You are on page 1of 7

TUGAS PAPER KLIMATOLOGI LAUT PEMANFAATAN DATA CURAH HUJAN

Oleh : Kelompok 7 MAHARANNI CATHERINNA STEPHANIE TRIKA AGNESTASIA T NUGRAHA SYAFUTRA KIRANA CANDRASARI 26020210110036 26020210110037 26020210120039 26020210120040 26020210120041

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

PEMANFAATAN DATA CURAH HUJAN

1. Latar Belakang Pemanfaatan Data Curah Hujan Hampir semua kegiatan pengembangan sumberdaya air memerlukan informasi hidrologi untuk dasar perencanaan dan perancangan. Akibatnya apabila informasi hidrologi yang dihasilkan tidak cermat akan menghasilkan rancangan yang tidak akurat pula (bahkan dapat berakibat fatal). Hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang penting dalam kehidupan. Di bidang pertanian, curah hujan berpengaruh terhadap pola tanam tanaman (Rachmadhani, 2011). Di bidang industri, seperti industri gula merah, kapas, garam, ikan asin, dan rambak, produktivitasnya juga tergantung pada curah hujan. Di bidang teknologi, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) memerlukan curah hujan yang cukup untuk dapat menghasilkan listrik (Sugiyono, 1999). Di samping bermanfaat, curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan bencana. Di antaranya tanah longsor dan banjir (HL, 2011). Selain itu, bakteri/hama pertanian tumbuh subur di curah hujan yang tinggi (Wibisono, 2010). Untuk dapat merencanakan pertanian dengan tepat, mengoptimalkan produktivitas teknologi dan industri yang erat kaitannya dengan curah hujan, dan mengantisipasi dampak curah hujan, maka harus mengetahui seberapa besar tingkat curah hujan di waktu mendatang. Untuk mengetahuinya, dilakukanlah peramalan. Peramalan adalah perkiraan tentang sesuatu yang akan terjadi pada waktu yang akan datang yang didasarkan pada data yang ada pada waktu sekarang dan waktu lampau (historical data) (Fauzi, 2004). Dalam peramalan curah hujan ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu: (Luk, 2001). Interpretasi terhadap fenomena hidrologi akan dapat dilakukan dengan cermat apabila didukung ketersediaan data yang cukup. Data hidrologi khususnya data curah hujan yang diamati pada periode tertentu seringkali tidak tersedia, atau dengan kata lain terdapat data missing. Ketidaktersediaan data tersebut menjadi masalah penting untuk proses pengolahan data selanjutnya. Adanya data missing akan mengurangi informasi yang terkandung pada data. Diperlukan sarana pengumpulan data yang akan memadai dan kegiatan pengumpulan data yang konsisten, kemampuan mengidentifikasi masalah, dan mampu memilih cara penyelesaian terbaik. Oleh karena itu, kebutuhan kualitas data hidrologi khususnya data curah hujan untuk perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan sumber daya air menjadi semakin penting. .

Pengumpulan data curah hujan menjadi tidak lengkap (terdapat data missing) disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : perubahan tipe sensor atau instrumen, perubahan penentuan waktu observasi, kelalaian petugas pencatat, pemburukan sensor, penuaan bearing pada anemometer, penggunaan koefisien kalibrasi yang tidak tepat, variasi dalam supply power, pertumbuhan pohon (tanaman tinggi) atau konstruksi bangunan (pagar) di dekat rain gauge, anemometer, atau evaporation pan, perubahan lokasi stasiun curah hujan, perubahan air, tipe, atau pemeliharaan vegetasi pada kedekatan stasiun curah hujan, dan perubahan signifikan pada air atau tipe vegetasi wilayah yang mengelilingi stasiun curah hujan.

2. Definisi Curah hujan Hujan adalah titik-titik air di udara atau awan yang sudah terlalu berat karena kandungan airnya sudah sangat banyak, sehingga akan jatuh kembali ke permukaan bumi sebagai hujan (presipitasi). Alat untuk mengukur curah hujan adalah fluviometer. Garis khayal di peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mendapatkan curah hujan yang sama disebut isohyet.

3. Berdasarkan proses terjadinya, hujan dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Hujan Orografis. Hujan orografis adalah hujan yang terjadi karena gerakan udara yang mengandung uap air terhalang oleh pegunungan sehingga massa udara itu dipaksa naik ke lereng pegunungan. Akibatnya suhu udara tersebut menjadi dingin. Sampai ketinggian tertentu terjadi proses kondensasi dan terbentuklan awan. Selanjutnya terjadilah hujan yang disebut hujan orografis. 2. Hujan Konveksi (Zenithal). Hujan konveksi terjadi karena udara yang mengandung uap air bergerak naik secara vertikal (konveksi) karena pemanasan. Udara yang naik itu mengalami penurunan suhu, sehingga pada ketinggian tertentu terjadi proses kondensasi dan pembentukan awan. Setelah awan tersebut tidak mampu lagi menahan kumpulan titik-titik airnya, maka terjadilah hujan konveksi (zenithal). Hujan konveksi banyak terjadi di daerah tropis yang mempunyai intensitas penyinaran matahari yang selalu tinggi. 3. Hujan Frontal. Hujan frontal adalah hujan yang terjadi karena adanya pertemuan antara massa udara panas dengan massa udara dingin. Pada pertemuan udara panas dan dingin terjadilah bidang front dimana terjadi kondensasi dan pembentukan awan. Udara yang panas selalu berada di atas udara yang dingin. Hujan frontal biasanya terjadi di daerah lintang sedang atau pertengahan.

4. Faktor faktor yang mempengaruhi curah hujan : 1. Letak daerah konvergensi antar tropis 2. Bentuk medan 3. Arah lereng medan 4. Arah angin yang sejajar dengan pantai 5. Jarak perjalanan angin di atas medan datar 6. Pusat geografis daerahnya

5. Data curah hujan dapat digunakan untuk analisis karakteristik hujan seperti : 1. Pengisian data kosong dalam mengetahui iklim. 2. Pengecekan kualitas data (uji konsistensi). 3. Menentukan hujan rata-rata DPS. 4. Analisis tebal dan intensitas hujan terhadap durasi. 5. Hubungan intensitas dengan debit maksimum.

6. Hujan rata-rata pada suatu daerah Hujan yang terjadi dapat merata di selurh kawasan yang luas atau terjadi hanya bersifat setempat. Hujan bersifat setempat adalah hujan dari satu pos hujan belum tentu dapat mewakili hujan untuk kawasan yang lebih luas (karakteristik DPS). Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik DPS: a. Jarak pos hujan sampai ke tengah kawasan yang dihitung curah hujannya. b. Luas daerah. c. Topografi. d. Sifat hujan.

7. Standar untuk menghitung curah hujan daerah : 1. Daerah dengan luas 250ha (variasi topografi kecil) 1 alat ukur curah hujan. 2. Daerah dengan luas 250ha 50.000ha 2 atau 3 titik pengamatan cara ratarata. 3. Daerah 120.000ha 500.000ha (curah hujan tidak dipengaruhi topografi). titik pengamatan tersebar merata aljabar titik pengamatan tersebar tidak merata Thiesse

4. Daerah > 500.000ha isohiet atau intersection method

8. Syarat pemilihan lokasi setasiun hujan: 1. Sesuai dengan evaluasi jaringan 2. Tidak terlalu terbuka (over exposed). 3. Tidak terlalu tertutup (under exposed). 4. Berjarak minimal 4x tinggi rintangan terdekat.

9. Analisis intensitas hujan 1. Intensitas hujan adalah tinggi kedalaman air hujan persatuan waktu. 2. Sifat umum hujan: Semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya cenderung makin tinggi. Semakin besar periode ulangnya, makin tinggi intensitasnya.

3. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas Durasi Frekuensi (IDF = Intensity-Duration-Frequency Curve).

You might also like