You are on page 1of 18

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN Oleh: Asih Andriyati M. (S811302003) Dian Permatasari K.D.

(S811302008) Heni Wulandari (S8113020019) Program Studi Teknologi Pendidikan Pascassarjana UNS

Abstract Instructional design starts with the identification of needs/ problems learning. In the identification of the need to identify six issues, including identification of normative, comparative, felt, Expressed, autisipated and critical accident. In addition, there are also steps in the identification of learning needs, the beginning stages of planning, data collection, data analysis, making the final report. The general objective of identifying learning needs consists of three areas, namely the cognitive, spikomotorik, and affective. Key word: Intructional, need, identification, spikomotorik, affective. cognitive,

1. Pendahuluan Proses pembelajaran merupakan proses yang telah diatur dengan langkah-langkah tertentu untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Dalam pembelajaran di dalamnya terdapat pendidik, metode, strategi, peserta didik, dan masih banyak yang lainnya. Proses pembelajaran sendiri memiliki tujuan supaya terjadi perubahan perilaku pada peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya sinergisitas antara pendidik, metode, strategi, dan peserta didik serta komponen yang lainnya. Akan tetapi pada kenyataannya dalam proses pembelajaran sinergisitas tersebut tidak terjadi, sehingga terjadi kesenjangan antara kondisi yang terjadi dengan kondisi yang diharapkan.

Kesenjangan yang terjadi dapat diidentifikasikan menjadi dua kategori, yaitu faktor penyebab kurangnya tenaga pendidik dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku. Faktor kedua, penyebab sarana dan prasarana, keuangan, sistem, dan prosedur kerja dalam menejemen dan lainlain. Kesenjangan di atas terjadi karena tidak adanya kesesuaian keaadaan yang terjadi dengan keadaan yang diharapkan. Misalnya dalam dunia pendidikan kejuruan. Salah satu tujuan pendidikan sekolah menengah kejuruan adalah menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dan program keahlian yang dipilihnya. Akan tetapi, pada realitasnya tidak semua output terserap dalam dunia usaha atau industri. Berdasarkan masalah di atas maka diperlukan adanya pemecahan masalah dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran. Oleh karena itu, di dalam artikel singkat ini akan dibahas tentang identifikasi kebutuhan pembelajaran, langkah-langkah analisis kebutuhan pembelajaran, dan tujuan umum dari analisis kebutuhan pembelajaran. 2. Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran A. Konsep Kebutuhan Pembelajaran Langkah awal yang dilakukan dalam mendesain pembelajaran yaitu dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran terlebih dahulu ketika mengalami masalah tentang pembelajaran. Kebutuhan itu muncul karena adanya kesenjangan realitas/ keadaan saat ini yang tidak sesuai dengan keadaan yang diharapkan. Kebutuhan memiliki makna yang berbeda dengan keinginan. Seperti yang dipaparkan di atas bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan sekarang dengan yang seharusnya. Kesenjangan inilah yang nantinya akan memunculkan sebuah masalah. Di sisi lain, keinginan memiliki makna harapan yang dicita-citakan.

M. Atwi Suparman (2012: 120) mengatakan

bahwa proses

mengidentifikasi kebutuhan dimulai dari mengidentifikasi kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diharapkan kemudian dilanjutkan sampai proses pelaksanaan pemecahan masalah dan evaluasi terhadap efektifitas dan efisiensinya. Hal tersebut tentu juga berlaku terhadap identifikasi kebutuhan pendidikan yang dimulai dari identifikasi keadaan yang terjadi pada proses pelaksanaan pembelajaran dengan keadaan yang diharapkan pada pembelajaran, dilanjutkan dengan proses pelaksanaan pemecahan masalah yang terjadi dalam pembelajaran dan evaluasi terhadap efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Morrison, Ross, dan Kemp (2007: 32) mengatakan bahwa terdapat empat fungsi di dalam identifikasi kebutuhan, yaitu sebagai berikut: 1) Identifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan, yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran. 2) Mengidentifikasi kebutuhan yang mendesak terkait dengan masalah finansial, keamanan atau masalah lain yang mengganggu lingkungan pendidikan. 3) Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan. 4) Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran. Lebih lanjut Morrison, Ross, dan Kemp (2007: 33) menambahkan bahwa terdapat enam tipe/ cara yang digunakan untuk merencanakan dan menganalisis kebutuhan, enam cara tersebut yakni sebagai berikut. a) Kebutuhan normative : Membandingkan peserta didik dengan standar nasional, misal, Ebtanas, UMPTN, dan sebagainya. b) Kebutuhan komparatif : Membandingkan peserta didik pada satu kelompok dengan kelompok lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas SMP A dengan SMP B. c) Kebutuhan yang dirasakan : Hasrat atau keinginan yang dimiliki masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Cara terbaik untuk menidentifikasi hasil tugas.

d) Kebutuhan

yang

diekspresikan

Kebutuhan

yang

mampu

diekspresikan seseorang dengan tindakan, misal siswa ingin lebih pandai dalam bahasa Inggris maka ia mengikuti kursus bahasa Inggris. e) Kebutuhan masa depan : Mengidentifikasikan perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang, misal penerapan strategi baru dalam pembelajaran. f) Kebutuhan Insedentil yang mendesak : Adanya masalah yang yang terjadi di luar dugaan, misal banjir, gempa bumi, dll. Identifikasi kebutuhan pembelajaran tidak hanya dilakukan oleh pendidik (yang di dalamnya terdiri dari pengajar dan pengelola progam pendidikan), dan orang tua atau masyarakat. Akan tetapi, identifikasi kebutuhan pembelajaran juga bisa dilakukan oleh peserta didik itu sendiri. Jadi, ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan informasi dalam mengidentifikasi kebutuhan intruksional, yakni peserta didik, masyarakat (wali murid) dan pendidik. Ketiga kelompok ini memiliki hubungan kerja sama dan partisipasi dalam mengidentifikasi kebutuhan pendidikan. Hubungan kerja sama ketiga kelompok ini dapat digambarkan dalam bentuk segitiga dibawah ini. Kompetensi yang Diharapkan Dicapai

Peserta Didik/ Lulusan

Pendidik

Masyarakat yang akan dilayani Masuk

Atau pengguna lulusan

Gambar 1. Hubungan Kerja Sama dan Partisipan Tiga Mitra dalam Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional dan Pembangunan Kurikulum (Modifikasi dari Harles 1975 dalam M. Atwi Suparman 121: 2012) B. Melakukan Identifikasi Kebutuhan Ada empat tahap dalam melakukan analisa kebutuhan, yakni perencanaan (Planning), pengumpulan data (Collecting data), analisis data (Analyzing data), dan menyiapkan laporan akhir (Preparing the final report). (Morrison, Ross, dan Kemp, 2007: 36). Perencanaan, kegiatan pembelajaran yang baik selalu berawal dari perencanaan yang matang. Perencaan yang matang akan memberikan hasil yang optimal dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru sebagai subjek pembuat perencanaan pembelajaran harus mampu membuat progam pembelajaran sesuai dengan metode dan strategi yang akan digunakan. Dalam tahapan perencanan ini, hal yang perlu dilakukan yakni, menyiapkan atau membuat klasifikasi siswa, kemudian menentukan siapa saja yang akan terlibat dalam kegiatan, dan membuat cara mengumpulkan data. Pengumpulan data bisa dilakukan dengan cara kuisioner, rangking, interview, kelompok diskusi kecil, dan lain-lain. Pengumpulan data, hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data yakni besar kecilnya sampel dalam penyebarannya. Analisa data, setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis data dengan pertimbangan ekonomi, rangking, frekuensi, dan kebutuhan. Membuat laporan akhir, dalam sebuah laporan kebutuhan pembelajaran mencakup empat bagian, yakni analisa tujuan, analisa proses, analisa hasil dengan table dan penjelasan singkat, serta rekomendasi yang terkait dengan data. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat digambarkan dalam bentuk sebagai berikut.

Planing

Target Audienc e Strateg y Analysis

Collecti ng Data Sampel Size Data Analysis Analysis Schedul ing Final Report Purpose

Particip ants

Prioritiz ation

Process

Result

Action

Gambar 2. Tahapan Analisis Kebutuhan (Morrison, Ross, dan Kemp, 2007: 37) 3. Langkah-langkah Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Menurut M. Atwi Suparman (2012) ada 8 langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran sebagai berikut: Langkah pertama, Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional, ini merupakan titik tolak dan sumber bagi langkah-langkah berikutnya. Oleh karena itu, kebingungan yang terjadi dalam langkah permulaan ini akan menyebabkan seluruh kegiatan pengembangan instruksional kehilangan arah. Pada langkah ini dikemukakan prosedur mengidentifikasi kebutuhan instruksional, dan berhenti setelah diperoleh prilaku umum yang perlu diajarkan pada siswa. Setelah dilakukan analisis kebutuhan instruksional dilanjutkan dengan perumusan Tujuan Instruksional Umum (TIU) atau dikenal dengan istilah Kompetensi Dasar (KD). Perumusan TIU dapat dikatakan sebagai hasil akhir dari analisis kebutuhan instruksional.

Langkah kedua, yaitu melakukan analisis instruksional. Kegiatan ini menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku yang lebih kecil atau spesifik serta mengidentifikasi hubungan antara perilaku spesifik yang satu dengan yang lainnya. Keterampilan melakukan analisis instruksional ini sangat penting artinya bagi kegiatan instruksional, karena pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus diberikan lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan dari hasil analisis instruksional. Dengan demikian, guru jelas melihat arah kegiatan instruksionalnya secara bertahap menuju pencapaian TIU. Ini berarti guru terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU. Langkah ketiga adalah mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa. Dalam langkah ini dikemukakan pendekatan menerima siswa apa adanya dan menyusun sistem instruksional atas dasar keadaan siswa tersebut. Oleh karena itu, langkah ini merupakan proses mengetahui prilaku yang dikuasai siswa sebelum mengikuti pelajaran, bukan untuk menentukan prilaku prasyarat dalam rangka menyeleksi siswa sebelum mengikuti pelajaran. Konsekuensi yang digunakan ini adalah : titik mulai suatu kegiatan instruksional tergantung kepada prilaku awal siswa. Hal ini sangat penting karena mempunyai implikasi terhadap penyusunan bahan belajar dan sistem instruksional. Langkah keempat adalah merumuskan/menuliskan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi prilaku dan karakteristik awal siswa adalah menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada siswa. Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk Tujuan Instruksional Khusus(TIK). Merumuskan TIK harus menggunakan empat komponen secara lengkap ABCD (Audience, Behavior, Condition, Degree). TIK menjadi dasar dalam menyusun kisi-kisi tes, dan merupakan alat untuk menguji validitas isi tes. Metode instruksional yang dipilih juga berdasarkan prilaku yang ada dalam TIK. Langkah kelima adalah menuliskan tes acuan patokan yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai

tujuan instruksional. Hasil pencapaian siswa ini juga merupakan petunjuk sejauh mana tingkat keberhasilan sistem instruksional yang digunakan. Menulis tes acuan patokan menggunakan tabel spesifikasi atau kisi-kisi sederhana agar dapat memenuhi kebutuhan seorang guru untuk menyusun tes yang konsisten dengan tujuan instruksional, baik yang bersifat kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Langkah keenam adalah menyusun strategi instruksional yang membahas hal-hal tentang bagaimana sebaiknya seorang guru mengatur urutan kegiatan instruksionalnya setiap kali ia mengajarkan suatu bagian dari mata pelajarannya. Stategi instruksional berkaitan dengan metode, media yang digunakan, waktu pelaksanaan, dan berapa besar usaha yang harus dilaksanakan guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional. Langkah ketujuh adalah mengembangkan bahan instruksional berdasarkan strategi intruksional dan tes yang telah disusun. Bahan instruksional dapat dikembangkan sesuai dengan bentuk kegiatan intruksionalnya. Seluruh bahan instruksional tersebut dikembangkan melalui proses yang sistematis atas dasar prinsip belajar dan prinsip intruksional, yaitu dapat berupa: pengembangan bahan belajar mandiri, pengembangan bahan pengajaran konvensional, dan pengembangan bahan PBS (Pengajar, Bahan, Siswa). Langkah kedelapan adalah mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai proses menyediakan dan menggunakan informasi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kulitas program instruksional. Oleh karena itu langkah ini membahas cara mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif terhadap bahan instruksional yang telah didesain. Faktor yang dievaluasi adalah pelaksanaan kegiatan intruksional dengan menggunakan bahan belajar, pedoman pengajaran, pedoman siswa, dan tes. Berbeda dengan M. Atwi Suparman, Dick, Carey & Carey juga menyusun langkah-langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar bagan berikut ini.

Gambar: Desain Pembelajaran model Dick, Carey & Carey (2009) 1. Identifikasi tujuan pembelajaran khusus Langkah pertama yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran ini, adalah menentukuan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki peserta didik setelah menempuh program pembelajaran. Hal ini kompetensi yang harus dimiliki peserta didik adalah pemahaman tentang materi perkuliahan. 2. Analisis instruksional Setelah melakukan identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis instruksional yaitu sebuah prosedur yang digunakan untuk menentukan ketrampilan dan pengetahuan yang relevan dan diperlukan oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi. Antara lain pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang perlu dimiliki peserta didik setelah mengikuti pembelajaran..

3. Analisis peserta didik dan konteks Selanjutnya analisis terhadap karakteristik pesertadidik yang akan belajar dan konteks pembelajaran. Analisis konteks meliputi kondisi-kondisi terkait dengan ketrampilan yang dipelajari peserta didik dan situasi tugas yang dihadapi peserta didik untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari, sedang analisis karakteristik peserta didik adalah kemampuan aktual yang dimiliki peserta didik. 4. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus Dengan dasar analisis instruksional tersebut, maka dirumuskan tujuan pembelajaran khusus yang akan menjadi harapan/ gambaran dari perilaku peserta didik setelah menerima pelajaran. mengenai materi perkuliahan. 5. Mengembangkan alat penilaian Alat penilaian ini menjadi salah satu feedback dalam pembelajaran untuk mengetahui ketercapain tujuan dan kompetensi khusus yang telah dirumuskanya. Dalam pengembangnya alat evaluasi ini adalah performance peserta didik setelah menerima pelajaran. Apakah tingkat pemahaman peserta didik meningkat atau tidak. 6. Mengembangkan strategi pembelajaran Strategi pembelajaran yang dipilih adalah strategi pembelajaran yang dapat dijadikan jembatan/ media transformasi apakah mendukung ketercapaian kompetensi yang telah dirumuskan. 7. Pengembangan bahan ajar Dalam langkah ini, pengembangan bahan ajar disesuaikan dengan tujuan pembelajaran/ kompetensi yang telah dirumuskan, serta disesuaikan dengan strategi pembelajaran yang digunakan.. 8. Merancang evaluasi formatif Setelah draft rancangan tentang program pembelajaran selesai dikembangkan, maka evaluasi formatif ini berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan data kekuatan dan kelemahan program pembelajaran yang telah dirancang. Model Dalam pengembanganya tujuan pembelajaran khusus/ indicator ini adalah perubahan perilaku pengetahuan

ini dikembangkan dengan menguji cobakan pada kelas kelompok kecil misalnya 2 atau 3 peserta didik atau 10 orang peserta didik dalam diskusi terbatas. 9. Melakukan revisi terhadap program pembelajaran Langkah ini dilakukan setelah mendapatkan masukan dari evaluasi formatif terhadap draf program.pada langkah ini, tidak hanya mengevaluasi terhadap draf program saja, akan tetapi pada semua system pembelajaran mulai dari analisis instruksional sampai evaluasi formatif. 10. Melakukan evaluasi sumatif Evaluasi sumatif merupakan evaluasi puncak terhadap program pembelajaran yang telah dirancang, setelah program tersebut dilakukan evaluasi formatif dan dilakukan revisi-revisi terhadap produk, maka evaluasi sumatif dilakukan. Morrison, Ross & Kemp (2007 :29 ) menyatakan bahwa ada delapan langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut.

Gambar Model DesainPembelajaran dalam Morrison, Ross & Kemp 2007 :29.

Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah, yaitu sebagai berikut. a) Menentukan tujuan dan daftar topik, menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya; b) Menganalisis karakteristik peserta didik, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain; c) Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat dijadikan tolok ukur perilaku peserta didik; d) Menentukan isi materi pelajar yang dapat mendukung tiap tujuan; e) Pengembangan penilaian awal untuk menentukan latar belakang peserta didik dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik; f) Memilih aktivitas dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan strategi pembelajaran, jadi peserta didik akan mudah menyelesaikant ujuan yang diharapkan; g) Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi personalia, h) Mengevaluasi fasilitas-fasilitas, pembelajaran perlengkapan, peserta dan jadwal untuk melaksanakan rencana pembelajaran; didik dengan syarat mereka menyelesaikan pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. 4. Tujuan Pembelajaran Umum dari Hasil Analisis Kebutuhan Pembelajaran. Dari kegiatan mengidentifikasi kebutuhan instruksional diperoleh jawaban bahwa penyelesaian masalah kesenjangan antara keadaan saat ini dengan yang diharapkan adalah penyelenggaraan pembelajaran. Tujuannya adalah tercapainya kompetensi yang tidak pernah dipelajari oleh peserta atau belum dilakukan dengan baik oleh peserta didik.

Bloom (1956) membagi tujuan pendidikan menjadi 3 kawasan menurut jenis kemampuan yang tercantum didalamnya, antara lain : a. Tujuan dalam kawasan kognitif yaitu tujuan yang mempunyai titik berat kemampuan berpikir atau ingatan. Dalam kawasan kognitif ini,tujuan pendidikan dibagi menjadi enam jenjang, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam jenjang itu bersifat hirarkikal dimulai jenjang yang paling bawah yaitu pengetahuan sampai ke jenjang yang paling tinggi, yaitu evaluasi. Artinya Jenjang yang di bawahnya itu harus dicapai lebih dahulu agar dapat mencapai diatasnya. Secara singkat setiap jenjang taksonomi tujuan pendidikan dalam kawasan kognitif tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Pengetahuan Pengetahuan meliputi perilaku-perilaku (behaviors) yang

menekankan mengingat (remebering) seperti mengingat ide dan fenomena atau peristiwa. 2) Pemahaman Pemahaman meliputi perilaku menerjemahkan, menafsirkan, menyimpulkan, atau mengekstrapolasi ( memperhitungkan) konsep dengan menggunakan kata-kata atau simbol-simbol lain yang dipilhnya sendiri. Dengan kata lain, pemahaman meliputi perilaku yang menunjukkan kemampuan peserta didik dalam menangkap pengertian suatu konsep. 3) Penerapan Penerapan meliputi penggunaan konsep atau ide, prinsip, teori, prosedur, atau metode yang telah dipahami peserta didik ke dalam praktik memecahkan masalah atau melakukan suatu pekerjaan.

Hal ini dimaksudkan yaitu untuk menghasilkan peserta didik yang mampu bekerja dengan menerapkan teori yang telah dipelajarinya. 4) Analisis Analisis meliputi perilaku menjabarkan atau menguraikan (break down) konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan menjelaskan keterkaitan hubungan antar bagian-bagian tersebut. 5) Sintesis Sintesis berkenaan dengan kemampuan menyatukan bagian-bagian secara integritasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum ada. 6) Evaluasi Kemampuan mengevaluasi berarti membuat penilaian (judgement) tentang nilai (value) untuk maksud tertentu. Karena membuat penilaian maka prosesnya menggunakan kriteria atau standar untuk mengatakan sesuatu yang dinilai tersebut seberapa jelas, efektif, ekonomis, atau memuaskan. Proses evaluasi melibatkan kemampuan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sisntesis. Gage dalam bukunya The Conditions of Learning (1985) mengemukakan tiga macam kapabilitas (capabilities) manusia sebagai hasil belajar kognitif, satu macam hasil belajar ketrampilan gerak (motor skills), dan satu macam hasil belajar sikap (attitudes) Ketiga kapabilitas atau kemampuan dalam kawasan kognitif tersebut adalah ketrampilan intelektual (intellectual skills), informasi verbal (verbal information), dan strategi kognitif (cognitive startegies).

1) Ketrampilan Intelektual Ketrampilan intelektual adalah hasil belajar yang meliputi cara (knowing how) atau pengetahuan yang bersifat prosedural (procedural knowledge) Ketrampilan intelektual dapat dibagi menjadi empat

subkategori yang lebih sederhana. a. Subkategori konsep (Concepts) Konsep adalah bagian dari sesuatu yang oleh Gagne disebut rule b. Diskriminasi (Discrimintaions) Diskriminasi adalah kemampuan membedakan antara satu konsep dengan konsep lain. Misalnya membedakan bentuk benda yang segitiga dan yang bulat atau membedakan konsep tujuan instruksional dengan proses instruksional. c. Rules Tingkat yang Lebih Tinggi (Higher Order Rules) Rules Tingkat yang Lebih Tinggi adalah kemampuan menerapkan konsep-konsep yang lebih kompleks pada situasi yang bervariasi yang biasanya diperoleh dari belajar tentang pemecahan masalah. d. Prosedur (procedure) Prosedur adalah rangkaian dari beberapa rules dalam bentuk urutan kegiatan. 2) Informasi Verbal (Verbal Information)

Informasi verbal adalah kemampuan menjelaskan secara verbal tentang sesuatu yang dipelajari baik berbentuk fakta, prinsip, maupun penggunaan rules. 3) Strategi Kognitif (Cognitive Startegies) Startegi kognitif merupakan keterampilan yang terorganisasi secara internal. Terminologi lain yang digunakan para ahli adalah perilaku yang dikelola sendiri (self-management behavior). Kemampuan strategis menyangkut bagaimana cara mengingat, dan cara belajar berpikir tanpa terikat pada amteri yang dipelajari atau dipikirkan. Kawasan afektif menurut Krathwohl, Bloom, dan Maisa dibagi menjadi lima jenjang, dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Penerimaan meliputi kesadaran akan adanya suatu sistem nilai, ingin menerima nilai, dan memperhatikan nilai tersebut. 2) Pemberian respon meliputi sikap ingin merespons terhadap sistem, puas dalam memberi respon. 3) Penilaian meliputi penerimaan terhadap suatu sistem nilai, memilih sistem nilai yang disukai, dan memeberikan komitmen untuk menggunakan sistem nilai tertentu. 4) Pengorganisasian meliputi memilah dan menghimpun sistem nilai yang akan digunakan. 5) Karateristik meliputi perilaku secara terus-menerus sesuai dengan sistem nilai yang telah diorganisasikannya. b. Tujuan dalam kawasan psikomotorik, Tujuan dalam kawasan psikomorik yaitu tujuan yang mempunyai fokus ketrampilan melakukan gerak fisik. Anita J. Harrow (1977)

membagi kawasan peikomotorik menjadi 6 tingkat,yaitu gerak refleks (reflex movements), gerak fundamental dasar ( basic-fundamental movements), kemampuan perseptual (perceptual abilities), gerak terampil (skilled movements), dan komunikasi wajar (non-discursive comunication). c. Tujuan dalam kawasan afektif, yaitu tujuan yang berintikan kemampuan bersikap seperti menerima tata nilai,merespon tata nilai, mengorganisasikan tata nilai yang sesuaibagi dirinya dan menerapkan seluruh tata nilai yang telah diorganisasikannya dalam kehidupan seharihari sehingga menjadi karakter dirinya. Tujuan instruksional dalam kawasan manapun harus dirumuskan dalam kalimat dengan kata kerja dan operasional serta menunjukkan kegiatan yang dapat dilihat. 1) Pertama orang yang belajar, yang dimaksud adalah peserta didik, bukan pengajar atau bukan orang lain. Tujuannya harus berorientasi kepada peserta didik. 2) Istilah yang digunakan adalah akan dapat bukan dapat atau sudah dapat karena tujuan itu dirumuskan sebelum peserta didik mulai belajar serta tujuan tersebut akan dicapai setelah proses belajar. Dan yang akan menunjukkan hasil belajar bukan proses belajar. 3) Kata kerja dalam tujuan instruksional haruslah berbentuk kata klerja aktif dan dapat diamati, seperti menyusun, menggunakan, atau mendemonstrasikan. 4) Tujuan instruksional yang berupa kata kerja dan objek adalah perilaku (behavior) yang diharapkan dikuasai peserta didik pada akhir proses belajarnya. Itulah sebabnya tujuan instruksional sering disebut tujuan yang bersifat perilaku (behavioral objective) karena akan ditampilkan sebagai kinerja peserta didik setelah proses belajar.

5. Penutup Langkah awal yang dilakukan dalam mendesain pembelajaran yaitu dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran terlebih dahulu ketika mengalami masalah tentang pembelajaran. Kebutuhan itu muncul karena adanya kesenjangan realitas/ keadaan saat ini yang tidak sesuai dengan keadaan yang diharapkan. Untuk mengidentifikasi kebutuhan perlu dilakukan langkah-langkah identifikasi. Tujuan umum dari identifikasi kebutuhan pembelajaran sendiri mencakup tiga kawasan, yakni kawasan kognitif, spikomotorik, dan efektif. Ketiga kawasan tersebut memiliki tujuan yang berbeda-beda. Meskipun tujuannya berbeda, ketiga kawasan tersebut harus dirumuskan dalam kalimat dengan kata kerja dan operasional serta menunjukkan kegiatan yang dapat dilihat. Daftar Pustaka Dick, Carry & Carry. 2009. The Sistematic Design Of Instruction. Upper Saddle River, New Jersey, Columbus, Ohio. M. Atwi Suparman. 2012. Desain Intruksional Modern. Jakarta: Erlangga. Morrison, Ross, & Kemp. 2007. Designing Effective Instruction Fifth Edition. USA: John Wiley and Sons, inc.

You might also like