You are on page 1of 4

Asuransi Jiwa Menurut Islam ~ Ketika kita membicarakan perihal asuransi jiwa, tentu kita harus jeli, mengapa?

Tidak jarang produk-produk asuransi justru tidak sejalan tuntunan agama dan malah menjurus ke dalam dosa. Oleh sebab itu, di kajian sederhana ini mari kita bersamasama mencari solusi bagaimana pandangan Islam terhadap Asuransi Jiwa. Asuransi Jiwa terbaik tentu yang akan di buru oleh masyarakat di Indonesia, semua berbondong-bondong ikutan asuransi jiwa walau dengan iuran perbulannya yang wah banget. Kita kembali ke Asuransi Jiwa Menurut Islam. Berikut pemaparannya. Ketika kita membicarakan perihal Asuransi Jiwa dalam pandangan Islam, tentu kita harus merujuk kepada Al qur'an dan Hadist. serta pendapat para ulama yang ahli dalam bidang ini. Dalam risalah yang amat terbatas ini saya ingin mengutipkan salah satu instrument Ekonomi Islam yaitu At-tamin (Asuransi) dalam literature fiqh klasik. Menurut para ulama yang pakar dalam perundang-undangan Islam, ada beberapa konsep yang mengarah kepada konsep AtTamin (Asuransi) berdasarkan Syariah Islam, diantaranya adalah [1]: Al Aqilah : Saling memikul atau bertanggungjawab untuk keluarganya. Jika salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat) sebagai kompensasi saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh disebut aqilah. Lalu, mereka mengumpulkan dana (AI-Kanzu) yang mana dana tersebut untuk membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak sengaja. [2]. Sebagaimana dalam finman Allah swt: Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunub seorang mukmin yang lain kecuali karena tidak sengaja, dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah maka hendaklah seorang hamba sahaya beriman serta membayar diat (QS.Annisa 4:92) B. Hukum Asuransi Mengkaji hukum asuransi menurut syariat islam sudah tentu dilkukan dengan menggunakan metode-metode ijtihad yang lazim digunakan oleh para ulama Ijtihad dahulu. Dan diantara metode ijtihad yang mempunyai banyak peranan didalam meng-istimbath-kan hukum tehadap masalah-masalah baru yang tidak ada nashnya dalam Al Quran dan hadits adalah maslahah mursalah atau istilah dan qiyas, untuk dapat memakai maslahah mursalah dan qiyas sebagai landasan hukum (dalil syari) harus memenuhi syarat dan rukunnya. Misalnya maslahah mursalah baru bisa dipakai sebagai landasan hukum jika: 1. Kemaslahatannya benar-benar nyata, tidak hanya asumtif atau hipotesis saja. 2. Kemaslahatannya harus bersifat umum, tidak hanya untuk kepentingan atau kebaikan perorangan. 3. Tidak bertentangan dengan nash Al Quran dan Hadits. Demikian pula pemakaian qiyas sebagai landasan hukum harus memenuhi syarat dan rukunnya. Diataranya yang paling penting adalah adanya persamaan illat hukumnya (motif hukum). Antara masalah baru yang sedang dicari hukumnya dengan masalah pokok yang sudah ditetapkan hukumnya. Dikalangan ulama cendekiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu: 1. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa. 2. Membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini. 3. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial. 4. Menganggap shubhat. Alasan-alasan mereka yang mengharamkan asuransi antara lain: 1. Asuransi pada hakikatnya sama atau serupa dengan judi.

2. Mendukung unsur tidak jelas dan tidak pasti. 3. Mengandung unsur riba. 4. Asuransi termasuk akad syarti, artinya jual beli atau tukar menukar mata uang dengan tidak tunai. 5. Hidup dan mati manusia dijadikan obyek bisnis, yang berarti mendahului takdir Tuhan yang Maha Kuasa. Alasan-alsan mereka yang membolehkan asuransi jiwa antara lain: 1. Tidak ada nash Al Quran dan Hadits yang melarang asuransi. 2. Ada kesepakatan atau kerelaan dari kedua belah pihak. 3. Saling menguntungkan kedua belah pihak. 4. Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerjasama antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit and loss sharing atau (PLS). 5. Asuransi termasuk koperasi. Alasan membolehkan asuransi yang bersifat sosial pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat kedua, sedangkan alasan yang mengharamkan asuransi yang bersifat komersial pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat yang pertama. Adapun alasan yang menganggap asuransi shubhat karena tidak ada dalil-dalil syari yang secara jelas mengharamkan ataupun menghalalkan asuransi. Dan apabila hukum asuransi dikategorikan shubhat, maka konsekuensinya adalah kita dituntut bersikap hati-hati menghadapi asuransi dan kita baru diperbolehkan mengambil asuransi, apabila kita dalam keadaan darurat (emergency), hajat atau kebutuhan. C. Tujuan Asuransi Tujuan asuransi antara lain: 1. Memberikan perlindungan terhadap diri seseorang atau keluarga dari ancaman hidup yang serius. 2. Merupakan salah satu jalan menuju hidup sejahtera lahir dan batin. 3. Menjamin atau menanggung kerugian orang yang mempertanggungkan apabila terjadi bahaya atau kecelakaan yang mungkin menimpa dirinya dan atau hartanya, misalnya kebakaran, kerusakan, kematian dan lain-lain. Suatu pertanggungan (asuransi) harus dibuat secara tertulis dalam suatu akte yang dinamakan Polis. Setiap polis, kecuali yang mengenai suatu pertanggungan jiwa harus menyatakan hal-hal sebagai berikut: 1. Hari ditutupnya pertanggungan. 2. Nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan sendiri atau tanggungan orang ketiga. 3. Dalam jumlah uang tanggungan untuk barang yang dipertanggungkan. 4. Semua keadaan yang sekiranya penting bagi penanggung untuk diketahuinya. Dan segala syarat yang diperjanjikan antara kedua belah pihak. D. Sikap Ideal Seorang Muslim Terhadap Masalah Khilafiyah Seperti Masalah Asuransi Jiwa Masalah khilafiyah ada pro dan kontra tentang asuransi. Seorang muslim harus bijaksana menghadapi masalah khilafiyah seperti masalah asuransi. Ia harus memilih salah satu dari pendapat-pendapat ulama tersebut diatas yang dipandangnya paling kuat dalil atau argumentasinya, baik pendapat yang dipilihnya itu ringan ataupun berat untuk dilaksanakan bagi dia sendiri. Ia harus meninggalkan pendapat yang dipandang masih meragukan. Namun ia harus bersikap toleran terhadap sesama muslim yang berbeda pendapatnya. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi dari Ibnu Umar Artinya Perbedaan umatku itu rahmat Yang dimaksud dengan perbedaan umat menjadi rahmat adalah perbedaan pendapat dalam masalah-masalah agama yang bersifat furuiyah (cabang), bukn masalah ushuliyah (pokokpokok ajaran islam).

Pendapat kedua yang membolehkan semua asuransi didalam prakteknya sekarang ini termasuk asuransi jiwa, selain alasan-alasan yang telah dikemukakan diatas, dapat diperkuat dengan alasan-alasan sebagai berikut: 1. Sesuai dengan kaidah hukum islam Pada prinsipnya, pada akad-akad itu boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya. Bahkan terdapat ayat dan hadits yang memberikan isyarat atau indikasi kehalalan asuransi jiwa, yakni Al Quran surat Annisa: 8 dan hadits Nabi riwayat Al Bukhori dan Muslim. Dari Said bin Abu Waqos Artinya Sesungguhnya lebih baik bagimu meninnggalkan ahli warismu, dalam keadaan kecukupan dan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang banyak. 2. Sesuai dengan tujuan pokok hukum islam: Untuk menarik atau mencari kemaslahatan dan menghindari kerusakan atau kerugian. 3. Sesuai dengan kaidah hukum islam. 4. Asuransi tidak sama dengan judi (gambling) karena asuransi bertujuan mengurangi resiko dan bersifat sosial dan membawa maslahah bagi keluarga, sedangkan judi justru menciptakan resiko, tidak sosial dan bisa membawa malapetaka bagi yang terkait dan keluaraga. 5. Asuransi sudah diperhitungkan secara mamematik untung dan ruginya, bagi perusahaan asuransi dan bagi para pemegang polisnya, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan secara mutlak (berdasarkan ilmu akultuariya). 6. Sesuai dengan asas dan prinsip hukum islam: meniadakan kesempitan dan kesukaran dan hidup bergotong-royong, namun mengingat kenyataan masih adanya berbagai dengan asuransi jiwa dikalangan ulama cendekiawan muslim, maka sesuai dengan kaidah hukum islam. Keluar atau menghindari dari perbedaan pendapat itu disunnahkan. BAB III PENUTUP Kesimpulan Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Menurut psal 246 Wetbock Van koophandel (kitab undang-undang perniagaan) bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk memerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian. 2. Dikalangan ulama cendekiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu: a. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa. b. Membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini. c. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial. d. Menganggap shubhat. 3. Tujuan asuransi antara lain: a. Memberikan perlindungan terhadap diri seseorang atau keluarga dari ancaman hidup yang serius. b. Merupakan salah satu jalan menuju hidup sejahtera lahir dan batin. c. Menjamin atau menanggung kerugian orang yang mempertanggungkan apabila terjadi bahaya atau kecelakaan yang mungkin menimpa dirinya dan atau hartanya. 4. Masalah khilafiyah ada pro dan kontra tentang asuransi. Seorang muslim harus bijaksana menghadapi masalah khilafiyah seperti masalah asuransi. Ia harus memilih salah satu dari

pendapat-pendapat ulama tersebut diatas yang dipandangnya paling kuat dalil atau argumentasinya, baik pendapat yang dipilihnya itu ringan ataupun berat untuk dilaksanakan bagi dia sendiri. DAFTAR PUSTAKA Zuhdi Masjfuk.1997.Masail Fiqiyah.Jakarta:PT Toko Gunung Agung Rahim Husni.1996.Fiqih.Jakarta Rasjid, Sulaiman.2003.Fiqih islam.Bandung: Sinar Baru Algesindo

You might also like