You are on page 1of 19

Louis XIV dari Perancis

Lukisan Louis XIV dari Perancis oleh Hyacinthe Rigaud (1701) Louis XIV (bahasa Perancis: Louis-Dieudonn; lahir 5 September 1638 meninggal 1 September 1715 pada umur 76 tahun) adalah raja Perancis dan Navarre yang dinobatkan pada 14 Mei 1643 dalam usia lima tahun. Ia baru mulai berkuasa penuh sejak wafatnya menteri utamanya (Perancis: Premier Ministre), Jules Cardinal Mazarin pada tahun 1661. Louis XIV dijuluki juga sebagai Raja Matahari (Perancis: Le Roi Soleil) atau Louis yang Agung (Perancis: Louis le Grand, atau Le Grand Monarque). Ia memerintah Perancis selama 72 tahun, masa kekuasaan terlama monarki di Perancis dan Eropa. Louis XIV meningkatkan kekuasaan Perancis di Eropa melalui tiga peperangan besar: Perang Perancis-Belanda (bahasa Inggris: 'Franco-Dutch War'), Perang Aliansi Besar (Inggris: War of the Grand Alliance), dan Perang Suksesi Spanyol (Inggris: War of the Spanish Succession) antara 1701 - 1714. Louis XIV berhasil menerapkan absolutisme dan negara terpusat. Ungkapan "L'tat, c'est moi" ("Negara adalah saya") sering dianggap berasal dari dirinya, walaupun ahli sejarah berpendapat hal ini tak tepat dan kemungkinan besar ditiupkan oleh lawan politiknya sebagai perwujudan stereotipe absolutisme yang dia anut. Seorang penulis Perancis, Louis de Rouvroy, bahkan mengaku bahwa ia mendengar Louis XIV berkata sebelum ajalnya: "Je m'en vais, mais l'tat demeurera toujours" ("saya akan pergi, tapi negara akan tetap ada").

Louis XIV (Louis-Dieudonn de France) menjadi Raja Perancis pada usia 4 tahun. Hal ini terjadi karena ayahnya, Louis XIII, meninggal dunia. Namun tentu saja, pada usia tersebut, Louis XIV belum bisa berkuasa penuh. Ia baru bisa memegang kendali utama negara pada usia 23 tahun (tahun 1661), ketika menteri utamanya wafat. Selama hidupnya, Louis XIV dijuluki Le Roi Soleil (Raja Matahari), Louis le Grand, dan Le Grand Monarque (Louis yang Agung). Ia bisa meningkatkan kekuasaan Perancis di Eropa melalui tiga peperangan besar: Perang Inggris versus Belanda (1672-1678), Perang Aliansi Besar (1688-1697), dan Perang Suksesi Spanyol (1701-1714). Prinsip pemerintah Louis XIV adalah kekuasaan terpusat (absolut). Konon, ungkapan "L'tat, c'est moi" ("Negara adalah saya") berasal dari dirinya. Louis XIV meninggal pada 1 September 1715 di Istana Versailles karena gangren (luka yang terinfeksi, disertai dengan kematian jaringan tubuh), beberapa hari sebelum berulang tahun ke77. Seorang penulis Perancis, Louis de Rouvroy, mengaku mendengar Louis XIV berkata, "Je m'en vais, mais l'tat demeurera toujours," ("Saya akan pergi, tapi negara akan tetap ada") sebelum meninggal.

Kalau dihitung-hitung, selama hidupnya, Louis XIV memerintah negaranya selama 72 tahun, 3 bulan, dan 18 hari. Inilah masa kekuasaan terlama yang pernah dipegang oleh sebuah pemimpin negara monarki di Eropa.

BIOGRAFI
Lahir pada tanggal 5 September 1638 dari pasangan Louis XIII dan Anne of Austria setelah menanti selama 22 tahun. Menjadi pewaris tahta kerajaan pada usia 4 tahun 8 bulan yaitu pada tanggal 14 Mei 1643. Masa pemerintahan Louis XIV adalah pemerintahan terlama sepanjang sejarah Eropa yaitu 72 tahun dari tahun 1643 1715. Louis XIV memerintah secara monarki absolut dengan semboyan Ltat, cest moi Louis XIV menikahi putri raja Philippe IV, Marie Thrse (sesuai perjanjian perdamaian Pyrne tahun 1695). Louis XIV wafat 1 September pada tahun 1715 saat berusia 77 tahun.

Masa Pemerintahan
Awal pemerintahan (1643-1661) didominasi oleh Kardinal Mazarin Pertengahan (1661-1685) Louis memerintah sesuai dengan kehendaknya dan menerapkan metode-metode baru sesuai dengan ketentuan monarki absolut Akhir Pemerintahan (1685-1715) Timbul banyak permasalahan Metode-metode baru yang diterapkan Louis XIV Pertemuan pemerintahan yang dilaksanakan setiap minggu Menetapkan 4 menteri utama dalam bidang keuangan, pertahanan, pekerjaan umum, dan kelautan Menteri-menteri dipilih berdasarkan kemampuan, bukan keturunan Les intendants ditunjuk oleh Louis XIV untuk memerintah 36 generalits

Louis XIV memindahkan pusat pemerintahan dari Paris ke Versailles karena: Louis XIV merasa tidak aman di Paris Banyak pemberontakan di dalam istana di Paris yang membuat dia tidak suka dan trauma dengan kota itu Masa kejayaan Di bawah kekuasaan Louis XIV: Prancis lebih dihargai di mata dunia Prancis menjadi lebih modern dengan sistem pemerintahan yang efektif Prancis menerapkan dan mempraktikan teori-teori politik Masa keemasan bagi kebudayaan Prancis Versailles Louis XIII membangun Versailles sebagai tempat singgah untuk berburu yang kemudian diperbesar menjadi pusat pemerintahan oleh Louis XIV. Kastil ini kemudian menjadi tempat tinggal sejak abad ke-18, dalam kekuasaan Louis XV dan Louis XVI. Keluarga kerajaan dan pemerintahan memutuskan keluar dari Versailles pada tanggal 6 Oktober 1789. Hari-hari pertama revolusi Prancis tahun 1837, Louis Philippe membuat kastil tersebut menjadi museum yang menggambarkan masa-masa kejayaan dalam sejarah Prancis. Louis XIII membangun Versailles sebagai tempat singgah untuk berburu yang kemudian diperbesar menjadi pusat pemerintahan oleh Louis XIV. Kastil ini kemudian menjadi tempat tinggal sejak abad ke-18, dalam kekuasaan Louis XV dan Louis XVI. Keluarga kerajaan dan pemerintahan memutuskan keluar dari Versailles pada tanggal 6 Oktober 1789. Hari-hari pertama revolusi Prancis tahun 1837, Louis Philippe membuat kastil tersebut menjadi museum yang menggambarkan masa-masa kejayaan dalam sejarah Prancis. Fontainebleau Kastil yang merupakan gambaran tingkah-tingkah arogan dari keberagaman raja yang pernah berkuasa sehingga meyebabkan bentuk bangunan yang berbeda setiap dibangun.

Fontainebleau awalnya sebuah hutan yang diharapkan untuk dijadikan lokasi tempat tinggal dengan didirikan benteng. Pada tahun 1137 menjadi tempat tinggal kerajaan. Saint louis ingin mendirikan sebuah biara. Isabeau of Bavaria, Istri dari Raja Charles VI (1380-1422) mendirikan konstruksi penting untuk Fontainebleau pada saat itu, sebuah menara utama berbentuk persegi dengan dikelilingi empat menara kecil. Francois I, ketika kembali dari tempat pengasingan di Spanyol, mengambil alih pembangunan istana, setelah tahun 1527, Dia tetap mempertahankan bangunan asli yang menggunakan model abad pertengahan, tetapi dia menambah ruangan-ruangan, galeri, kanal, dan taman dengan gaya Renaissance. Dalam masa perang agama, istana mewah yang dipenuhi dengan karya seni ini menjadi tempat idaman. Henri IV menetapkan istana ini sebagai tempat tinggal favoritnya. Louis XIII lebih senang tinggal di Saint-Germain, dan Anne of Austria menata kembali Fontainebleau dengan mempekerjakan Simon Vouet untuk membuat dekorasinya. Louis XIV menetap di Saint-Germain sebelum menjalankan pemerintahannya di Versailles, kemudian ke Marly. Louis XV mempekerjakan arsitek kerajaan, Gabriel, dan pelukis seperti Boucher dan Van Loo Napoleon mengambil barang-barang yang ada di Fontainebleau untuk dipindahkan ke Bourbons dan membuat Bourbons menjadi tempat tinggal yang layak. Louis-Philippe memutuskan untuk kembali ke Versailles, tetapi dia tetap membangun Fontainebleau. Selama masa kerajaan kedua, tempat tinggal kerajaan di chteau de Compigne, tetapi pembangunan Fontainebleau tetap berlangsung dan sebuah teater yang menarik pun dibangun. Pembangunan ini merupakan pembangunan Fontainebleau yang terakhir. Dengan jatuhnya Napoleon III, era kerajaan dan penataan Fontainebleau berakhir.

Rothschild : Revolusi Perancis


Dinasti Rothschild dari awal berdirinya hingga hari ini terus menancapkan pengaruhnya ke seluruh dunia. Isu terbaru muncul di Indonesia sendiri, beberapa minggu lalu salah seorang anggota keluarga Rothschild, Nathaniel Rothschild berhasil melakukan deal dengan salah satu perusahaan milik Aburizal Bakrie perihal kesepakatan bekerjasama bisnis batubara. Namun perihal bergabungnya Rothschild dengan Bakrie akan dibahas dalam artikel selanjutnya. Pada tahun 1773 bisa disebut salah satu tonggak awal penyebaran pengaruh Yahudi secara massif ke seluruh dunia, meskipun sebelum tahun tersebut Yahudi sudah menggencarkan pengaruhnya, namun karena peran Rothschild, perencanaan penguasaan dunia dianggap lebih terencana dan terstruktur dengan cukup baik. Pada suatu malam di tahun 1773, Mayer Rothschild mengundang 12 orang Yahudi yang cukup terpandang dan memiliki jabatan ke kediamannya di Judenstrasse, Frankfurt. Malam itu mereka membahas mengenai rencana konspirasi selanjutnya terhadap Inggris dan Perancis. Rencana terhadap Inggris sudah dijalankan sebagian hanya tinggal beberapa aspek perlu dipercepat agar masyarakat tidak memiliki banyak waktu untuk berpikir bahwa mereka sedang dikendalikan. Namun menu utama pertemuan malam itu adalah rencana mengobarkan Revolusi Perancis sebagai bagian dari konspirasi mereka. Selain itu pada malam yang sama, Mayer Rothschild sempat membacakan rancangan 24 butir grand strategi menguasai dunia yang dikenal sebagai Protocols of Learned Elder Zion, dan dikemudian hari disahkan tahun 1897 setelah sebelumnya pernah diperbaharui oleh penggagas Zionisme, Theodore Hertzl pada kongres Zionisme internasional pertama di Bassel, Swiss.

Memang pada saat-saat tersebut, keadaan sosial masyarakat Perancis sebagaimana situasi sosial negara-negara Eropa lainnya tengah ideal sebagai arena dikobarkannya sebuah revolusi. Perekonomian yang lesu, utang menumpuk, pengangguran membanjir karena lapangan pekerjaan yang nyaris langka, industri yang macet karena minimnya modal dan ancaman kelaparan terus menghantui rakyat Perancis. Peran Rothschild dan para bankir Yahudi memang cukup besar. Merekalah yang terus memberikan pinjaman hutang hingga akhirnya perekonomian mereka nyaris lumpuh akibat beban hutang yang ada. Seorang penulis asal Skotlandia dalam novelnya yang berjudul Life of Napoleon, Sir Walter Scott mengatakan, mereka menguasai sebagian stok emas dan perak dunia hingga mampu membuat seluruh Eropa menjadi debitur mereka, khususnya Perancis. Adapun Sir Walter Scott juga menjelaskan situasi menjelang revolusi nyaris seperti bangsa Indonesia pada rezim sekarang, dia menyebutkan :

Para pejabat keuangan yang sengaja membuat bangkrut negara itu mendapat perlakuan istimewa dari para bankir yang memenuhi nafsu tamak mereka dengan satu tangan dan kehancuran di tangan lainnya. Dengan terus menerusnya pemberian hutang berbunga serta berbagai hak-hak penjaminnya, seluruh keuangan negara Perancis terjerumus kedalam kehancuran. Keadaan yang sama bila mengingat satu nama, Sri Mulyani yang mendapat beberapa perlakuan dan penghargaan istimewa dari IMF : pernah menjadi menteri keuangan terbaik Asia Tenggara dan terakhir dijadikan salah satu Executive Director IMF sekaligus diamankan dari cengkraman pengadilan atas kasus Bank Century yang dilakukannya. Tentu disamping itu peran organisasi rahasia semacam Illuminati dan Freemasonry juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Adam Weishaupt, setelah dipilih oleh Mayer Rothschild dalam pertemuan tahun 1773 untuk memuluskan rencana revolusi, mendirikan Illuminati tahun 1782 di kota yang sama, Franfurt, Jerman. Dan atas bantuan Freemasonry, Illuminati berhasil menginfiltrasi masyarakat Perancis. Beberapa bulan sebelum revolusi meletus, ada kurang lebih 2000 loji (klub freemason) di seluruh Perancis dengan anggota lebih dari 100.000 orang. Merekalah sebetulnya penggerak dan kekuatan utama mencanangkan revolusi meski sebagian besra dari mereka tidak mengetahui untuk apa mereka ada di klub tersebut. Namun melalui corong media yang dikuasainya, para penggagas revolusi baik yang berada dalam perkumpulan Freemason, Illuminati ataupun masyarakat biasa, terus menghembuskan berbagai slogan dan motto yang muluk-muluk untuk merubah nasib mereka, sekaligus menjelek-jelekkan dan melemparkan semua kesalahan kepada orang-orang kaya, bangswan dan pemerintah, sehingga otomatis rakyat secara luas membenci pemerintah mereka sendiri. Sebagai langkah nyata adalah penggerakan opini kebencian masyarakat terhadap Ratu Maria Antoniete sebagai bagian konspirasi. Skenario awal adalah pemesanan sebuah kalung berlian senilai 250.000 poundsterling atas nama Ratu. Tentu saja dengan keadaan ekonomi dan sosial yang sangat terpuruk, datangnya berita tersebut amat menyakiti hati rakyat Perancis. Agar masyarakat semakin membenci ratu, direncakan skenario konspirasi selanjutnya. Sepucuk surat yang ditulis atas nama ratu dikirimkan kepada Cardinal Prince de Rohan. Dalam surat kaleng tersebut tertulis ratu ingin bertemu di Palais Royal untuk meminta nasehat perihal masalah kalung tersebut. Di lokasi pertemuan, seorang pelacur yang memang wajah dan dandanannya mirip dengan ratu telah menunggu sang kardinal. Tentunya karena banyaknya wartawan, pertemuan itu tersebar luas ke seluruh negeri dan semakin membuat ratu tersudut yang pada akhirnya mengantarkan nyawanya di tangan sang algojo ketika revolusi mencapai titik puncaknya dan tidak lagi terkendali. Slogan maut yang dikumandangkan para konspirator tentunya adalah : Liberte, Fraternite dan Egalite (Kemerdekaan, Persaudaraan dan Persamaan). Slogan yang sungguh sangat diamini nyaris seluruh rakyat Perancis di seantero negeri. Seakan terbius, mereka rela mengorbankan tenaga, waktu dan materi untuk memenuhi slogan tersebut sekali lagi agar nasib mereka berubah lebih baik. Namun tiga slogan tersebut sesungguhnya hanya ilusi belaka dan bahkan orang-orang Yahudi pun sama sekali tidak mengamalkan baik itu kebebasan, persaudaraan dan persamaan yang berlebihan diantara sesamanya.

Dan tibalah hari yang ditunggu-tunggu konspirator dan Rothschild khususnya. 14 Juli 1789, ribuan massa bergerak menuju penjara Bastille. Penjara tersebut dibakar dan para narapidana bebas berkeliaran dimana-mana dan seperti di Indonesia 1998 lalu, kerusuhan dan penjarahan merebak di seantero Perancis. Penyerbuan penjara Bastille menandai dimulainya revolusi Perancis yang hari-hari selanjutnya berkembang tanpa bisa diduga. Yang pada akhirnya membawa Raja Louis XVI dan Ratu Maria Antoinete pada pisau gulotine yang memancung kepala mereka. Salah satu tokoh penggerak revolusi tersebut, yang juga seorang anggota Freemason, Marquis de Mirabeau yang pada awalnya didukung para konspirator, akhirnya dijadikan buruan untuk dieksekusi. Khawatir persekongkolan tingkat tinggi yang dilakukan freemason dan illuminati, mereka mengupayakan pengadikan terhadapnya. Namun karena berulang kali menemui kegagalan, akhirnya mereka berhasil meracuni Mirabeau dan sebagaimana kelicikan dan kelihaian siasat Yahudi, kematiannya dibuat agar terkesan sebuah peristiwa bunuh diri. Paska kematian Mirabeau, pemerintahan Perancis seolah lumpuh karena dipimpin oleh orang-orang yang bisa disebut orang gila, penyembah berhala, illuminati, penuh teror dan setiap hari banyak saja nyawa rakyat yang melayang sia-sia. Munculah nama Danton dan Robespierre yang sebelumnya terkenal sebagai algojo pemenggal kepala orang-orang yang dianggap tidak sejalan ide revolusi, yang akhirnya mereka diangkat sebagai pemimpin penggerak revolusi. Namun tidak lama kemudian, sepeti pendahulunya, merekapun harus meregang nyawa akibat dibunuh para konspirator. Hal ini memang adalah salah satu bagian Protokol Zion pasal 15 : Kita akan membunuh para anggota Mason dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak ada seorang pun yang mencurigai pembunuhan itu. Ayat selanjutnya berbicara, Pada tahap ini kita akan melanjutkan pembunuhan terhadap anggota Mason goyim (non-Yahudi) yang mengetahui terlalu banyak. Namun sehari sebelum Robespierre dieksekusi, dia sempat berpidato yang isinya membeberkan kenyataan sesungguhnya yang terjadi dibalik penggerakan opini masyarakat yang berujung meletusnya revolusi, inilah kira-kira isi pidato singkatnya : Sebetulnya aku tidak berani menyebutkan siapa dan dimana mereka saat ini, aku juga tidak kuasa membuka tirai misteri yang menutupi jatidiri kelompok ini. Namun yang pasti aku ingin meyakinkan kalian semua, aku percaya sepenuhnya, bahwa dibalik bergeraknya dan diantara penggerak revolusi ini ada kaki tangan yang diperalat dan melakukan penyuapan besar-besaran untuk menghancurkan negeri yang tercinta ini. Robespierre adalah anggota Freemason yang diberi kesempatan untuk mengetahui lebih banyak dari yang seharusnya, dinilai telah bertindak terlalu jauh oleh petinggi konspirator. Menurut mereka Robespierre harus dibunuh dan kepadanya diberikan tuduhan yang dibuat-buat sebagai pemulus pengiriman dia ke arena eksekusi.

Revolusi Perancis
Revolusi Perancis adalah masa dalam sejarah Perancis antara tahun 1789 dan 1799 di mana para demokrat dan pendukung republikanisme menjatuhkan monarki absolut di Perancis dan memaksa Gereja Katolik Roma menjalani restrukturisasi yang radikal. Meski Perancis kemudian akan berganti sistem antara republik, kekaisaran, dan monarki selama 1 bulan setelah Republik Pertama Perancis jatuh dalam kudeta yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte, revolusi ini dengan jelas mengakhiri ancien rgime (bahasa Indonesia: Rezim Lama; merujuk kepada kekuasaan dinasti seperti Valois dan Bourbon) dan menjadi lebih penting daripada revolusi-revolusi berikutnya yang terjadi di Perancis.

Penyebab
Banyak faktor yang menyebabkan revolusi ini. Salah satu di antaranya adalah karena sikap orde yang lama terlalu kaku dalam menghadapi dunia yang berubah. Penyebab lainnya adalah karena ambisi yang berkembang dan dipengaruhi oleh ide Pencerahan dari kaum borjuis, kaum petani, para buruh, dan individu dari semua kelas yang merasa disakiti. Sementara revolusi berlangsung dan kekuasaan beralih dari monarki ke badan legislatif, kepentingan-kepentingan yang berbenturan dari kelompok-kelompok yang semula bersekutu ini kemudian menjadi sumber konflik dan pertumpahan darah. Sebab-sebab Revolusi Perancis mencakup hal-hal di bawah ini:

Kemarahan terhadap absolutisme kerajaan. Kemarahan terhadap sistem seigneurialisme di kalangan kaum petani, para buruh, dansampai batas tertentukaum borjuis. Bangkitnya gagasan-gagasan Pencerahan Utang nasional yang tidak terkendali, yang disebabkan dan diperparah oleh sistem pajak yang tak seimbang. Situasi ekonomi yang buruk, sebagian disebabkan oleh keterlibatan Perancis dan bantuan terhadap Revolusi Amerika. Kelangkaan makanan di bulan-bulan menjelang revolusi. Kemarahan terhadap hak-hak istimewa kaum bangsawan dan dominasi dalam kehidupan publik oleh kelas profesional yang ambisius. Kebencian terhadap intoleransi agama. Kegagalan Louis XVI untuk menangani gejala-gejala ini secara efektif.

Aktivitas proto-revolusioner bermula ketika raja Perancis Louis XVI (memerintah 1774-1792) menghadapi krisis dana kerajaan. Keluarga raja Perancis, yang secara keuangan sama dengan negara Perancis, memiliki utang yang besar. Selama pemerintahan Louis XV (1715-1774) dan Louis XVI sejumlah menteri, termasuk Turgot (Pengawas Keuangan Umum 1774-1776) dan Jacques Necker (Direktur-Jenderal Keuangan 1777-1781), mengusulkan sistem perpajakan Perancis yang lebih seragam, namun gagal. Langkah-langkah itu mendapatkan tantangan terusmenerus dari parlement (pengadilan hukum), yang didominasi oleh "Para Bangsawan", yang

menganggap diri mereka sebagai pengawal nasional melawan pemerintahan yang sewenangwenang, dan juga dari fraksi-fraksi pengadilan. Akibatnya, kedua menteri itu akhirnya diberhentikan. Charles Alexandre de Calonne, yang menjadi Pengawas Umum Keuangan pada 1783, mengembangkan strategi pengeluaran yang terbuka sebagai cara untuk meyakinkan calon kreditur tentang kepercayaan dan stabilitas keuangan Perancis. Namun, setelah Callone melakukan peninjauan yang mendalam terhadap situasi keuangan Perancis, menetapkan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan, dan karenanya ia mengusulkan pajak tanah yang seragam sebagai cara untuk memperbaiki keuangan Perancis dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, dia berharap bahwa dukungan dari Dewan Kaum Terkemuka yang dipilih raja akan mengemalikan kepercayaan akan keuangan Perancis, dan dapat memberikan pinjaman hingga pajak tanah mulai memberikan hasilnya dan memungkinkan pembayaran kembali dari utang tersebut. Meskipun Callone meyakinkan raja akan pentingnya pembaharuannya, Dewan Kaum Terkemuka menolak untuk mendukung kebijakannya, dan berkeras bahwa hanya lembaga yang betul-betul representatif, seyogyanya Estates-General (wakil-wakil berbagai golongan) Kerajaan, dapat menyetujui pajak baru. Raja, yang melihat bahwa Callone akan menjapada masalah baginya, memecatnya dan menggantikannya dengan tienne Charles de Lomnie de Brienne, Uskup Agung Toulouse, yang merupakan pemimpin oposisi di Dewan. Brienne sekarang mengadopsi pembaruan menyeluruh, memberikan berbagai hak sipil (termasuk kebebasan beribadah kepada kaum Protestan), dan menjanjikan pembentukan Etats-Gnraux dalam lima tahun, tetapi ssementara itu juga mencoba melanjutkan rencana Calonne. Ketika langkah-langkah ini ditentang di Parlement Paris (sebagian karena Raja tidak bijaksana), Brienne mulai menyerang, mencoba membubarkan seluruh "parlement" dan mengumpulkan pajak baru tanpa peduli terhadap mereka. Ini menyebabkan bangkitnya perlawanan massal di banyak bagian di Perancis, termasuk "Day of the Tiles" yang terkenal di Grenoble. Yang lebih penting lagi, kekacauan di seluruh Perancis meyakinkan para kreditor jangka-pendek. Keuangan Prancis sangat tergantung pada mereka untuk mempertahankan kegiatannya sehari-hari untuk menarik pinjaman mereka, menyebabkan negara hampir bangkrut, dan memaksa Louis dan Brienne untuk menyerah. Raja setuju pada 8 Agustus 1788 untuk mengumpulkan Estates-General pada Mei 1789 untuk pertama kalinya sejak 1614. Brienne mengundurkan diri pada 25 Agustus 1788, dan Necker kembali bertanggung jawab atas keuangan nasional. Dia menggunakan posisinya bukan untuk mengusulkan langkah-langkah pembaruan yang baru, melainkan untuk menyiapkan pertemuan wakil-wakil nasional.

Sejarah
Etats-Gnraux 1789 Untuk penjelasan lebih terinci mengenai peristiwa-peristiwa pada 8 Agustus 1788- 17 Juni 1789, lihat Etats-Gnraux 1789.

Pembentukan Etats-Gnraux menyebabkan berkembangnya keprihatinan pada pihak oposisi bahwa pemerintah akan berusaha seenaknya membentuk sebuah Dewan sesuai keinginannya. Untuk menghindarinya, Parlement Paris, setelah kembali ke kota dengan kemenangan,

mengumumkan bahwa Etats-Gnraux harus dibentuk sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam pertemuan sebelumnya. Meskipun kelihatannya para politikus tidak memahami "ketentuan-ketentuan 1614" ketika mereka membuat keputusan ini, hal ini membangkitkan kehebohan. Estates 1614 terdiri dari jumlah wakil yang sama dari setiap kelompok dan pemberian suara dilakukan menurut urutan, yaitu Kelompok Pertama (para rohaniwan), Kelompok Kedua (para bangsawan), dan Kelompok Ketiga (lain-lain), masingmasing mendapatkan satu suara. Segera setelah itu, "Komite Tiga Puluh", sebuah badan yang terdiri atas penduduk Paris yang liberal, mulai melakukan agitasi melawannya, menuntut agar Kelompok Ketiga digandakan dan pemungutan suara dilakukan per kepala (seperti yang telah dilakukan dalam berbagai dewan perwakilan daerah). Necker, yang berbicara untuk pemerintah, mengakui lebih jauh bahwa Kelompok Ketiga harus digandakan, tetapi masalah pemungutan suara per kepala harus diserahkan kepada pertemuan Etats sendiri. Namun kemarahan yang dihasilkan oleh pertikaian itu tetap mendalam, dan pamflet-pamflet, seperti tulisan Abb Sieys Apakah Kelompok Ketiga itu? yang berpendapat bahwa ordo-ordo yang memiliki hak-hak istimewa adalah parasit, dan Kelompok Ketiga adalah bangsa itu sendiri, membuat kemarahan itu tetap bertahan. Ketika Etats-Gnraux bertemu di Versailles pada 5 Mei 1789, pidato-pidato panjang oleh Necker dan Lamoignon, yang bertugas menyimpan meterai, tidak banyak membantu untuk memberikan bimbingan kepada para wakil, yang dikembalikan ke tempat-tempat pertemuan terpisah untuk membuktikan kredensi para panggotanya. Pertanyaan tentang apakah pemilihan suara akhirnya akan dilakukan per kepala atau diambil dari setiap orde sekali lagi disingkirkan untuk sementara waktu, namun Kelompok Ketiga kini menuntut agar pembuktian kredensi itu sendiri harus dilakukan sebagai kelompok. Namun, perundingan-perundingan dengan kelompokkelompok lain untuk mencapai hal ini tidak berhasil, karena kebanyakan rohaniwan dan kaum bangsawan tetap mendukung pemungutan suara yang diwakili oleh setiap orde.
Majelis Nasional Untuk gambaran lebih jelas tentang peristiwa 17 Juni - 9 Juli 1789, lihat Majelis Nasional (Revolusi).

Pada tanggal 28 Mei 1789, Romo Sieys memindahkan Estate Ketiga itu, kini bertemu sebagai Communes (bahasa Indonesia: "Majelis Perwakilan Rendah"), memulai pembuktian kekuasaannya sendiri dan mengundang 2 estate lainnya untuk ambil bagian, namun bukan untuk menunggu mereka. Mereka memulai untuk berbuat demikian, menyelesaikan proses itu pada tanggal 17 Juni. Lalu mereka mengusulkan langkah yang jauh lebih radikal, menyatakan diri sebagai Majelis Nasional, majelis yang bukan dari estate namun dari "rakyat". Mereka mengundang golongan lain untuk bergabung dengan mereka, namun kemudian nampak jelas bahwa mereka cenderung memimpin urusan luar negeri dengan atau tanpa mereka. Louis XVI menutup Salle des tats di mana majelis itu bertemu. Majelis itu memindahkan pertemuan ke lapangan tenis raja, di mana mereka mereka mulai mengucapkan Sumpah Lapangan Tenis (20 Juni 1789), di mana mereka setuju untuk tidak berpisah hingga bisa memberikan sebuah konstitusi untuk Perancis. Mayoritas perwakilan dari pendeta segera bergabung dengan mereka, begitupun 57 anggota bangsawan. Dari tanggal 27 Juni kumpulan kerajaan telah menyerah pada lahirnya, meski militer mulai tiba dalam jumlah besar di sekeliling

Paris dan Versailles. Pesan dukungan untuk majelis itu mengalir dari Paris dan kota lainnya di Perancis. Pada tanggal 9 Juli, majelis itu disusun kembali sebagai Majelis Konstituante Nasional.
Majelis Konstituante Nasional Kemerdekaan Memimpin Rakyat (La libert guidant le peuple). Serbuan ke Bastille Untuk diskusi lebih jelas, lihat Penyerbuan ke Bastille.

Pada tanggal 11 Juli 1789, Raja Louis, yang bertindak di bawah pengaruh bangsawan konservatif dari dewan kakus umumnya, begitupun permaisurinya Marie Antoinette, dan saudaranya Comte d'Artois, membuang menteri reformis Necker dan merekonstruksi kementerian secara keseluruhan. Kebanyakan rakyat Paris, yang mengira inilah mulainya kup kerajaan, turut ke huru-hara terbuka. Beberapa anggota militer bergabung dengan khalayak; lainnya tetap netral. Pada tanggal 14 Juli 1789, setelah pertempuran 4 jam, massa menduduki penjara Bastille, membunuh gubernur, Marquis Bernard de Launay, dan beberapa pengawalnya. Walaupun orang Paris hanya membebaskan 7 tahanan; 4 pemalsu, 2 orang gila, dan seorang penjahat seks yang berbahaya, Bastille menjadi simbol potensial bagi segala sesuatu yang dibenci pada masa ancien rgime. Kembali ke Htel de Ville (balai kota), massa mendakwa prvt des marchands (seperti walikota) Jacques de Flesselles atas pengkhianatan; pembunuhan terhadapnya terjadi dalam perjalanan ke sebuah pengadilan pura-pura di Palais Royal. Raja dan pendukung militernya mundur turun, setidaknya sejak beberapa waktu yang lalu. Lafayette menerima komando Garda Nasional di Paris; Jean-Sylvain Bailly, presiden Majelis Nasional pada masa Sumpah Lapangan Tenis, menjadi walikota di bawah struktur baru pemerintahan yang dikenal sebagai commune. Raja mengunjungi Paris, di mana, pada tanggal 27 Juli, ia menerima kokade triwarna, begitupun pekikan vive la Nation "Hidup Negara" diubah menjadi vive le Roi "Hidup Raja". Namun, setelah kekacauan ini, para bangsawan, yang sedikit terjamin oleh rekonsiliasi antara raja dan rakyat yang nyata dan, seperti yang terbukti, sementara, mulai pergi dari negeri itu sebagai migr, beberapa dari mereka mulai merencanakan perang saudara di kerajaan itu dan menghasut koalisi Eropa menghadapi Perancis. Necker, yang dipanggil kembali ke jabatannya, mendapatkan kemenangan yang tak berlangsung lama. Sebagai seorang pemodal yang cerdik namun bukan politikus yang lihai, ia terlalu banyak meminta dan menghasilkan amnesti umum, kehilangan sebagian besar dukungan rakyat dalam masa kemenangannya yang nyata. Menjelang akhir Juli huru-hara dan jiwa kedaulatan rakyat menyebar ke seluruh Perancis. Di daerah pedesaan, hal ini ada di tengah-tengah mereka: beberapa orang membakar akta gelar dan tak sedikit pun terdapat chteaux, sebagai bagian pemberontakan petani umum yang dikenal sebagai "la Grande Peur" (Ketakutan Besar).

Penghapusan feodalisme Untuk diskusi lebih rinci, lihat Penghapusan feodalisme.

Pada tanggal 4 Agustus 1789, Majelis Nasional menghapuskan feodalisme, hak ketuanan Estate Kedua dan sedekah yang didapatkan oleh Estate Pertama. Dalam waktu beberapa jam, sejumlah bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan perusahaan kehilangan hak istimewanya. Sementara akan ada tanda mundur, penyesalan, dan banyak argumen atas rachat au denier 30 ("penebusan pada pembelian 30 tahun") yang dikhususkan dalam legislasi 4 Agustus, masalah masih mandek, meski proses penuh akan terjadi di 4 tahun yang lain.
Dekristenisasi Untuk diskusi lebih jelas, lihat Dekristenisasi Perancis selama Revolusi Perancis.

Revolusi membawa perubahan besar-besaran pada kekuasaan dari Gereja Katolik Roma kepada negara. Legislasi yang berlaku pada tahun 1790 menghapuskan otoritas gereja untuk menarik pajak hasil bumi yang dikenal sebagai dme (sedekah), menghapuskan hak khusus untuk pendeta, dan menyita kekayaan geraja; di bawah ancien rgime, gereja telah menjadi pemilik tanah terbesar di negeri ini. Legislasi berikutnya mencoba menempatkan pendeta di bawah negara, menjadikannya pekerja negeri. Tahun-tahun berikutnya menyaksikan penindasan penuh kekerasan terhadap para pendeta, termasuk penahanan dan pembantaian para pendeta di seluruh Perancis. Concordat 1801 antara Napoleon dan gereja mengakhiri masa dekristenisasi dan mendirikan aturan untuk hubungan antara Gereja Katolik dan Negara Perancis yang berlangsung hingga dicabut oleh Republik Ketiga pada pemisahan gereja dan agama pada tanggal 11 Desember 1905.
Kemunculan berbagai faksi Untuk diskusi lebih jelas, lihat Majelis Konstituante Nasional.

Faksi-faksi dalam majelis tersebut mulai bermunculan. Kaum ningrat Jacques Antoine Marie Cazals dan pendeta Jean-Sifrein Maury memimpin yang kelak dikenal sebagai sayap kanan yang menentang revolusi. "Royalis Demokrat" atau Monarchien, bersekutu dengan Necker, cenderung mengorganisir Perancis sejajar garis yang mirip dengan model Konstitusi Inggris: mereka termasuk Jean Joseph Mounier, Comte de Lally-Tollendal, Comte de ClermontTonnerre, dan Pierre Victor Malouet, Comte de Virieu. "Partai Nasional" yang mewakili faksi tengah atau kiri-tengah majelis tersebut termasuk Honor Mirabeau, Lafayette, dan Bailly; sedangkan Adrien Duport, Barnave dan Alexander Lameth mewakili pandangan yang lebih ekstrem. Yang hampir sendiri dalam radikalismenya di sisi kiri adalah pengacara Arras Maximilien Robespierre. Sieys memimpin pengusulan legislasi pada masa ini dan berhasil menempa konsensus selama beberapa waktu antara pusat politik dan pihak kiri. Di Paris, sejumlah komite, walikota, majelis perwakilan, dan distrik-distrik perseorangan mengklaim otoritas yang bebas dari yang. Kelas menengah Garda Nasional yang juga naik

pamornya di bawah Lafayette juga perlahan-lahan muncul sebagai kekuatan dalam haknya sendiri, begitupun majelis yang didirikan sendiri lainnya. Melihat model Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, pada tanggal 26 Agustus 1789, majelis mendirikan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warganegara. Seperti Deklarasi AS, deklarasi ini terdiri atas pernyataan asas daripada konstitusi dengan pengaruh resmi.
Ke arah konstitusi

Untuk diskusi lebih lanjut, lihat Ke arah Konstitusi. Majelis Konsituante Nasional tak hanya berfungsi sebagai legislatur, namun juga sebagai badan untuk mengusulkan konstitusi baru. Necker, Mounier, Lally-Tollendal, dll tidak berhasil mengusulkan sebuah senat, yang anggotanya diangkat oleh raja pada pencalonan rakyat. Sebagian besar bangsawan mengusulkan majelis tinggi aristokrat yang dipilih oleh para bangsawan. Kelompok rakyat menyatakan di hari itu: Perancis akan memiliki majelis tunggal dan unikameral. Raja hanya memiliki "veto suspensif": ia dapat menunda implementasi hukum, namun tidak bisa mencabutnya sama sekali. Rakyat Paris menghalangi usaha kelompok Royalis untuk mencabut tatanan baru ini: mereka berbaris di Versailles pada tanggal 5 Oktober 1789. Setelah sejumlah perkelahian dan insiden, raja dan keluarga kerajaan merelakan diri dibawa kembali dari Versailles ke Paris. Majelis itu menggantikan sistem provinsi dengan 83 dpartement, yang diperintah secara seragam dan kurang lebih sederajat dalam hal luas dan populasi. Awalnya dipanggil untuk mengurusi krisis keuangan, hingga saat itu majelis ini memusatkan perhatian pada masalah lain dan hanya memperburuk defisit itu. Mirabeau kini memimpin gerakan itu untuk memusatkan perhatian pada masalah ini, dengan majelis itu yang memberikan kediktatoran penuh dalam keuangan pada Necker.
Ke arah Konstitusi Sipil Pendeta Untuk diskusi lanjutan, lihat Konstitusi Sipil Pendeta.

Ke tingkatan yang tidak lebih sempit, majelis itu memusatkan perhatian pada krisis keuangan ini dengan meminta bangsa mengambil alih harta milik gereja (saat menghadapi pengeluaran gereja) melalui hukum tanggal 2 Desember 1789. Agar memonter sejumlah besar harta benda itu dengan cepat, pemerintah meluncurkan mata uang kertas baru, assignat, diongkosi dari tanah gereja yang disita. Legislasi lebih lanjut pada tanggal 13 Februari 1790 menghapuskan janji biara. Konstitusi Sipil Pendeta, yang disahkan pada tanggal 12 Juli 1790 (meski tak ditandatangani oleh raja pada tanggal 26 Desember 1790), mengubah para pendeta yang tersisa sebagai pegawai negeri dan meminta mereka bersumpah setia pada konstitusi. Konstitusi Sipil Pendeta juga membuat gereja Katolik sebagai tangan negara sekuler.

Menanggapi legislasi ini, uskup agung Aix dan uskup Clermont memimpin pemogokan pendeta dari Majelis Konstituante Nasional. Sri Paus tak pernah menyetujui rencana baru itu, dan hal ini menimbulkan perpecahan antara pendeta yang mengucapkan sumpah yang diminta dan menerima rencana baru itu ("anggota juri" atau "pendeta konstitusi") dan "bukan anggota juri" atau "pendeta yang keras hati" yang menolak berbuat demikian.
Dari peringatan Bonjour ke kematian Mirabeau

Untuk diskusi lebih detail tentang peristiwa antara 14 Juli 1790 - 30 September 1791, lihat Dari peringatan Bastille ke kematian Mirabeau. Majelis itu menghapuskan perlengkapan simbolik ancien rgime, baringan lapis baja, dll., yang lebih lanjut mengasingkan bangsawan yang lebih konservatif, dan menambahkan pangkat migr. Pada tanggal 14 Juli 1790, dan beberapa hari berikutnya, kerumuman di Champ-de-Mars memperingati jatuhnya Bastille; Talleyrand melakukan sumpah massal untuk "setia pada negara, hukum, dan raja"; raja dan keluarga raja ikut serta secara aktif. Para pemilih awalnya memilih anggota Dewan Jenderal untuk bertugas dalam setahun, namun dengan Sumpah Lapangan Tenis, commune tersebut telah sepakat bertemu terus menerus hingga Perancis memiliki konstitusi. Unsur sayap kanan kini mengusulkan pemilu baru, namun Mirabeau menang, menegaskan bahwa status majelis itu telah berubah secara fundamental, dan tiada pemilu baru yang terjadi sebelum sempurnanya konstitusi. Pada akhir 1790, beberapa huru-hara kontrarevolusi kecil-kecilan pecah dan berbagai usaha terjadi untuk mengembalikan semua atau sebagian pasukan pasukan terhadap revolusi yang semuanya gagal. Pengadilan kerajaan, dalam kata-kata Franois Mignet, "mendorong setiap kegiatan antirevolusi dan tak diakui lagi." [1] Militer menghadapi sejumlah kerusuhan internal: Jenderal Bouill berhasil meredam sebuah pemberontakan kecil, yang meninggikan reputasinya (yang saksama) untuk simpatisan kontrarevolusi. Kode militer baru, yang dengannya kenaikan pangkat bergantung senioritas dan bukti kompetensi (daripada kebangsawanan) mengubah beberapa korps perwira yang ada, yang yang bergabung dengan pangkat migr atau menjadi kontrarevolusi dari dalam. Masa ini menyaksikan kebangkitan sejumlah "klub" politik dalam politik Perancis, yang paling menonjol di antaranya adalah Klub Jacobin: menurut 1911 Encyclopdia Britannica, 152 klub berafiliasi dengan Jacobin pada tanggal 10 Agustus 1790. Saat Jacobin menjadi organisasi terkenal, beberapa pendirinya meninggalkannya untuk membentuk Klub '89. Para royalis awalnya mendirikan Club des Impartiaux yang berumur pendek dan kemudian Club Monarchique. Mereka tak berhasil mencoba membujuk dukungan rakyat untuk mencari nama dengan membagi-bagikan roti; hasilnya, mereka sering menjadi sasaran protes dan malahan

huru-hara, dan pemerintah kotamadya Paris akhirnya menutup Club Monarchique pada bulan Januari 1791. Di tengah-tengah intrik itu, majelis terus berusaha untuk mengembangkan sebuah konstitusi. Sebuah organisasi yudisial membuat semua hakim sementara dan bebas dari tahta. Legislator menghapuskan jabatan turunan, kecuali untuk monarki sendiri. Pengadilan juri dimulai untuk kasus-kasus kejahatan. Raja akan memiliki kekuasaan khusus untuk mengusulkan perang, kemudian legislator memutuskan apakah perang diumumkan atau tidak. Majelis itu menghapuskan semua penghalang perdagangan dan menghapuskan gilda, ketuanan, dan organisasi pekerja: setiap orang berhak berdagang melalui pembelian surat izin; pemogokan menjadi ilegal. Di musim dingin 1791, untuk pertama kalinya majelis tersebut mempertimbangkan legislasi terhadap migr. Debat itu mengadu keamanan negara terhadap kebebasan perorangan untuk pergi. Mirabeau menang atas tindakan itu, yang disebutnya "patutu ditempatkan di kode Drako." [2] Namun, Mirabeau meninggal pada tanggal 2 Maret 1791. Mignet berkata, "Tak seorang pun yang menyamainya dalam hal kekuatan dan popularitas," dan sebelum akhir tahun, Majelis Legislatif yang baru akan mengadopsi ukuran "drako" ini.
Pelarian ke Varennes Untuk diskusi lebih jelas, lihat Pelarian ke Varennes.

Louis XVI, yang ditentang pada masa revolusi, namun menolak bantuan yang kemungkinan berbahaya ke penguasa Eropa lainnya, membuat kesatuan dengan Jenderal Bouill, yang menyalahkan emigrasi dan majelis itu, dan menjanjikannya pengungsian dan dukungan di kampnya di Montmedy. Pada malam 20 Juni 1791, keluarga kerajaan lari ke Tuileries. Namun, keesokan harinya, sang Raja yang terlalu yakin itu dengan sembrono menunjukkan diri. Dikenali dan ditangkap di Varennes (di dpartement Meuse) di akhir 21 Juni, ia kembali ke Paris di bawah pengawalan. Ption, Latour-Maubourg, dan Antoine Pierre Joseph Marie Barnave, yang mewakili majelis, bertemu anggota kerajaan itu di pernay dan kembali dengan mereka. Dari saat ini, Barnave became penasihat dan pendukung keluarga raja. Saat mencapai Paris, kerumunan itu tetap hening. Majelis itu untuk sementara menangguhkan sang raja. Ia dan Ratu Marie Antoinette tetap ditempatkan di bawah pengawalan.
Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional

Untuk diskusi lebih jelas, silakan lihat Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional. Dengan sebagian besar anggota majelis yang masih menginginkan monarki konstitusional daripada republik, sejumlah kelompok itu mencapai kompromi yang membiarkan Louis XVI

tidak lebih dari penguasa boneka: ia terpaksa bersumpah untuk konstitusi, dan sebuah dekrit menyatakan bahwa mencabut sumpah, mengepalai militer untuk mengumumkan perang atas bangsa, atau mengizinkan tiap orang untuk berbuat demikian atas namanya berarti turun tahta secara de facto. Jacques Pierre Brissot mencadangkan sebuah petisi, bersikeras bahwa di mata bangsa Louis XVI dijatuhkan sejak pelariannya. Sebuah kerumunan besar berkumpul di Champ-de-Mars untuk menandatangani petisi itu. Georges Danton dan Camille Desmoulins memberikan pidato berapiapi. Majelis menyerukan pemerintah kotamadya untuk "melestarikan tatanan masyarakat". Garda Nasional di bawah komando Lafayette menghadapi kerumuman itu. Pertama kali para prajurit membalas serangan batu dengan menembak ke udara; kerumunan tidak bubar, dan Lafayette memerintahkan orang-orangnya untuk menembak ke kerumunan, menyebabkan pembunuhan sebanyak 50 jiwa. Segera setelah pembantaian itu pemerintah menutup banyak klub patriot, seperti surat kabar radikal seperti L'Ami du Peuple milik Jean-Paul Marat. Danton lari ke Inggris; Desmoulins dan Marat lari bersembunyi. Sementara itu, ancaman baru dari luar muncul: Leopold II, Kaisar Romawi Suci, Friedrich Wilhelm II dari Prusia, dan saudara raja Charles-Phillipe, comte d'Artois mengeluarkan Deklarasi Pilnitz yang menganggap perkara Louis XVI seperti perkara mereka sendiri, meminta pembebasannya secara penuh dan pembubaran majelis itu, dan menjanjikan serangan ke Perancis atas namanya jika pemerintah revolusi menolak syarat tersebut. Jika tidak, pernyataan itu secara langsung membahayakan Louis. Orang Perancis tidak mengindahkan perintah penguasa asing itu, dan ancaman militer hanya menyebabkan militerisasi perbatasan. Malahan sebelum "Pelarian ke Varennes", para anggota majelis telah menentukan untuk menghalangi diri dari legislatur yang akan menggantikan mereka, Majelis Legislatif. Kini mereka mengumpulkan sejumlah hukum konstitusi yang telah mereka sahkan ke dalam konstitusi tunggal, menunjukkan keuletan yang luar biasa dalam memilih untuk tidak menggunakan hal ini sebagai kesempatan untuk revisi utama, dan mengajukannya ke Louis XVI yang dipulihkan saat itu, yang menyetujuinya, menulis "Saya mengajak mempertahankannya di dalam negeri, mempertahankannya dari semua serangan luar; dan menyebabkan pengesahannya yang tentu saja ditempatkan di penyelesaian saya". Raja memuji majelis dan menerima tepukan tangan penuh antusias dari para anggota dan penonton. Majelis mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 29 September 1791. Mignet menulis, "Konstitusi 1791... adalah karya kelas menengah, kemudian yang terkuat; seperti yang diketahui benar, karena kekuatan yang mendominasi pernah mengambil kepemilikan lembaga itu... Dalam konstitusi ini rakyat adalah sumber semua, namun tak melaksanakan apapun." [3]

Majelis Legislatif dan kejatuhan monarki Untuk penjelasan lebih jelas tentang peristiwa antara 1 Oktober 1791 - 19 September 1792, lihat Majelis Legislatif dan jatuhnya monarki Perancis. Majelis Legislatif

Di bawah Konstitusi 1791, Perancis berfungsi sebagai monarki konstitusional. Raja harus berbagi kekuasaan dengan Majelis Legislatif yang terpilih, namun ia masih bisa mempertahankan vetonya dan kemampuan memilih menteri. Majelis Legislatif pertama kali bertemu pada tanggal 1 Oktober 1791, dan jatuh dalam keadaan kacau hingga kurang dari setahun berikutnya. Dalam kata-kata 1911 Encyclopdia Britannica: "Dalam mencba memerintah, majelis itu sama sekali gagal. Majelis itu membiarkan kekosongan keuangan, ketidakdisiplinan pasukan dan angkatan laut, dan rakyat yang rusak moralnya oleh huru-hara yang aman dan berhasil." Majelis Legislatif terdiri atas sekitar 165 anggota Feuillant (monarkis konstitusional) di sisi kanan, sekitar 330 Girondin (republikan liberal) dan Jacobin (revolusioner radikal) di sisi kiri, dan sekitar 250 wakil yang tak berafiliasi dengan faksi apapun. Sejak awal, raja memveto legislasi yang mengancam migr dengan kematian dan hal itu menyatakan bahwa pendeta non-juri harus menghabiskan 8 hari untuk mengucapkan sumpah sipil yang diamanatkan oleh Konstitusi Sipil Pendeta. Lebih dari setahun, ketidaksetujuan atas hal ini akan menimbulkan krisis konstitusi.
Perang

Politik masa itu membawa Perancis secara tak terelakkan ke arah perang terhadap Austria dan sekutu-sekutunya. Sang Raja, kelompok Feuillant dan Girondin khususnya menginginkan perang. Sang Raja (dan banyak Feuillant bersamanya) mengharapkan perang akan menaikkan popularitasnya; ia juga meramalkan kesempatan untuk memanfaatkan tiap kekalahan: yang hasilnya akan membuatnya lebih kuat. Kelompok Girondin ingin menyebarkan revolusi ke seluruh Eropa. Hanya beberapa Jacobin radikal yang menentang perang, lebih memilih konsolidasi dan mengembangkan revolusi di dalam negeri. Kaisar Austria Leopold II, saudara Marie Antoinette, berharap menghindari perang, namun meninggal pada tanggal 1 Maret 1792. Perancis menyatakan perang pada Austria (20 April 1792) dan Prusia bergabung di pihak Austria beberapa minggu kemudian. Perang Revolusi Perancis telah dimulai. Setelah pertempuran kecil awal berlangsung sengit untuk Perancis, pertempuran militer yang berarti atas perang itu terjadi dengan Pertempuran Valmy yang terjadi antara Perancis dan Prusia (20 September 1792). Meski hujan lebat menghambat resolusi yang menentukan, artileri Perancis membuktikan keunggulannya. Namun, dari masa ini, Perancis menghadapi huru-hara dan monarki telah menjapada masa lalu.

Krisis konstitusi

Pada malam 10 Agustus 1792, para pengacau, yang didukung oleh kelompok revolusioner baru Komuni Paris, menyerbu Tuileries. Raja dan ratu akhirnya menjadi tahanan dan sidang muktamar Majelis Legislatif menunda monarki: tak lebih dari sepertiga wakil, hampir semuanya Jacobin. Apa yang tersisa di pemerintahan nasional bergabung pada dukungan commune. Saat commune mengirimkan sejumlah kelompok pembunuh ke penjara untuk menjagal 1400 korban, dan mengalamatkan surat edaran ke kota lain di Perancis untuk mengikuti conth mereka, majelis itu hanya bisa melancarkan perlawanan yang lemah. Keadaan ini berlangsung terus menerus hingga Konvensi, yang diminta menulis konstitusi baru, bertemu pada tanggal 20 September 1792 dan menjadi pemerintahan de facto baru di Perancis. Di hari berikutnya konvensi itu menghapuskan monarki dan mendeklarasikan republik. Tanggal ini kemudian diadopsi sebagai awal Tahun Satu dari Kalender Revolusi Perancis.
Konvensi Eksekusi Louis XVI Untuk penjelasan lebih lanjut tentang peristiwa antara 20 September 1792- 26 September 1795, lihat Konvensi Nasional.

Kuasa legislatif di republik baru jatuh ke Konvensi, sedangkan kekuasaan eksekutif jatuh ke sisanya di Komite Keamanan Umum. Kaum Girondin pun menjadi partai paling berpengaruh dalam konvensi dan komite itu. Dalam Manifesto Brunswick, tentara kerajaan dan Prusia mengancam pembalasan ke penduduk Perancis jika hal itu menghambat langkah majunya atau dikembalikannya monarki. Sebagai akibatnya, Raja Louis dipandang berkonspirasi dengan musuh-musuh Perancis. 17 Januari 1793 menyaksikan tuntutan mati kepada Raja Louis untuk "konspirasi terhadap kebebasan publik dan keamanan umum" oleh mayoritas lemah di konvensi. Eksekusi tanggal 21 Januari menimbulkan banyak perang dengan negara Eropa lainnya. Permaisuri Louis yang kelahiran Austria, Marie Antoinette, menyusulnya ke guillotine pada tanggal 16 Oktober. Saat perang bertambah sengit, harga naik dan sans-culottes (buruh miskin dan Jacobin radikal) memberontak; kegiatan kontrarevolusi mulai bermunculan di beberapa kawasan. Hal ini mendorong kelompok Jacobin merebut kekuasaan melalui kup parlemen, yang ditunggangi oleh kekuatan yang didapatkan dengan menggerakkan dukungan publik terhadap faksi Girondin, dan dengan memanfaatkan kekuatan khayalak sans-culottes Paris. Kemudian persekutuan Jacobin dan unsur-unsur sans-culottes menjadi pusat yang efektif bagi pemerintahan baru. Kebijakan menjadi agak lebih radikal.
Guillotine: antara 18.000-40.000 jiwa dieksekusi selama Pemerintahan Teror

Komite Keamanan Publik berada di bawah kendali Maximilien Robespierre, dan Jacobin melepaskan tali Pemerintahan Teror (1793-1794). Setidaknya 1200 jiwa menemui kematiannya

dengan guillotine dsb; setelah tuduhan kontrarevolusi. Gambaran yang sedikit saja atas pikiran atau kegiatan kontrarevolusi (atau, pada kasus Jacques Hbert, semangat revolusi yang melebihi semangat kekuasaan) bisa menyebabkan seseorang dicurigai, dan pengadilan tidak berjalan dengan teliti. Pada tahun 1794 Robespierre memerintahkan tokoh-tokoh Jacobin yang ultraradikal dan moderat dieksekusi; namun, sebagai akibatnya, dukungan rakyat terhadapnya terkikis sama sekali. Pada tanggal 27 Juli 1794, orang-orang Perancis memberontak terhadap Pemerintahan Teror yang sudah kelewatan dalam Reaksi Thermidor, yang menyebabkan anggota konvensi yang moderat menjatuhkan hukuman mati buat Robespierre dan beberapa anggota terkemuka lainnya di Komite Keamanan Publik. Pemerintahan baru itu sebagian besar tersusun atas Girondis yang lolos dari teror, dan setelah mengambil kekuasaan menuntut balas dengan penyiksaan yang juga dilakukan terhadap Jacobin yang telah membantu menjatuhkan Robespierre, melarang Klub Jacobin, dan menghukum mati sejumlah besar bekas anggotanya pada apa yang disebut sebagai Teror Putih. Konvensi menyetujui "Konstitusi Tahun III" yang baru pada tanggal 17 Agustus 1795; sebuah plebisit meratifikasinya pada bulan September; dan mulai berpengaruh pada tanggal 26 September 1795.
Direktorat Untuk informasi lebih banyak tentang peristiwa antara 26 September 1795 - 9 November 1799, lihat Direktorat Perancis.

Konstitusi baru itu melantik Directoire (bahasa Indonesia: Direktorat) dan menciptakan legislatur bikameral pertama dalam sejarah Perancis. Parlemen ini terdiri atas 500 perwakilan (Conseil des Cinq-Cents/Dewan Lima Ratus) dan 250 senator (Conseil des Anciens/Dewan Senior). Kuasa eksekutif dipindahkan ke 5 "direktur" itu, dipilih tahunan oleh Conseil des Anciens dari daftar yang diberikan oleh Conseil des Cinq-Cents. Rgime baru bertemu dengan oposisi dari Jacobin dan royalis yang tersisa. Pasukan meredam pemberontakan dan kegiatan kontrarevolusi. Dengan cara ini pasukan tersebut dan jenderalnya yang berhasil, Napoleon Bonaparte memperoleh lebih banyak kekuasaan. Pada tanggal 9 November 1799 (18 Brumaire dari Tahun VIII) Napoleon mengadakan kup yang melantik Konsulat; secara efektif hal ini memulai kediktatorannya dan akhirnya (1804) pernyataannya sebagai kaisar, yang membawa mendekati fase republikan spesifik pada masa Revolusi Perancis.

You might also like