You are on page 1of 33

MAKALAH PEMIKIRAN-PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing:

DR.H. Isrofil Amar, M.Ag

Oleh: Ike Sinta Dewi

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG JANUARI 2013

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

I. PENDAHULUAN Islam adalah agama yang kaffah. Segala sendi kehidupan manusia diatur di dalamnya. Tak terkecuali pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat mendapatkan perhatian dalam Islam. Nabi Muhammad SAW banyak menyampaikan pentingnya pendidikan. Urgensi pendidikan dalam Islam curkup terwakilkan dengan ungkapan belajar sejak dalam buaian hingga ke liang kubur. Para pemikir Islam yang konsen dengan pendidikan pun telah banyak merumuskntaan segala piranti yang ada dalam dunia pendidikan Islam. Mulai dari hal yang mendasar yaitu tujuan pendidikan berlanjut ke kurikulumnya, tenaga pendidiknya, anak didiknya dan seterusnya. Dalam makalah ini akan dibahas secara singkat pemikiran-pemikiran pendidikan Islam yang akan diwakili oleh beberapa tokohnya yaitu Imam Al Ghazali, Ibnu Khaldun, Ikhwanus Shafa, IbnuSina, selanjutnya pemikiran pendidikan Islam dari Indonesia yaitu K.H. Achmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asary. Pembahasan dimulai dari biografinya, karya-karyanya dan yang terakhir pemikiranpemikirannya.

II. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pemikiran pendidikan Islam menurut: a. Imam Ghazali b. Ibnu Khaldun c. Ikhwanus Shafa d. Ibnu Sina e. K.H. Achmad Dahlan f. K.H. Hasyim Asary 2. Bagaimana perbandingan pemikiran pendidikan Islam menurut K.H Achmad Dahlan dan K.H Hasyim Asariy.

III. TUJUAN Sesuai dengan pernyataan rumusan masalah diatas, pembahasan dalam makalah ini dibagi menjadi dua yaitu untuk mengetahui, 1. Pemikiran pendidikan Islami menurut: a. Imam Ghazali b. Ibnu Khaldun c. Ikhwanus Shafa d. Ibnu Sina e. K.H. Achmad Dahlan f. K.H. Hasyim Asary 2. Perbandingan pemikiran pendidikan Islam menurut K.H Achmad Dahlan dan K.H Hasyim Asariy.

III. PEMBAHASAN A. Imam Al Ghazali a. Biografi Imam Al Ghazali Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 H (10 M) di kota Thus, Kurasan wilayah Persia (Iran).[1] Dia adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar Pembela Islam (Hujjatul Islam), Hiasan Agama (zainuddim), Samudra yang menghangatkan (Bahran Mugriq), dan lain-lain. Masa mudanya bertepatan dengan bermunculannya para cendekiawan, baik dari kalangan bawah, menengah, sampai alit. Kehidupan saat itu menunjukkan kemakmuran tanah airnya, keadilan para pemimpinnya, dan kebenaran para ulamanya. Dunia tampak tegak di sana. Sarana kegidupan mudah didapatkan, masalah pendidikan sangat diperhatikan, pendidikan dan biaya hidup para penuntut ilmu ditanggung oleh pemerintah dan pemuka masyarakat.

Sebelum ayahnya meninggal dunia, ketika al-Ghazali masih kecil, beliau dan saudaranya telah diserahkan kepada seorang ahli tasawuf yang kelak mendidiknya. Di Durjan, beliau mempelajari ilmu fiqih dan bahasa Arab. Dari sana beliau meneruskan perjalanannya ke kota Naisabur, dekat Thus. Di sini beliau belajar kepada imam al-Haramain yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan. Di sini pulalah beliau dengan amat tekun memulai memperdalam berbagai ilmu: ilmu logika, ilmu kalam, dan ilmuilmu lain. Lama sesudah itu, beliau pindah ke Baghdad, kota pusat kebudayaan Islam pada masa itu. Di sini beliau mulai mengajarkan ilmunya. Namanya mulai termasyur dan banyak orang tertarik kepadanya. Kebesaran jiwa yang tumbuh dalam pribadi al-Ghazali mendapat perhatian dari perdana menteri Nizham al-Mulk yang pada masa itu memerintah di dinasti sultan-sultan Saljuk. Atas kebiajaksanaan perdana menteri itu, al-Ghazali diangkat menjadi guru besar pada universitas Nizhamiyah, yaitu pada tahun 484 H. Hanya 4 tahun al-Ghazali menjadi rektor di universitas Nizhamiyah setelah itu ia mulai mengalami krisis rohani, krisis keraguan yang meliputi akidah dan semua jenis mrifat. Secara diam-diam al-Ghazali

meninggalkan Bahgdad menuju Syam. Al-Ghazali wafat pada hari Senin tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H, atau 18 Desember 1111 M, dalam usia 55 tahun, di desa Tabaran dekat Thus, dan dimakamkan di kota kelahirannya.1 b. Karya-karyanya Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh 1) Al-Basith fi al-Furu ala Nihayah al-Mathlab li Imam al-Haramain 2) Al- Wasith al-Muhith bi Iqthar al-Basith
1

http://khaerul-huda.blogspot.com/2011/08/biografi-singkat-imam-al-ghazali.html

3) Al-Wajiz fi- al- Furu 4) Asror al-Hajj, dalam Fiqh as-Syafii 5) Al-Musthofa fi Ilm al Ushul 6) Al-Mankhul fi Ilm al-Ushul Bidang Tafsir 1) Jawahir al-Quran 2) Yaqut al-Tawil fi Tafsir al-Tanzil Bidang Aqidah 1) Al-iqtishad fi al-Itiqod, terbit di Mesir 2) Al-ajwibah al-Ghozaliyah fi al-Masail al-Ukhrowiyah 3) Iljamul al-Awam an Ilm al-Kalam 4) Al-Risalah al-Qudsiyah fi-Qowaid al-Aqoid 5) Aqidah al-Sunnah 6) Fadhoih al-Bathiniyah wa Fadhoil al-Mustadzoriyah 7) Faishol al-Tafriqoh bain al-Islam wa al-Zindiqoh 8) Al-Qisthosu al-Mustaqim 9) Kimiyah al-Saadah 10) Al-Maqshid al-Tsana fi Maani Asma Allah al-Husna 11) Al-Qoul al-Jamil fi al-Radd ala Man Ghoyyar al-Injil Bidang Filsafat dan Logika 1) Misykah al-Anwar 2) Tahafut al-Falasifah 3) Risalah al-Thoir 4) Mihak al-Nadzar fi al-Mantiq 5) Maary al-Qudsi fi Madarij Marifah al-Nafs 6) Miyar al-Ilm 7) Al-Muthal fi- Ilm al-Jidal

Bidang Tasawwuf 1) Adab al-Shufiyah 2) Ihya Ulumuddin 3) Bidayah al-Hidayah 4) Al-ada fi al-Din 5) Al-Imla an Asykal al-Ihya 6) Ayyuha al-Walad 7) Al-Risalah al-Laduniyah 8) Mizan al-Amal 9) Al-Kasyfu wa al-Tabyin fi Ghurur al-Khalq Ajmain 10) Minhaj al-Abidin Ila al-Jannah 11) Mukasyafah al-Qulub al-Muqorrob Ila Hadhrah Alami al-Ghoibi Masih banyak lagi karya al-Ghozali lainnya, baik yang sudah di cetak maupun yang masih berbentuk manuskrib. Sedangkan di sisi lain masih ada ratusan karya al-Ghozali yang tentunya masih menjadi perdebatan mengenai keabsahannya. c. Pemikiran-pemikirannya Al-Ghazali mempunyai pandangan berbeda dengan kebanyakan ahli filsafat pendidikan islam mengenai tujuan pendidikan. Beliau menekankan tugas pendidikan adalah mengarah pada reaksi tujuan dari keagamaan akhlak, di mana fadhilah (keutamaan) dan taqarrub kepada Allah merupakan tujuan yang paling penting dalam pendidikan. Sesuai dengan penegasan beliau: Manakala seorang anak menjaga anaknya dari siksaan dunia, hendaknya ia menjaganya dari siksaan api neraka/akhirat, dengan cara mendidik dan melatihnya serta mengajarnya dengan keutamaan akhirat, karena akhlak yang baik merupakan sifat Rasulullah SAW. (sayyidul mursalin) dan sebaik-baik amal perbuatan orang yang jujur, terpercaya, dan merupakan realisasi daripada buahnya ketekunan orang yang dekat kepada Allah.

Selanjutnya beliau mengatakan: Wajiblah bagi seorang guru mengarahkan murid kepada tujuan mempelajari ilmu, yaitu taqarrub kepada Allah bukannya mengarah kepada pimpinan dan kemegahan. Al-Ghazali telah menulis beberapa buah karya tentang persoalan pendidikan dan pembinaan mental. Tetapi pendapatnya yang terpenting termuat di dalam kitab "Fatihat al-'Ulum", kitab "Ayyuhal Walad" dan "Ihya' 'Ulumuddin". Dalam kitab Ihya' 'Ulumuddin, al-Ghazali sesungguhnya telah meletakkan kerangka aturan pendidikan yang sempurna dan menyaluruh dan terinci dengan jelas. Hal ini tidaklah aneh, karena pendidikan itu konklusi logis dan filsafat. Ada dua alat pokok yang digunakan untuk mencapai setiap sasaran program pendidikan: Pertama, aspek pengetahuan yang harus dikuasai oleh pelajar atau dengan kata lain, kurikulum pelajaran atau materi kurikulum untuk pelajar sehingga materi pelajarannya dapat dikuasai secara penuh dan benar, dapat dimanfaatkan. Dengan demikian, seorang pelajar akan dapat sampai tujuan pendidikan dan pengajaran yang diharapkan. Mengenai kurikulum pelajaran, Al-Ghazali telah menyusun kurikulum yang dia atur berdasarkan arti penting yang dimiliki oleh masing-masing ilmu seperti berikut ini: 1. Urutan pertama; Al-Qur'an al-Karim, ilmu-ilmu agama seperti Fiqih, Sunnah dan Tafsir. 2. Urutan kedua; Ilmu-ilmu bahasa (bahasa Arab), ilmu Nahwu serta artikulasi huruf dan lafadz. Ilmu-ilmu ini melayani ilmu-ilmu agama. 3. Urutan ketiga; Ilmu-ilmu yang termasuk kategori wajib kifayah, yaitu ilmu kedokteran, ilmu hitung dan berbagai keahlian, termasuk ilmu politik. 4. Urutan keempat; Ilmu-ilmu budaya, seperti syair, sastra, sejarah serta sebagian cabang filsafat, seperti matematika, logika, sebagian ilmu kedoketran yang tidak membicarakan persoalan metafisika, ilmu politik dan etika.

Al-Ghazali juga menekankan sisi-sisi budaya, ia jelaskan kenikmatan ilmu dan kelezatannya. Ia tekankan bahwa ilmu itu wajib dituntut bukan karena keuntungan di luar hakikatnya, tetapi karena hakikatnya sendiri. Sebaliknya al-Ghazali tidak mementingkan ilmu-ilmu yang berbau seni dan keindahan, sesuai dengan sifat pribadinya yang dikuasai tasawuf dan zuhud. Dalam kurikulum al-Ghazali ini tampaklah jelas dua kecenderungan: 1) Kecenderungan agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat al-Ghazali

menempatkan ilmu-ilmu agama di atas segalanya, dan memandangnya sebagai alat mensucikan diri dan membersihknnya dari karat-karat dunia. 2) Kecenderungan pragmatis. Kecenderungan ini tampak jelas di dalam karyakaryanya. Al-Ghazali beberapa kali mengulangi penilaiannya terhadap ilmu berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat. Hal ini terbukti dari ucapannya sendiri bahwa; "Seluruh manusia itu akan binasa kecuali yang berilmu, dan seluruh orang yang berilmu itu akan binasa kecuali orang yang beramal dan seluruh orang yang beramal itu juga akan binasa kecuali orang yang ikhlas."2

B. Ibnu Khaldun a. Biografi Ibnu Khaldun Ibn Khaldun merupakan pemikir dari dunia Arab, di saat dunia Arab mengalami kemandegan. Ibn Khaldun yang bernama lengkap Abu Zaid Abd-ArRahman Ibn Khaldun, seorang sajarawan besar Islam pada abad pertengahan. Ibn Khaldun dilahirkan pada 27 Mei 1332 (1 Ramadhan 732 H) di Tunis. Keluarga Ibn Khaldun berasal dari Hadramaut dan masih memiliki keturunan dengan Wail Bin hajar, salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Ibn Khaldun

Sumber: http://nailulauthor99.blogspot.com/2010/12/konsep-pendidikan-menurut-imamghazali.html

yang terlahir dari keluarga Arab-Spanyol sejak kecil sudah dekat dengan kehidupan intelektual dan politik. Ibn Khaldun wafat pada tanggal 26 Ramadhan 808 H (16 Maret 1406M), tak lama stelah ditunjuk keenam kalinya sebagai hakim. Dia dikebumikan di kawasan pemakaman orang sufi di Kairo.3 b. Karya-karyanya Meskipun Ibnu Khaldun hidup pada masa di mana peradaban Islam mulai mengalami kehancuran atau menurut Nurkholish Madjid, pada saat umat Islam telah mengalami anti klimaks perkembangan peradabannya, namun ia mampu tampil sebagi pemikir muslim yang kreatif yang melahirkan pemikiran-pemikiran besar yang dituangkan dalam beberapa karyanya, hampir seluruhnya bersifat orisinil dan kepeioporan. (Madjid, 1997:152)

Berikut ini beberapa karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antaralain; 1. Kitab al-Ibar wa Dhuan al-Mubtada wa al-Khabar fi Ayyam al-Arab wa alAjam wa al-Barbar wa man Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar. Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang sering menyebutnya dengan kitab al- Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan Tarikh Ibnu Khaldun.

2. Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun.

Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalahmaslah sosial, para Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia.
3

http://filsafat.kompasiana.com/2012/05/28/pemikiran-ibn-khaldun-466424.html

3. Kitab al-Ta rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan. Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai orang besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya. 4. Karya-karya lain Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karyakarya lainnya seperti; Burdah al-Bushairi,tentang logika dan aritmatika dan beberapa resume ilmu fiqih. Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya sendiri ini diberijudul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa al-Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez, adalah karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya kedua membahas tentang mistisisme konvensional.4

c. Pemikiran-pemikirannya Pemikirannya dalam bidang pendidikan bermula dari presentasi ensiklopedia ilmu pengetahuannya. Hal ini merupakan jalan untuk membuka teori tentang pengetahuan dan presentasi umum mengenai sejarah sosial dan epitomologi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi dua macam, yakni; pengetahuan rasional dan pengetahuan tradisional. Pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang diperoleh dari kebaikan yang berasal dari pemikiran yang alami. Sedangkan pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang subjeknya, metodenya, dan hasilnya, serta perkembangan sejarahnya dibangun oleh kekuasaan atau seseorang yang berkuasa. Menurut dia, ketika seorang anak baru dilahirkan, maka sang bayi belum memiliki ilmu. Bayi itu seumpama sebuah bahan mentah yang harus diberi isi yang baik supaya menjadi orang dewasa yang berguna kelak, tutur Ibnu Khaldun.
4

http://elasq.wordpress.com/2010/08/02/karya-karya-ibnu-khaldun/

10

Ibnu Khaldun mengungkapkan, setiap orang mendapatkan ilmu pengetahuan melalui organ-organ tubuh yang diberikan oleh Tuhan. Kita belajar menggunakan mata, telinga, mulut, kaki, dan tangan. Semua organ tubuh itu mendukung kita dalam proses pembelajaran demi mendapat ilmu pengetahuan, ungkapnya. Ibnu Khaldun juga membagi ilmu pengetahuan berdasarkan tingkat pemikiran yaitu: Pengetahuan praktis yang merupakan hasil dari memahami intelijen. Sehingga membuat kita mampu melakukan apapun di dunia dalam sebuah tatanan. Pengetahuan tentang apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus tidak kita lakukan. Hal ini berkaitan dengan apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai-nilai tentang kebaikan dan keburukan bisa diperoleh dari intelijen empirik dan dapat diterapkan untuk menuntun kita saat berhubungan dengan orang lain. Menurut dia, mengajarkan ilmu pengetahuan itu sangat penting, karena ilmu pengetahuan akan lebih mudah diperoleh manusia dengan bantuan dan ajaran gurunya. C. Ikhwanus Shafa a. Biografi Ikhwanus Shafa Dalam Wikipedia disebutkan, Ikhwan as-Shafa berarti (Persaudaraan Kemurnian) adalah organisasi rahasia yang aneh dan misterius yang terdiri dari para filsuf Arab Muslim, yang berpusat di Basrah, Irak-yang saat itu merupakan ibukota Kekhalifahan Abassiyah-di sekitar abad ke-10 Masehi. Kelompok yang lahir di Bashrah kira-kira tahun 373H/983M ini, terkenal dengan Risalahnya, yang memuat doktrin-doktrin spiritual dan sistem filsafat mereka. Nama lengkap kelompok ini adalah Ikhwan alShafa wa Khullan al-Wafa wa Ahl al-Hamd wa Abna al-Majd. Sebuah nama yang diusulkan untuk mereka sandang sebagaimana termaktub dalam bab Merpati Berkalung dan Kalilah wa Dimnah, sebuah buku yang sangat mereka hormati. Ikhwan al-Shafa berhasil merahasiakan nama mereka secara seksama. Namun Abu Hayyan al-Tauhidi menyebutkan, sekitar tahun 373H/983M lima orang dari kelompok Ikhwan al-Shafa seperti, Abu Sulaiman Muhammad bin Masyar al-Busti, yang dikenal dengan al-Muqaddisi, Abu al-Hasan Ali bin Harun al-Zanjani, Abu Ahmad Muhammad al-Mihrajani, al-Aufi, dan Zaid bin Rifaah yang terkenal itu.

11

Karya monumental Ikhwan al-Shafa adalah ensiklopedia Rasail Ikhwan al-Shafa. Rasail Ikhwan Ash-Shofa wa Khilan al-Wafa didirikan pada abad ke 4 H yang dikarang oleh 10 orang yang mengaku dirinya sebagai pakar tapi mereka merahasiakan identitasnya. Ensiklopedi ini secara garis besar, dapat dibagi menjadi empat kelompok: Kelompok pertama, berisi empat belas risalah matematis tentang angka. Oleh kalangan Ikhwan al-Shafa, angka dianggap alat penting untuk mengkaji filsafat sebab ilmu angka akar semua sains, saripati kebijaksanaan, sumber kognisi, dan unsur pembentuk makna. Kelompok kedua, terdiri atas tujuh belas risalah yang membahas persoalan fisikmateriil. Secara kasar, semua risalah tersebut berkaitan dengan karya-karya fisika Aristoteles. Kelompok ketiga, terdiri atas sepuluh risalah psikologis-rasional yang membahas prinsip-prinsip intelektual, intelek itu sendiri, hal-hal kawruhan (intelligibles), hakikat cinta erotik (isyq), hari kebangkitan, dan sebagainya. Kelompok keempat, terdiri atas empat belas risalah yang membahas cara mengenal Tuhan, akidah dan pandangan hidup Ikhwan al-Shafa, sifat hukum Ilahi, kenabian, tindakan-tindakan makhluk halus, jin dan malaikat, rezim politik, dan terakhir hakikat teluh, azimat, dan aji-aji. Dari isi ensiklopedi tersebut kita dapat menafsirkan bahwa Ikhwan al-Shafa mencoba melakukan penjelasan-penjelasan yang terkait dengan agama dan ilmu pengetahuan (filsafat dan sains). b. Karya-karyanya Pertemuan-pertemuan yang dilakukan sekali dalam 12 hari di rumah Zaid ibn Rifaah (ketua) secara sembunyi-sembunyi tanpa menimbulkan kecurigaan telah menghasilkan 52 risalah. Ditilik dari segi isi, rasail tersebut dapat diklasifikasikan kepada empat bidang yaitu: 1. 14 risalah tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, seni, modal dan logika

12

2. 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, yang mencakup genealogi, mineralogi, botani, hidup dan matinya alam, senang sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan kesadaran. 3. 10 risalah tentang ilmu jiwa, mencakup metafisika Phytagoreanisme dan kebangkitan alam 4. 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan, meliputi kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan Allah, akidah mereka, kenabian dan keadaannya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan Allah, magic dan azimat.5

c. Pemikiran-pemikirannya Cara Mendapatkan Ilmu Menurut Ikhwan al-Shafa, pengetahuan umum dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu: 1. Dengan pancaindera. Pancaindera hanya dapat memperoleh pengetahuan tentang perubahan-perubahan yang mudah ditangkap oleh indera, dan yang kita ketahui hanyalah perubahan-perubahan ruang dan waktu.

2) Dengan akal prima atau berpikir murni. Akal murni juga harus dibantu oleh indera. 3) Melalui inisiasi. Cara ini berkaitan erat dengan doktrin esoteris Ikhwan al-Shafa. Dengan cara ini seseorang mendapatkan ilmu pengetahuan secara langsung dari guru, yakni guru dalam pengertian seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Guru mendapatkan ilmunya dari Imam (pemimpin agama) dan Imam dari Imam lain, dan para Imam mendapatnya dari Nabi, dan Nabi dari Allah, sumber ilmu paling akhir. Dalam hal anak didik, Ikhwan al-Shafa memandang bahwa perumpamaan orang yang belum dididik ilmu akidah ibarat kertas yang masih putih bersih, belum ternoda apapun juga. Apabila kertas ini ditulis sesuatu, maka kertas tersebut telah
5

http://pandidikan.blogspot.com/2011/09/ikhwan-al-shafa.html

13

memiliki bekas yang tidak mudah dihilangkan. Aliran ini menilai bahwa awal pengetahuan terjadi karena pancaindera berinteraksi dengan alam nyata. Sebelum berinteraksi dengan alam nyata itu di dalam akal tidak terdapat pengetahuan apapun. Ikhwan al-Shafa berpendapat bahwa ketika lahir, jiwa manusia tidak memiliki pengetahuan sedikitpun. Proses memperoleh pengetahuan digambarkan Ikhwan secara dramatis dilakukan melalui pelimpahan (al-faidh). Proses pelimpahan tersebut bermula dari jiwa universal (al-nafs al-kulliyah) kepada jiwa manusia, setelah terlebih dahulu melalui proses emanasi. Pada mulanya, jiwa manusia kosong. Setelah indera berfungsi, secara berproses manusia mulai menerima rangsangan dari alam sekitarnya. Semua rangsangan inderawi ini melimpah ke dalam jiwa. Proses ini pertama kali memasuki daya pikir (al-quwwah al-mufakkirat), kemudian diolah untuk selanjutnya disimpan ke dalam re-koleksi atau daya simpan (al-quwwah al-hafizhat) sehingga akhirnya sampai pada daya penuturan (al-quwwah al-nathiqat) untuk kemudian siap direproduksi.

Ikhwan al-Shafa juga berpendapat bahwa semua ilmu harus diusahakan (muktasabah), bukan pemberian tanpa usaha. Ilmu yang demikian didapat dengan panca indera. Ikhwan al-Shafa menolak pendapat yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah markuzah (harta tersembunyi) sebagaimana pendapat Plato yang beraliran idealisme. Plato memandang bahwa manusia memiliki potensi, dengan potensi ini ia belajar, yang dengannya apa yang terdapat dalam akal itu keluar menjadi pengetahuan. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia hidup bersama alam ide (Tuhan) yang dapat mengetahui segala sesuatu yang ada. Ketika jiwa itu menyatu dengan jasad, maka jiwa itu terpenjara, dan tertutuplah pengetahuan, dan ia tidak mengetahui segala sesuatu ketika ia berada di alam ide, sebelum bertemu dengan jasad. Karena itu untuk mendapatkan ilmu pengetahuan seseorang harus berhubungan dengan alam ide.

14

Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, Ikhwan al-Shafa mencoba meng-integrasikan antara ilmu agama dan umum. Mereka mengatakan bahwa kebutuhan jiwa manusia terhadap ilmu pengetahuan tidak memiliki keterbatasan pada ilmu agama (naqliyah) semata. Manusia juga memerlukan ilmu umum (aqliyah). Dalam hal ini, ilmu agama tidak bisa berdiri sendiri melainkan perlu bekerja sama dengan ilmu-ilmu aqliyah, terutama ilmu-ilmu kealaman dan filsafat. Dalam hal ini Ikhwan al-Shafa mengklasifikasikan ilmu pengetahuan aqliyah kepada 3 (tiga) kategori, yaitu; matematika, fisika, dan metafisika. Ketiga klasifikasi tersebut berada pada kedudukan yang sama, yaitu sama-sama bertujuan menghantarkan peserta didik mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Menurut Ikhwan al-Shafa, ketiga jenis pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pancaindera, akal, dan inisiasi. Meskipun ia lebih menekankan pada kekuatan akal dalam proses pencarian ilmu, akan tetapi menurutnya pancaindera dan akal memiliki keterbatasan dan tidak mungkin sampai pada esensi Tuhan. Oleh karena ini diperlukan pendekatan inisiasi, yaitu bimbingan atau otoritas ajaran agama. Sosok Ideal Guru Bagi Ikhwan, sosok guru dikenal dengan ashhab alnamus. Mereka itu adalah muallim, ustadz dan muaddib. Guru ashhab alnamus adalah malaikat, dan guru malaikat adalah jiwa yang universal, dan guru jiwa universal adalah akal aktual; dan akhirnya Allah-lah sebagai guru dari segala sesuatu. Guru, ustadz, atau muaddib dalam hal ini berada pada posisi ketiga. Urutan ini selanjutnya digambarkan sebagai berikut: 1). Al-Abrar dan al-Ruhama, yaitu orang yang memiliki syarat kebersihan dalam penampilan batinnya dan berada pada usia kira-kira 25 tahun. 2). Al-Ruasa dan al-Malik, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan yang usianya kira-kira 30 tahun, dan disyaratkan memelihara persaudaraan dan bersikap dermawan. 3). Muluk dan Sulthan, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan dan telah berusia 40 tahun. 4). Tingkatan yang mengajak manusia untuk sampai pada tingkatannya masing-

15

masing, yaitu berserah dan menerima pembiasaan, menyaksikan kebenaran yang nyata, kekuatan ini terjadi setelah berusia 50 tahun. D. Ibnu Sina a. Biografi Ibnu Sina Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu. Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya. Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar.6 Karya Ibnu Sina Berupa Kitab Al Qanun Fit Thibb (Canon of Medicine) telah digunakan sebagai buku teks kedokteran di berbagai Universitas di Prancis. Misalnya di Sekolah Tinggi Kedokteran Montpellier dan Louvin yang telah menggunakannya sebagai bahan rujukan pada abad ke 17 M. Sementara itu, Prof. Phillip K. Hitti telah menganggap buku tersebut sebagai Ensiklopedia Kedokteran.

Buku ini telah membincangkan serta membahas tentang penyakit syaraf. Buku
6

: http://al-syahbana.blogspot.com/2012/03/biografi-ibnu-sina-tokoh-ilmuwanmuslim.html#ixzz2JcHAXsCm

16

tersebut juga membahas cara-cara pembedahan yang menekankan tentang keperluan pembersihan luka. Bahkan di dalam buku-buku tersebut juga dinyatakan keterangan dengan lebih jelas disamping gambar-gambar dab sketsa-sketsa yang sekaligus menunjukkan pengetahuan anatomi Ibnu Sina yang luas. Penulis-penulis barat telah menganggap Ibnu Sina sebagai Bapak Kedokteran karena beliau telah memadukan teori kedokteran Yunani Hipocrates dan Galen dan pengalaman dari ahli-ahli kedokteran dari India dan Parsi serta pengalaman beliau sendiri Ibnu Sina meninggal pada tahun 1073, saat kembali ke kota yang disukainya Hamadhan. Walau beliau sudah meninggal, namun berbagai ilmunya sangat berguna dan digunakan untuk penyembuhan berbagai penyakit yang kini diderita umat manusia.7 b. Karya-karyanya Karya-karya Ibnu Sina yang termasyhur dalam Filsafat adalah As-Shifa, AnNajat dan Al-Isyarat. An-Najat adalah ringkasan dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, berisikan tentang logika dan hikmah. Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan- karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya. Walaupun ia sibuk dengan soal negara, tetapi ia berhasil menulis sekitar dua ratus lima puluh karya. Diantaranya karya yang paling masyhur dalam bidang kedokteran adalah Al-Qanun yang berisikan pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini dterjemahkan ke bahasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di

http://www.gudangmateri.com/2009/04/biografi-ibnu-sina.html

17

Universitas Barat. Karya keduanya adalah ensiklopedinya yang monumental AsSyifa. Karya ini merupakan titik puncak filsafat paripatetik dalam Islam.8 Buku-buku yang pernah dikarang oleh Ibnu Sina, dihimpun dalam buku besar Essai de Bibliographie Avicenna yang ditulis oleh Pater Dominician di Kairo. Karya-karya beliau semasa hidupnya antara lain: 1. Kitab Al Majmu, berisi tentang ilmu pengetahuan yang lengkap ditulis saat beliau berusia 21 tahun. 2. Kitab Asy Syifa, (The Books of Recovery/The Books of Remedy), berisi tentang cara-cara pengobatan beserta obatnya (18 jilid). Kitab ini di dunia kedokteran menjadi ensiklopedia filosofi kedokteran. Dalam bahasa latin kitab ini dikenal dengan nama Sanatio. 3. Kitab Al Qanun Fit Thibb (Canon of Medicine). tentang cara pengobatan yang sistematis (16 jilid). Memuat pernyataan yang tegas bahwa darah mengalir terusmenerus dalam suatu lingkaran dan tidak pernah berhenti. Buku ini sejak zaman dinasti Han di Cina telah menjadi rujukan standar karya-karya medis cina. 4. Kitab Remedies for the Heart, berisi sajak-sajak. Mengandung sajak-sajak pengobatan yang menguraikan tentang 760 jenis penyakit beserta cara

pengobatannya. 5. Kitab An Najah, tentang filsafat. 6. Penemuan tentang anatomi tubuh. Ibnu Sina percaya bahwa setiap tubuh manusia terdiri dari empat unsur yaitu tanah, air, api dan angin. Keempat unsur itu memberi sifat lembab, sejuk, panas, dan kering serta senantiasa bergantung pada unsur lain yang terdapat pada alam ini.

http://immanyogyakarta.wordpress.com/2012/03/26/ibnu-sina-studi-biografi-karya-dan-pemikiranfilsafatnya/

18

7. Penemuan tentang pengobatan psikomosaik. Beliau mengembangkan ilmu diagnosis melalui denyut jantung (pulse diagnosis) untuk mengetahui secara pasti keseimbangan emosi seseorang dalam beberapa detik. 8. Penemuan di bidang kimia tentang logam. Beliu menerangkan bahwa benda-benda logam sebenarnya berbeda antara satu dengan lainnya secara khusus. Setiap logam membentuk dengan sendirinya dengan berbagai jenis. Beliau dianggap penerus dari perkembangan ilmu kimia yang telah dirintis oleh Jabir Ibnu Hayyan (Bapak Kimia Muslim Pertama). 9. Penemuan di bidang geografi tentang asal muasal lembah. 10. Penemuan tentang peredaran darah. Beliau menemukan bahwa Darah mengalir terusmenerus dalam suatu lingkaran dan tidak pernah berhenti. 11. Kitab Fi Aqsamil Ulumil Aqliya (On the Division of the Rational Sciences) tentang pembagian ilmu-ilmu rasional. 12. Kitab An Nayat (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan jiwa, merupakansebuah buku psikologi. 13. Kitab Risalah As Siyasah (Book of Politics) tentang politik. 14. Penemuan di bidang materi Medica. 15. Penemuan di bidang psikoterapi. 16. Kitab Al Musiqa, tentang musik. 16. Kitab Al Mantiq, tentang logika. Buku ini dipersembahkan untuk Abu Hasan Sahil. 17. Kitab Uyun Al Hikmah (10 jilid) tentang filsafat. Ensiklopedi Britanica menyebutkan bahwa kemungkinan besar buku ini telah hilang. 18. Kitab Al Hikmah El Masyriqiyyin, tentang filsafat timur. 19. Kitab Al Insyaf tentang keadilan sejati. 20. Kitab Al Isyarat Wat Tanbihat, tentang prinsip ketuhanan dan kegamaan. 21. Kitab Al Isaguji (The Isagoge), tentang logika 22. Kitab Fi Ad Din (Liber de Mineralibus) tentang mineral. 23. Kitab Al Qasidah Al Aniyyah, tentang prosa.

19

24. Kitab Sadidiya, tentang kedokteran. 25. Kitab Risalah At Thayr, tentang roman fiktif. 26. Kitab Danesh Nameh, tentang filsafat. 28. Kitb Mujir. Kabir Wa Saghir, tentang dasar-dasar ilmu logika secara lengkap. 27. Salama wa Absal, Hayy ibn Yaqzan, al-Ghurfatul Gharabiyyah (Pengasingan di Barat) dan Risalatul Thayr (Risalah Burung). c. Pemikiran-pemikirannya Abu Ali al-Husayn bin Abdullah ibnu Sina tak hanya dikenal sebagai seorang dokter legendaris. Ibnu Sina juga mencurahkan gagasannya tentang pendidikan. Menurut Ibnu Sina, pendidikan atau pembelajaran itu menyangkut seluruh aspek pada diri manusia, mulai dari fisik, metal maupun moral. Pendidikan tidak boleh mengabaikan perkembangan fisik dan apapun yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan fisik seperti olahraga, makanan, minuman, tidur, dan kebersihan, tutur Ibnu Sina Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan tak hanya memperhatikan aspek moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran dan karakter. Menurutnya, pendidikan sangat penting diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa. Ibnu Sina mengungkapkan, seseorang harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa berkontribusi bagi masyarakat. Ibnu Sina mengungkapkan pendidikan itu harus diberikan secara berjenjang berdasarkan usia. Masa baru lahir hingga umur dua tahun Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan harus dilakukan sejak dini, yakni sejak seseorang terlahir ke muka bumi. Pendidikan bagi bayi yang baru lahir, kata dia, bisa diberikan melalui berbagai tahapan kegiatan mengasuh bayi seperti menidurkan, memandikan, menyusui, dan memberikan latihan-latihan ringan bagi bayi. Menurutnya, bayi harus ditidurkan di ruang yang suhunya sejuk; tidak terlalu dingin dan terlalu panas. Ruang tidur bayi juga harus remang-remang, jangan terlalu terang. Menurut dia, sang ibu harus memandikan bayinya lebih dari satu kali dalam sehari, dia juga harus menyusui anaknya sendiri, dan menentukan takaran menyusui yang dibutuhkan bayi. Ketika bayi sudah memiliki gigi, maka mulai diperkenalkan dengan memakan makanan baru yang lebih kuat dari pada ASI. Bayi bisa memakan roti yang

20

dicelupkan dengan air minum, susu, maupun madu. Lalu makanan tersebut diberikan kepada bayi dalam jumlah kecil dan sedikit demi sedikit dia disapih. Sebab penghentian pemberian ASI tidak bisa dilakukan secara drastis. Masa kanak-kanak Menurut Ibnu Sina, masa kanak-kanak merupakan saat pembentukan fisik, mental, dan moral. Oleh karena itu terdapat tiga hal yang harus diperhatikan: Pertama, anakanak harus dijauhkan dari pengaruh kekerasan yang bisa mempengaruhi jiwa dan moralnya. Kedua, untuk perkembangan tubuh dan gerakannya, anak-anak harus dibangunkan dari tidur. Ketiga, anak-anak tak diperbolehkan langsung minum setelah makan, sebab makanan itu akan masuk tanpa dicerna terlebih dahulu. Keempat, perkembangan rasa dan perilaku anak-anak perlu diperhatikan. Ibnu Sina menganggap anak-anak harus mendengarkan musik, sehingga saat berada dalam ayunan mereka tertidur dengan suara musik. Hal itu akan mempersiapkan anak mempelajari musik, selanjutnya dia akan tertarik untuk mempelajari puisi yang sederhana dan akhirnya membuatnya menghargai nilai-nilai kebenaran. Masa Pendidikan Pada masa ini, anak-anak sudah berusia antara 6 hingga 14 tahun. Pada masa ini, anak-anak harus mempelajari prinsip kebudayaan Islam dari Alquran, puisi-puisi Arab, kaligrafi, juga para pemimpin Islam. Menurut Ibnu Sina, pendidikan pada masa ini harus dilakukan dalam kelompokkelompok, bukan perseorangan. Sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu, mereka bisa belajar mengenai arti persahabatan. Masa usia 14 tahun ke atas Pada masa remaja ini, mereka dipersiapkan untuk mempelajari tipe pelajaran tertentu supaya memiliki keahlian khusus. Selain itu, mereka harus mempelajari pelajaran yang sesuai dengan bakat mereka. Mereka juga tidak boleh dipaksa untuk mempelajari dan bekerja di bidang yang tidak mereka inginkan dan mereka pahami. Namun pelajaran dasar harus diberikan kepada mereka. Ibnu Sina menganggap pendidikan pada anak-anak maupun remaja harus diberikan karena pendidikan itu memiliki hubungan yang erat antara pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial. Yang paling penting, setiap pelajar harus menjadi seorang ahli dalam bidang tertentu yang akan mendukung pekerjaannya di masa depan.

21

E. K.H. Achmad Dahlan a. Biografi K.H. Ahmad Dahlan K.H. Ahmad Dahlan adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, putra dari K.H. Abu Bakar bin Kiai Sulaiman dan Siti Aminah binti almarhum K.H. Ibrahim. Ayahnya seorang khatib tetap Masjid Agung Yogyakarta. Sedangkan adalah putri dari Penghulu Besar di Yogyakarta. K.H. Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, tahun 1869. Sebelum ia mendapat gelar dan nama K.H. Ahmad Dahlan, nama yang diberikan orangtuanya adalah Muhammad Darwis. Nama K.H. Ahmad Dahlan, ia peroleh dari para Kiai setelah ia selesai menunaikan ibadah haji. Setelah ia kembali ke Kauman, ia berniat ingin mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Alasannya, karena ia merasa resah melihat keadaan umat Islam waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik. Dari kondisi inilah hatinya tergerak untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya menurut ajaran dari Al Quran dan Hadis. Tekadnya ini, ia amalkan dengan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Organisasi ini, didirikan pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Pendirian organisasi ini dipengaruhi oleh gerakan tadjin (reformasi, pembaruan pemikiran Islam) yang digelorakan oleh Muhammad bin Abd Al-Wahab di Arab Saudi, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha di Mesir dan lain-lain. Bertolak dari sini, salah satu tindakan nyata yang dilakukannya adalah memperbaiki arah kiblat, yang awalnya lurus ke barat, tapi kemudian dengan mengacu pada ilmu falak dibuat agak condong ke utara 22 derajat. Pembetulan arah kiblat ini dimulai dari Langgar Kidul milik K.H. Ahmad Dahlan. Caranya dengan membuat garis shaf. Semenjak didirikan, Muhammadiyah banyak bergerak di bidang pendidikan. Selain giat memberikan pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, ia juga mendirikan

22

berbagai sekolah. Gerakan membangun pendidikan itu terus berkembang hingga saat ini. Dalam perjuangannya ini, K.H Dahlan jatuh sakit, dan pada Jumat malam, 7 Rajab tahun 134 Hijriah, ia menghembuskan napas terakhirnya di hadapan keluarganya. Kemudian ia dimakamkan di makam milik keluarganya di Karangkajen, Yogyakarta.9 b. Karya-karyanya

K.H Ahmad Dahlan selama ini dikenal sebagai tipe man of action sehingga beliau mewariskan banyak amal usaha bukan tulisan. Tulisan asli karangan KH Ahmad Dahlan jarang ditemukan. Usaha-usaha pembaharuang K.H. Ahmad Dahlan 1. Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan. Salah satunya adalah menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara. Menurut ilmu hisab yang ia pelajari, arah Kiblat tidak lurus ke Barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2 derajat. Perbuatan ini ditentang olen masyarakat, bahkan Kanjeng Kiai Penghulu memerintahkan untuk menghapusnya. Lalu ia membangun Langgar sendiri di miringkan arah Utara 241/2 derajat, lagi-lagi Kanjeng Kiai Penghulu turun tangan dengan memerintahkan untuk merobohkannya. K.H. Ahmad Dahlan hampir putus asa karena peristiwa-peristiwa tersebut sehingga ia ingin meninggalkan kota kelahirannya. Tetapi saudaranya menghalangi maksudnya dengan membangunkan langgar yang lain dengan jaminan bahwa ia dapat mengajarkan pengetahuan agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Peristiwa demi peristiwa tersebut rupanya menjadi cikal-bakal pergulatan antara pikiran-pikiran baru yang dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan pikiran-pikiran yang sudah mentradisi. 2. Memang tidak mudah bagi K.H. Ahmad Dahlan untuk menyosialisasikan ide pembaharuannya yang dibawa dari Timur Tengah. Di samping karena masyarakat belum siap dengan sesuatu yang dianggap berbeda dari tradisi
9

http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2009/12/biografi-singkat-1869-1923-kh-ahmad.html

23

yang ada, juga karena ia belum punya wadah untuk menyosialisasikan tersebut. Kegagalan Ahmad Dahlan mengubah arah Kiblat, tidak menyurutkan nyalinya untuk tetap memperjuangkan apa yang diyakini. Sesudah peristiwa itu, pada tahun 1903 M. atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, K.H. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah untuk mempelajari masalah Kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya. Di sana ia menetap selama dua tahun. Bahkan ia pernah mengunjungi observatorium di Lembang untuk menanyakan cara menetapkan Kiblat dan permulaan serta akhir bulan Ramadhan. Perjuangannya ini cukup berhasil ketika pada tahun 1920-an masjid-masjid di Jawa Barat banyak yang di bangun dengan arah Kiblat ke Barat laut. Dan menurut catatan sejarah, Sultan sebagai pemegang otoritas tertinggi, menerima penentuan jatuhnya hari Raya Idul Fitri, yang pada mulanya ditetapkan oleh Kesultanan berdasarkan perhitungan (petungan) Aboge. 3. Terobosan dan Strategi Ahmad Dahlan Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat terobosan dan strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggota-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah, Ahmad Dahlan berharap dapat mengajarkan pelajaran agama di sekolah-seko1ah pemerintah. Rupanya, pelajaran dan cara mengajar agama yang diberikan. Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan agar Ahmad Dahlan membuka sendiri sekolah secara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi yang bersifat permanen. 4. Gerakan Pembaruan Ahmad Dahlan Gerakan pembaruan K.H. Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan masyarakat zamannya mempunai landasan yang kuat, baik dari keilmuan maupun keyakinan Quraniyyah guna meluruskan tatanan perilaku keagamaan yang berlandaskan pada sumber aslinya, Al-Quran dengan penafsiran yang sesuai dengan akal sehat. Berangkat dari semangat ini, ia menolak taqlid dan mulai tahun 1910 M. penolakannya terhadap taqlid semakin jelas. Akan tetapi ia tidak menyalurkan ide-idenya secara tertulis. Kemudian dia mengeliminasi upacara selametan karena merupakan perbuatan bidah dan juga pengkeramatan kuburan Orang Suci dengan meminta restu dari roh orang yang meninggal karena akan membawa kemusyrikan (penyekutuan Tuhan). Mengenai tahlil dan talqin, menurutnya, hal itu merupakan upacara mengada-ada (bidah). Ia juga menentang kepercavaan

24

pada jimat yang sering dipercaya oleh orang-orang Keraton maupun daerah pedesaan, yang menurutnya akan mengakibatkan kemusyrikan.10 c. Pemikiran-pemikirannya

Pada

tahun

1912

KH.

Ahmad

Dahlan

mendirikan

sekolah

yang

bernama Madarasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah menggunakan sistem Barat, memakai meja, kursi

di rumahnya. Sekolah ini dan papan tulis, diberi

pelajaran pengetahuan umum waktu itu anak-anak dengan

dan pelajaran agama di dalam kelas. Pada masih merasa asing pada

santri Kauman

pelajaran

sistem sekolah.

Dia mengadakan modernisasi dalam bidang diajar pelajaran agama

pendidikan Islam, dari sistem pondok yang melulu Islam dan diajar secara perseorangan pelajaran pengetahuan umum. Ia mempunyai suatu keyakinan bahwa

menjadi secara klas dan ditambah dengan

jalan

yang

harus

ditempuh

untuk memajukan masyarakat Islam Indonesia adalah degan mengambil ajaran dan ilmu Barat. Obat yang dia buat bagi pengikut-pengikut Islam adalah pendidikan modern.

Dia

merasakan

perlunya Selain

orientasi segar bagi pendidikan karena sudah berkenalan

Islam

dan

bekerja untuknya. pembaharuan positif dari

dengan

ide-ide

Islam melalui buku-buku para reformer Islam ia melihat segi pendidikan modern ini adalah setelah berkenalan dengan kaum

intelektual para pengurus Budi Utomo.

Reaksi

dari

berdirinya

sekolah

tersebut,

dia

dituduh murtad (keluar

dari Islam) dan sudah Kristen. Hal ini karena dia dianggap meniru sistem sekolah

10

http://udhiexz.wordpress.com/2009/04/25/pemikiran-kh-ahmad-dahlan/

25

Barat. Dalam pelajaran mulai dilatih menyanyi do re mi fa sol dinilai dapat berakibat suara mengaji al-Quran dan lagu-lagu dari Arab kurang terdengar.

Jadi K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh perintis berdirinya sekolah yang memberikan pendidikan agama Islam bersama dengan pelajaran

umum. Dimana pada zaman Hindia Belanda, pemerintah tidak mengajarkan pendidikan agama di sekolah pemerintah. Atas prakarsanya ini maka pada masa pendudukan Jepang, mulai dirintis pengajaran pendidikan agama di sekolah negeri, meskipun belum mantap. Akan tetapi setelah Indonesia merdeka di sekolah negeri mulai dimantapkan sejak Orde Baru kurikulum pendidikan agama pelaksanaan secara resmi pendidikan dimasukkan agama dan

ke dalam

dari tingkat pendidikan Dasar, Menengah sampai Perguruan Tinggi.

Kemudian pada tahun 1989 kurikulum ini dikukuhkan dalam undang-undang Pendidikan Nasional. Adapun komponen-komponen kurikulum yang harus ada dalam pendidikan menurutnya adalah keimanan (tauhid), ibadah, akhlak, ilmu pengetahuan, Hal ini didasarkan pada Surat Luqman ayat 12

dan amal (karya ketrampilan). sampai dengan 20. F. K.H. Hasyim Asary

a. Biografi K.H. Hasyim Asariy K.H. Hasyim Asyari lahir di desa Nggedang (salah satu desa di kabupaten Jombang, Jawa Timur) pada hari Selasa Kliwon, tanggal 24 Dzulqadah 1287 H atau bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1871 M. Ayahnya bernama Kyai Asyari, berasal dari Demak sedang ibunya bernama Halimah, putri Kyai Usman pengasuh pesantren Nggedang, tempat ia dilahirkan. Masa kecil ia dijalani di pesantren kakeknya di Nggedang, sampai usia 6 tahun. Menginjak tahun 1876, ia diajak pindah ayahnya ke pesantren Keras, pesantren yang dibangun ayahnya sendiri. Di pesantren ini, ia menerima pelajaran dasar-dasar keagamaan seperti membaca al-Quran dan literatur-literatur Islam lainnya yang diberikan ayahnya sendiri. Kemudian

26

menginjak usia 15 tahun (1886 M), ia mulai meninggalkan rumah berkelana dari pesantren ke pesantren yang lain untuk menuntut ilmu, diantaranya Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilin Madura, pesantren Demangan Bangkalan Madura, dan pesantren Siwalan Surabaya. Ia juga pernah tinggal lama di Makkah kurang lebih tujuh tahun untuk belajar disana. Setelah menunaikan ibadah haji ia berguru pada beberapa guru disana, diantaranya Syaikh Ahmad Amn al-Aththar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Aththar, Syaikh Sayyid Yamay, Sayyid Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadhal, dan Syaikh Sultan Hasyim Dagastani. Setelah pulang ke tanah air ia membantu ayahnya untuk mengajar di pesantren ayahnya dan kurang lebih 6 tahun berikutya yakni pada tahun 1906 ia mendirikan pesantren sendiri di daerah Cukir Jombang yaitu pesantren Tebuireng. Mulai saat itu ia tekun berjuang melalui jalur pendidikan ini. Ia melihat pendidikan dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki moral masyarakat dan membangkitkan semangat juang melawan penjajah menuju Indonesia merdeka. Perhatiannya terhadap moralitas masyarakat sangat tinggi bahkan ia berpendapat bahwa menyiarkan agama berarti memperbaiki moral masyarakat yang belum baik. Dengan moralitas yang tinggi masyarakat dapat hidup tentram dan damai. Semangat juangnya melawan penjajah dan demi tegaknya kemuliaan Islam ia jadikan pesantren sebagai pusat perjuangan. Kepada para santrinya ia senantiasa menanamkan rasa nasionalisme dan semangat perjuangan melawan penjajah. Ia juga menanamkan harga diri sebagai umat Islam yang sederajat, bahkan lebih tinggi daripada kaum penjajah. Ia sering mengeluarkan fatwa-fatwa yang non-kooperatif terhadap kolonial, seperti pengharaman transfusi darah dari umat Islam terhadap Belanda yang berperang melawan Jepang. Kemudian ketika pada masa revolusi Belanda memberikan ongkos murah bagi umat Islam untuk melakukan ibadah haji, ia justru mengeluarkan fatwa tentang keharaman pergi haji dengan kapal Belanda. Akibatnya, Belanda tidak bisa mendapat tambahan dana untuk membiayai perang dan bangsa Indonesia terutama umat Islam lebih bisa berkonsentrasi menghadapi penjajah. Selain itu pada masa perang kemerdekaan untuk menyikapi keadaan yang sangat genting saat menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia, ia mengeluarkan fatwa yang sangat penting, yaitu; (1) bagi umat Islam yang telah dewasa, berjuang melawan Belanda adalah fardlu ain,(2) mati di medan perang dalam rangka memerangi musuh Islam adalah syahid dan masuk syurga.11
11

ejournal.umpwr.ac.id/index.php/surya/article/download/184/185

27

b. Karya-karyanya Tidak diragukan bahwa beliau menguasai dan memahami banyak ilmu sehingga hal itu menjadikanya sebagai panutan bagi para ulama waktu itu dan sesudahnya sampai sekarang. Sebagai bukti luas keilmuannya dan dalamnya pemahamannya ada banyak banyak karya yang beliau tulis sebagaimana berikut: 1. Al-Tibyan fi al-Nahy an Muqathaah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan. Berisi tentang tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksisosial. 2. Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li Jamiyyah Nahdhatul Ulama. Pembukaan undang-undang dasar (landasan pokok) organisasi Nahdhatul Ulama. Tebal 10 halaman. Berisikan ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan Nahdhatul Ulama dan dasar-dasar pembentukannya disertai beberapa hadis dan fatwa-fatwa Kiai Hasyim tentang berbagai persoalan. 3. Risalah fi Takid al-Akhdz bi Madzhab al-Aimmah al-Arbaah. Risalah untuk memperkuat pegangan atas madzhab empat. berisi tentang perlunya berpegang kepada salah satu diantara empat madzhab (Hanafi, Maliki, SyafiI, dan Hanbali). Di dalamnya juga terdapat uraian tentang metodologi penggalian hukum (istinbat alahkam), metode ijtihad, serta respon atas pendapat Ibn Hazm tentangtaqlid. 4. Mawaidz. Beberapa Nasihat. Berisi fatwa dan peringatan tentang merajalelanya kekufuran, mengajak merujuk kembali kepada al-Quran dan hadis,

danlainsebagainya. 5. Arbain Haditsan Tataallaq bi Mabadi Jamlyah Nahdhatul Ulama. 40 hadits Nabi yang terkait dengan dasar-dasar pembentukan Nahdhatul Ulama.

6. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin. Cahaya yang jelas menerangkan cinta kepada pemimpin para rasul. Berisi dasar kewajiban seorang muslim untuk beriman, mentaati, meneladani, dan mencintai Nabi Muhammad SAW. 7. At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna al-Maulid bi al-Munkarat. Peringatan-

28

peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran. 8. Risalah Ahli Sunnah Wal Jamaah fi Hadits al-Mauta wa Syarat as-Saah wa Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bidah. Risalah Ahl Sunnah Wal Jamaah tentang hadis-hadis yang menjelaskan kematian, tanda-tanda hari kiamat, serta menjelaskan sunnah dan bidah. 9. Ziyadat Taliqat ala Mandzumah as-Syekh Abdullah bin Yasin al-Fasuruani. Catatan seputar nadzam Syeikh Abdullah bin Yasin Pasuruan. Berisi polemik antara Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah bin Yasir. Di dalamnya juga terdapat banyak pasal berbahasa Jawa dan merupakan fatwa Kiai Hasyim yang pernah dimuat di Majalah Nahdhatoel Oelama. 10. Dhauul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Cahayanya lampu yang benderang menerangkan hukum-hukum nikah. Berisi tata cara nikah secara syari; hukumhukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan. Kitab ini biasanya dicetak bersama kitab Miftah al-Falah karya almarhum Kiai Ishamuddin Hadziq, 11. Ad-Durrah al Muntasyiroh Fi Masail Tisa Asyarah. Mutiara yang memancar dalam menerangkan 19 masalah. Berisi kajian tentang wali dan thariqah dalam bentuk tanya-jawab sebanyak 19 masalah. 12. Al-Risalah fi al-Aqaid. Berbahasa Jawa, berisi kajian tauhid. 13. Al-Risalah fi at-Tasawwuf. Menerangkan tentang tashawuf; penjelasan tentang marifat, syariat, thariqah, dan haqiqat. Ditulis dengan bahasa Jawa. 14. Adab al-Alim wa al-Mutaallim fima Yahtaju ilaih al-Mutaallim fi Ahwal Talimih wama Yatawaqqaf alaih al-Muallim fi Maqat Talimih. Tatakrama pengajar dan pelajar. Berisi tentang etika bagi para pelajar dan pendidik, 15. Al-Jasus Fi Bayani Ahkami Naqus, berisi tentang penjelasan hukum seputar penggunaan bedug sebagai tanda masuk waktu sholat. 16. Manasik Sughro Li Qosidi Ummi Quro. 17. Jamiatul Maqosid Fi Bayani Tauhid Wa Fiqh Wa Tasawwuf 18. Irsyadul Mukminin

29

Karya karya Hadlrotuy Syaikh K.H. Hasyim asyari dalam bidang aqidah diantaranya: 1. Risalatu Ahli Sunnah Wal Jamaah 2. Tanbihat Wajibat Liman Yasnau Maulid Bil Munkarat 3. Attibyan Fi Nahyi An Muqothoatil Aqorib Wal Ikhwan c. Pemikiran-pemikirannya K.H. Hasyim Asyari adalah peneguh pendidikan pesantren. Ia dilahirkan, dan dibesarkan sebagaian dalam besar tradisi pesantren, ia juga berjuang dan hidupnya untuk membesarkan dan mengabdikan meneguhkan kemudian yang yang

sistem pendidikan pesantren

pesantren. Ia membangun

pesantren yang

ini dikenal dengan nama pesantren Tebuireng. Pesantren dengan pesat menjadi pesantren

didirikannya ini dapat berkembang besar. Bahkan

ia menjadi penyedia (supplier) paling penting bagi kebutuhan

pesantren di seluruh Jawa dan Madura sejak tahun 1910 M. Ketekunannya untuk mengembangkan pesantren sesuai dengan

semangatnya untuk memperbaiki moral masyarakat dan semangat anti penjajahan. Sebagaimana telah maklum bahwa sistem pendidikan pesantren adalah suatu sistem pendidikan asli Indonesia. Lembaga semacam pesantren ini sudah ada

sejak kekuasaan Hindu-Budha. Kehadiran Islam hanya memberi warna keislaman pada lembaga Dengan ditransformasikan yang sebenarnya sudah ada ini. semacam karena ini moralitas Islam mudah

lembaga pendidikan pada masyarakat

lembaga

ini lahir dari budaya

masyarakat. Bahkan mutaalim. Semangatnya anti

secara khusus ia menulis buku yang mengaitkan pendidikan

Islam dengan moralitas atau akhlaq. Buku itu ia beri nama Adab al-Alim wa al-

penjajahan

yang

mengantarkannya

pada

semangat yang umum

anti Barat juga mendapat tempat berteduh di pesantren. Pesantren merupakan lembaga mengandung pendidikan asli Indonesia ini secara

ciri-ciri tradisionalisme. Dengan demikian ia dapat di kontraskan

30

dengan modernisme yang umumnya datang dari Barat. Dari sini semangat juang ataujihad melawan penjajah dapat dikobarkan melalui pesantren ini. Semangat tradisionalismenya ini juga terlihat sampai pada sistem,

dan metode pengajaran, serta materi pelajaran. Metode pengajaran yang digunakan di pesantren yang dipimpinnya ini adalah metode tradisional, yaitu metode sorogan (santri bandongan khusus membaca dan membahas kitab dihadapan guru) dan

(santri menyimak mata

bacaan dan penjelasan

guru), dan materinya

pelajaran keagamaan. Namun dalam perkembangannya untuk

menyesuaikan perkembangan pendidikan ia mengadakan pembaharuan menjadi sistem madrasah dengan sistem pengajaran klasikal dan bahkan tiga tahun

kemudian, yakni tahun 1919 M mulai dimasukkan mata pelajaran umum.

2. Perbandingan Pemikiran Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asariy. Dari pembahasan di atas dapat kita lihat perbedaan pemikiran antara K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asariy, antara lain: K.H. Ahmad Dahlan cenderung bercorak pembaharuan sosial, sedangkan K.H. Hasyim Asyari dengan tetap mempertahankan budaya dan nilai -nilai tradisional yang telah dimiliki Islam dan Indonesia. Sementara persamaannya adalah: K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asyari sama-sama memimpikan masyarakat yang merdeka dari penjajah dengan cara memperluas khazanah keilmuan rakyat Indonesia dan ummat Islam IV. ANALISA DATA Konsep pendidikan yang disampaikan oleh tokoh-tokoh diatas sangat bervariasi mulai dari tujuan pendidikan, sampai pelaksanaannya yang mencakup perihal peserta didiknya maupun pendidiknya hingga paham-paham atau aliran-aliran yang juga mewarnai konsep pendidikan yan mereka sampaikan. Misalnya ikhwanul muslimin dengan paham liberal atau syiahnya, sementara itu dari dalam negeri yang diwakili oleh K.H Ahmad Dahlan dengan semangat pembaharuannya atau dapat kita simpulkan dengan kemoderenannya serta K.H. Hasyim Asari dengan prinsip tradisionalnya. Walaupun ada perbedaan di sana-sini. Tentunya tujuan utama mereka yang mulia serta manfaat yang mereka tebar untuk

31

ummat cukup mewakili usaha manusia yang menurut fitrahnya sangat butuh akan pengetahuan yang pada akhirnya mengarah pada kebutuhan untuk memahami dan mendekatkan dirinya kepada Tuhannya. V. KESIMPULAN Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan telah menjadi perhatian khusus bagi para tokoh-tokoh Islam. Bidang kajiannya pun beragam mulai dari halhal yang bersifat teoritis semacam tujuan pendidikan dasar-dasarnya maupun yang bersifat praktis. Hal ini membuktikan bahwa dalam dunia Islam pendidikan benarbenar menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kaum muslimin wal muslimat.

BIBLIOGRAFI http://al-syahbana.blogspot.com/2012/03/biografi-ibnu-sina-tokoh-ilmuwanmuslim.html#ixzz2JcHAXsCm ejournal.umpwr.ac.id/index.php/surya/article/download/184/185 http://elasq.wordpress.com/2010/08/02/karya-karya-ibnu-khaldun/ http://filsafat.kompasiana.com/2012/05/28/pemikiran-ibn-khaldun-466424.html http://immanyogyakarta.wordpress.com/2012/03/26/ibnu-sina-studi-biografi-karyadan-pemikiran-filsafatnya/ http://khaerul-huda.blogspot.com/2011/08/biografi-singkat-imam-al-ghazali.html http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2009/12/biografi-singkat-1869-1923-khahmad.html http://nailulauthor99.blogspot.com/2010/12/konsep-pendidikan-menurut-imamghazali.html http://pandidikan.blogspot.com/2011/09/ikhwan-al-shafa.html http://udhiexz.wordpress.com/2009/04/25/pemikiran-kh-ahmad-dahlan/ http://www.gudangmateri.com/2009/04/biografi-ibnu-sina.html

32

33

You might also like