You are on page 1of 5

SUKU DAYAK DALAM TATANAN PEMERINTAHAN DI DESA ANEKNG KALIMATAN BARAT

Suku Dayak adalah salah satu suku tersebar di Indonesia yang menghuni pulau Kalimantan. Luasnya pulau tersebut berpengaruh pada pola persebaran suku dayak yang terbagi dalam berbagai jenis suku dayak. Ada 5 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai dan Paser Menurut sensus BPS tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.1 Arti dari kata Dayak itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, Dayak berarti manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet. setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu Daya', Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut mereka sebagai Dayak. 2 Keberadaan masyarakat adat di Kalimantan menunjukkan suatu tatanan dalam masyarakat yang menciptakan struktur sosial terdapat pola hubungan antar masyarakat. Dalam tatanan masyarakat dayak terdapat kepala adat yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam adat dan Kepala Adat menjadi pengayom atas seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dayak. Pemegang peran penting dari kepala adat dalam struktur masyarakat adat dayak, yakni Domong adalah penasehat adat kewenangan domong adalah untuk menjelaskan aturan adat yang ada bila
1

Haris, Syamsuddin (2004). Desentralisasi dan otonomi daerah: Naskah akademik dan RUU usulan LIPI . Yayasan Obor Indonesia. 2 Hukum Adat dan Istiadat Kalimantan Barat, J.U. Lontaan. 1975

ada terjadi kekeliruan dalam menjelasan sanksi dalam adat. Selain itu, ada beberapa peran yang fungsinya sebagai seseorang yang menyembuhkan penyakit jika masyarakat mengalami gangguan baik khususnya penyakit non medis. Berlakunya Undang-Undang No.5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa pada zaman orde baru menimbulkan dampak pada struktur masyarakat adat dayak dalam hal ini masyarakat dayak. UU tersebut bermaksud menyeragamkan penataan suatu sistem pemerintahan dalam hal ini adalah desa. Pengertian desa menurut UU 5/97 adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Anekng adalah nama sebuah kawasan masyarakat suku dayak (kampokng atau kampong dalam bahasa Indonesia) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat. Pada masa sebelum 1987 ini kedudukan adat kampung Anekng dipimpin oleh Timanggong (kepala adat) untuk tingkat binua (wilayah yang terdiri beberapa kampung), Pasirah untuk tingkat kampung (desa),

Pamanae ditingkat kelompok pemukiman penduduk yang jumlahnya ditentukan berdasarkan kesepakatan komunitas yang bersangkutan. Wilayah KeTimanggong yang terdiri dari beberapa kampung memiliki seorang Timanggong yang dipilih secara demokratis karena kapabilitas, keteladanan, pengetahuan adat yang luas, dan mampu menjaga menjaga norma adat. mempunyai memegang peranan yang sangat penting untuk mengurusi segala urusan yang berkenaan dengan rakyat baik urusan keatas maupun kebawah. Timanggong mempunyai jabatan rangkap, sebagai kepala adat, kepala dari beberapa kepala kampung/Tuha Kampokng, kepala agama, kepala dukun, kepala hukum dan apa saja yang ada sangkut paut dengan rakyatnya. Timanggong menjadi penanggung jawab dalam segala urusan dalam seluruh kampung-kampung yang ada diwilayahnya.3 Sementara Ditingkat kampung, masyarakat adat juga memiliki seorang Tuha Kampokng (Kepala Kampung) sebagai ketua atau pemimpin tertinggi di wilayah tersebut. Tuha kampokng berkewajiban untuk menjalin kerja sama dengan Timanggong sebagai penanggung jawab seluruh
3

Ibid.

kampung-kampung. Dalam menjalankan pemerintahannya, kepala kampung dibantu oleh beberapa orang ahli adat dan hukum, yakni Pasirah dan Pangaraga, yang bertugas melaksanakan dan mengayomi hukum, Tuha Tahutn yang bertugas melaksanakan adat-adat pertanian dan mengkoordinir kegiatan tuha-tuha aleatn ( ketua kelompok tani ) dalam pekerjaan tani .4 Seorang Timanggong dalam mengambil kebijakan adat bersama dengan para gapit (wakil pempimpin Timanggong) dan beberapa perangkat lain terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Didalam struktur ataupun tatanan adat keTimanggongan segala bentuk peraturan, pelaksaan, dan pengawasan dilakukan dalam satu wadah yakni kampung. Pada Tahun 1960 pemerintah mempengaruhi warga kampung dengan memberikan gelar kepada kepala kampung pengurusan kampung antara kekuasaan adat dan kekuasaan pemerintahan. Pimpinan kampung, yang sebelumnya disebut tuha kampung, diubah menjadi kepala kampung yang dibantu oleh seorang kabayan (setaraf dengan sekretaris desa) dan sejumlah pengurus lainnya yang tugas utamanya yakni mengurus administrasi pemerintahan. Disini lain struktur pemerintahan adat juga tetap dipertahankan. Dari hal tersebut menunujukan bahwa keberadaan dua kewenangan dualisme yang rawan konflik kewenangan untuk mengurus wilayah di kampung anekng. Pada awalnya pengurus kampung dan pengurus adat bisa saling melengkapi, duduk bersanding bagai kedua mempelai. Mereka memiliki pembagian wewenang yang jelas. Tetapi lama kelamaan kedua struktur tersebut saling bersaing bagai dua kubu yang berseteru yang menimbulkan dualisme kepemimpinan desa. Mereka saling bersaing dalam hal kepentingan, legalitas, kekuasaan, dan lain-lain.5 Berlakunya UU Pemerintahan Desa berlaku pada tahun 1979 berdampak pada penataan semua kampung di Kalimantan Barat yang statusnya menjadi desa, yang sekarang dikenal sebagai desa gaya lama. Sehingga struktur organisasi desa harus mengikuti undang-undang, dengan demikian kepala desa harus diletakan sebagai pemegang peran tertinggi dalam suatu kampung, dan tidak menggunakan lagi istilah kepala kampung yang memimpin suatu kampung.

4 5

Ibid. Ibid.

Pengaturan UU Pemerintahan Desa pada pasal 2 ayat (1) Pembentukan nama, batas, kewenangan, hak, dan kewajiban Desa ditetapkan dan diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Menteri Dalam Negeri kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 4 tahun 1981 tentang Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan dan Penghapusan Desa. Untuk menjalankan peraturan tersebut di tingkat provinsi pada tanggal 9 September 1987 Gubernur Kalimantan Barat mengeluarkan surat keputusan No. 353/1987 tentang Penyatuan Desa dalam Rangka Penataan Kembali Desa di Kalimantan Barat. Struktur pengurusan desa pun berubah. Seperti juga desa gaya lama, pemerintahan desa dipimpin oleh kepala desa. Namun sekarang di bawahnya terdapat kepala-kepala dusun yang memimpin dusun-dusun. Selanjutnya dusun dibagi lagi menjadi rukun tetangga (RT) yang dipimpin oleh ketua rukun tetangga. Struktur yang baru ini hanya mengurus administrasi pemerintahan desa, tidak lagi mengurus adat. Karenanya dibentuk pengurus adat di desa. Di tingkat desa pengurus ini disebut Pasirah, sedangkan di tingkat dusun disebut Pamanae. Pada awal 1990an pemerintah membentuk binua-binua baru. Masing-masing binua terdiri dari beberapa desa dengan pimpinan seorang Timanggong yang ditunjuk pemerintah daerah.6 Perda Baru mengenai adat di Kalimantan Barat. Digali lebih dalam mengenai komunitas adat. Konklusi ditelusuri sampai UU 32 Tahun 2004.

Ibid.

Perubahan Pembagian Desa

Sebelum 1960 1. Binua (terdiri

Periode 1979 1997 dari Kampung yang

beberapa kampung) 2. Kampung 3. Kelompok Pemukiman

sebelumnya bergabung menjadi Binua, yang biasanya terdiri Kampung, satu dari Binua 3-4 kini

digabung 9 Kampung menjadi 1 Desa tanpa memperhatikan dari

Binua mana Kampung tersebut berasal. Pemimpin Desa 1. Binua dipimpin oleh Kini Timanggong Desa dipimpin

oleh Kepala Kampung. Kampung dari Tuha (Pasiran)

2. Kampung dipimpin Kepala oleh Pasiran 3. Kelompok Pemukiman Pamanae berasal Kampung

oleh yang kemudian dibantu oleh Kabayan

(Sekretaris Desa) dan pengurus lainnya

You might also like