You are on page 1of 13

JURNAL READING

PREVENTION OF POSTOPERATIVE ENDOPHTHALMITIS A REVIEW OF ANTISEPTIC AND ANTIBIOTICS REGIMEN

Oleh : RIFKI 01.203.4660

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2013

PENCEGAHAN ENDOPHTHALMITIS PASCAOPERASI, KAJIAN REJIMEN ANTISEPTIK DAN ANTIBIOTIK Kianti Darusman, MD, Sudarman Sjamsoe, MD Abstrak Tujuan: Untuk menyajikan beberapa prinsip pengobatan profilaksis dan tinjauan pada literatur yang membahas tentang jenis prosedur profilaksis yang paling efektif di era operasi katarak tanpa jahitan. Metode: tinjauan literatur yang dilakukan pada penelitian yang diterbitkan antara Januari 1985 sampai Maret 2006. Hasil: Dua belas jurnal yang meninjau antibiotik profilaksis dan 4 jurnal yang meninjau metode antisepsis dimasukkan literatur review ini. Kesimpulan: Prosedur profilaksis yang paling efektif untuk endophthalmitis pascaoperasi pada operasi katarak tanpa jahitan meliputi irigasi povidone-iodine 5% sebelum operasi, cefuroxime 1 mg/0.1 mL intracameral pada akhir operasi dan tetes mata levofloxacin 0,5%. Kata kunci: antisepsis, antibiotik profilaksis, operasi katarak, pascaoperasi endophyhalmitis. Untuk para praktisi mata, endhophthalmitis adalah serupa dengan seseorang yang tinggal di rumah kayu di daerah badai. Ketika badai menghantam rumah kayu tersebut, badai itu hanya menghancurkan. Dalam analogi ini, kita semua mengakui bahwa operasi mata yang dilakukan adalah seperti memiliki rumah kayu di tepi air. Kesediaan dokter mata untuk melakukan operasi untuk membantu orang lain telah selamanya dikaitkan dengan potensi destruktif endhophthalmitis.1 Selama empat dekade terakhir, operasi katarak telah melalui perbaikan teknis yang luar biasa, dengan penyederhanaan perawatan pascaoperasi dan konsekuensi pemulihan visual yang lebih cepat.2 Meskipun operasi katarak biasanya berhasil memulihkan penglihatan dan kemajuan teknis telah

meningkatkan kemanjuran prosedur, operasi tersebut juga bertanggung jawab pada kehilangan penglihatan yang permanen dan signifikan akibat infeksi endophthalmitis parah pasca operasi di 0,1% pasien. Endophthalmitis adalah komplikasi yang jarang terjadi, namun merupakan komplikasi serius dari operasi intraokular, yang diklasifikasikan menjadi empat kategori besar: 1) pasca operasi (onset akut, onset tertunda, terkait lepuh); 2) pasca-trauma; 3) endogen, dan 4) lain-lain (misalnya keratitis mikroba sekunder).4

Endophthalmitis pascaoperasi (Postoperative endophthalmitis = POE) didefinisikan sebagai peradangan berat yang melibatkan kedua segmen anterior dan posterior mata sekunder terhadap agen infeksi. Pasien biasanya menyajikan penglihatan yang berkurang atau kabur, sakit mata, hiperemia konjungtiva, lid swelling dan hypopion.1,5 Komplikasi POE bisa berbahaya. Sekalipun terapi telah tepat, POE menghasilkan kehilangan penglihatan berat setidaknya pada 30% pasien, dan ablasi retina pada 8-10% pasien.2 Di negara-negara barat, POE paling banyak disebabkan oleh koagulasi Staphylococcus negatif (umumnya

Staphylococcus epidermidis), tetapi hasil penghilatan yang lemah berhubungan dengan patogen virulen, termasuk Staphylococcus aureus, Streptococcus, enterococci dan organisme Gram-negatif.6 Tidak ada data yang diterbitkan tentang kejadian POE di Indonesia tetapi dalam studi berbasis rumah sakit yang dilakukan oleh Sjamsoe (2002), kejadian POE adalah 0,1-0,14% di dua rumah sakit tersier besar (Jakarta Eye Center dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Insiden 0,1% diterjemahkan secara kasar menjadi 2.500 kasus tambahan endophthalmitis per tahun. Masalah ini mengawali banyak penelitian untuk melakukan dan mempublikasikan studi untuk membantu menilai praktek saat ini yang dapat mempengaruhi tingkat kejadian dan hasil ensophthalmitis.7 Meskipun kejadian endophthalmitis pascaoperasi di era modern ini rendah, endophthalmitis pascaoperasi masih merupakan masalah yang harus

diperhitungkan. Meningkatnya popularitas insisi pembersihan kornea di atas limbus dan insisi scleral di kalangan ahli bedah katarak telah menghasilkan kontrol intraoperatif yang lebih besar, penurunan waktu bedah, penyederhanaan perawatan pascaoperasi, reduksi induksi Astigmatisma, dan pemulihan

penglihatan yang lebih cepat. Sayangnya, hal ini menyebabkan angka endophthalmitis yang lebih tinggi hingga 0,68%.2 Insisi tanpa jahitan pada kornea temporal menyebabkan hipotonus okular yang lebih singkat setelah operasi, memungkinkan insisi kornea untuk menjadi cacat dengan mudah. Bersamaan dengan tingkat berkedip yang dapat menjadi penyebab flora okular normal penyebab POE.8, 9

Kerugian visual, penurunan produktivitas, beban psikologis, dan biaya kesehatan untuk mengobati entitas ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat dalam komunitas ophthalmologic. Peran profilaksis pada operasi katarak adalah untuk mencegah endophthalmitis pascaoperasi. Meskipun frekuensi operasi katarak tinggi, belum ada studi definitif mengenai profilaksis antibiotik terhadap endophthalmitis setelah operasi katarak.7 Kebanyakan laporan mengenai tingkat endophthalmitis dan pencegahannya didasarkan pada

pengalaman lembaga individu atau kelompok ahli bedah dan dibatasi dengan ukuran sampel yang kecil, sehingga membuat perbandingan dan validitas statistik data menjadi sulit. Salah satu hal terpenting dalam mencegah endophthalmitis pasca katarak adalah dengan teknik antisepsis yang tepat dan metode administrasi antibiotik. Oleh karena itu, tujuan dari literatur review ini adalah menginvestigasi literatur oftalmologi dilakukan untuk mengetahui bagaimana prosedur terbaik untuk mencegah POE di era operasi katarak tanpa jahitan? Tujuan dari literatur review ini adalah untuk menyajikan beberapa prinsip pengobatan profilaksis dan review literatur yang membahas jenis prosedur profilaksis yang paling efektif pada era operasi katarak tanpa jahitan.

BAHAN DAN METODE Literatur ini merupakan tinjauan perspektif yang dilakukan berdasarkan temuan terbitan studi terbaru tentang endophthalmitis pascaoperasi. Untuk mendapatkan potensi kajian yang relevan dan desain yang memenuhi, pencarian literatur dilakukan melalui internet menggunakan MEDLINE (tersedia pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed) pencarian ini dibatasi pada studi yang diterbitkan antara Januari 1985 sampai Maret 2006, dengan kata kunci: antisepsis, antibiotik profilaksis, operasi katarak, endophthalmitis post operasi. Kriteria inklusi untuk literatur review ini meliputi semua studi yang ditulis dalam bahasa Inggris, studi yang meneliti pada kasus manusia, artikel yang melaporkan tingkat endophthalmitis setelah operasi katarak, terbatas pada fakoemulsifikasi dan jenis antibiotik, dosis dan rute administrasi, atau setidaknya

salah satu dari hal di atas. Hasil utama dari kajian ini adalah tingkat endophthalmitis. Hasil sekunder dari kajian ini adalah untuk menilai penggunaan antibiotik dan antisepsis yang mengurangi sebagian besar flora bakteri normal. Abstrak dari penelitian yang diterbitkan dikumpulkan dan dipilih sesuai dengan kriteria inklusi. Versi teks lengkap dalam bahasa Inggris dari artikel yang diperoleh untuk studi yang sesuai. Jurnal yang memenuhi kriteria inklusi dinilai sesuai dengan tingkat bukti. Tingkat bukti didasarkan pada desain penelitian dan kualitas metodologis studi. Bukti tingkat I dinilai sebagai dilakukan dengan benar, yang dirancang baik dengan uji klinis acak, meta-analisis, review sistematis berkualitas tinggi, uji klinis acak dengan risiko bias yang sangat rendah. Bukti tingkat 2 dinilai sebagai studi yang dirancang dengan baik, percobaan terkontrol tanpa randomisasi, atau kohort yang dirancang dengan baik serta studi analitik kasus-kontrol, lebih disukai berasal dari lebih satu pusat. Bukti tingkat 3 dinilai sebagai penelitian non-analitik seperti studi deskriptif, laporan kasus atau serial kasus dan studi survei. Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Data meliputi penulis, tahun terbit, desain penelitian, jumlah subjek, pilihan antibiotik, rute administrasi dan mikroorganisme yang paling umum ditemukan.

HASIL Enam belas jurnal yang diterbitkan antara 1985-2006 sesuai dengan kriteria inklusi dan dikaji. Penelitian oleh Wu, et al17 merupakan studi retrospektif yang dilakukan antara 1991-2004, melaporkan tentang jenis antibiotik yang digunakan, rute administrasi dan tingkat endophthalmitis, tetapi dosis yang diberikan tidak dilaporkan. Demikian halnya pada studi oleh Morlet, et.al.18 'Alasan untuk tidak menyatakan dosis karena studi tersebut merupakan studi survei. Penelitian oleh Ta, et al.11 yang membandingkan penggunaan ofloksasin tidak menilai kejadian endophthalmitis, tetapi menunjukkan persentase kultur positif yang diambil dari swab konjungtiva segera setelah operasi.

Hanya lima jurnal yang mengevaluasi organisme paling umum penyebab POE. Penyebab yang paling sering pada studi adalah koagulase Staphylococcus negatif (S. epidermidis dan S. aureus). Ferguson, et.al.22 membandingkan efektivitas dari Povidone-iodine 5% dengan povidone-iodine 1% dan mengakibatkan berkurangnya flora yang signifikan. Mino de Kaspar, et.al23 membandingkan Povidone-iodine konsentrasi yang sama dengan dua metode aplikasi yang berbeda dan menghasilkan perbedaan kultur konjungtiva positif yang signifikan. Tabel 5 yang dikutip dari studi retrospektif, noncomparative, serial kasus konsekutif oleh Benz et al.26 di Bascom Palmer Eye Institute menemukan bahwa organisme yang paling umum diidentifikasi adalah Staphylococcus epidermidis (27,8%), Streptococcus viridans (12,8%), dan lainnya koagulase Staphylococcus negatif (9,3%) serta Staphylococcus aureus (7,7%). Sensitivitas antibiotik untuk organisme Gram-positif adalah sebagai berikut: vankomisin 100%, gentamisin 78,4%, ciprofloxacin 68,3%, cefazolin 66,8% dan ceftazidime 63,6%. Untuk organisme Gram-negatif, profil sensitivitas siprofloksasin 94,2%, cefltazielirne 80%, amikasin 81%, anti gentamisin 75%.26

PEMBAHASAN Endophthalmitis adalah jarang namun infleksi intraokular serius yang terjadi paling sering sebagai komplikasi operasi intraokular dan sering menyebabkan gangguan penglihatan berat atau bahkan hilangnya penglihatan. Oleh karena itu, berbagai metode telah digunakan untuk mencegah kejadian POE, terutama di era dimana insisi kornea self-sealing atau juga yang paling populer dikenal sebagai operasi katarak tanpa jahitan. Penghapusan lensa melalui insisi kornea jelas pada sisi temporal pertama kali diperkenalkan oleh Howard Fine pada tahun 1992, dan sejak itu, ada peningkatan popularitas pendekatan ini diantara ahli bedah katarak di seluruh Amerika Serikat, Eropa dan Asia.2 Pendekatan ini menghasilkan intraoperatif kontrol yang lebih besar, penurunan waktu bedah, penyederhanaan perawatan pascaoperasi, reduksi induksi Astigmatisma, dan pemulihan

penglihatan yang lebih cepat. Namun, laporan terakhir menunjukkan peningkatan

kejadian POE bertepatan dengan pendekatan ini, dengan insisi kornea temporal yang memberikan risiko POE yang lebih besar.27 Salah satu teori menunjukkan bahwa okular hypotony yang lama setelah operasi memungkinkan insisi kornea menjadi cacat dengan mudah, menginduksi kebocoran luka dengan hypotony lebih lanjut dan gradien tekanan resultan dari luar yang masuk jalur ini dapat menyediakan jalan masuk bagi bakteri untuk mencemari ruang anterior. Juga, di era dimana anestesi topikal hanya digunakan selama operasi katarak, kelopak mata lebih sulit untuk mengontrol. Kedipan kelopak mata, yang bersamaan dengan hypotony membuat flora okular normal lebih mudah mencemari ruang anterior.8, 9

Peran antisepsis Diyakini bahwa sumber paling umum dari bakteri penyebab endophthalmitis adalah kelopak mata dan conjunctiva.28 Menghilangkan bakteri pada konjungtiva pada saat operasi dapat mengurangi risiko pengembangan endophthalmitis. Speaker dan Menikoff29 melaporkan penurunan kejadian endophthalmitis yang signifikan pada pasien yang diobati dengan povidone-iodine sebelum operasi. Povidone-iodine telah terbukti efektif terhadap berbagai bakteri dan juga efektif terhadap jamur, protozoa dan virus.6 Povidone hidrofilik dan bertindak sebagai pembawa yodium untuk membran sel. Setelah kompleks povidone-iodine mencapai dinding sel, yodium bebas yang dirilis dengan cepat bersifat sitotoksik, membunuh sel prokariotik dalam waktu 10 detik.22 Sejumlah penelitian telah mendukung hipotesis bahwa sumber yang paling umum dari POE adalah flora eksternal pasien. Mengingat gagasan ini, sterilisasi bidang telah menjadi prioritas dalam tindakan pencegahan. Studi yang dilakukan menunjukkan efikasi bakterisidal topikal povidone-iodine pada permukaan okular. Povidone-iodine juga telah terbukti aktif terhadap jamur, protozoa, dan virus. Pada awal 1990-an, penggunaan povidone-yodium topikal pada konjungtiva pra operasi dan preparasi kelopak mata mendapatkan popularitas menyusul demonstrasi dalam mengurangi risiko POE. Sebuah literatur terbaru yang direview oleh Ciulla, et.al.6 memperkuat bukti ini.

Sebuah studi prospektif tersamar oleh Apt, et.al.24 pada 30 pasien yang menjalani operasi mata menunjukkan bahwa setengah-kekuatan larutan povidoneiodine menurunkan jumlah koloni terisolasi dari konjungtiva dari 91% menjadi 50%, mencapai signifikansi statistik dibandingkan dengan mata kontrol. Kemampuan sediaan povidone-iodine untuk mengurangi konjungtiva flora telah dikonfirmasi dalam beberapa studi lain. Sebagai contoh, setengah-kekuatan sediaan povidone-iodine untuk mengurangi kultur bakteri konjungtiva hingga 40% dalam penelitian Isenberg, et al.25 Ferguson, et.al
22

membandingkan konsentrasi povidone-iodine 1% dan 5%.

Hasil penelitian ini sangat mendukung penggunaan konsentrasi 5% di mana kultur bakteri yang diperoleh menunjukkan penurunan 60% pada median unit pembentukan koloni pada kelompok 5%, dan 16,7% pada kelompok 1%. Mino de Kaspar, et.al
23

menunjukkan bahwa irigasi konjungtiva sebelum

operasi dengan povidone-iodine 5% lebih efektif dalam menghilangkan bakteri dari permukaan okular dari aplikasi topikal dari 2 tetes larutan yang sama. Hasil dari kultur media cair darah menunjukkan bahwa mata dalam kelompok studi yang diirigasi dengan 10 mL povidone-iodine 5% memiliki kultur positif secara signifikan lebih sedikit pada saat operasi dibandingkan dengan mata pada kelompok kontrol yang menerima 2 tetes larutan yang sama. Konjungtiva di forniks memiliki banyak kriptus dalam yang lebih efektif setelah irigasi mekanik dari 2 tetes aplikasi povidone-iodine pada konjungtiva bulbar. Dalam semua studi antibiotik terakhir, penggunaan povidone-iodine 5% sama untuk semua studi.

Jenis Antibiotik, dosis dan rute administrasi Selain peran antisepsis, kemampuan berbagai jenis antiobiotik yang paling efektif, dosis dan rute administrasi untuk mencegah POE telah dilakukan di sebagian besar studi. Berbagai rute penggunaan antibiotik telah dicoba dalam rejimen profilaksis pada operasi katarak. Dari artikel yang ditinjau dalam bab 3, dan diterima secara luas bahwa endophthalmitis pascaoperasi dapat dikurangi dengan penggunaan antibiotik prophylactyic.

Cephalosporin Keberhasilan injeksi bolus profilaksis ke ruang anterior telah diterbitkan pada tahun 1977 oleh Peyman, et al, yang ditemukan efektif tapi dilupakan hingga tahun 2002 ketika Montan, et.al. menerbitkan laporan mereka tentang kemanjuran intracameral cefuroxime.13 Dalam ulasan ini, insiden terendah endhophthalmitis ditemukan dalam studi oleh Barry, et al.10 yang dilakukan di beberapa negara di Eropa. Penelitian ini menggunakan cefuroxime 1 mg / 0,1 ml yang diberikan secara intrakameral pada akhir operasi katarak. Estimasi terbaik dari ukuran efek penelitian adalah bahwa penggunaan cefuroxime intracameral secara signifikan mengurangi risiko sekitar seperlima dari nilai yang diamati tanpa profilaksis ketika diikuti dengan praktek bedah terbaik untuk kesehatan. Penurunan 5 kali lipat pada kejadian endophthalmitis ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Montan, et al21 di Swedia dalam penelitian observasional retrospektif jangka panjang tak terkontrol. Pemilihan cefuroxime didasarkan pada spektrum etiologi kasus endophthalmitis setelah operasi katarak mereka sebelumnya. Dari 59 strain penyebab, hanya 4 strain yang resisten terhadap cefuroxime. Hal ini sebagian dijelaskan oleh kurangnya kolonisasi oleh methicillin-resistant Staphylococcus aureus dan koagulase staphylococcus negatif dalam pengaturan pasien mereka. Wejde, et al12 juga menunjukkan dalam studi kasus-kontrol retrospektif di satu pusat mereka bahwa hasil paling mencolok dari analisis regresi logistik manajeman perlindungan terhadap POE dapat dilakukan dengan pemberian suntikan intracameral cefuroxime segera pasca operasi. Temuan yang paling relevan dari penelitian ini adalah efek perlindungan mengesankan terhadap infeksi yang dihasilkan oleh cefuroxime dibandingkan dengan disinfektan topikal dan karena itu disarankan untuk dilakukan pada studi percobaan prospektif acak. Romero, et al13 dalam studi observasional retrospektif tak terkontrol tentang penggunaan cefazolin intracameral. Menemukan bahwa tingkat POE lebih rendah pada kasus dengan injeksi intracameral pada akhir operasi (0,055%) dibandingkan pada pasien tanpa injeksi cefazolin (0,63%). Tidak ada pasien dalam kelompok cefazolin intracameral mengembangkan endotelium kornea atau toksisitas retina. Pemilihan cefazolin, sebagai chepalosporin generasi pertama, didasarkan pada

hasil kultur bakteri sejak tahun 1994, ketika catatan tentang adanya endophthalmitis pascaoperasi dilembagakan. Mereka percaya bahwa cefazolin memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas terhadap koagulasi bakteri Grampositif-negatif. Dalam kedua studi, isolat yang paling sering adalah koagulase Staphylococcus-negatif. Dalam sebuah penelitian retrospektif selama tiga tahun yang dilakukan oleh Garat, et.al16, cefazolin juga digunakan secara intracameral. Perbedaan dengan penelitian oleh Romero dkk adalah dosis yang diberikan 2,5 mg/0.1 mL. Dalam studi ini, penurunan signifikan secara statistik pada kejadian POE dari 0.421% menjadi 0,031% diamati setelah pemberian profilaksis intracameral cefazolin pada akhir operasi katarak. Tidak ada modifikasi dalam struktur ruang bedah, di sirkuit pasien, atau bahan yang diterapkan dapat menjelaskan pengurangan tersebut. Oleh karena itu, menurut pendapat kami, meskipun keterbatasan karena kurangnya pengacakan, hasil ini sangat menyarankan bahwa pengurangan itu disebabkan oleh penggunaan cefazolin intracameral pasca operasi.16 Dalam laporan sebelumnya, cefazolin tidak menunjukkan toksisitas kornea pada dosis 1 mg atau 2 mg, dan dosis toksisitas ditemukan ketika diberikan dosis injeksi cefazolin 5 mg atau lebihdalam volume ruang anterior 0,3 ml.13, sehingga konsentrasi akhir cefazolin di ruang anterior dari 8000 ig / mL. Dosis ini sebagian melampaui konsentrasi hambat minimum (MIC) bagi mikroorganisme yang rentan terhadap cefazolin dan bahkan bagi mereka yang biasanya dianggap tidak rentan terhadap cefazolin (bakteri Gram positif atau Gram negatif).13 Aminoglikosida Penggunaan gentamisin secara subconjunctiva pada akhir operasi katarak digunakan di Rumah Sakit Chang Gung Memorial di Taiwan. Dalam penelitian studi ini Wu, et.al.17 melakukan review selama 14 tahun secara retrospektif untuk meninjau kejadian POE dalam semua operasi intraokular (penetrasi keratoplasy, operasi katarak, implantasi IOL sekunder, glaucoma operasi dan pars plana virectomy. Insiden POE , 46 (82%) kasus terjadi setelah prosedur operasi katarak termasuk ECCE (0,13%) dan fakoemulsifikasi (0,35%). Selama periode penelitian ini, teknik bedah katarak beralih dari ECCE ke fakoemulsifikasi di lembaga ini.

Oleh karena itu, ada kurva studi yang lebih baru, teknik fakoemulsifikasi yang lebih kompleks yang mungkin menjelaskan insiden POE yang lebih tinggi pada pasien yang menerima fakoemulsifikasi. Penjelasan lain dalam penelitian ini, adalah sebagian besar kasus tidak meninggalkan jahitan. Inokulum infektif dapat dimasukkan ke ruang anterior sebagai akibat tekanan yang diterapkan secara eksternal, terutama dari pergerakan kelopak mata.17 Dalam sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh Morlet, et.al18, kejadian POE sebesar 0,11%. Antibiotik subconjunctival yang paling umum adalah gentamisin, diberikan pada akhir operasi oleh 75% dokter mata. Penggunaan antibiotik subconjunctival lebih sering berada pada pasien yang mengembangkan POE. Hampir setengah dari responden dari survei di Selandia Baru dan Australia secara rutin memberikan suntikan antibiotik subconjunctival.19 Antibiotik cephalosporin dan aminoglikosida merupakan antibiotik dominan yang diberikan sebagai injeksi subconjunctival.19 Hal tersebut menyebabkan terjadinya

kontaminasi ruang anterior oleh organisme, dan ahli bedah berharap untuk menghilangkan bakteri dengan suntikan antibiotik subconjuctival. Dalam serial kasus secara prospektif yang dilakukan oleh Wong, et.al.14, tingkat rata-rata POE sebesar 0,076% ditemukan dari 25.476 operasi katarak. 20 mg gentamisin dan 2 mg injeksi deksametason diberikan secara subconjunctival pada akhir operasi, dengan tambahan 50 mg injeksi cefazolin subconjunctival. Ini adalah prosedur standar di Singapore National Eye Centre. Epidemiologi klinis endophthalmitis akut setelah operasi katarak pada pasien di Asia konsisten dengan data yang dilaporkan di tempat lain di Kaukasia. Sekitar 60% dari kasus ini akibat kultur positif, konsisten dengan 67% kultur positif dalam Studi Vitrektomi Endophthalmitis. Koagulase stafilokokus -negatif merupakan isolat paling umum. Fluoroquinoless Jensen, et.al15 melakukan studi retrospektif, cross-sectional tentang endophthalmitis dengan membandingkan antibiotik quinolenes. Penelitian ini terdiri dari 9079 pasien yang menjalani fakoemulsifikasi, di mana 4538 pasien menerima siprofloksasin topikal 0,3% dan 4541 menerima topikal ofloksasin 0,3% empat kali sehari selama satu minggu. Tingkat POE adalah 0.286%, di mana

10

85% dari dari pasien menerima ciprofloxacin. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang ada di antara antibiotik kuinolon dapat mempengaruhi kejadian endophthalmitis. Potensi penjelasan untuk perbedaan dalam tingkat endophthalmitis terkait dengan antibiotik mungkin karena konsentrasi yang dicapai dalam bilik anterior. Penetrasi obat ke dalam kornea dan ruang anterior setelah pemberian topikal juga dapat menjadi pertimbangan penting. Konsentrasi ofloksasin dan ciprofloxacin intraokular pada mata mencerminkan sifat pharmacodynarnic dan farmakokinetik masing-masing. Ciprofloxacin memiliki pH 4,5 dan akan mengendap bila sering digunakan. Ofloksasin, dengan pH 6,4, adalah lebih dekat ke pH netral film air mata dan tidak mengendap dalam cairan mata dan jaringan. Selain itu, karena sifat lipofilik nya, ofloksasin mampu dengan mudah menembus epitel kornea. Penggunaan ofloksasin untuk antibiotik profilaksis juga dievaluasi oleh Ta, et.al . Perbandingan antara topikal ofloksasin 0,3% yang diteteskan 1 jam sebelum operasi dalam tiga kali sehari sebelum operasi. Kultur konjungtiva merupakan hasil ukuran utama. Empat puluh dua persen dari mata yang menerima ofloksasin 1 jam sebelum operasi memiliki kultur konjungtiva positif, sedangkan mereka yang menerima 3 hari sebelum operasi hanya 19% yang positif. Mekanisme aksi fluroquinolones adalah penghambatan girase DNA bakteri. Tidak seperti antiseptik, antibiotik tidak membunuh bakteri dalam hitungan detik saat kontak, melainkan memerlukan jangka waktu yang lama. Hal ini dapat diterima karena memberikan antibiotik topikal 1 jam sebelum operasi tidak memungkinkan waktu eksposur yang memadai untuk mengurangi jumlah bakteri. Generasi ketiga fluroquinolone, levofloxacin diberikan perioperatif untuk 3428 pasien dalam studi oleh Barry et.al10. Dosis yang diberikan adalah 0,5% diberikan 5 kali 1 jam sebelum operasi. Keputusan itu diambil karena levofloxacin diserap dengan baik ke ruang anterior dan telah meningkatkan aktivitas antibakteri dibandingkan dengan ciprofloxacin dan ofloxacin.3 Sayangnya dalam penelitian ini, penggunaan levofloxacin perioperatif bersamaan dengan cefuroxime intracameral tidak signifikan secara statistik dalam mengurangi kejadian POE.
11

11

Levofloxacin 0,5% pasca operasi diberikan sebagai ukuran pelindung tambahan 4 kali sehari selama 6 hari. Lain Haapala, et al30 melakukan penelitian retrospektif di Finlandia dari 19872000 dimana penyebab paling sering POE adalah bakteri Gram-positif (S.epidermidis dan S. aureus). Sejak tahun 1995, 25 mg vankomisin dalam 500 mL larutan garam basal digunakan sebagai profilaksis intraoperatif. Insiden POE adalah 0,16%. Namun, penggunaan vankomisin tampaknya tidak memiliki peran penting dalam mengurangi frekuensi POE. Mengingat hasil dari Studi vitrectomy Endophthalmitis (EVS) dimana bakteri Gram-positif, termasuk Staphylococcus aureus resisten methicillin (MRSA) adalah 100% sensitif terhadap vankomisin. Tapi, mengingat peningkatan perlawanan pada profilaksis mata, pernyataan bersama dari American Academy of Ophthalmology dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mendorong pencadangan vankomisin untuk infeksi serius, terutama untuk pengobatan methicillin-resistant Staphylococcus aureus, bukan untuk dibandingkan, bukan untuk penggunaan rutin prophylaxis.7,10 Prosedur profilaksis yang paling efektif untuk POE dalam operasi katarak tanpa jahitan meliputi irigasi povidone-iodine 5%sebelum operasi, cerufoxime 1 mg/0.1 mL intracameral pada akhir operasi dan tetes mata levofloxacin 0,5%. Protokol ini memberikan tingkat endophthalmitis terkecil dalam literatur review ini.

12

You might also like