. Untuk mendapatkan efek lokal yang diharapkan F. Rute-rute Injeksi 1. Parenteral Volume Kecil a. Intradermal Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme. b. Intramuskular

Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan. c. Intravena Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap. d. Subkutan Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM. e. Rute intra-arterial Disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh. f. Intrakardial Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung. g. Intraserebral Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia. h. Intraspinal Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia. i. Intraperitoneal dan intrapleural Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal. j. Intra-artikular Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi. k. Intrasisternal dan peridual

Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi. l. Intrakutan (i.c) Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin. m. Intratekal Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien. G. Bentuk-bentuk Sedian Injeksi 1. Larutan air: merupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan. Bentuk larutan air dapat digunakan untuk semua rute pemberian. 2. Suspensi air: biasanya diberikan dalam rute intramuscular(im) dan subkutan (sc). Suspensi tidak pernah diberikan secara intravena (iv), intraarteri, inraspinal, inrakardiak, atau injeksi optalmik. Ukuran partikel suspensi biasanya kecil dan distribusi ukuran partikel harus dikontrol untuk meyakinkan partikel dapat melewati jarum suntik saat pemberian. Ukuran partikel tidak boleh membesar dan tidak boleh terjadi caking saat penyimpanan. 3. 4. Larutan kering: untuk sediaan yang larut dalam air, tetapi tidak stabil di air. Larutan minyak: dibuat bila zat aktif tidak larut air tetapi larut dalam minyak dan diberikan melalui im. Larutan minyak menimbulkan efek depo, untuk masalah iritasi dan sensitisasi, suspensi air lebih dipilih dibanding larutan minya.

5.

Suspensi minyak: injeksi suspensi bisa juga dibuat dalam pembawa minyak, meskipun pembuatannya lebih jarang dibanding suspensi air. Suspensi minyak dapat menimbulkan efek depot/lepas lambat pada rute pemberian im.

6.

Injeksi minyak: senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk injeksi minyak. Sediaan ini secara umum digunakan dengan rute im, dan pada keadaan normal tidak digunakan untuk rute lain.

7.

Emulsi: zat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuat dalam bentuk emulsi o/w. Zat dapat dilarutkan dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah benbentuk minyak. Droplet minyak harus dikontrol dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan agar emulsi tidak pecah. Ukuran droplet ideal 3 m. Biasanya dalam bentuk nutrisi parenteral.

8. 9.

Larutan koloidal: biasanya diberikan melalui rute im. Sistem pelarut campur: banyak kondisi klinik sangat diperlukan suatu zat dibuat dalam bentuk larutan sejati, agar siap bercampur dengan larutan iv ketika diberikan. Untuk zat yang sukar larut dalam air, maka selain digunakan dalam bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa zat dapat pula diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan polaritas pembawa sehingga zat lebih larut. Pemberian biasanya mengiritasi, toksik dan menimbulkan rasa nyeri. Pemberian intravena perlu dilakukan perlahan untuk mencegah presipitasi zat aktif. Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksitas.

10. Larutan terkonsentrasi: berupa konsentrat dan diberikan dengan dilarutkan dahulu di dalam larutan iv. 11. Serbuk untuk injeksi: beberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi. Sediaan ini bisa berupa serbuk dry filled atau serbuk liofilisasi (freeze dried). 12. Implant: biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian lambat, ditunda atau dikontrol, dimana pemberian tidak dapat dilakukan via oral.

H. Wadah Injeksi Pembagian wadah untuk injeksi dibagi menjadi dua macam yaitu: 1. Wadah dosis tunggal, adalah suatu wadah yang kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali yang dengan jaminan tetap steril. Contoh: ampul. 2. Wadah dosis ganda, adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kaulitas atau kemurnian bagian yang tertinggal. Contoh vial atau botol serum Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril (Ansel,1989) Wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian pada bagian yang tertinggal (Ansel, 1989) Wadah dosis tunggal biasanya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi ampul dapat dihisap kedalam alat suntik dengan jarum hipodermik. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup dan digunakan lagi untuk waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus. Gelas yang digunakan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi 4 kategori, yaitu :

Gelas Tipe 1

Komposisi Borosilikat

Sifat-sifat Resistensi terhadap hidrolisis tinggi,eksporasi termal rendah

Aplikasi Sediaan parenteral asidik dan netral, bisa juga untuk sediaan alkali yang sama

Tipe II

Kaca soda kapur Resistensi hidrolitik relatif Sediaan parenteral asidik (diperlukan dealkalisasi) tinggi dan netral, bisa juga untuk sediaan alkalin yang sesuai

Tipe III

Kaca soda lapur Sama dengan tipe II, tapi (tidak mengalami perlakuan dengan pelepasan oksida

Cairan anhidrat dan produk kurang, sediaan parenteral jika sesuai

Tipe NP Kaca soda kapur Resistensi hidrolitik sangat Hanya digunakan (penggunaan umum) rendah untuksediaaan non parenteral (oral, tipikal, dsb)

Tipe 1, 2 dan 3 dimaksudkan untuk produk parenteral Dan tipe NP dimaksudkan untuk produk non-parenteral dan tipe itu dimaksudkan untuk penggunaan oral dan topical Dalam industri farmasi, kemasan yang terpilih harus cukup melindungi

kelengkapan suatu produk. Karenanya seleksi kemasan dimulai dengan penetuan sifat-sifat fisika dan kimia dari produk itu, keperluan melindunginya, dan tuntutan pemasarannya. Secara umum, hal-hal penting yang harus diperhatikan dari wadah adalah: a. Harus cukup kuat untuk menjaga isi wadah dari kerusakan b. Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi wadah c. Penutup wadah harus bisa mencegah isi: Kehilangan yang tidak diinginkan dari kandungan isi wadah

Kontaminasi produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau uap yang akan mempengaruhi penampilan dan bau produk.

d. Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya e. Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan pembuat wadah dan penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah terjadinya difusi melalui dinding wadah serta wadah tidak boleh melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah f. Menunjukkan penampilan sediaan farmasi yang menarik Berdasarkan pertimbangan tentang kondisi penutupan dalam Farmakope Indonesia, penyimpan obat dikelompokkan : 1. Wadah tertutup baik, yaitu wadah yang dapat melindungi isinya dari zat padat dari luar dan dari hilangnya obat pada kondisi pengangkutan, pengapalan, penyimpanan dan distribusi yang lazim. 2. Wadah tertutup baik terlindung dari cahaya

3. Wadah tertutup rapat, yaitu wadah yang dapat melindungi isinya dari kontaminasi cairan-cairan, zat padat atau uap dari luar, dari hilangnya obat tersebut, dan dari pengembangan, pencairan, atau penguapan pada kondisi pengangkutan, pengapalan, penyimpanan, dan distribusi yang lazim. Suatu wadah tertutup rapat ditutup kembali sehingga kemampuan yang sama seperti sebelum dibuka. 4. Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (FI Ed. IV, hal 10). Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV)

Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, hal 82) Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis. 1. Gelas Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda. Formulator harus mengetahuidan sadar bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda dan level bahan tambahannya (boron, sodium, potassium, kalsium, besi, dan magnesium) yang berefek terhadap sifat kimia dan fisika. Oleh karena itu, formulator sebaiknya mempunyai semua informasi yang diperlukan dari pembuatan gelas untuk memastikan bahwa formulasi gelas

adalah konsisten dan dari batch dan spesifikasi bahan tambahan adalah konsisten ditemukan. Gelas untuk parenteral volume kecil Batas Tipe Definisi Umum Paling Test USP Ukuran (ml) Gelas Semua ml 0,02 N asam 1,0

resisten, gelas serbuk borosilikat II Gelas dibuat Attack dari lime III Gelas lime IV Gelas soda Gelas serbuk soda Gelas serbuk Semua 15,0 soda water 100 kurang lebih 100 Semua 8,5 atau 0,7 0,2

lime-tujuan umum

Wadah gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap cahaya. Warna ambar dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan oksida untuk formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke dalam formulasi dan mempercepat reaksi oksidasi. Keuntungan wadah gelas : a. mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik. b. Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya gas-gas dapat diabaikan. c. d. Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah.

e.

Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat divakumkan, dapat dipanaskan pada suhu 121O C pada sterilisasi uap dan 2600 C pada sterilisasi kering tanpa mengalami perubahan bentuk. Kerugian wadah gelas adalah Mudah pecah dan bobotnya relatif berat. Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial

atau ampul. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk melindungi sediaan dari cahaya. Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe). 2. Karet Formulasi karet digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil untuk penutup vial dan catridge dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak hanya mereka mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan antioksidan. Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan dapat bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral. Seperti gelas, formulator harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi karet yang tepat dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk mempertahankan kestabilan produk. Paling banyak polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume kecil adalah alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang. Butil karet lebih disukai karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah (oleh karena itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap kelembaban) dan sifat sederhana dengan penghormatan penyerapan gas dan reaktivitas dengan produk farmasetik.

Masalah dengan penutup karet termasuk leaching bahan ke dalam produk, penyerapan bahan aktif atau pengawet antimikroba oleh elastomer dan coring karet oleh pengulangan insersi benang. Coring menghasilkan partikel karet yang berefek terhadap kualitas dan keamanan potensial produk. Silikonisasi penutp karet adalah umum dilakukan untuk

memfasilitasi pergerakan karet melalui peralatan sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silikon tidak bercampur dengan obat hidrofilik, khususnya protein. Kontak yang luar biasa dengan karet tersilikonisasi dapat menghasilkan agregasi protein. Pembuatan elastomer mempunyai perkembangan formulasi yang tidak menginginkan penggunaan silikon untuk menggunakan dalam operasi produksi kecepatan tinggi. Tabel Komponen karet Dapat Diautoklaf Digunakan Dalam Sediaan Parenteral Volume Kecil Tipe Butil Natural Neupren Polisopren Silikon Bahan Tambahan Sederhana Tinggi Tinggi Tinggi Sederhana Penyerapan Uap Air Rendah Sederhana Sederhana Sederhana Sangat tinggi Reaksi Potensial Dengan Produk Sederhana Tinggi Tinggi Sederhana Rendah

4. Container / wadah Tipe wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral volume kecil adalah gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul digunakan paling banyak untuk sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang digunakan sekarang karena masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-masing pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas dan penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan ampul menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya produk-produk dalam pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan untuk parenteral volume besar (LVP).

Wadah plastik digunakan untuk penggunaan produk mata. Salep dengan tube logam digunakan untuk kemasan salep mata steril. I. Cara Penyegelan Ampul dan Vial Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup. Vial dapat ditutup dengan penutup karet yang cocok dengan mulut wadah, dan cukup rapat untuk menghasilkan penyegel, tetapi tidak terlalu rapat sehingga sulit untuk memampatkan didalam atau wadah tersebut kemudian tutup aluminium digunakan untuk menahan tutup karet ditempatnya. Tutup tunggal bleh mempunyailubang permanen atau pusat yang dirobek pada waktu penggunaan untuk memaparkan tutup karet. Tutup aluminium rangkapap 2 biasanya mempunyai suatu tutup dalam dengan lubang pusat permanen. Yang dalam penggunaan didapar bila keseluruhan tutup luar disbek. Bila digunakan, sisi dasar tutup aluminium ditekuk (ditempel) disekitar bawah bibir wadah gelas tersebut. J. Cara Pengisian Ampul. Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada dinding primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel. K. Contoh sediaan Vial dan Ampul 1. Contuh sediaan Vial : ADRENALIN (Epinefrin HCl), ANASTETIK LOKAL (Lidokain HCl), ANTI ALERGI (Diphenhidramin HCl), HEMOSTATIK (Vitamin K), SEDATIVA, DEPRESAN SSP (Phenobarbital/Luminal), NEUROTROPIK (Vit B1, B6, B12), VIT B12, ANTIINFLAMASI (Metil

Prednisolon Na Suksinat). KORTISONPROKAIN HCl, KONTRASEPSI (Medroksi progesterone asetat), ESTRADIOL, DIAZEPAM, THIAMIN, FENIKOL, WARFARIN, ANTI INFEKSI (Gentamisin Sulfat) 2. Contoh sediaan ampul: Injeksi Antibiotik untuk Meningitis, Injeksi Antibiotik Golongan Beta Laktam, Injeksi Antiasma, Injeksi Aminofilin, Injeksi Amikasin, Injeksi Vitamin C, Injeksi Atropin Sulfat, dll

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia (R. Voigt hal. 464) Ampul merupakan wadah takaran tunggal sehingga penggunaannya untuk satu kali injeksi. Ampul dibuat dari bahan gelas tidak berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang peka terhadap cahaya, dapat digunakan ampul yang terbuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Sedangkan Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. (R. Voight hal 464).

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

3.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pharmacopee Ned edisi V Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta : Soeroengan

10. Anonim. Farmakope Herbal 11. Departement of pharmaceutical Science. 1982. Martindale the Extra Pharmacoeia 28th edition. London: The Pharmaceutical Press. 12. Badan Pengaeas Obat dan Makanan. ISFI. 2006. ISO Indonesia, volume IV. Jakarta: PT. Anem Kosong Anem (AKA). 13. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta. 14. Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press. 15. Hardjasaputra, S. L. Purwanto, Dr. dkk. 2002. Data Obat di Indonesia (DOI), edisi 10. Jakarta: Grafidian medi press.

You might also like