You are on page 1of 54

RANCANGAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR. ..

/PRT/M/2011 TENTANG : TATA CARA OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUNGAI SERTA PEMELIHARAAN SUNGAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, perlu menetapkan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Tata Cara Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai Serta Pemeliharaan Sungai;

Mengingat

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 no. 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5230); 4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan dan

Pengangkatan Kabinet Indonesia Bersatu II; 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum; 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

21/PRT/M/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan

Umum;

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN TENTANG MENTERI TATA PEKERJAAN OPERASI SUNGAI UMUM DAN SERTA

CARA

PEMELIHARAAN

PRASARANA

PEMELIHARAAN SUNGAI.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. 2. Prasarana sungai adalah prasarana yang dibangun untuk keperluan pengelolaan sungai. 3. Komoditas tambang adalah bahan galian disungai berupa sedimen, pasir, kerikil dan batu yang dapat terbawa aliran sungai. 4. Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/ atau kanan palung sungai. 5. Bekas sungai adalah ruas sungai yang tidak berfungsi lagi sebagai alur sungai untuk mengalirkan air sungai 6. Dataran banjir adalah dataran di sepanjang kiri dan/ atau kanan sungai yang tergenang air pada saat banjir. 7. Aliran pemeliharaan sungai adalah aliran air minimum yang harus tersedia di sungai yang berfungsi untuk memelihara ekosistem sungai/ atau lingkungan. 8. Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai. 9. Operasi prasarana sungai adalah kegiatan yang meliputi pengaturan dan pengalokasian air sungai guna menjamin kelestarian fungsi dan manfaat bangunan untuk keperluan pengelolaan sungai. 10. Pemeliharaan prasarana sungai adalah upaya untuk mencegah kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana sungai serta perbaikan terhadap kerusaka prasarana sungai.

11. Pemeliharaan sungai adalah kegiatan untuk merawat sungai yang ditujukan untuk menjamin kelestarian, keberadaan dan fungsi sungai, prasarana serta fasilitas pendukungnya. 12. Restorasi sungai adalah upaya pemulihan kondisi sungai dari kondisi kritis ke kondisi alami. 13. Pemeliharaan rutin adalah keseluruhan pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang setiap tahun diatur berdasarkan jadwal. 14. Pemeliharaan berkala adalah kegiatan yang dijadwalkan berlangsung dari waktu ke waktu dan berjalan menurut interval waktu terputusputus dengan tujuan melestarikan/ memelihara fungsi dari saranasarana yang tersedia. 15. Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang lebih mendasar yang harus dikerjakan untuk mendapatkan prasarana seperti kondisi waktu dibangun dan membetulkan pekerjaan yang telah berulang dan selalu gagal atau tidak berfungsi sesuai dengan harapan. 16. Kegiatan pencegahan kerusakan dan/atau penurunan fungsi

prasarana sungai ( Pemeliharaan preventif ) adalah kegiatan pencegahan yang dilakukan untuk melestarikan fungsi prasarana secara optimal dan terdiri dari kegiatan pengamanan, pengendalian sampah, pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala yang bersifat perawatan. 17. Pemeliharaan darurat adalah pekerjaan yang diperlukan untuk melindungi keutuhan dan kekuatan bangunan (dalam skala besar) akibat kerusakan yang terjadi atau kerusakan yang hampir terjadi, dapat berupa kegiatan penanggulan banjir. 18. Rehabilitasi adalah pekerjaan perbaikan kerusakan prasarana untuk mengembalikan fungsi prasarana sesuai kondisi semula tanpa mengubah sistem dan tingkat layanan prasarana. 19. Rektifikasi adalah pembetulan untuk peningkatan fungsi prasarana, seperti perbaikan krib yang tidak berfungsi dengan baik untuk melindungi talud dari erosi. 4

20. Sungai yang mempunyai aset adalah sungai yang telah dibangun prasarananya dengan investasi yang dilakukan oleh berbagai pihak. 21. Fungsi sungai adalah fungsi yang ditetapkan pada setiap sungai untuk memenuhi berbagai keperluan meliputi pengaliran air,

penyediaan air untuk berbagai keperluan serta penyangga ekosistem sungai dan lingkungan. 22. Pengelola Sumber Daya Air di wilayah sungai adalah Institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan Sumber Daya Air diwilayah sungai yang bersangkutan.

Pasal 2 Kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai diselenggarakan berdasarkan jenis dan kondisi prasarana sungai serta kegiatan dari karakteristik sungai di wilayah sungai yang bersangkutan.

Pasal 3 (1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pengelola sumber daya air, instansi pengguna sungai, badan usaha dan/atau masyarakat dalam melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai. (2) Peraturan Menteri ini bertujuan agar Pemerintah, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pengelola sumber daya air, instansi pengguna sungai, badan usaha dan/atau masyarakat dapat melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai secara terkoordinasi, efektif dan efisien.

Pasal 4 (1) Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan Pedoman Pembuatan Manual Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai serta Pemeliharaan Sungai.

(2) Pedoman Pembuatan Manual Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai Serta Pemeliharaan Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk ditindaklanjuti dengan pembuatan Manual Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai serta Pemeliharaan Sungai oleh masing-masing pengelola sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan.

Pasal 5 Penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai serta Pemeliharaan Sungai bertujuan agar : a. sumber daya air dan sumber daya alam yang ada di sungai dapat berdayaguna secara optimum; b. kelestarian fungsi dan kinerja sungai beserta lingkungannya terjamin; c. kelestarian fungsi dan kinerja prasarana sungai beserta fasilitas pendukungnya terjamin; d. keadilan pembagian air sungai dengan ketersediaan air sungai yang ada dalam wilayah sungai yang bersangkutan terjamin; dan e. kerugian yang diakibatkan oleh daya rusak air dapat dikurangi semaksimal mungkin.

Pasal 6 Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi kegiatan: a. operasi dan pemeliharaan prasarana sungai; b. pemeliharaan sungai; c. perencanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan; d. pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan; 6

e. pemantauan dan evaluasi; f. pengoperasian bangunan pengelolaan banjir g. pendanaan.

BAB II OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUNGAI Bagian Kesatu Umum

Pasal 7 Kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan melalui kegiatan : a. pengaturan dan pengalokasian air sungai; b. pemeliharaan untuk pencegahan kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana sungai (pemeliharan preventif); dan c. perbaikan terhadap kerusakan prasarana sungai.

Bagian Kedua Pengaturan dan Pengalokasian Air Sungai

Pasal 8 Kegiatan pengaturan dan pengalokasian air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a meliputi: a. operasi prasarana sungai dalam rangka penggunaan air; dan b. operasi prasarana sungai dalam rangka pengelolaan banjir.

Pasal 9 (1) Kegiatan operasi prasarana sungai dalam rangka penggunaan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a meliputi : a. penentuan debit pengambilan; b. pembuatan kurva debit; c. pembuatan sistem operasi pintu pengambilan; 7

d. pembuatan sistem operasi prasarana pengatur pengambilan air; e. pembuatan sistem operasi pengaturan tinggi muka air untuk memenuhi berbagai keperluan; dan f. pengaturan debit air untuk keperluan tangga ikan. (2) Penentuan debit pengambilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan alokasi air pada masing-masing pengguna. (3) Kurva debit sebagaimana sebagai dimaksud pada ayat (1) huruf b,

dimaksudkan

pedoman

manual

pengoperasian

pintu

pengambilan air (Intake). (4) Sistem operasi pintu pengambilan air sebagaimana pada ayat (1) huruf c dibuat sesuai dengan hubungan antara perbedaan elevasi muka air di hulu dan hilir pintu dengan tinggi bukaan pintu. (5) Sistem operasi prasarana pengatur pengambilan air sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d dimaksudkan untuk mengatur debit air yang masuk ke bangunan pengambilan sesuai dengan alokasi air. (6) Sistem operasi pengaturan tinggi muka air untuk memenuhi berbagai keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dimaksudkan untuk mengatur elevasi muka air sungai guna memenuhi berbagai keperluan. (7) Berbagai keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) antara lain diperuntukkan bagi kegiatan navigasi, pengambilan air, pariwisata, mempertahankan tinggi muka air tanah dan ekosistem sungai / atau lingkungan. (8) Pengaturan debit air untuk keperluan tangga ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan pada prasarana sungai yang dilengkapi dengan prasarana tangga ikan.

Pasal 10 (1) Kegiatan operasi prasarana sungai dalam rangka pengelolaan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, meliputi : a. pembuatan kurva debit banjir; b. sistem operasi bangunan pengelolaan banjir; 8

c. sistem operasi pengaturan air banjir pada keadaan darurat; dan d. sistem prakiraan dini bahaya banjir. (2) Pembuatan kurva debit banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dimaksudkan sebagai pedoman pengoperasian bangunan pengelolaan banjir. (3) Sistem operasi bangunan pengelolaan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibuat sesuai dengan manual pemeliharaan. (4) Sistem operasi pengaturan air banjir pada keadaan darurat operasi dan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dengan ketentuan : a. kelebihan debit banjir dialirkan pada daerah tertentu; b. daerah tertentu tersebut telah ditetapkan sebagai daerah

genangan banjir; c. penentuan daerah genangan banjir melalui kajian teknis, ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan, seperti yang telah ditetapkan dalam pola dan rencana pengelolaan sumber daya air serta tata ruang wilayah; d. penetapan dan pengaturan daerah genangan banjir ditetapkan dalam peraturan daerah; dan e. pemantauan dan evaluasi terhadap kemungkinan adanya

perubahan kapasitas tampung dan perubahan pemanfaatan daerah genangan banjir secara berkala paling sedikit jangka waktu 5 (lima) tahun sekali. (5) Sistem prakiraan dini bahaya banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, ditentukan berdasarkan: a. karakteristik sungai; b. sistem pengelolaan banjir yang ada; dan c. perhitungan banjir dari analisa dengan tinggi curah hujan dan/atau tinggi pencatatan muka air sungai pada pos duga muka air. dalam

Bagian Ketiga Pemeliharaan untuk Pencegahan Kerusakan dan/atau Penurunan Fungsi Prasarana Sungai (Pemeliharaan Preventif)

Pasal 11 Kegiatan untuk pencegahan kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana sungai (pemeliharaan preventif) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, meliputi : a. kegiatan pengamanan; b. kegiatan pengendalian sampah; c. kegiatan pemeliharaan rutin; dan d. kegiatan pemeliharaan berkala yang bersifat perawatan.

Pasal 12 (1) Kegiatan pengamanan prasarana sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 huruf a dimaksudkan untuk mencegah dan mengamankan prasarana sungai dan sungai yang diakibatkan oleh daya rusak air, hewan atau oleh manusia serta untuk mempertahankan fungsi, kinerja prasarana sungai dan sungai serta keselamatan jiwa manusia. (2) Kegiatan pengamanan prasarana sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada tempat-tempat yang dapat membahayakan atau merusak prasarana sungai dan sungai, dengan melakukan : a. tindakan pencegahan; b. tindakan pengamanan; dan c. pengendalian alur sungai.

10

(3) Tindakan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan melakukan pemasangan papan larangan/ peringatan atau perangkat pengaman lainnya antara lain pada tempat-tempat tertentu seperti: a. larangan pengambilan bahan komoditas tambang di sungai (sedimen, pasir, kerikil dan batu) pada bagian sungai tertentu yang tidak direkomendasikan; b. larangan mendirikan bangunan di dalam bantaran sungai; c. larangan untuk kendaraan yang melintasi jalan inspeksi dan tanggul sungai yang melebihi kelas jalan; d. larangan mandi disekitar bangunan dan/ atau menanam pohon ditanggul sungai; dan e. Tindakan pencegahan juga dapat dilakukan dengan penanaman tanaman semusim di dalam bantaran sungai dan/ atau sempadan sungai serta pemasangan patok-patok batas sempadan sungai dan dataran banjir. (4) Tindakan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan melakukan pemasangan bangunan pengamanan pada tempat-tempat kritis. (5) Pengendalian alur sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dimaksudkan untuk mengendalikan alur sungai pada tempat-tempat kritis yang akan mengancam dan/atau merusak prasarana sungai, prasarana umum dan tempat-tempat yang dilindungi.

Pasal 13 (1) Kegiatan pengendalian sampah sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 huruf b dimaksudkan untuk menjaga kapasitas dan fungsi prasarana sungai dan sungai dalam mengalirkan air serta menghindari pencemaran sungai. (2) Pengendalian sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. pengelolaan sampah sebelum masuk ke sungai; dan 11

b. pengelolaan sampah yang berada di sungai dan/ atau prasarana sungai. (3) Pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan undangan. (4) Pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan oleh masing-masing instansi sesuai dengan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

kewenangannya.

Pasal 14 (1) Kegiatan pemeliharaan rutin sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 huruf c dimaksudkan untuk melindungi dan mengendalikan alur sungai beserta prasarana sungai. (2) Kegiatan pemeliharaan rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui kegiatan non fisik dan fisik serta dilakukan secara rutin sesuai dengan kondisi prasarana yang bersangkutan.

Pasal 15 (1) Kegiatan pemeliharaan berkala yang bersifat perawatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 huruf d dimaksudkan untuk menjaga agar prasarana sungai tetap berfungsi secara optimal sesuai dengan tingkat kinerja layanan yang direncanakan. (2) Pelaksanaan pemeliharaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara berkala. (3) Pelaksanaan pemeliharaan dilaksanakan secara berkala

sebagaimama dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan jadwal tetap (misal : 3 bulanan, 6 bulanan, 1 tahunan, 2 tahunan), dan ditentukan berdasarkan sifat alami komponen prasarana sungai dan/ atau rekomendasi dari tenaga ahli/ pabrik.

12

Bagian Keempat Kegiatan Perbaikan terhadap Kerusakan Prasarana Sungai

Pasal 16 Kegiatan perbaikan terhadap kerusakan prasarana sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c meliputi : a. kegiatan berkala yang bersifat perbaikan; b. kegiatan berkala yang bersifat penggantian; c. kegiatan perbaikan ringan atau reparasi; d. kegiatan perbaikan korektif; dan e. kegiatan pemeliharaan darurat.

Pasal 17 (1) Kegiatan berkala yang bersifat perbaikan sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 16 huruf a, dimaksudkan untuk memperbaiki sebagian prasarana sungai yang telah mengalami kerusakan agar kembali berfungsi sesuai dengan kinerja yang diharapkan. (2) Kegiatan pemeliharaan yang bersifat perbaikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk memperbaiki bagian dari prasarana sungai yang mengalami kerusakan baik selama

pelaksanaan operasi maupun sebagai akibat dari sifat alami komponen prasarana sungai. Pasal 18 (1) Kegiatan berkala yang bersifat penggantian sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 huruf b dimaksudkan untuk melakukan penggantian sebagian atau keseluruhan prasarana sungai yang telah mengalami kerusakan agar kembali berfungsi sesuai dengan kinerja yang diharapkan. (2) Penggantian sebagian atau keseluruhan prasarana dan sarana sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan atas dasar evaluasi kinerja. 13

(3) Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Tim Evaluasi Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai.

Pasal 19 (1) Kegiatan perbaikan ringan atau reparasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 huruf c, merupakan kegiatan perbaikan kecil dan dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi dan kinerja prasarana sungai. (2) Kegiatan perbaikan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pekerjaan pemeliharaan yang sederhana sehingga tidak

memerlukan kelengkapan perhitungan desain.

Pasal 20 (1) Kegiatan pemeliharaan korektif sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 huruf d, dimaksudkan untuk melakukan perbaikan dan/atau koreksi agar sungai beserta prasarana sungai tetap terjamin kelestariannya, keberadaannya dan fungsinya tanpa mengubah tujuan dan tingkat layanannya. (2) Kegiatan pemeliharaan korektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu : a. pemeliharaan khusus; b. rehabilitasi; dan c. rektifikasi (pembetulan/ penyempurnaan). (3) Pemeliharaan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada bangunan atau bagian bangunan yang fungsi atau nilai kinerjanya dibawah 80% dan masih diatas 60% dari kinerja rencana, atau perbaikan terhadap kerusakan bangunan yang karena pertimbangan keamanan harus sesegera mungkin diperbaiki.

14

(4) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakan kegiatan perbaikan kerusakan bangunan untuk mengembalikan fungsi dan kinerja bangunan kurang dari 60% dari kondisi semula tanpa mengubah sistem dan tingkat layanannya. (5) Rektifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, merupakan kegiatan perbaikan dan/atau koreksi terhadap sungai, bangunan atau sebagian bangunan agar terjamin kelestariannya, keberadaannya, dan fungsinya tanpa mengubah tujuan dan tingkat layanannya. (6) Kegiatan pemeliharaan korektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan atas dasar evaluasi kinerja dan fungsi bangunan dari Tim Evaluasi Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai dan/atau oleh Tenaga ahli/ konsultan.

Pasal 21 (1) Kegiatan pemeliharaan darurat sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 huruf e, dimaksudkan untuk melakukan pemeliharaan prasarana sungai yang mengalami kerusakan atau kerusakan secara tiba-tiba yang tidak disebabkan oleh kejadian bencana alam dan apabila tidak segera diperbaiki akan mengalami kerusakan yang lebih besar dan/atau mempunyai potensi bencana. (2) Kegiatan pemeliharaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang tidak dapat diprogramkan sebelumnya, dan terjadinya kerusakan/keruntuhan bersifat mendadak serta

penyebabnya belum diketahui sebelumnya.

15

BAB III PEMELIHARAAN SUNGAI Bagian Kesatu Umum

Pasal 22 Kegiatan pemeliharaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, dilakukan melalui penyelenggaraan kegiatan : a. konservasi sungai; dan b. pengembangan sungai Bagian Kedua Konservasi Sungai

Pasal 23 Penyelenggaraan kegiatan konservasi sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a dilakukan melalui kegiatan : a. perlindungan sungai; dan b. pencegahan pencemaran air sungai.

Pasal 24 (1) Kegiatan perlindungan sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf a dilakukan melalui perlindungan terhadap : a. palung sungai; b. sempadan sungai; c. danau paparan banjir; dan d. dataran banjir. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pula terhadap : a. aliran pemeliharaan sungai; dan b. ruas restorasi sungai.

16

Pasal 25 (1) Perlindungan terhadap palung sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dilakukan dengan menjaga dimensi palung sungai. (2) Menjaga dimensi palung sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan : a. pengaturan pengambilan komoditas tambang di sungai; b. pengendalian kedalamam dan alur sungai yang kritis; c. pengendalian kemiringan dasar sungai kritis; dan d. pengendalian tebing sungai kritis dari bahaya longsor.

Pasal 26 Tata cara pengaturan pengambilan komoditas tambang di sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 ayat (2) huruf a diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.

Pasal 27 (1) Pengendalian kedalaman dan alur sungai yang kritis sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 ayat (2) huruf b, dimaksudkan untuk menjamin kedalaman dan fungsi untuk berbagai kepentingan seperti navigasi, olah raga, pariwisata, perikanan dan lingkungan serta tersedianya aliran pemeliharaan sungai dan ruas restorasi sungai. (2) Untuk menjamin kedalaman air dan fungsi sungai untuk memenuhi berbagai kepentingan dilaksanakan pengelola sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan dan bekerjasama dengan instansi terkait melalui nota kesepahaman kerjasama pemeliharaan sungai. (3) Nota kesepahaman kerjasama pemeliharaan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dimaksudkan untuk mengatur tugas dan tanggung jawab pemeliharaan palung sungai terkait dengan

pemanfaatan sungai oleh instansi terkait.

17

Pasal 28 (1) Pengendalian kemiringan dasar sungai kritis sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 ayat (2) huruf c, dimaksudkan untuk menjamin kelestarian, keberadaan dan fungsi sungai dari pengaruh agradasi (kenaikan dasar sungai) dan degradasi (penurunan dasar sungai). (2) Untuk menjamin kelestarian, keberadaan dan fungsi sungai dari pengaruh agradasi dan degradasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan pengaturan kemiringan dasar sungai kritis dan/atau pengendalian sedimen sungai. (3) Kegiatan pengendalian kemiringan dasar sungai kritis dilaksanakan oleh pengelola sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan masyarakat.

Pasal 29 (1) Pengendalian tebing sungai kritis dari bahaya longsor sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 ayat (2) huruf d, dimaksudkan untuk menjamin kelestarian, keberadaan dan fungsi sungai serta melindungi keberadaan prasarana jalan dan bangunan dari pengaruh

ketidakstabilan tebing sungai. (2) Kegiatan pengendalian tebing sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pengelola sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan instansi terkait.

Pasal 30 (1) Perlindungan terhadap sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1) huruf b, dimaksudkan untuk menjaga ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan serta menjaga fungsi ruang sungai untuk mengalirkan air banjir. (2) Untuk menjaga ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penetapan garis sempadan sungai. 18

(3) Untuk menjaga fungsi ruang sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembatasan pemanfaatan sempadan sungai. (4) Kegiatan perlindungan sempadan sungai dilaksanakan oleh pengelola sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan dan

bekerjasama dengan pemerintah daerah dan masyarakat.

Pasal 31 (1) Penetapan garis sempadan sebagaimana dimaksud pada pasal 30 ayat (2) dilakukan berdasarkan kajian penetapan garis sempadan. (2) Dalam penetapan garis sempadan harus mempertimbangkan

karakteristik geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan dan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai. (3) Kajian penetapan garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit mengenai batas ruas sungai yang ditetapkan, letak garis sempadan, serta rincian jumlah dan jenis bangunan yang terdapat di dalam sempadan. (4) Kajian penetapan garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya yang beranggotakan wakil dari instansi teknis dan unsur masyarakat.

Pasal 32 (1) Kajian penetapan garis sempadan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) ditentukan dengan kajian teknis yang

mempertimbangkan : a. kedalaman sungai; b. lebar sungai; c. jenis tanah pembentuk tebing dan dasar sungai; d. pola meander sungai;

19

e. garis meander sungai yang melewati perkotaan dan/ atau permukiman padat; dan f. fluktuasi debit air dan debit sedimen sungai. (2) Kedalaman sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dimaksudkan bahwa makin tinggi kedalaman sungai, akan

memerlukan sempadan sungai yang makin lebar. (3) Lebar sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dimaksudkan bahwa makin besar lebar sungai akan memerlukan sempadan sungai yang makin lebar. (4) Jenis tanah pembentuk tebing dan dasar sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dimaksudkan bahwa makin rendah kohesi tanah (c) dan sudut geser dalam tanah () dan/ atau kombinasi antara keduanya rendah, memerlukan sempadan sungai yang makin lebar. (5) Pola meander sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dimaksudkan agar sempadan sungai dipilih berada pada jarak tertentu dari luar garis meander yang diperkirakan akan terjadi. (6) Garis meander sungai yang melewati perkotaan dan/atau permukiman padat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan kondisi sosial budaya

masyarakat setempat, serta memperhatikan jalan akses peralatan, bahan dan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan. (7) Fluktuasi debit air dan debit sedimen sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dimaksudkan bahwa makin besar fluktuasi debit air dan debit sedimen akan memerlukan sempadan sungai yang makin lebar.

20

Pasal 33 (1) Pembatasan pemanfaatan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), dimaksudkan untuk menjamin kelestarian, keberadaan dan fungsi sungai untuk dapat mengalirkan air banjir dan keberlangsungan kehidupan ekosistem sungai. (2) Pembatasan pemanfaatan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan pengaturan pemanfaatan sempadan sungai untuk tanaman semusim serta larangan mendirikan bangunan. (3) Pengaturan pemanfaatan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah daerah atas dasar rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.

Pasal 34 (1) Perlindungan danau paparan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c dilakukan dengan mengendalikan sedimen, gulma air, dan pencemaran air pada danau paparan banjir. (2) Pengendalian sedimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan pencegahan erosi pada daerah tangkapan air yang dilaksanakan oleh instansi yang membidangi pengendalian erosi didaerah tangkapan air, dan menjadi satu kesatuan dalam pola dan rencana pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan. (3) Pengendalian gulma air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengelolaan gulma air, dan dilaksanakan oleh pengelola sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan serta bekerjasama dengan pemerintah daerah dan masyarakat. (4) Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi terkait yang membidangi lingkungan hidup.

21

Pasal 35 (1) Perlindungan dataran banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d dilakukan pada dataran banjir yang berpotensi menampung banjir dengan mengelola dataran banjir dari pemanfaatan yang mengganggu fungsi penampung banjir. (2) Usaha mengelola dataran banjir dari pemanfaatan yang mengganggu fungsi penampung banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengelolaan dataran banjir. (3) Pengelolaan dataran banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pemerintah daerah setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.

Pasal 36 Perlindungan terhadap aliran pemeliharaan dan ruas restorasi sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a dan huruf b diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.

Pasal 37 (1) Kegiatan pencegahan pencemaran air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, dilakukan melalui : a. penetapan daya tampung beban pencemaran; b. identifikasi dan inventarisasi sumber air limbah; c. penetapan persyaratan dan tata cara pembuangan air limbah; d. pelarangan pembuangan sampah ke sungai; e. pemantauan kualitas air pada sungai; dan f. pengawasan air limbah yang masuk ke sungai. (2) Pencegahan pencemaran air sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 dilaksanakan dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

22

(3) Pelarangan pembuangan sampah ke sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilaksanakan melalui kerjasama dengan pemerintah daerah dan masyarakat setempat, dengan memasang papan larangan pembuangan sampah.

Bagian Ketiga Kegiatan Pemeliharaan Sungai Terkait Penyelenggaraan Kegiatan Pengembangan Sungai

Pasal 38 (1) Kegiatan pemeliharaan sungai terkait penyelenggaraan kegiatan pengembangan sungai sebagaimana dimaksud Pasal 22 huruf b dimaksudkan agar dalam rangka pemanfaatan sungai melalui penyelenggaraan pengembangan tetap terjamin ekosistem sungai, karakteristik sungai, kelestarian keanekaragaman hayati serta

kekhasan dan aspirasi daerah/ masyarakat setempat. (2) Pemanfaatan sungai melalui penyelenggaraan pengembangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memenuhi berbagai pemanfaatan sungai yang meliputi untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, sanitasi lingkungan, industri, pariwisata, olahraga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik dan transportasi/ navigasi. (3) Kegiatan pemeliharaan sungai sebagai akibat dari berbagai

pemanfaatan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi kegiatan : a. pembatasan pemanfaatan sungai seperti untuk keperluan navigasi, perikanan, pembangkit tenaga lainnya; b. pembatasan penggunaan air sungai, dengan ketentuan tetap terjamin tersedianya aliran pemeliharaan; listrik, dan pemanfaatan sungai

23

c. pengaturan dan/atau pelarangan pembuangan air limbah dan sampah ke sungai; dan d. perbaikan dan/atau pemeliharaan tebing kritis dan/atau dasar sungai kritis. (4) Kegiatan pemeliharaan sungai sungai sebagai akibat dari pada berbagai ayat (3)

pemanfaatan

sebagaimana

dimaksud

dilaksanakan oleh instansi terkait dan/atau pengelola prasarana sungai.

BAB IV PERENCANAAN KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN Bagian Kesatu Umum

Pasal 39 (1) Perencanaan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai dimaksudkan agar : a. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan tepat sasaran sehingga sungai beserta prasarana sungai terjamin kelestariannya,

keberadaannya dan kinerjanya; b. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan memenuhi persyaratan teknis; c. biaya pelaksanaan operasi dan pemeliharaan seefisien mungkin; dan d. waktu pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sungai tepat waktu sesuai dengan jadwal waktu pelaksanaan dan jadwal periodik waktu pelaksanaannya. (2) Ruang lingkup perencanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai meliputi : a. inventarisasi dan pengumpulan data; b. inspeksi rutin; c. penelusuran sungai ; 24

d. identifikasi dan analisis tingkat kerusakan; e. pengukuran dan pembuatan detail desain; f. perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) ; dan g. persiapan pengaturan dan pengalokasian air sungai. (3) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh pengelola prasarana sungai dan/atau bekerjasama dengan pemerintah daerah serta masyarakat.

Bagian Kedua Inventarisasi dan Pengumpulan Data

Pasal 40 (1) Kegiatan inventarisasi dan pengumpulan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang jumlah, dimensi, jenis, kondisi, fungsi dan kinerja sungai serta prasarana sungai. (2) Kegiatan inventarisasi dan pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan ; a. operasi dan pemeliharaan prasarana sungai; dan b. pemeliharaan sungai.

Bagian Ketiga Inspeksi Rutin

Pasal 41 (1) Kegiatan inspeksi rutin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b dimaksudkan untuk memperoleh data bahwa sungai, prasarana sungai termasuk bantaran sungai serta dataran banjir tetap terjaga kelestarian fungsinya, manfaatnya, dan kinerjanya untuk keperluan pengelolaan sungai.

25

(2) Kegiatan inspeksi rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh petugas lapangan di wilayah kerjanya setiap 15 (lima belas) hari sekali. (3) Rencana perbaikan / pemeliharaan yang dijumpai selama inspeksi rutin dicatat dalam lembar catatan / blanko yang selanjutnya dikirimkan ke petugas operasi dan pemeliharaan (seksi/ subseksi O&P Pengelola sumber daya air diwilayah sungai). (4) Petugas operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menghimpun semua berkas usulan dan selanjutnya menyampaikan laporan kepada bidang/ seksi operasi dan pemeliharaan pada awal bulan berikutnya.

Bagian Keempat Penelusuran Sungai

Pasal 42 (1) Kegiatan penelusuran sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c dimaksudkan untuk mengetahui adanya kerusakan yang terjadi pada sungai dan/atau prasarana sungai serta penyebab kerusakannya, berdasarkan atas laporan oleh petugas lapangan. (2) Kegiatan penelusuran sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam satu tahun pada awal dan akhir musim hujan. Apabila diperlukan, pada saat setelah terjadi banjir dapat dilakukan penelusuran sungai tambahan, untuk

mengetahui adanya kerusakan sungai dan prasarana sungai serta penyebab kerusakannya, dan usulan rencana perbaikan

kerusakannya. (3) Kegiatan penelusuran sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Tim Penelusuran Sungai yang beranggotakan dari unsur-unsur pengelola sumber daya air di wilayah sungai dan dapat mengikutsertakan dari unsur dinas terkait dari pemerintah daerah.

26

(4) Dalam hal prasarana sumber daya air dikelola oleh instansi lain, Tim Penelurusan Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

beranggotakan dari unsur pengelola sumber daya air di wilayah sungai dan unsur instansi terkait serta dapat mengikutsertakan dari unsur dinas terkait dari pemerintah daerah. (5) Hasil dari kegiatan Tim Penelusuran Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dicatat dalam lembar catatan/ blanko, dan ditentukan ranking prioritasnya beserta tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi dalam kegiatan pemeliharaan. Bagian Kelima Identifikasi dan Analisis Tingkat Kerusakan

Pasal 43 (1) Kegiatan identifikasi dan analisis tingkat kerusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d dimaksudkan untuk memperoleh data permasalahan dan kebutuhan pemeliharaan serta rencana aksi yang tersusun dengan skala prioritas dan uraian pekerjaan pemeliharaan sungai dan prasarana sungai. (2) Skala prioritas pemeliharaan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan kriteria : a. sungai yang masih alami, relatif belum ada aktifitas pembangunan di kanan-kiri palung sungainya, relatif belum pemeliharaan sungai; b. sungai yang sudah dipengaruhi oleh aktifitas pembangunan di kanan-kiri palung sungainya, pemeliharaan dan perbaikan dibuat selektif ditempat bangunan fasilitas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (jalan raya, rumah sakit, dsb.); dan c. sungai yang melewati/ berada di perkotaan, pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan dapat dilaksanakan secara khusus. memerlukan

27

(3) Skala prioritas pemeliharaan prasarana sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan oleh kondisi kerusakan fisik prasarana sungai, dengan klasifikasi sebagai berikut : a. kondisi baik, jika tingkat kerusakan lebih kecil dari 10 % (sepuluh persen) dibandingkan dari kondisi awal pembangunan; b. kondisi rusak ringan, jika tingkat kerusakan antara 10% (sepuluh persen) sampai 20% (dua puluh persen) dibandingkan dari kondisi awal pembangunan; c. kondisi rusak sedang, jika tingkat kerusakan lebih besar 20% (dua puluh satu persen) sampai 40% (empat puluh persen)

dibandingkan dari kondisi awal pembangunan; dan d. kondisi rusak berat, jika tingkat kerusakan sudah melebihi dari 40% (empat puluh persen) dibandingkan dari kondisi awal pembangunan.

Bagian Keenam Pengukuran dan Pembuatan Detail Desain

Pasal 44 (1) Pengukuran dan pembuatan detail desain pekerjaan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf e, dimaksudkan untuk memperoleh gambar desain yang tergambar dengan skala tertentu, dan sebagai dasar untuk menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta pelaksanaan operasi dan pemeliharaan. (2) Kegiatan pengukuran dan pembuatan detail desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi pengelola prasarana sungai dan disetujui oleh pengelola sumber daya air diwilayah sungai yang bersangkutan. (3) Kegiatan pembuatan detail desain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan mengikuti pedoman hitungan konstruksi yang telah ada serta mempertimbangkan nota perhitungan konstruksi yang lama (bila masih tersedia) dan menghasilkan hasil detail desain. 28

(4) Hasil detail desain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disajikan dalam peta situasi lengkap, gambar detail bangunan, potongan memanjang dan potongan melintang serta nota perhitungan detail desain.

Bagian Ketujuh Rencana Anggaran Biaya

Pasal 45 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf f dimaksudkan untuk memperoleh estimasi besar biaya pelaksanaan operasi dan pemeliharaan, dan didasarkan pada perhitungan kebutuhan berikut : a. kebutuhan perencanaan makro; dan b. angka kebutuhan nyata operasi dan pemeliharaan (AKNOP).

Pasal 46 (1) Perhitungan kebutuhan perencanaan makro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a dilakukan dengan ketentuan : a. untuk keperluan perencanaan makro, biaya operasi dan

pemeliharaan diprakirakan sebesar 2.5% (dua setengah persen) dari nilai asset; dan b. untuk keperluan penyusunan prakiraan biaya operasi dan pemeliharaan, dibedakan ketentuan antara sungai yang

mempunyai aset dan sungai yang tidak mempunyai aset (sungai alam). (2) Penyusunan prakiraan operasi dan pemeliharaan sungai yang mempunyai aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dihitung berdasarkan estimasi kebutuhan biaya pemeliharaan

bangunan dengan ketentuan : a. bangunan berumur kurang dari 5 th (lima tahun) adalah sebesar 0.6% (enam per sepuluh persen) nilai asset; 29

b. bangunan berumur antara 5 th (lima tahun) sampai dengan 25 th (dua puluh lima tahun) adalah sebesar 1.3% (satu koma tiga persen) nilai asset; dan c. bangunan berumur diatas 25 th (dua puluh lima tahun) adalah sebesar 1.9% (satu koma sembilan persen) dari nilai aset. (3) Prakiraan biaya operasi dan pemeliharaan sungai yang tidak mempunyai aset (sungai alam) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung berdasarkan taksiran kasar hasil survey secara global.

Pasal 47 (1) Perhitungan kebutuhan berdasarkan angka kebutuhan nyata operasi dan pemeliharaan (AKNOP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b, dilaksanakan dengan ketentuan : a. penyusunan AKNOP baik sungai maupun prasarana sungai dilakukan melalui penelusuran dengan mencatat kegiatan operasi dan pemeliharaan yang diperlukan; b. setiap tahun dilakukan penyusunan AKNOP, untuk 2 (dua) tahun anggaran; dan c. prosedur penyusunan AKNOP mengikuti manual O&P sungai; (2) Penyusunan anggaran Operasi dan Pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dihitung atas dasar keperluan mempertahankan sungai sebagai fungsi sosial, lingkungan hidup, ekonomi, yang meliputi : a. pengamatan setiap tahun (bantaran, dataran banjir, dan sempadan sungai); b. pengukuran berkala pada tempat tertentu baik sungai maupun prasarana sungai paling sedikit 5 (lima) tahun sekali, terdiri dari tampang lintang dan tampang memanjang; c. pengukuran berkala terhadap kualitas air; d. pengawasan dan pemantauan; e. pemanfaatan bantaran, sempadan, dan dataran banjir; f. papan larangan; 30

g. kegiatan

fisik,

yang

meliputi

pembersihan

sampah/gulma,

pemotongan pohon yang mengganggu aliran, penstabilan tebing; h. pengelolaan hidrologi; dan i. pemantauan konservasi sumber daya air (debit air dan sedimen).

(3) Penyusunan anggaran Operasi dan Pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dihitung atas dasar mempertahankan sungai sebagai fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah biaya operasi dan pemeliharaan prasarana sungai dan nilai jasa pelayanan yang diberikan kepada pemanfaat air.

Bagian Kedelapan Persiapan Pengaturan dan Pengalokasian Air Sungai

Pasal 48 Persiapan pengaturan dan pengalokasian air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf g meliputi : a. penentuan besaran ketersediaan air tahunan ; b. penentuan potensi daya air ; c. penggunaan air sungai ; d. pengalokasian dan pemberian air sungai ; e. perhitungan debit banjir ; dan f. penyusunan rancangan ketetapan alokasi air.

Pasal 49 (1) Penentuan besaran ketersediaan air tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dilakukan dengan menghitung rencana ketersediaan air tahunan, yang ditentukan dari besaran debit andalan sungai.

31

(2) Besaran debit andalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan berdasarkan ketersediaan debit andalan sebesar 80 %. (3) Debit andalan 80% (delapan puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan potensi debit sebesar 80% (delapan puluh persen) terjadi, dan dihitung dari data seri debit harian yang sekurang-kurangnya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun. (4) Perhitungan rencana ketersediaan air tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pengelola sumber daya air dan disampaikan kepada pejabat berwenang setelah mendapat

pertimbangan dari dewan Sumber Daya Air / TKPSDA di wilayah sungai yang bersangkutan.

Pasal 50 (1) Penentuan potensi daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dilakukan pada sungai-sungai yang mempunyai prasarana pembangkit listrik tenaga air sungai, dan diperoleh dari data rencana operasional pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang berasal dari potensi ketersediaan alokasi air tahunan untuk tenaga listrik dan ketinggian operasi PLTA. (2) Dalam hal prasarana PLTA tidak dikelola oleh pengelola sumber daya air di wilayah sungai, potensi daya air tahunan dihitung bersama antara instansi pengelola PLTA dan pengelola sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan. (3) Pontensi daya air tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara berkala dilaporkan kepada pejabat berwenang

Pasal 51 (1) Penggunaan air sungai dalam rangka kegiatan pengaturan dan pengalokasian air sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 huruf c dilakukan dengan menghitung penggunaan air sungai yang diperoleh dari data seluruh pengguna air di wilayah sungai yang bersangkutan.

32

(2) Data penggunaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh pengelola sumber daya air pada wilayah sungai yang

bersangkutan dengan berpedoman pada alokasi air tahunan yang telah ditetapkan oleh pejabat berwenang, dan setiap pengguna air tidak diperkenankan menggunakan air melebihi alokasi air seperti yang telah ditetapkan.

Pasal 52 (1) Pengalokasian dan pemberian air sungai dalam rangka kegiatan pengaturan dan pengalokasian air sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 huruf d dilakukan oleh pengelola sumber daya air pada wilyah sungai yang bersangkutan, berdasarkan atas alokasi air yang telah ditetapkan oleh pejabat berwenang pengelola sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan. (2) Dalam merencanakan pengalokasian dan pemberian air sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipertimbangkan debit air yang mengalir disebelah hilirnya untuk memenuhi seluruh pengguna termasuk jumlah air tertentu untuk keperluan aliran pemeliharaan. (3) Dalam hal dijumpai debit yang tersedia tidak mencukupi untuk memenuhi debit yang telah ditetapkan, besaran pengalokasian dan pemberian air dilakukan penyesuaian dengan koefisien debit tertentu. (4) Dalam hal koefisien debit tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah ditetapkan dan menjadi satu kesatuan dengan ketetapan air yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, perhitungan pengalokasian dan pemberian air sungai menggunakan koefisien debit seperti yang telah ditetapkan oleh pejabat berwenang. (5) Perhitungan pengalokasian dan pemberian air sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disertai dengan catatan prioritas alokasi air pada kondisi ketersediaan air sungai mencapai 100%, 80%, 60%, 40% dan sama atau kurang dari 20%.

33

Pasal 53 (1) Perhitungan debit banjir sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 huruf e dilakukan oleh pengelola sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan, berdasarkan data tinggi curah hujan dan/ atau tinggi muka air pada stasiun pengamatan debit banjir (2) Perhitungan debit banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan metode dan standar Indonesia yang telah ditetapkan oleh pejabat berwenang. (3) Stasiun pengamatan banjir dibuat beberapa lokasi yang akan dipakai sebagai dasar pemantauan debit banjir, perjalanan puncak banjir, dan sebagai dasar untuk kegiatan sistem perakiraan dan peringatan dini bahaya banjir serta pengaturan banjir.

Pasal 54 (1) Penyusunan rancangan ketetapan alokasi air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf f ditentukan berdasarkan data besaran ketersediaan air tahunan disetiap lokasi bangunan pengambilan. (2) Rancangan ketetapan alokasi air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya disampaikan kepada Pejabat berwenang Pengelola Sumber Daya Air untuk ditetapkan sebagai ketetapan alokasi air diwilayah sungai yang bersangkutan.

34

BAB V PELAKSANAAN KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN Bagian Kesatu Umum

Pasal 55 (1) Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan meliputi: a. pelaksanaan sungai; dan b. pelaksanaan kegiatan pemeliharaan sungai. (2) Pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan : a. persiapan pelaksanaan; b. pelaksanaan; c. pengendalian pelaksanaan; dan d. rekomendasi teknis. kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana

Bagian Kedua Persiapan Pelaksanaan

Pasal 56 Persiapan pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 ayat (2) huruf a, meliputi kegiatan: a. pengaturan dan pengalokasian air sungai; b. pemeliharaan untuk pencegahan kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana sungai; c. perbaikan terhadap kerusakan prasarana sungai; d. penyelenggaraan kegiatan konservasi sungai; dan e. penyelenggaraan kegiatan pengembangan sungai.

35

Pasal 57 Persiapan pelaksanaan kegiatan pengaturan dan pengalokasian air sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 56 huruf a, meliputi: a. pengecekan akhir data alokasi penggunaan/pengambilan air sungai; b. pengecekan akhir kurva debit banjir yang akan digunakan untuk pedoman pengoperasian prasarana pengelolaan banjir; c. pengecekan terhadap kesiapan operasional sistem operasi pintu pengambilan; d. Pengecekan terhadap kesiapan operasional sistem operasi prasarana banjir; dan e. pengecekan akhir terhadap tenaga, operator, mekanik, bahan, dan peralatan yang harus disiapkan.

Pasal 58 Persiapan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan untuk pencegahan

kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 56 huruf b, meliputi: a. pengecekan terhadap keberadaan dan berfungsinya papan-papan larangan, papan pengaturan, patok-patok batas, papan peringatan dan perangkat pengaman lainnya; b. pengecekan akhir terhadap kesiapan gambar desain serta lokasi kegiatan pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilaksanakan; c. pengecekan akhir terhadap penyediaan tenaga, bahan, peralatan, dan pengaturan regu kerja serta rencana anggaran biaya; dan d. pelatihan praktis mengenai jasa konstruksi dan jaminan mutu agar tercapai kualitas pekerjaan sesuai spesifikasi yang ditetapkan.

Pasal 59 Persiapan pelaksanaan kegiatan perbaikan terhadap prasarana sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 56 huruf c, meliputi: a. pengecekan akhir terhadap kesiapan gambar desain serta lokasi kegiatan perbaikan yang akan dilaksanakan; 36

b. pengecekan akhir terhadap penyediaan tenaga, bahan, peralatan dan pengaturan regu kerja serta rencana anggaran biaya; c. pelatihan praktis mengenai jasa konstruksi dan jaminan mutu agar tercapainya kualitas pekerjaan sesuai spesifikasi yang ditetapkan; dan d. dalam hal pekerjaan akan dilaksanakan oleh kontraktor, agar disusun dokumen tender yang tersusun dalam paket-paket pekerjaan yang akan menggambarkan lokasi, jenis pekerjaan, rencana anggaran biaya, waktu pelaksanaan dan spesifikasi teknis.

Pasal 60 Persiapan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dalam rangka

penyelenggaraan kegiatan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf d, meliputi: a. pengecekan kesiapan akhir terhadap rencana pengambilan komoditas tambang di sungai; b. pengecekan akhir terhadap kesiapan gambar desain, serta lokasi kegiatan perlindungan sungai; c. pengecekan akhir terhadap pemanfaatan sempadan sungai, dataran banjir dan danau paparan banjir, serta rencana pemasangan patok batas garis sempadan sungai, dataran banjir dan danau paparan banjir; d. pengecekan akhir terhadap kesiapan penyediaan tenaga, bahan, peralatan dan pengaturan regu kerja. e. pengecekan terhadap keberadaan dan berfungsinya papan-papan larangan pembuangan sampah ke sungai; dan f. pengecekan akhir tentang ketersedianan aliran pemeliharaan dan rencana ruas restorasi sungai.

37

Pasal 61 Persiapan pelaksanaan kegiatan kegiatan pemeliharaan sungai dalam rangka

penyelenggaraan

pengembangan

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 56 huruf e meliputi: a. pengecekan akhir tentang pengaturan pembatasan pemanfaatan sungai; b. pengecekan akhir tentang pengaturan pembatasan penggunaan air sungai; c. pengecekan akhir tentang pengaturan dan/atau pelarangan

pembuangan air limbah dan sampah; dan d. pengecekan akhir terhadap kesiapan rencana perbaikan atau

pemeliharaan tebing dan/atau dasar sungai. Bagian Ketiga Pelaksanaan Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan

Pasal 62 Pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf b, meliputi kegiatan: a. pengaturan dan pengalokasian air sungai; b. pemeliharaan untuk pencegahan kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana sungai; c. perbaikan terhadap kerusakan prasarana sungai; d. penyelenggaraan kegiatan konservasi sungai; dan e. penyelenggaraan kegiatan pengembangan sungai.

Pasal 63 (1) Kegiatan pengaturan dan pengalokasian air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a meliputi kegiatan pembuatan laporan : a. penggunaan/pengambilan air sungai; b. pembuatan kurva debit banjir yang akan digunakan untuk pedoman pengoperasian prasarana pengelolaan banjir; 38

c. pengoperasian pintu pengambilan; d. pengoperasian prasarana banjir; dan e. pemakaian tenaga (operator, mekanik, pembantu), bahan dan peralatan. (2) Setiap pelaksanaan kegiatan pengaturan dan pengalokasian air sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam laporan pelaksanaan kegiatan.

Pasal 64 (1) Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan untuk pencegahan kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b, meliputi kegiatan: a. pengecekan keadaan dan fungsi serta manfaat papan-papan larangan, papan pengaturan, patok-patok batas, papan

peringatan dan perangkat pengaman lainnya; b. pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan yang tertuang dalam gambar terbangun (as built drawing),dan disertai dengan keterangan pada bagian pekerjaan di lokasi yang telah

dilaksanakan; c. pelaksanaan penggunaan jumlah tenaga, bahan, peralatan dan pengaturan regu kerja serta rincian biaya yang telah digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dan

perbaikannya; dan d. pembuatan tentang catatan dalam pelaksanaan pekerjaan dan jaminan mutu tentang kualitas pekerjaan. (2) Setiap pelaksanaan kegiatan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam laporan pelaksanaan kegiatan.

39

Pasal 65 (1) Pelaksanaan kegiatan perbaikan terhadap kerusakan prasarana sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf c, meliputi kegiatan: a. pelaksanaan kegiatan perbaikan terhadap kerusakan prasarana sungai yang tertuang dalam gambar terbangun (as built drawing), dan disertai dengan keterangan pada bagian pekerjaan dilokasi yang telah dilaksanakan; b. pelaksanaan penggunaan jumlah tenaga, bahan, peralatan dan pengaturan regu kerja serta rincian biaya yang telah digunakan dalam pelaksanaan kegiatan perbaikan terhadap kerusakan prasarana sungai; c. pembuatan catatan dalam pelaksanaan pekerjaan dan jaminan mutu tentang kualitas pekerjaan; dan d. dalam hal pekerjaan dilaksanakan oleh kontraktor, agar disusun kegiatan pelaksanaan pekerjaan pemborongan yang meliputi: pembuatan catatan harian, mingguan, bulanan, triwulan yang meliputi penggunaan tenaga, bahan dan peralatan serta progres pekerjaan. pembuatan catatan pekerjaan selesai yang disertai dengan laporan progres pekerjaan 100% (seratus persen) dan gambar terbangun (as built drawing). (2) Setiap pelaksanaan kegiatan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam laporan pelaksanaan kegiatan.

Pasal 66 (1) Pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan konservasi sungai

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf d, meliputi kegiatan : a. pengambilan komoditas tambang di sungai sesuai dengan persyaratan : lokasi pengambilan; volume pengambilan; 40

kedalaman, lebar dan panjang pengambilan; peralatan yang digunakan; kualitas lingkungan (pencemaran air, kerapian bekas

galian); dan pemulihan tempat kerja.

b. pelaksanaan kegiatan pemeliharaan perlindungan sungai yang tertuang dalam gambar terbangun (as built drawing) dan disertai dengan keterangan pada bagian pekerjaan di lokasi yang telah dilaksanakan; c. pengecekan tentang kondisi dan pemanfaatn sempadan sungai, dataran banjir dan danau paparan banjir, serta laporan keadaan, fungsi dan manfaat patok batas garis sempadan; d. pelaksanaan penggunaan jumlah tenaga, bahan, peralatan dan pengaturan regu kerja serta rincian biaya yang telah digunakan dalam pelaksanaan; e. pembuatan catatan tentang keberadaan, fungsi dan manfaat papan-papan larangan di tempat larangan pembuangan sampai ke sungai; f. pembuatan catatan ketersediaan aliran pemeliharaan di setiap hilir bangunan pengambilan air sungai; dan g. pembuatan catatan tentang pelaksanaan ruas restorasi sungai. (2) Setiap pelaksanaan kegiatan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam laporan pelaksanaan kegiatan.

Pasal 67 (1) Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan terkait dalam rangka

penyelenggaraan kegiatan pengembangan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf e, meliputi kegiatan: a. pelaksanaan dan pengaruh pembatasan pemanfaatan sungai yang meliputi: pencemaran sungai; dan

41

ada/tidaknya gangguan aliran sungai dan/atau keruntuhan tebing sungai

b. penggunaan air sungai dan pembatasan penggunaannya bagi seluruh pengguna air sungai; c. pembuatan catatan ada/tidaknya pembuangan air limbah dan sampah ke sungai; d. pelaksanaan perbaikan dan/atau pemeliharaan tebing dan/atau dasar sungai yang meliputi: penggunaan jumlah tenaga, bahan, peralatan dan

pengaturan regu kerja serta rincian biaya yang telah digunakan dalam pelaksanaan; dan pembuatan catatan harian, mingguan, bulanan, triwulan dan progress pekerjaan serta gambar terbangun (as built drawing). (2) Setiap pelaksanaan kegiatan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam laporan pelaksanaan kegiatan.

Bagian Keempat Pengendalian Pelaksanaan Pasal 68 (1) Pengendalian pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf c, dilakukan untuk pelaksanaan kegiatanyang dilaksanakan sendiri secara

swakelola, dikontrakkan serta pekerjaan yang dilaksanakan oleh Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota, instansi terkait, badan usaha dan

masyarakat. (2) Pengendalian pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan: a. pengendalian mutu; b. pengawasan; c. laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan; dan d. laporan pekerjaan selesai. 42

Pasal 69 Pengendalian mutu sebagaimana dimaksud pada Pasal 68 ayat (2) huruf a dimulai sejak persiapan sampai pekerjaan selesai dan meliputi pengendalian terhadap : a. bahan; b. peralatan ; c. metoda; d. tenaga; dan e. pendanaan.

Pasal 70 (1) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan: a. pengawasan harian; b. pengawasan berkala; c. pengendalian kualitas (quality control) pekerjaan. (2) Pengawasan harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh pertugas pengawas yang setiap waktu berada dilokasi pekerjaan. (3) Pengawasan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan secara berkala dan/atau pada waktu tertentu, dan dilakukan oleh tim pengawas yang terdiri dari unsur pengelola sumber daya air diwilayah yang bersangkutan dan/atau dinas pemerintah daerah terkait, instansi terkait serta dapat mengikut sertakan masyarakat. (4) Pengendalian kualitas (quality control) pekerjaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dengan: a. pengendalian pelaksanaan; tenaga, bahan dan peralatan serta biaya

43

b. pengendalian mutu kualitas hasil pekerjaan, dengan melakukan test kualitas, bahan dan bangunan yang telah dikerjakan; dan c. pengendalian kekuatan bangunan, dengan melakukan evaluasi kekuatan bangunan yang dilaksanakan.

Pasal 71 (1) Pembuatan laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf c, meliputi: a. laporan harian, mingguan dan bulanan; b. laporan penggunaan bahan, peralatan, tenaga dan keuangan untuk pekerjaan swakelola; c. laporan realisasi pekerjaan yang dikontrakkan; dan d. laporan tahunan. (2) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan mencakup: a. jenis dan volume pekerjaan; b. rencana dan realisasi fisik serta keuangan; c. nilai bobot dalam % (persen), yaitu biaya dibagi volume yang telah dilaksanakan; d. kemajuan pekerjaan fisik, dalam bentuk grafik volume pekerjaan dan waktu pelaksanaan; dan e. nilai tertimbang dalam % (persen), yaitu bobot kemajuan biaya serta kinerja fisik. (3) Laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh pelaksana kegiatan dan disampaikan kepada pengelola sumber daya air diwilayah sungai yang bersangkutan dan/atau dinas provinsi/kabupaten/kota serta instansi terkait sebagai penanggung jawab pekerjaan. laporan pemantauan dan evaluasi bulanan, yang

44

Pasal 72 (1) Laporan pekerjaan selesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf d, meliputi a. laporan pekerjaan selesai; dan b. gambar terbangun (as built drawing). (2) Laporan pekerjaan selesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi kegiatan : a. pemakaian tenaga kerja; b. pemakaian bahan; c. pemakaian peralatan; d. keuangan yang digunakan; e. volume masing-masing jenis bangunan; f. waktu pelaksanaan; g. kualitas hasil pekerjaan; dan h. catatan selama waktu pelaksanaan pekerjaan. (3) Gambar terbangun (as built drawing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. situasi bangunan lengkap; b. potongan memanjang bangunan; c. potongan melintang bangunan; dan d. keterangan/ catatan terhadap bagian bangunan yang dikerjakan.

Bagian Kelima Rekomendasi Teknis

Pasal 73 (1) Rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf d, meliputi: a. pelaksanaan konstruksi pada ruang sungai; b. pelaksanaan konstruksi yang mengubah aliran dan/atau alur sungai; c. pemanfaatan bantaran dan sempadan sungai; 45

d. pemanfaatan bekas sungai; e. pemanfaatan air sungai selain untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada; f. pemanfaatan sungai sebagai penyedia tenaga air; g. pemanfaatan sungai sebagai prasarana transportasi; h. pemanfaatan sungai di kawasan hutan; i. j. pembuangan air limbah ke sungai; pengambilan komoditas tambang di sungai;

k. pemanfaatan sungai untuk perikanan menggunakan karamba atau jaring apung; l. usulan efisiensi pemakaian air sungai;

m. pengoperasian bangunan sungai yang tidak dikelola oleh pengelola sumber daya air di wilayah sungai; n. perubahan sistem operasi bangunan akibat rehabilitasi atau penggantian bangunan; o. pemanfaatan dataran banjir ; dan p. alokasi air sungai; (2) Rekomendasi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh pengelola sumber daya air di wilayah sungai yang bersangkutan dan disampaikan kepada pejabat berwenang.

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI Bagian Kesatu Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan

Pasal 74 (1) Pemantauan evaluasi kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai, meliputi: a. pemantauan dan evaluasi terhadap fungsi, kinerja dan manfaat dari setiap prasarana sungai dan/atau masing-masing setiap hasil kegiatan operasi dan pemeliharaan; 46

b. pemantauan dan evaluasi terhadap sistem sungai; dan c. evaluasi keberhasilan kegiatan operasi dan pemeliharaan. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan yang dilaksanakan sendiri secara swakelola, dikontrakkan, maupun untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh dinas provinsi/kabupaten/kota, instansi terkait, badan usaha dan masyarakat.

Bagian Kedua Pemantauan dan Evaluasi Setiap Prasarana Sungai

Pasal 75 (1) Pemantauan dan evaluasi dari setiap prasarana sungai dan/atau masing-masing hasil kegiatan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a meliputi fungsi, kinerja dan manfaat serta dalam kondisi apabila ada penyesuaian terhadap sistem operasi prasarana sungai. (2) Pemantauan dan evaluasi yang meliputi fungsi, kinerja dan manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk menyusun rencana kegiatan penyempurnaan selanjutnya. (3) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh petugas lapangan sebagai bagian dari kegiatan inspeksi rutin di wilayah kerjanya setiap 15 (lima belas) hari sekali. Bagian Ketiga Pemantauan dan Evaluasi Terhadap Sistem Sungai

Pasal 76 (1) Pemantauan dan evaluasi terhadap sistem sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b, dimaksudkan untuk menilai keberhasilan dan dampak yang diakibatkan oleh sistem prasarana sungai yang ada terhadap sistem sungainya.

47

(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. dampak prasarana sungai terhadap ruas sungai di tempat prasarana sungai itu sendiri; b. dampak prasarana sungai terhadap ruas sungai sekitarnya, antara lain pengaruh perubahan arus sungai yang terjadi sehingga tebing sungai di bagian lainnya menjadi longsor; dan c. dampak kegiatan perbaikan/atau pemeliharaan terhadap sistem sungai secara keseluruhan, antara lain pengerukan alur sungai yang dapat menyebabkan degradasi/atau agradasi. (3) Kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap sistem sungai

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Tim Penelusuran Sungai yang beranggotakan dari unsur-unsur pengelola sumber daya air di wilayah yang bersangkutan dan/atau mengikut sertakan unsur dinas terkait dari pemerintah daerah, instansi terkait dan badan usaha terkait. Bagian Keempat Evaluasi Keberhasilan Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan

Pasal 77 (1) Evaluasi keberhasilan kegiatan operasi dan pemeliharaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c, dimaksudkan untuk menilai keberhasilan dari kegiatan operasi dan pemeliharaan yang telah dikerjakan. (2) Evaluasi keberhasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. terpenuhinya keberadaan prasarana sungai sesuai dengan fungsi, kinerja dan manfaatnya; b. terpenuhinya fungsi, kinerja dan manfaat sungai; c. terjaganya kondisi sungai serta prasarana sungai; d. biaya operasi dan pemeliharaan menjadi lebih efisien; dan e. tercapainya umur efektif bangunan.

48

BAB VII PENGOPERASIAN BANGUNAN PENGELOLAAN BANJIR Bagian Kesatu Umum

Pasal 78 Pengoperasian bangunan pengelolaan banjir merupakan kegiatan yang dilakukan pada saat prabanjir dan pada saat kejadian banjir, yang meliputi: a. pemantauan debit banjir; b. pengoperasian bangunan pengelolaan banjir; dan c. pembuatan laporan peringatan dini bahaya banjir.

Bagian Kedua Pemantauan debit banjir

Pasal 79 (1) Pemantauan debit banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, dilaksanakan pada setiap bangunan pengelolaan banjir, dan dimaksudkan untuk memantau setiap perubahan debit banjir; (2) Pemantauan setiap perubahan debit banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan sebagai pedoman pengoperasian pintu dan/ atau bangunan pengelolaan banjir untuk kegiatan; a. pengaturan debit banjir; dan b. peringatan dini bahaya banjir.

49

Bagian Ketiga Pengoperasian bangunan pengelolaan banjir

Pasal 80 (1) Pengoperasian bangunan pengelolaan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf b, dilaksanakan mengikuti perubahan ketinggian muka air banjir seperti yang telah pengoperasian oleh pejabat berwenang. (2) Sistem pengoperasian bangunan pengelolaan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan ketentuan : a. kapan harus dilakukan pengoperasian pintu dan/atau bangunan pengelolaan banjir; dan b. kapan harus dilakukan penutupan pintu dan/atau pemberhentian pengoperasian bangunan pengelolaan banjir. (3) Dalam hal terjadi kondisi muka air banjir dan/ atau debit banjir sudah masuk dalam kategori bahaya, harus segera dilaporkan kepada pejabat berwenang dan instansi terkait penanggulangan bencana. ditetapkan dalam sistem

Bagian Keempat Pembuatan Laporan Peringatan Dini Bahaya Banjir

Pasal 81 (1) Pembuatan laporan peringatan dini bahaya banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf c, meliputi kegiatan : a. pembuatan laporan di lokasi pengamatan banjir; dan b. pembuatan laporan di lokasi yang diperhitungkan terancam banjir. (2) Pembuatan laporan dilokasi pengamatan banjir, sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi kegiatan : a. melakukan pencatatan dan mengevaluasi data curah hujan dari seluruh stasiun curah hujan di daerah aliran sungai; b. menghitung/ atau melakukan kontrol terhadap batas terendah tinggi curah hujan yang dapat menimbulkan banjir; 50

c. menghitung besaran debit banjir yang diperkirakan akan terjadi, dan waktu yang akan diperkirakan untuk mencapai debit banjir puncak; d. membaca dan menghitung besaran debit banjir atas dasar tinggi muka air yang terjadi di papan pos duga muka air, sesuai dengan kurva debit yang ada; e. besaran debit banjir yang terjadi, sebagai koreksi atas debit banjir yang dihasilkan dari data curah hujan; dan f. melaporkan besaran dan kecenderungan debit banjir yang terjadi secara berkala kepada pejabat berwenang dan instansi terkait. (3) Pembuatan laporan di lokasi yang diperhitungkan terancam banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi kegiatan : a. menghitung debit banjir sesuai dengan tinggi muka air yang terjadi di papan pos duga muka air dan kurva debit yang ada; b. mencatat waktu perjalanan puncak banjir (tp) dari lokasi

pengamatan banjir sampai lokasi yang akan diperhitungkan terancam banjir; dan c. melaporkan besaran dan kecenderungan debit banjir yang terjadi secara berkala kepada pejabat yang berwenang dan instansi terkait.

51

BAB VIII PENDANAAN Bagian Kesatu Umum

Pasal 82 Pendanaan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta

pemeliharaan sungai meliputi : a. penyusunan pendanaan; dan b. sumber dana.

Bagian Kedua Penyusunan Pendanaan

Pasal 83 (1) Penyusunan pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf a disusun berdasarkan prioritas dengan urutan : a. pengamanan jiwa manusia dan harta benda masyarakat; b. mencegah potensi kerusakan yang lebih parah dan/atau

pemeliharaan darurat; c. pengamanan objek vital; d. berhubungan dengan kesehatan dan kebutuhan pokok manusia; e. pemeliharaan preventif; f. pemeliharaan korektif; g. pemeliharaan berat; h. rehabilitasi atau rekonstruksi; i. j. penghijauan dan rehabilitasi, konservasi tanah; pemetaan daerah rawan bencana; dan

k. perencanaan dan pengendalian penggunaan lahan. (2) Biaya operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai ditetapkan berdasarkan angka kebutuhan nyata operasi dan pemeliharaan (AKNOP). 52

Bagian Ketiga Sumber Dana

Pasal 84 (1) Sumber dana untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf b berasal dari : a. anggaran Pemerintah; b. anggaran pemerintah daerah ; c. anggaran swasta; d. anggaran swadaya masyarakat; e. hasil penerimaan dari biaya jasa pengelolaan sumber

daya air; dan f. penyertaan pembiayaan operasi dan pemeliharaan antara instansi yang berwenang dengan pemilik kepentingan. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, instansi pengelola terkait dan setiap pengelola prasarana sungai diwajibkan mengalokasikan pendanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta

pemeliharaan sungai sesuai dengan tugas dan tanggung jawab pengelolaannya.

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 85 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan lain yang mengatur mengenai tata cara operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai selama tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dinyatakan masih berlaku.

53

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 86 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Peraturan Menteri ini untuk disebarluaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk diketahui dan dilaksanakan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal .. ............... 2011 MENTERI PEKERJAAN UMUM,

DJOKO KIRMANTO

54

You might also like