You are on page 1of 32

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

Pencemaran Air oleh Limbah Batik di Sungai Banger Pekalongan

Disusun Oleh :

Ridwan Firmansyah - 1209704029

JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2011 BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Lingkungan hidup merupakan suatu anugrah yang tidak ternilai harganya, yang telah diberikan oleh Allah SWT dan wajib dilestarikan serta dikembangkan oleh manusia. Selain itu, lingkungan hidup ini menjadi sumber penunjang bagi makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu contoh dari lingkungan hidup yang sangat vital adalah sungai. Di Indonesia sendiri, biasanya sungai ini dimanfaatkan sebagai sumber kebutuhan air oleh masyarakat sekitar. Air adalah zat kimia yang penting bagi semua bentuk kehidupan. Air merupakan komponen utama dalam makhluk hidup dan medium untuk berbagai reaksi dan proses ekskresi. Hingga saat ini, air diketahui hanya terdapat di bumi dan belum ditemukan di planet-planet lainnya. Air adalah benda cair, yang senantiasa bergerak kearah tempat yang lebih rendah, yang dipengaruhi oleh gradien sungai dan gaya gravitasi bumi. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar, yang disebut dengan istilah alur sungai (badan sungai). Karena peranan air yang begitu penting, kita sebagai makhluk hidup yang membutuhkan air wajib untuk melestarikannya. Kota Pekalongan merupakan salah satu kota sentra industri batik yang cukup besar. Hampir semua masyarakat Pekalongan mempunyai mata pencaharian sebagai pengusaha home industry batik. Kegiatan tersebut menghasilkan limbah cair berasal dari obat pemutih dan obat pewarna batik yang dapat meyebabkan pencemaran air. Selain sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai perajin batik, industri besar seperti tekstil juga tumbuh subur di kota tersebut.

Peningkatan jumlah pabrik industri secara langsung juga melonjakkan volume limbah yang dikeluarkan dari aktivitas tersebut (Sugihartono dan Budi Harto, 2007). Kondisi pencemaran limbah dari industri tekstil di Pekalongan semakin memprihatinkan. Dari 400 industri tekstil kecil dan besar yang ada, limbah yang dihasilkan mencapai 50 ribu meter kubik per hari dan sebagian besar berasal dari industri rumah tangga. Bahkan, sebagian industri rumahan membuang limbah langsung ke sungai tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. Perbuatan tersebut jelas membuat air sungai menjadi kotor dan tercemar. Ada beberapa sungai di daerah Pekalongan yang telah mengalami pencemaran air. Salah satunya adalah sungai Banger. Pembuang limbah yang dengan sewenang-wenang secara langsung ke sungai Banger oleh beberapa industri batik akhirnya mematikan segala bentuk kehidupan ekosistem sungai Banger seperti ikan dan tumbuhan. Serta menghilangnya manfaat sungai Banger seperti untuk mandi dan mencuci. Sehingga timbullah dampak lain yang merugikan masyarakat (sumur menjadi tercemar, ternak warga mati, penyakit kulit, dan lain-lain) (Suara Merdeka, 2003). Pencemaran limbah industri tersebut menyebabkan air sungai berwarna hitam pekat dan berbau, padahal banyak warga yang masih memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pencemaran limbah industri di sungai Banger ini, tidak kurang terlihat ketika pada musim penghujan. Akan tetapi di saat musim kemarau akan jelas berdampak negatif terhadap lingkungan. Pencemaran limbah industri ini juga membawa persoalan yang dilematis bagi Pemerintah Kota Pekalongan, karena jika ditindak tegas akan berpengaruh terhadap kelangsungan usaha industri batik di kota itu khususnya. Jika pemerintah menutup usaha mereka maka akan berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran. Namun, jika tidak ditindak dengan tegas maka nasib masyarakat yang menggunakan air sungai tersebut akan tercemar dan berdampak buruk bagi kesehatan. Oleh karena itu, tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran dan wawasan mengenai dampak dari limbah industri tekstil khusunya dan cara untuk menanggulanginya.

1.2

RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan sungai?

2. Bahan-bahan kimia berbahaya apa sajakan yang digunakan dalam proses pembuatan batik ? 3. Apa dampak dari limbah batik itu sendiri? 4. Metode apakah yang dapat digunakan untuk menganalisis limbah batik? 5. Bagaimana cara penanggulangan limbah batik ini?

1.3

TUJUAN Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui pencemaran air sungai Banger di daerah Pekalongan. 2. Mengetahui dampak yang timbul dari limbah industri batik yang dibuang langsung ke sungai Banger. 3. Mengetahui cara menganalisis pencemaran air di sungai Banger. 4. Mengetahui cara penanggulangan pencemaran air di sungai Banger

1.4

MANFAAT Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan sedikit pengetahuan mengenai

mengenai dampak yang timbul dan cara penanggulangan limbah industri batik di sungai Banger, khususnya kepada para pembaca dan masyarakat disekitar sungai Benger.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 SUNGAI Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai. Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS). Menurut jumlah airnya, sungai dibedakan menjadi :

1.

Sungai permanen yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.

2.

Sungai periodik yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.

3.

Sungai intermittent atau sungai episodik yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.

4.

Sungai ephemeral yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.

Sedangkan sungai menurut genetiknya dibedakan menjadi : 1. Sungai konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan lereng. 2. Sungai subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai konsekwen. 3. Sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan arah dengan sungai konsekwen. 4. Sungai insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng daratan. 5. Sungai resekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya searah dengan sungai konsekwen. Seringkali sungai dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia. Berikut ini merupkan contoh dari manajemen sungai: 1. Bendung dan Bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air atau menghasilkan energi.

2.

Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas dataran banjirnya.

3.

Kanal-kanal dibuat untuk menghubungkan sungai-sungai untuk mentransfer air maupun navigasi

4.

Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan untuk meningkatkan rerata aliran.

Manajemen sungai merupakan aktivitas yang berkelanjutan karena sungai cenderung untuk mengulangi kembali modifikasi buatan manusia. Saluran yang dikeruk akan kembali mendangkal, mekanisme pintu air akan memburuk seiring waktu berjalan, tanggul-tanggul dan bendungan sangat mungkin mengalami rembesan atau kegagalan yang dahsyat akibatnya. Keuntungan yang dicari dalam manajemen sungai seringkali "impas" bila dibandingkan dengan biaya-biaya sosial ekonomis yang dikeluarkan dalam mitigasi efek buruk dari manajemen yang bersangkutan. Sebagai contoh, di beberapa bagian negara berkembang, sungai telah dikungkung dalam kanal-kanal sehingga dataran banjir yang datar dapat bebas dan dikembangkan. Banjir dapat menggenangi pola pembangunan tersebut sehingga dibutuhkan biaya tinggi dan seringkali makan korban jiwa. Banyak sungai kini semakin dikembangkan sebagai wahana konservasi habitat, karena sungai termasuk penting untuk berbagai tanaman air, ikan-ikan yang bermigrasi, menetap, dan budidaya tambak, burung-burung, serta beberapa jenis mamalia (id.wikipedia.org, 2011).

2.1.1 BENTUK STRUKTUR DAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SUNGAI A. Struktur Sungai Menurut Forman dan Gordon (1983), morfologi pada hakekatnya merupakan bentuk luar, yang secara rinci digambarkan sebagai berikut :

Lebih jauh Forman (1983), menyebutkan bahwa bagian dari bentuk luar sungai secara rinci dapat dipelajari melalui bagian-bagian dari sungai, yang sering disebut dengan istilah struktur sungai. Struktur sungai dapat dilihat dari tepian aliran sungai (tanggul sungai), alur sungai, bantaran sungai dan tebing sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1. Alur dan tanggul sungai Alur sungai (Forman & Gordon, 1983; dan Let, 1985), adalah bagian dari muka bumi yang selalu berisi air yang mengalir yang bersumber dari aliran limpasan, aliran sub surface run-off, mata air dan air bawah tanah (base flow). Lebih jauh Sandy (1985) menyatakan bahwa alur sungai dibatasi oleh bantuan keras, dan berfungsi sebagai tanggul sungai. 2. Dasar dan gradien sungai Forman dan Gordon (1983), menyebutkan bahwa dasar sungai sangat bervariasi, dan sering mencerminkan batuan dasar yang keras. Jarang ditemukan bagian yang rata, kadangkala bentuknya bergelombang, landai atau dari bentuk keduanya; sering terendapkan matrial yang terbawa oleh aliran sungai (endapan lumpur). Tebal tipisnya dasar sungai sangat dipengaruhi oleh batuan dasarnya. Dasar sungai dari hulu ke hilir memperlihatkan perbedaan tinggi (elevasi), dan
8

pada jarak tertentu atau keseluruhan sering disebut dengan istilah gradien sungai yang memberikan gambaran berapa presen rataan kelerengan sungai dari bagian hulu kebagian hilir. Besaran nilai gradien berpengaruh besar terhadap laju aliran air. 3. Bantaran sungai Forman dan Gordon (1983) menyebutkan bahwa bantaran sungai merupakan bagian dari struktur sungai yang sangat rawan. Terletak antara badan sungai dengan tanggul sungai, mulai dari tebing sungai hingga bagian yang datar. Peranan fungsinya cukup efektif sebagai penyaring (filter) nutrien, menghambat aliran permukaan dan pengendali besaran laju erosi. Bantaran sungai merupakan habitat tetumbuhan yang spesifik (vegetasi riparian), yaitu tetumbuhan yang komunitasnya tertentu mampu mengendalikan air pada saat musim penghujan dan kemarau. 4. Tebing sungai Bentang alam yang menghubungkan antara dasar sungai dengan tanggul sungai disebut dengan tebing sungai. Tebing sungai umumnya membentuk lereng atau sudut lereng, yang sangat tergantung dari bentuk medannya. Semakin terjal akan semakin besar sudut lereng yang terbentuk. Tebing sungai merupakan habitat dari komunitas vegetasi riparian, kadangkala sangat rawan longsor karena batuan dasarnya sering berbentuk cadas. Sandy (1985), menyebutkan apabila ditelusuri secara cermat maka akan dapat diketahui hubungan antara lereng tebing dengan pola aliran sungai. B. Kerapatan Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti yang dikemukan Sandy (1985) adalah bagian dari muka bumi yang dibatasi oleh topografi dan semua air yang jatuh mengalir kedalam sungai, dan keluar pada satu outlet. Sedangkan kerapan sungai yang dimaksudkan adalah ratio (perbandingan) jumlah panjang sungai dalam (km) terhadap luas Daerah Aliran Sungai. C. Karakteristik sungai

Karakteristik sungai memberikan gambaran atas profil sungai, pola aliran sungai dan genetis sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut; 1. Profil sungai Berdasarkan perkembangan profil sungai (Lobeck, 1939; Pannekoek, 1957 dan Sandy, 1985), dalam proses pengembangnnya mengalami tiga taraf yaitu: Periode muda, terdapat di daerah hulu sungai, yang mempunyai ketinggian relief yang cukup besar. Ciri spesifiknya terdapatnya sayatan sungai yang dalam, disebabkan oleh penorehan air yang kuat dari air yang mengalir cepat dan daya angku yang besar. Erosi tegak sering dijumpai, sehingga lebah curam berbentuk huruf (V) sering juga ditemukan. Contoh yang jelas di hulu Sungai Cipeles sekitar Cadas Pangeran. Periode dewasa, dijumpai di bagian tengah sungai, yang dicirikan dengan pengurangan kecepatan aliran air, karena ketinggian relief yang berkurang. Daya angkut berkurang, dan mulai timbul pengendapan di beberapa tempat yang relatif datar. Keseimbangan antara kikisan dan pengendapat mulai tampak, sehingga di beberapa tempat mulai terjadi akumulasi material, arus akan berbelok-belok, karena endapan yang mengeras, dan di tempat endapan inilah yang sering terjadi meander. Periode tua, di daerah hilir dengan ketinggian rendah, yang dicirikan tidak terjadi erosi tegak, dan daya angkut semakin berkurang, sehingga merupakan pusat-pusat pengendapan. Tekanan air laut di bagian muara sungai sering menyebabkan delta. 2. Pola Aliran Cotton (1949), menyatakan bahwa letak, bentuk dan arah aliran sungai, dipengaruhi antara lain oleh lereng dan ketinggian, perbedaan erosi, struktur jenis batuan, patahan dan lipatan, merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan bentuk genetik dan pola sungai. Pola sungai adalah kumpulan dari sungai yang mempunyai bentuk yang sama, yang dapat menggambarkan keadaan profil dan genetik sungainya (Lobeck, 1939; Katili (1950), dan Sandy, 1985). Lebih jauh dikemukakan bahwa ada empat pola aliran sungai yaitu: a) Pola denditrik, bentuknya menyerupai garis-garis pada penampang daun, terdapat di struktur batuan beku, pada pengunungan dewasa.

10

b) Pola retangular, umumnya terdapat di struktur batuan beku, biasanya lurus mengikuti struktur patahan, dimana sungainya saling tegak lurus c) Pola trellis, pola ini berbentuk kuat mengikuti lipatan batuan sedimen. Pada pola ini terpadapt perpaduan sungai konsekwen dan subsekwen. d) Pola radial, pola ini berbentuk mengikuti suatu bentukan muka bumi yang cembung, yang merupakan asal mula sungai konsekwen.

2.1.2 SUNGAI BANGER Sungai Banger berada di daerah Pekalongan, Jawa Tengah. Sungai Banger berfungsi sebagai kanal karena merupakan sudetan dari sungai Pekalongan yang diharapkan dapat mengendalikan banjir yang hampir terjadi setiap tahunnya. Berdasarkan pada hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan tanggal 12 November 2005, situs sungai atau kali Banger panjangnya 6,4 km. Hulu sungai terdapat di Desa Pakistaji, sedangkan muara sungai terdapat di Desa Mangunharja, Dukuh Tajungan sebelah timur pelabuhan menuju ke laut lepas. Situs sungai Banger tidak berfungsi untuk mengairi sawah, karena tidak ada cakupan baku sawah, sehingga berfungsi sebagai drainase (saluran pematusan/pembuagan air non irigasi). Bila diurutkan dari arah selatan, sungai Banger bersumber dari dua tempat. Sebelah barat dari sumber air bendungan Andi, sedangkan di sebelah timur dari sumber air bedungan Kedunggaleng. Sunggai ini melewati bendugan Kedungmiri, bendungan Sukun, bendungan Randu, bendungan Gladakserang. Di kelurahan Jrebeng dan Kanigaran sungai terpecah menjadi dua, di sebelah barat namanya tetap sungai Banger, sedangkan di sebelah timur bernama sungai Pancor. Berikut ini adalah gambar peta sungai Banger dari Dinas Pengairan :

11

Gambar-2. Peta Topografi Situs Sungai Banger

Sedangkan berikut ini merupakan gambaran dari sungai Benger yang telah tercemar :

Gambar-3. Keadaan Sungai Banger Saat Ini


12

Dapat dilihat dari gambar tersebut bahwa keadaan sungai Banger saat ini telah tercemar. Terbukti dengan warna air sungai yang hitam (kotor) dan berbau. Hal tersebut dapat diakibatkan dari limbah industri batik yang langsung dibuang ke sungai.

2.2

PENCEMARAN AIR Pada keadaan normal, sebagaian besar air terdiri atas hidrogen dan oksigen. Tetapi,

aktivitas manusia dapat merubah komposisi kimiawi air sehingga terjadi pertambahan jumlah spesies, ataupun meningkatkan konsentasi zat-zat kimia yang sudah ada. Aktivitas manusia yang menjadi sumber pengotoran atau pencemaran air adalah buangan industri, limbah domestik, limbah rumah sakit, dan lain-lain.

2.2.1 ZAT KIMIA PENGOTOR/PENCEMAR AIR Untuk zat kimia pengotor/pencemar air dibagi menjadi : A. Zat Kimia Anorganik 1. Air raksa atau hydragyrum (Hg) adalah metal yang menguap pada temperatur kamar karena sifat fisika-kimianya, merkuri pernah digunakan sebagai campuran obat. Saat ini merkuri banyak digunakan didalam industri pembuatan amalgam, perhiasan, instrumentasi, fugisida, bakterisida, dan lain-lainnya. Hg merupakan racun sistemik dan diakumulasi dihati, ginjal, limpa, dan tulang. 2. Alumunium (Al) adalah metal yang dapat dibentuk, dan karenanya banyak digunakan sehingga terdapat banyak dilingkungan dan didapat pada berbagai jenis makanan. Sember alamiah Al terutama adalah bauxit dan cryolit. Industri kilang minyak, peleburan metal, serta industri lain penggunak Al merupakan sumber buatan. Al berbentuk debu akan diakumulasi didalam paru-paru. Al juga dapat menyebabkan iritasi kulit, selaput lendir dan saluran pernapasan. 3. Arsen (As) adalah metal yang mudah patah, berwarna kemerahan dan sangat toxik. 4. Barium (Ba) adalah juga suatu metal berwarna putih sumber alamiah Ba adalah BaSO4 dan BACO3.
13

5. Besi (Fe) adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk di alam didapat sebagai hematite. 6. Flourida adalah senyawa flour. Flour (F) adalah halogen yang sangat reaktif, karenanya di alam selalu didapat dalam bentuk senyawa B. Zat Kimia Organik 1. Aldrin dan dieldrin, Aldrin (C12H8Cl6) berbentuk kristal dan digunakan sebagai insektisida, merupakan racun sistemik. Dieltrin (C12H10Cl6) juga berbentuk kristal dan digunakan sebagai insektisida. 2. Benzene atau bensole (C6H6) digunakan dalam industri sebagai pelarut lemak. 3. Cloroform (CHCl3) merupakan Hidrokarbon terchlorinasi suatu, anestatik. 4. Detergen, detergen ada yang bersifat cationik, anionik, maupun nonionic. Kesemuanya membuat zat yang lipofilik mudah larut dan menyebar diperairan.

2.2.2 ZAT FISIS PENGOTOR/PENCEMAR AIR 1. Sinar alfa, tidak mempunyai daya tembus, maka efek yang terjadi biasanya bersifat lokal. Apabila tertelan lewat minuman maka dapat terjadi kerusakan pada sel-sel saluran pencernaan. 2. Sinar beta, dapat menembus kulit, dalamnya tergantung pada aktifitasnya. Dengan demikian kerusakan yang terjadi dapat lebih luas dan lebih mendalam dari sinar alfa.

2.2.3 ZAT BIOLOGIS PENGOTOR/PENCEMAR AIR 1. Kuman-kuman parasitik. Didalamnya termasuk pada kelompok protozoa, cacing dan tungau. 2. Bakteri dan virus, Bakteri penyebab penyakit bawaan air terbanyak adalah salmonella typhi/paratyphi, shigella dan vibrio cholera. Sedangkan yang tergolong penyakit virus adalah rotavirus, virus hepatitis A, virus poliomyelitis a.c, virus DHF dan virus trachoma.
14

2.3

BATIK Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu

pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta (id.wikipedia.org, 2011).

15

Gambar-4. Contoh Kain Batik

2.3.1 ZAT PEWARNA BATIK Biasanya pada proses pembuatan batik, sering kali para produsen batik menggunakan zat pewarna kimia. Contohnya adalah naftol. Naftol ini adalah zat warna azo yang terbentuk dalam serat dan tidak larut dalam air.

Gambar-5. Zat Warna Naftol Pada pencelupan dengan zat warna naftol, mula-mula bahan dikerjakan dengan senyawa fenolat yang mempunyai daya tarik terhadap kapas dan kemudian dikerjakan dengan larutan garam diazonium yang distabilkan, sehingga zat warna akan terbentuk di dalam bahan.

2.3.2 SIFAT-SIFAT ZAT WARNA NAFTOL

16

Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo. Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dan terbentuk di dalam serat dari dua komponen pembentuknya. Golongan zat warna ini untuk mewarnai serat selulosa dengan warna-warna cerah terutama warna merah. Ketahanannya baik kecuali tahan gosoknya. Zat warna naftol baru mempunyai afinitas terhadap serat selulosa setelah diubah menjadi naftolat, dengan jalan melarutkannya dalam larutan alkali. Garam diazonium yang dipergunakan sebagai pembangkit tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa, sehingga cara pencelupan dengan zat warna naftol selalu dimulai dengan pencelupan memakai larutan naftolat, kemudian baru dibangkitkan dengan garam diazonium. Zat warna naftol dapat bersifat poligenik, artinya dapat memberikan bermacam-macam warna, bergantung kepada macam garam diazonium yang dipergunakan dan dapat pula bersifat monogetik, yaitu hanya dapat memberikan warna yang mengarah ke satu warna saja, tidak bergantung kepada macam garam diazoniumnya (Sunarto, 2008).

2.3.3 MEKANISME PENCELUPAN ZAT WARNA NAFTOL Mekanisme pencelupan dengan zat warna naftol terdiri dari 4 pokok, yaitu : 1. Melarutkan naftol (membuat naftolat) Zat utama yang dipergunakan untuk pelarutan zat warna naftol adalah soda kaustik. Pelarutan naftol dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Cara dingin Zat warna naftol didispersikan dengan spiritus diaduk rata ditambah larutan soda kostik, kemudian ditambah air dingin. b. Cara panas Zat warna naftol didispersikan dengan koloid pelindung (TRO) diaduk rata ditambah larutan soda kaustik kemudian ditambah air panas. Zat warna naftol yang larut akan berwarna kuning jernih Reaksi :

17

2.

Pencelupan dengan larutan naftolat Zat warna naftol tidak larut dalam air dan tidak mempunyai afinitas terhadap serat

selulosa. Akan tetapi setelah dilarutkan menjadi larutan naftolat yang larut dalam air timbul afinitasnya, sehingga serat dapat tercelup. Bahan yang telah dicelup tersebut perlu diperas, sebelum dibangkitkan dengan garam diazonium untuk mengurangi terjadinya pembangkitan warna pada permukaan serat yang dapat menyebabkan ketahanan gosok yang kurang. 3. Diazotasi Garam diazonium yang dipergunakan sebagai pembangkit pada pencelupan zat warna naftol dapat berupa basa naftol, yaitu senyawa amina aromatic maupun garam diazonium, yaitu basa naftol yan telah diazotasi. Apabila telah berupa garam diasonium, maka dengan mudah dapat dilarutkan dalam air dengan jalan menaburkannya sambil diaduk terus. Akan tetapi apabila masih dalam bentuk basa naftol maka perlu didiazotasi terlebih dahulu dengan menggunakan asam chlorida berlebihan dan natrium nitrit pada suhu yang sangat rendah. Reaksi :

4.

Pembangkitan Naftolat yang telah berada di dalam serat perlu dibangkitkan larutan garam

diazonium agar terjadi pigmen naftol yang berwarna dan terbentuk di dalam serat. Reaksi :

18

Gambar 6. Alur Proses Pembuatan Batik dan Produk Limbah yang Dihasilkan (Kasam, 2009)
19

2.4

ANALISIS PENCEMARAN AIR Sebagai seorang kimiawan, kita dituntut agar bisa menganalisis sampel baik itu

kualitatif maupun kuantitatif. Seperti pada kasus pencemaran air, jasa seorang kimiawan akan diperlukan sekali. Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Pasal 1, angka 2). Seorang kimiawan akan menganalisis pencemaran air berdasarkan pada indikator-indikator tertentu. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi : Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah : a) pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat pada table di bawah ini :

20

Tabel-1. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH 6,0 6,5 Pengaruh Umum 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan 5,5 6,0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti 3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral 5,0 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar 2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa

zooplankton dan bentos 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat 4,5 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar 2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003

Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6.

b)

Oksigen Terlarut (DO) Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat

hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam
21

air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berta yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003). Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari, tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari.

c)

Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Dekomposisi bahan organic terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan organic

menjadi anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan anorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat (nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama ynag berperan, sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu. Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses
22

oksidasi bahan organic berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobic adalah : CnHaObNc + (n + a/4 b/2 3c/4) O2 Bahan Organik Oksigen n CO2 + (a/2 3c/2) H2O + c NH3

Bakteri Aerob

Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi dianggap lengkap selama 20 hari, tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup lama. Penentuan BOD ditetapkan selam 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Selain memperpendek waktu yang diperlukan, hal ini juga dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia yang menggunakan oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70% - 80% bahan organic telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003). Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh adalah kadar maksimum BOD yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 6,0 mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Sedangkan menurut Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5 untuk baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah 150 mg/L. d) Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :

23

HaHbOc + Cr2O7 2- + H +

CO2 + H2O + Cr 3+

Jika pada perairan terdapat bahan organic yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan organic dapat dioksidasi. Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).

2.5

METODA ANALISA PENCEMARAN AIR DI SUNGAI BANGER Sebenarnya ada banyak sekali metode yang dapat digunakan untuk menganalisis

pencemaran air DO meter, titrasi cara winkler, spektrofotometri, dan lain-lain. Pada pencemaran air di sungai Banger ini, dapat menggunakan metode spektroskopi inframerah untuk menganalsis zat warna naftol pada limbah. Limbah yang mengandung naftol dapat dianalisis dengan metode spektroskopi inframerah, dikarenakan zat warna naftol tememiliki gugus OH. Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence). Komponen medan listrik yang banyak berperan dalam spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam fenomena transmisi, pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Penemuan infra merah ditemukan pertama kali oleh William Herschel pada tahun 1800. Penelitian selanjutnya diteruskan oleh Young, Beer, Lambert dan Julius melakukan berbagai penelitian dengan menggunakan spektroskopi inframerah. Pada tahun 1892 Julius menemukan dan membuktikan adanya hubungan antara struktur molekul dengan inframerah dengan ditemukannya gugus metil dalam suatu molekul akan memberikan serapan karakteristik yang tidak dipengaruhi oleh susunan molekulnya. Penyerapan gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-tingkat energi dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik, vibrasi, atau
24

rotasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya energi yang diserap oleh ikatan pada gugus fungsi adalah: E=h.; E=h. ; E= h.

E : energi yang diserap h : tetapan Planck (6,626 x 10-34 J.s) v = frekuensi

C : kecepatan cahaya (2,998 x 108 m/s) : panjang gelombang : bilangan gelombang

Tabel-2. Daerah Panjang Gelombang Jenis Sinar gamma Sinar-X Ultra ungu (UV) jauh Ultra ungu (UV) dekat Sinar tampak (spektrum optik) Inframerah dekat Inframerah pertengahan Inframerah jauh Gelombang mikro Gelombang radio Panjang gelombang < 10 nm 0,01 100 A 10-200 nm 200-400 nm 400-750 nm 0,75 2,5 m 2,5 50 m 50 1.000 m 0,1 100 cm 1 1.000 meter Interaksi Emisi Inti Ionisasi Atomik Transisi Elektronik Transisi Elektronik Transisi Elektronik Interaksi Ikatan Interaksi Ikatan Interaksi Ikatan Serapan inti Serapan Inti Bilangan gelombang 25.000 13.000 cm-1 13.000 4.000 cm-1 4.000 200 cm-1 200 10 cm-1 10 0,01 cm-1 -

Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang (Tabel 2), sinar inframerah dibagi atas tiga daerah yaitu:

Daerah infra merah dekat Daerah infra merah pertengahan Daerah infra merah jauh

Dari pembagian daerah spektrum elektromagnetik tersebut di atas, daerah panjang gelombang yang digunakan pada alat spektroskopi inframerah adalah pada daerah inframerah pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5 50 m atau pada bilangan gelombang 4.000 200 cm-1 . Daerah tersebut adalah cocok untuk perubahan energi vibrasi dalam molekul. Daerah
25

inframerah yang jauh < 400-10cm-1, berguna untuk molekul yang mengandung atom berat, seperti senyawa anorganik tetapi lebih memerlukan teknik khusus percobaan. Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui,karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena:

Cepat dan relatif murah Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul (Tabel 3) Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut.

Tabel-3. Serapan Khas Beberapa Gugus fungsi Gugus C-H C-H C-H C-H C=C C=C C-O C=O O-H O-H O-H N-H C-N -NO2 Jenis Senyawa Alkana Alkena Aromatik Alkuna Alkena Aromatik (cincin) Alkohol, Eter, Asam karboksilat, Ester Aldehida, Keton, Asam karboksilat, Ester Alkohol, fenol(monomer) Alkohol, fenol (ikatan H) Asam karboksilat Amina Amina Nitro Daerah Serapan (cm-1) 2850-2960, 1350-1470 3020-3080, 675-870 3000-3100, 675-870 3300 1640-1680 1500-1600 1080-1300 1690-1760 3610-3640 2000-3600 (lebar) 3000-3600 (lebar) 3310-3500 1180-1360 1515-1560, 1345-1385

26

2.6

DAMPAK PENCEMARAN AIR Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air minum,

meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak seimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam dsb. Di badan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari kegiatan pertanian telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali yang disebut eutrofikasi (eutrofication). Ledakan pertumbuhan tersebut menyebabkan oksigen yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisinya menyedot lebih banyak oksigen. Akibatnya ikan akan mati dan aktivitas bakteri akan menurun. Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam 4 kategori (KLH, 2004) : 1. Dampak Terhadap Kehidupan Biota Air Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air yang membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi sulit terurai. Panas dari industri juaga akan membawa dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan dahulu. 2. Dampak Terhadap Kualitas Air Tanah Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan faecal coliform telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survey sumur dangkal di Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya pencemaran tersebut. 3. Dampak Terhadap Kesehatan Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam antara lain : 1. 2. 3. Air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit Jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga manusia bersangkutan tak dapat membersihkan diri
27

4.

Air sebagai media untuk hidup vector penyakit

Ada beberapa penyakit yang masuk dalam katagori water-borne diseases, atau penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah. Penyakit-penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri, protozoa dan metazoa. Tabel-4 : Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agennya Agen Virus : Rotavirus Virus Hepatitis A Virus Poliomyelitis Bakteri : Vibrio cholerae Escherichia Coli Enteropatogenik Salmonella typhi Salmonella paratyphi Shigella dysenteriae Protozoa : Entamuba histolytica Balantidia coli Giarda lamblia Metazoa Ascaris lumbricoides Clonorchis sinensis Diphyllobothrium latum Taenia saginata/solium Schistosoma Sumber : KLH, 2004
28

Penyakit

Diare pada anak Hepatitis A Polio (myelitis anterior acuta)

Cholera Diare/Dysenterie

Typhus abdominalis Paratyphus Dysenterie

Dysentrie amoeba Balantidiasis Giardiasis

Ascariasis Clonorchiasis Diphylobothriasis Taeniasis Schistosomiasis

4. Dampak Terhadap Estetika Lingkungan Dengan semakin banyaknya zat organic yang dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan tersebut akan semakin tercemar yang biasanya ditandai dengan bau yang menyengat disamping tumpukan yang dapat mengurangi estetika lingkungan. Masalah limbah minyak atau lemak juga dapat mengurangi estetika. Selain bau, limbah tersebut juga menyebabkan tempat sekitarnya menjadi licin. Sedangkan limbah detergen atau sabun akan menyebabkan penumpukan busa yang sangat banyak. Inipun dapat mengurangi estetika.

2.7

PENANGGULANGANGAN PENCEMARAN AIR Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara umum hal ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun noninstansi. Salah satu upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran air adalah melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini merupakan upaya untuk menurunkan beban limbah cair khususnya yang berasal dari kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta dilakukan secara bwertahap untuk mengendalikan beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya. Program ini juga berusaha untuk menata pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat (KLH, 2004). Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara non-teknis dan secara teknis. Penanggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.

29

Sebenarnya penanggulangan pencemaran air dapat dimulai dari diri kita sendiri. Dalam keseharian, kita dapat mengurangi pencemaran air dengan cara mengurangi produksi sampah (minimize) yang kita hasilkan setiap hari. Selain itu, kita dapat pula mendaur ulang (recycle) dan mendaur pakai (reuse) sampah tersebut. Kitapun perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari rumah kita. Karena saat ini kita telah menjadi masyarakat kimia, yang menggunakan ratusan jenis zat kimia dalam keseharian kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, memupuk tanaman, dan sebagainya. Kita harus bertanggung jawab terhadap berbagai sampah seperti makanan dalam kemasan kaleng, minuman dalam botol dan sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada kemasannya dan kemudian terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan pilihan kita untuk bermobil atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi asam atu hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air alam. Menjadi konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang bijaksana. Sebagai contoh, kritis terhadap barang yang dikonsumsi, apakah nantinya akan menjadi sumber bencana yang persisten, eksplosif, korosif dan beracun atau degradable (dapat didegradasi alam). Apakah barang yang kita konsumsi nantinya dapat meracuni manusia, hewan, dan tumbuhan aman bagi makhluk hidup dan lingkungan. Jadi kita sebagai konsumen harus lebih tanggap dan peka terhadap lingkungan. Teknologi dapat kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air bersih, instalasi pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar. Dari segi kebijakan atau peraturanpun mengenai pencemaran air ini telah ada. Bila kita ingin benar-benar hal tersebut dapat dilaksanakan, maka penegakan hukumnya harus dilaksanakan pula. Pada akhirnya, banyak pilihan baik secara pribadi ataupun sosial (kolektif) yang harus ditetapkan, secara sadar maupun tidak, yang akan mempengaruhi tingkat pencemaran dimanapun kita berada. Walaupun demikian, langkah pencegahan lebih efektif dan bijaksana. Melalui penanggulangan pencemaran ini diharapkan bahwa pencemaran akan berkurang dan kualitas hidup manusia akan lebih ditingkatkan, sehingga akan didapat sumber air yang aman, bersih dan sehat.

30

BAB III PENUTUP


5.1

Kesimpulan : 1. Pencemaran air didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. 2. Naftol merupakan zat pewarna kimia yang sering dipakai dalam proses pembuatan batik. Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo. Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dan terbentuk di dalam serat dari dua komponen pembentuknya. 3. Jika limbah batik yang mengandung naftol langsung dibuang ke dalam sungai Banger, maka dapat merusak kepada kesehatan masyarakat sekitar yang menggunakan air sungai Banger tersebut. 4. Analisis pencemaran air di sungai Banger ini dapat menggunakan metode spektrofotometer infra merah. Dengan menganalisis kadar naftol yang terkandung dalam limbah.

5.2

Saran : Sebaiknya perlu dilakukan penyuluhan mengenai dampak dari limbah batik disungai

Banger ini. Karena jika tidak ditangani dengan serius dapat berakibat buruk pada masyarakat sekitar. Selanjutnya, saya menghimbau agar pemerintah lebih peduli terhadap nasib masyarakat disekitar sungai Banger.

31

DAFTAR PUSTAKA
Cotton, C. A. 1940. Classifikation and correlation of River Terrasces. Jour Geomorphology, Vol 3. New York: Grw Hill. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Forman; Richard and Michel Gordon. 1983. Lansdcape Ecology. John Wiley & Son; New York. id.wikipedia.org. 2011. Batik. Available at : id.wikipedia.org_batik. Diakses tanggal 12 Desember 2011pukul 15.31). id.wikipedia.org. 2011. Sungai. Available at : id.wikipedia.org_sungai. Diakses tanggal 13 Desember 2011pukul 23.11). Kementrian Lingkungan Hidup RI. 2002. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup Pannekoek, A.J.Dr. 1949. Outline of the Geomorphology of Java. TKNA, Genootsch. LXVI. Sandy, IM. 1985. DAS-Ekosistem Penggunaan Tanah. Publikasi Direktorat Taguna Tanah Departemen Dalam Negeri (Publikasi 437). Suara Merdeka. 2003. Menggugat Pencemaran Kali Banger Pekalongan: Sebuah Perjuangan Masyarakat Menggugah Kesadaran Pelestarian Lingkungan. Available at :

http://www.walhi.or.id (Diakses tanggal 13 Desember 2011pukul 22.51). Sugihartono dan Budi Harto, 2007. Pencemaran Lingkungan Di Kota Pekalongan. Available at : www. liputan6.com (Diakses tanggal 14 Desember 2011pukul 15.36). Sunarto, 2008. Teknik Pencelupan dan Pencapan untuk SMK. Jakarta : Direktoral Pembinaan Sekolah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional Warlina, Lina.1985. Pengaruh Waktu Inkubasi BOD Pada Berbagai Limbah. FMIPA

Universitas Indonesia,Jakarta
32

You might also like