You are on page 1of 23

Poiters Pancasila dalam Kontek Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama 1.

Secara historis dan filosofis, Pancasila adalah hasil renungan, pemikiran dan kajian dari para founding father mengenai dasar Negara Republik Indonesia yang nantinya akan merdeka. Oleh karena itu, sangat mungkin subyektivitas dari para perumus Pancasila, yang berasal dari pengaruh agama, aliran politik, ideology, pendidikan, kebudayaan, pengalaman dan sebagainya, amat mempengaruhi pemikiran mereka mengenai Pancasila itu sendiri. 2. Rumusan Pancasila mencerminkan realitas keindonesiaan yang majemuk, baik dilihat dari sisi suku bangsa dan agama. Bahkan di masing-masing agama tumbuh bersekte-sekte atau aliran; dari yang masih dalam mainstream ahlussunah wal jamaah hingga yang sudah mengarah kepada inkarussunah, dan bahkan Indonesia menjadi lading tumbuh subur aliran-aliran sesat. 3. Rumusan Pancasila yang kita kenal sekarang ini merupakan kesepakatan atau consensus bersama dari masyarakat Indonesia yang plural, baik dari sisi etnis, golongan, agama dan sebagainya. Lajimnya suatu consensus, bisa jadi berasal dari suatu perdebatan yang tajam, namun untuk kepentingan yang lebih luas, akhirnya kepentingan subyektif atau kelompok dikalahkan. Oleh karena umat Islam adalah terbesar di negeri ini, maka wajar manakala dikatakan Pancasila

umat Islam memberikan kontribusi besar dalam perumusan Pancasila sebagai dasar Negara.

Kerukunan antar pandangan Islam

umat

beragama

menurut

42 Votes Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna baik dan damai. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan kesatuan hati dan bersepakat untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850). Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka kerukunan adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan manusia generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih dan bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu Habil; maka apakah dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama anak manusia bukan masyarakat yang rukun? Apakah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi saat ini adalah mencontoh nenek moyang kita itu? Atau perselisihan dan pertengkaran memang sudah sehakekat dengan kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap kerukunan itu ada karena ketidakrukunan itupun sudah menjadi kodrat dalam masyarakat manusia?. Pertanyaan seperti tersebut di atas bukan menginginkan jawaban akan tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa manusia itu

senantiasa bergelut dengan tarikan yang berbeda arah, antara harapan dan kenyataan, antara cita-cita dan yang tercipta. Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (taawun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama. A. Kerja sama intern umat beragama Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam islam. Al-quran menyebutkan kata yang mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu : - Ukhuwah ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah. - Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan Hawa. - Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. - Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim. Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya Seorang

mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah. Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena randahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam. Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran. Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu : 1. Konsep tanawwul al ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan

Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits). 2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad. 3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda. Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fimanNya,sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan.

Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan. B. Kerja sama antar umat beragama Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen ddapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan. Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan kkebenaran dan keadilan. Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal. Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogin hanya denga tindakan yang sangat mudah ,yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada

paksaan dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat Islam. Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khususu untuk menunjukan peraturanperaturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Al-Quran tanpa mengurangi universalisme Islam. Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian.;menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan agama. Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik. Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan. ref : Buku Agama & Etika

emerintah Serius Tangani Ahmadiyah dan Gereja Yasmin Rabu, 15 Peb 2012 15:45:32 WIB Oleh : -

Berita Terkait Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah serius menanganai penyelesaian masalah Ahmadiyah dan juga Gereja Yasmin melalui sejumlah langkah termasuk mediasi sehingga kerukunan antara umat beragama tetap terjaga. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan meskipun pada 2011 dan 2012 terjadi sejumlah peristiwa konflik namun secara umum kerukunan antarumat beragama masih terjaga dengan baik termasuk penanganan kasus Ahmadiyah dan jemaat Gereja Yasmin. Presiden mengatakan memang dalam beberapa kasus ditemukan adanya aparat yang bertindak kurang antispasi dan kadangkala tidak tuntas dalam menyelesaikan permasalahan. "Saya akui, bahwa sejumlah penanganan dari aparat keamanan, kejadian tertentu, terlambat, kurang antisipasi, kadang tidak tuntas, kadang nampak kurang profesional, karena menjadi

perhatian publik, cara menjelaskan ke publik juga kurang efektif sehingga menyisakan image yang tidak baik," kata Presiden. Untuk kasus Ahmadiyah, Presiden mengatakan pemerintah menghormati kebebasan beribadah namun tentunya memerlukan pengaturan agar semua berjalan dengan baik. Sementara untuk kasus Gereja Yasmin, Presiden mengatakan pemerintah menjadi mediator agar terjadi mediasi antara semua pihak. "Ini masalah perijinan dan hubungan masyarakat lokal, kami terus mengelola melalui pendekatan hukum dan non hukum. Bila pendekatan hukum semata kadang tidak efektif mengakhiri benturan. Dengan pendekatan tambahan justru bisa permanen selesaikan," katanya. Presiden menambahkan,"pemerintah terus lakukan mediasi dan mencari solusi,mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa temukan penyelesaian. Saya mendorong walikota, gubernur dan masyarakat lokal (untuk bisa berdialog-red), saya ingin jemaat bisa tenang lakukan ibadah di Bogor, semua WNI punya hak untuk menjalankan ibadahnya."
Kasus Lady Gaga, GKI YASMIN dan AHMADIYAH, Dimat Hasyim Muzadi
Rabu, Juni 06, 2012

Kasus Lady Gaga, GKI YASMIN dan AHMADIYAH, Dimat Hasyim Muzadi - Pidato mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH HAsyim Muzadi beredar luas melalui pesan berantai BlackBerry Messenger dan media sosial seperti Facebook dan blog.

Pidato yang heboh itu berisi pandangan mantan pemimpin organisasi Islam terbesar di Indonesia itu mengenai sejumlah isu kontroversial seperti Ahmadiyah, toleransi antarumat beragama, Gereja Yasmin, Lady Gaga, Irshad Manji, dan perkawinan sejenis. "Pidato itu beredar di seluruh jagad raya. Saya dapat (pesan berantai) dari mana-mana," kata Ali Mukhtar Ngabalin, Ketua Umum Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Senin (4/6/2012), kepada TRIBUNnews.com. Kami, yang menerima beberapa pesan berantai itu pagi ini, coba menelusuri di Google dengan kata kunci "pidato Hasyim Muzadi". Beberapa halaman akun Facebook dan blog memuat pidato Hasyim tersebut, yang isinya persis sama dengan pesan berantai di BBM. Hasyim Muzadi sendiri telah mengonfirmasikan isi pidato ini. Berikut selengkapnya isi pesan BBM mengenai pidato Hasyim Muzadi: KH. Hasyim Muzadi, Presiden WCRP (World Conference on Religions for Peace) & Sekjen ICIS (International Conference for Islamic Scholars) & Mantan Ketum PBNU ttg tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia oleh Sidang PBB di Jeneva : "Selaku Presiden WCRP dan Sekjen ICIS, saya sangat menyayangkan tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti krn laporan dr dlm negeri Indonesia. Slm berkeliling dunia, saya blm menemukan negara muslim mana pun yg setoleran Indonesia. Klau yg dipakai ukuran adl masalah AHMADIYAH, memang krn Ahmadiyah menyimpang dr pokok ajaran Islam, namun sll menggunakan stempel Islam dan berorientasi Politik Barat. Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tdk dipersoalkan oleh umat Islam. Kalau yg jadi ukuran adl GKI YASMIN Bogor, saya berkali-kali kesana, namun tampaknya mereka tdk ingin selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah nasional & dunia utk kepentingan lain drpd masalahnya selesai. Kalau ukurannya PENDIRIAN GEREJA, faktornya adl lingkungan. Di Jawa pendirian gereja sulit, tp di Kupang (Batuplat) pendirian masjid jg sangat sulit. Belum lagi pendirian masjid di Papua. ICIS selalu mlkkan mediasi. Kalau ukurannya LADY GAGA & IRSHAD MANJI, bangsa mana yg ingin tata nilainya dirusak, kecuali mrk yg ingn menjual bangsanya sendiri utk kebanggaan Intelektualisme Kosong ? Kalau ukurannya HAM, lalu di iPapua knp TNI / Polri / Imam Masjid berguguran tdk ada yg bicara HAM ?Indonesia lbh baik toleransinya dr Swiss yg sampai skrg tdk memperbolehkan Menara Masjid, lebih baik dr Perancis yg masih mempersoalkan Jilbab, lbh baik dr Denmark,

Swedia dan Norwegia, yg tdk menghormati agama, krn disana ada UU Perkawiman Sejenis. Agama mana yg memperkenankan perkawinan sejenis ?! Akhir'a kmbl kpd bngsa Indonesia, kaum muslimin sendiri yg hrs sadar dan tegas, membedakan mana HAM yg benar (humanisme) dan mana yg sekedar Weternisme".

Jangan Generalisasi Penanganan Terhadap Kasus yang Berbeda


Posted by regytaberliantoko on May 22, 2013 | 0 comments Beberapa waktu terakhir ini, media massa memberitakan tentang beragam kasus yang berkaitan dengan keagamaan atau tempat ibadah. Jamaah Ahmadiyah di Tasikmalaya dan beberapa daerah yang lainnya diserang oleh kelompok orang yang tidak dikenal, karena aliran Ahmadiyah dinilai telah keluar dari ajaran Islam yang sesungguhnya, kemudian di Bogor, Walikotanya menutup dan menyegel Gereja GKI Yasmin. Adanya kasus-kasus yang bersinggungan dengan agama merupakan permasalahan yang sensitif dan sering terjadi di masyarakat kita, sehingga penanganannya juga harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tidak terjadi gesekan yang lebih besar lagi. Atas kasus tersebut, adakah reaksi dari pemerintah dalam upaya menanganinya? Saya rasa pemerintah pasti melakukan upaya-upaya penyelesaiannya, tetapi tentu penangananya berbeda, antara kasus Ahmadiyah dan Gereja GKi Yasmin bukan karena membela kaum mayoritas dan mengabaikan orang minoritas. Penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah merupakan kasus kriminal yang dilakukan oleh keleompok orang tertentu, sehingga perlu penindakan yang cepat agar tidak melebar ke daerah yang lainnya. Sedangkan kasus Penutupan Gereja GKI Yasmin merupakan permasalahan hukum perdata, dimana telah terjadi silang pendapat antara Walikota Bogor dan Mahkamah Agung, yang menjadikan kasus GKI Yasmin ini terkesan lambat penanganannya, dan juga selain itu didalamnya terdapat manipulasi-manipulasi yang terjadi dalam berbagai dokumen, sehingga pengadilanlah yang lebih berwenang untuk menyelesaikan kasus tersebut, bukan pemerintah, karena di era demokrasi seperti sekarang ini, pemerintah dilarang untuk mengintervesi hukum. Akhirnya, di surat pembaca ini, saya hanya menghimbau kepada masyarakat agar semua permasalahan yang ada di negara kita terutama yang berkaitan dengan menjalankan perintah agama, haruslah disikapi dengan bijaksana, jangan sikap mau menang dan benar sendiri yang dikedepankan, dialoglah yang harus diutamakan dalam penyelesaian segala macam kasus yang bersinggungan dengan agama, semoga dengan lebih mengedepankan dialog antar umat beragama, negara ini menjadi lebih tentram, tidak ada lagi konflik yang menyentuh SARA. Soal Pendirian Tempat Ibadah, SKB Tiga Menteri Harus Jadi Rujukan FPPP.OR.ID, Jakarta - Pemerintah daerah (Pemda) diminta untuk taat kepada peraturan yang telah disepakati melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri terkait

pembangunan rumah ibadah. Ketua Fraksi PPP DPR RI Hasrul Azwar mengatakan, dalam pendirian tempat ibadah telah diatur jelas dalam SKB tiga menteri itu. Adalah, mengatur persyaratan pendirian rumah ibadah dengan harus mendapatkan persetujuan minimal 60 orang warga sekitar untuk bisa mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). "Sebenarnya tidak perlu ada sampai perobohan rumah ibadah, asalkan dilaksanakan SK bersama tiga menteri, itu sudah diatur dengan baik," kata Hasrul, di Jakarta, Minggu (24/3/2013). Menurutnya, SKB tiga menteri itu untuk mengatur serta melindungi setiap warga negara dalam menjalani kebebasan beragama. Untuk itu, kata Hasrul, setiap warga negara khususnya Pemda harus patuh terhadap peraturan tersebut. "Jangan sampai ada kesan negara ini, tidak melindungi umat beragama. Oleh karena itu diatur SKB itu agar tidak ada kesan tidak melindungi warga negara," tegas Hasrul. "Disesuaikan saja, disini perlu ada kearifan lokal dari pemerintah. Saya pikir peraturan perundangan adalah kebijaksanaan," tambah Wakil Ketua Umum PPP itu. Diketahui, Gereja HKBP Setu dibongkar Pemkot Bekasi dengan alasan tidak memiliki IMB. Padahal, menurut LBH Jakarta, gereja ini telah mengantongi izin dari warga setempat dan IMB telah diajukan sejak 2011. "Menurut Perda Nomor 7 Tahun 1996, jika ada bangunan yang diperlukan atau berguna bagi orang banyak belum mendapatkan izin, proses perizinan itu bisa disusulkan. Pemerintah dalam konteks ini berarti cacat hukum," ujar Febi Yonesta, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, di Wisma PGI, Menteng, Jumat (22/3/2013). Dalam mengajukan proses perizinannya, HKBP Setu telah mendapat persetujuan dari 85 warga yang berada di lingkungan gereja, Jalan MT Haryono, Gang Wiryo, RT 05 RW 02, Taman Sari, Bekasi. Menurut undang-undang, diperlukan 60 surat ketidakberatan dari warga sekitar jika ingin mendirikan rumah ibadah. "Kalau ini masalahnya karena tidak mengantungi izin, pertanyaan saya, kapan Gereja Yasmin yang punya izin dibuka?" tanya Andreas Yewanggoe, Ketua PGI. [sumber:inilah.com/ndi] Isi SKB Menteri no. 01/BER/mdnmag/1969

Selama ini Anda pasti sering mendengar istilah surat KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI no. 01/BER/mdn-mag/1969 yang telah memakan korban ratusan atau bahkan ribuan

gereja, maka Anda pasti penasaran apa sih isinya kok kata orang SKB ini konon lebih sakti dari Pancasila dan UUD 45. Berikut ini isinya: KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI no. 01/BER/mdn-mag/1969 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS APARATUR PEMERINTAHAN DALAM MENJAMIN KETERTIBAN DAN KELANCARAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DAN IBADAT AGAMA OLEH PEMELUKPEMELUKNYA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : 1. bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu; 2. bahwa Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan bantuan guna memperlancar usaha mengembangkan agama sesuai dengan ajaran agama masing-masing dan melakukan pengawasan sedemikian rupa, agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agama dan dalam usaha mengembangkan agama itu dapat berjalan dengan lancar, tertip dan dalam suasana kerukunan; 3. bahwa Pemerintah berkewadjiban melindungi setiap usaha pengembangan agama dan pelaksanaan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang kegiatankegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum; 4. bahwa untuk itu, perlu diadakan ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas aparatur Pemerintah dalam menjamin ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pengembangan dan ibadat agama oleh pemeluknpemeluknya. Mengingat: 1. Pasal 17 ayat (3) dan pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 2. Ketetapan MPRS Nomor XXVII/RS/1966; 3. Undang-undang Nomor 18 tahun 1965; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1956; 5. Keputusan Presiden R.I. Nomor 319 tahun 1968.

MEMUTUSKAN Menetapkan: KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PELAKSANAAN TUGAS APARATUR PEMERINTAHAN DALAM MENJAMIN KETERTIBAN DAN KELANCARAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DAN IBADAT AGAMA OLEH PEMELUK-PEMELUKNYA. Pasal 1 Kepala Daerah memberikan kesempatan kepada setiap usaha penyebaran agama dan pelaksanaan ibadat oleh pemeluk-peneluknya, sepanjang kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan tidak menganggu ketertiban umum. Pasal 2 (1) Kepala Daerah membimbing dan mengawasi agar pelaksanaan penyebaran agama dan ibadat oleh pemeluk-pemeluknya tersebut: a. tidak menimbulkan perpecahan diantara umat beragama; b. tidak disertai dengan intimidasi, bujukan, paksaan atau ancaman dalam segala bentuknya; c. tidak melanggar hukum serta keamanan dan ketertiban umum. (2) Dalam melaksanakan tugasnya tersebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Daerah dibantu dan menggunakan alat Kepala Perwakilan Departemen Agama setempat. Pasal 3 (1) Kepala Perwakilan Departemen Agama memberikan bimbingan, pengarahan dan pengawasan terhadap mereka yang memberikan penerangan/penyuluhan/ceramah agama/khotbah-khotbah dirumah-rumah ibadat, yang sifatnya menuju kepada persatuan antara semua golongan masyarakat dan saling pengertian antara pemeluk-pemeluk agama yang berbeda-beda. (2) Kepala Perwakilan Departemen Agama setempat berusaha agar penerangan agama yang diberikan oleh siapa pun tidak bersifat menyerang atau menjelekkan agama lain. Pasal 4 (1) Setiap pendirian rumah ibadat perlu mendapatkan ijin dari Kepala Daerah atau pejabat pemerintahan dibawahnya yang dikuasakan untuk itu. (2) Kepala Daerah atau pejabat yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

memberikan ijin yang dimaksud, setelah mempertimbangkan: a. pendapat Kepala Perwakilan Departemen Agama setempat; b. Planologi; c. kondisi dan keadaan setempat. (3) Apabila dianggap perlu, Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuknya itu dapat meminta pendapat dari organisasi-organsasi keagamaan dan ulama/rokhaniawan setempat. Pasal 5 (1) Jika timbul perselisihan atau pertentangan antara pemeluk-pemeluk agama yang disebabkan karena kegiatan penyebaran/penerangan/penyuluhan/ceramah/khotbah agama atau pendirian rumah ibadat, maka Kepala Daerah segera mengadakan penyelesaian yang adil dan tidak memihak. (2) Dalam hal perselisihan/pertentangan tersebut menimbulkan tindakan pidana, maka penyelesaiannya harus diserahkan kepada alat-alat penegak hukum yang berwenang dan diselesaikan berdasarkan hukum. (3) Masalah-masalah keagamaan lainnya yang timbul dan diselesaikan oleh Kepala Perwakilan Departemen Agama segera dilaporkannya kepada Kepala Daerah setempat. Pasal 6 Keputusan bersama ini mulai berlaku pada hari ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 13 september 1969

MENTERI AGAMA Cap/ttd

KH. MOH. DAHLAN

MENTERI DALAM NEGERI Cap/ttd

AMIR MACHMUD
Jul 5

SKB 2 Menteri Tentang PENDIRIAN RUMAH IBADAH SP No 8 dan No 9/2006


SKB /SPB [Surat Peraturan Bersama] tentang PENDIRIAN RUMAH IBADAH SP No 8 dan No 9/2006 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan: 1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama. 3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga. 4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik. 5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setemapat sebagai panutan. 6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan. 7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.

8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat. BAB II TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Pasal 2 (1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan kewajiban gubernur. (2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi. Pasal 4 (1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota. (2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Pasal 5 (1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi: a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan d. membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama. (2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakil gubernur. Pasal 6 (1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi: a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di kabupaten/kota; b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat bergama; d. membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama; e. menerbitkan IMB rumah ibadat. (2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada walikota/bupati/wakil walikota. (3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c di wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camat dan di wilayah kelurahan/desa dilimpahkan kepada lurah/kepala desa

melalui camat. Pasal 7 (1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi: a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan; b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan c. membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan keagamaan. (2) Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi: a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilaya kelurahan/desa; dan b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama. BAB III FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Pasal 8 (1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota. (2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah. (3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat konsultatif. Pasal 9 (1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas: a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat; c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang bekaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat. (2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas: a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat. b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat; c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota; d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat; dan e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat. Pasal 10 (1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat. (2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota FKUB kabupaten/kota paling banyak 17 orang. (3) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada di provinsi dan kabupaten/kota. (4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih secara musyarawah oleh anggota. Pasal 11 (1) Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota. (2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama; dan b. memfasillitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan antara sesama instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. (3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunan keanggotaan: a. Ketua : wakil gubernur b. Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departemen agama provinsi; c. Sekretaris : badan kesatuan bangsa dan politik provinsi; d. Anggota : pimpinan instansi terkait. (4) Dewan Penasehat FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan: a. Ketua : wakil bupat/wakil walikota; b. Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota d. Anggota : pimpinan instansi terkait. Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan Penasihat FKUB provinsi dan kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB IV PENDIRIAN RUMAH IBADAT Pasal 13 (1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. (2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi. Pasal 14 (1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. (2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus

memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa; c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota. (3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat. Pasal 15 Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyarawah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis. Pasal 16 (1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat. (2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 17 Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah. BAB V IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG Pasal 18 (1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan. a. laik fungsi; dan b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat. (2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung. (3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. Izin tertulis pemilik bangunan; b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa; c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Pasal 19 (1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan setelah mempetimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB

kabupaten/kota. (2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 20 (1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat. (2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota. BAB VI PENYELESAIAN PERSELISIHAN Pasal 21 (1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat. (2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota. (3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat. Pasal 22 Gebernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. BAB VII PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 23 (1) Gubernur dibantu kepala kantor wilayah departemen agama provinsi melakukan pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah atas perlaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat. Pasal 24 (1) Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan tembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. (2) Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu. Pasal 25 Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama serta pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara. Pasal 26 (1) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi. (2) Belanja pelaksanaan kewajiban mennjaga kerukunan nasional dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 (1) FKUB dan Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan. (2) FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan paling lambat 1(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan. Pasal 28 (1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap berlaku. (2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk rumah ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi. (3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara permanen dan/atau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadat sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadat dimaksud. Pasal 29 Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur pendirian rumah ibadat dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 31 Paraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Maret 2006 MENTERI AGAMA MUHAMMAD M. BASYUNI

ttd SUMBER : MENTERI DALAM NEGERI ttd M. MOH MARUF

You might also like