Professional Documents
Culture Documents
Tiada pesan yang lebih baik melebihi pesan Allah swt dan RasulNya. Apalagi bagi
masyarakat agamis seperti Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Seorang mukmin yang
atau saling berpesan yang dilakukan dengan cara yang hak/benar dan sabar. Saling berpesan
melarang kemungkaran. Bukankah di setiap akhir khutbah Jum’at sering dibacakan khatib
pesan Allah swt kepada kita untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, mencegah dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Sebab Allah ingin
memberi nasehat kepada kita agar mendapat pengajaran dengan mengindahkan pesan-pesan
tersebut.
Meskipun sebuah pesan kelihatannya pahit, tetapi mengandung kebaikan dan manfaat
besar bagi yang mau menerimanya. Pesanpun boleh berasal dari siapa saja tanpa melihat latar
belakang orang tersebut. Dan sebuah pesan tidak mesti merupakan hal-hal yang baru. Boleh
jadi yang lama masih tetap relevan dengan situasi, peristiwa, dan kejadian masa kini. Sebab
beberapa peristiwa memiliki pola-pola sama, dan akan tetap berulang di masa akan datang.
Yang berbeda hanyalah settingnya, yaitu pelaku, tempat, dan waktu. Dalam hal ini al-Qur’an
kaum terdahulu untuk diambil hikmah, pelajaran, dan pesan abadi yang terkandung di
dalamnya.
1
Disamping itu sudah menjadi tabiat manusia sering lupa, lengah, karena kesibukan
duniawi yang menggiurkan dan melalaikan. Sehingga tidak ada salahnya untuk mengulang-
ulang pesat dan nasehat. Pesan-pesan berikut ini pernah dinyatakan oleh Rasulullah ketika
mengingatkan semua pejabat mulai dari yang terendah sampai kepada yang tertinggi. Jabatan
adalah amanah dan ia akan menjadi kenistaan dan penyesalan di hari kemudian, kecuali bagi
siapa yang menerimanya dengan hak serta menunaikannya secara baik. Seperti sabda
Rasulullah saw, “Demi Allah Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada
orang yang menginginkan atau ambisi pada jabatan itu.” (H. R. Bukhari Muslim).
Kepemimpinan/jabatan adalah amanah, titipan Allah swt, bukan sesuatu yang diminta
apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab jabatan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang
kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri,
bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya
hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan serta
semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan golongan. Sebab
pemimpin dipilih oleh rakyat, dimana rakyat mempertaruhkan masa depan mereka di tangan
Pemimpin adalah ulil amri, umara atau penguasa, yaitu orang yang mendapat amanah
untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain, pemimpin itu adalah orang yang
mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Bukan untuk kepentingan golongannya
2
sendiri apalagi kepentingan pribadi. Jika ada pemimpin yang tidak mau mengurus
Pemimpin sering juga disebut khadim al-ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu,
seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan
minta dilayani. Dengan demikian, hakikat pemimpin sejati adalah seorang pemimpin yang
sanggup dan bersedia menjalankan amanat Allah swt untuk mengurus dan melayani
umat/masyarakat.
Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam Islam serta kriteria dan sifat-sifat
apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih
pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits. Kaum muslimin yang benar-benar
beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasulullah saw dilarang keras untuk memilih
pemimpin yang tidak memiliki kepedulian dengan urusan-urusan agama (akidahnya lemah)
atau seseorang yang menjadikan agama sebagai bahan permainan, politik, dan kepentingan
Dengan kata lain masyarakat harus selektif dalam memilih pemimpin dan hasil
pilihan mereka adalah “cermin” siapa mereka. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw yang
mengandung makna bahwa “bobot” dan kwalitas seorang pemimpin merefleksikan tinggi
rendahnya tingkat dan taraf kehidupan rakyatnya, pandangan hidup, sikap dan perilaku
mereka.
lain selain Allah, yaitu masyarakat. Karena yang memilih pemimpin adalah masyarakat.
menyenanginya, maka sholatnya tidak melampaui kedua telinganya (tidak diterima Allah).”
penderitaan rakyat. Sebab dalam sejarahnya para rasul tidak diutus kecuali yang mampu
Ibrahim (14): 4, “Kami tidak pernah mengutus seorang Rasul kecuali dengan bahasa
kaumnya.” dan Q. S. At-Taubah (9): 129, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang
Rasul dari kaummu sendiri, terasa berat baginya penderitaanmu lagi sangat mengharapkan
kebaikan bagi kamu, sangat penyantun dan penyayang kepada kaum mukmin.”
pribadi, jangan juga karena loyalitas semu kepada pemimpin tersebut. Jika Allah swt
menghendaki kebaikan bagi seorang pemimpin, maka dia didorong untuk cenderung memilih
pembantu-pembantunya yang terbaik. Dan begitu juga sebaliknya, jika kejelekan dikehendaki
bagi seorang pemimpin, maka dia memilih para pembantunya yang jahat dan licik. Rasulullah
saw bersabda, “Siapa yang menetapkan seseorang untuk suatu jabatan, padahal dia
mengetahui ada yang lebih baik darinya (yang dipilih itu), maka dia telah mengkhianati
yang diserahi kekuasaan terpedaya oleh orang-orang yang meraih kenikmatan melalui
kekuasaan yang dimilikinya yang mengakibatkan dia kelak menderita kesengsaraan. Mereka
itu menikmati kesenangan duniawi atas hilangnya kenikmatan akhirat sang pemimpin. Jangan
sekali-kali tertuju sepenuh hati kepada kekuasaan yang dimiliki saat ini, tetapi arahkanlah
4
pandangan ke hari esok, ketika seorang pemimpin terbelenggu oleh belenggu kematian serta
menghadap Allah kelak di hari kemudian. Sungguh ketika itu amat sedikit pengikut sang
pengikut, sekutu, teman-teman, dengan berbagai macam niat dan kepentingan. Sesungguhnya
sahabat dan pengikut sejati bukanlah mereka yang menganggukan kepala membenarkan
perbuatan anda semasa berkuasa, tetapi adalah orang-orang yang mau mengoreksi dan
membenarkan tindakan pemimpin mereka yang salah. Mereka patuh dan tunduk kepada
pemimpinnya karena sang pemimpin tunduk dan patuh kepada Allah swt dalam segenap
tindakannya.
memilih dan menjadi pemimpin. Sebab memilih pemimpin dengan baik dan benar adalah
sama pentingnya dengan menjadi pemimpin yang baik dan benar. Pemimpin yang baik
pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau dikoreksi perbuatannya yang salah oleh para
pengikutnya. Segala tindakan dan perintahnya diikuti dan dipatuhi karena dia patuh kepada
perintah Allah swt, bukan karena mengharapkan pamrih atau kepentingan tertentu.
Agus Saputera
Subbag Hukmas dan KUB Kanwil Depag Provinsi Riau
5
6