Professional Documents
Culture Documents
Janji Produk: setelah membaca buku ini pembaca akan tahu cara-caranya dan
mempraktikkannya
Outline:
Pendahuluan
Kesimpulan
Profil Penulis
1
Penulis sedang mengambil program doktor bagian pendidikan
di Universitas Negri Jakarta (IKIP).
2
Untuk mengatasi hal tersebut paling praktis ternyata membentang kanvas di
lantai yang mempunyai panjang ubin 30 cm. Sehingga panjang kanvas langsung
dihitung dengan jumlah ubin. Misal panjang kanvas 6 meter dihitung dengan 30
ubin. Cerita potong kain ini sebenarnya masalah pembagian sedangkan
masalah perkalian saat saya melihat tukang bangunan yang akan memasang
ubin. Dia mengukur panjang ruangan dan lebar ruangan. Kemudian membagi
dengan panjang ubin yang akan dipakai. Misal panjang ruangan 6 meter dibagi
panjang ubin 30 cm. Maka tukang bangunan itu menulis 20 ubin. Setelah itu 3
meter dibagi dengan 30 cm maka dia menulis 10 ubin. Baru dia mengali
kebutuhan ubin 20 X 10 = 200 ubin. Seandainya kita berikan anak yang baru
lulus sekolah dasar. Maka perhitungan kemungkinan akan seperti ini
Jumlah ubin = 18 : 0.09 = 200 ubin. Hasil sama tetapi perhitungan tukang
bangunan itu lebih praktis dan cepat dan tidak butuh kalkulator.
3
Bagaimana mengajar 9 : 3 =
Kita pegang sembilan benda yang sama dan akan dimasukkan pada 3 kotak.
Caranya tidak memasukan ketiga benda sekaligus ke dalam kotak, melainkan
dengan cara mengisi kotak tersebut satu per satu.
4
Jangan lakukan sekaligus memasukan ketiga kelereng di depan anak. Cara ini
akan membuat bingung anak yang tidak tahu darimana datangnya angka 3 .
Gb 1.1
Orang tua boleh dibilang akan sama cara mengajarnya dengan guru
mereka di sekolah. Sistim cara pengajaran yang sudah diwariskan turun
temurun adalah sistim pengajaran audio. Guru menulis di papan tulis,
menjelaskan dengan berbicara dan memberi latihan soal. Cara mengajar guru
matematika cenderung mempunyai cara yang sama dari SD sampai tingkat
perguruan tinggi. Cara mengajar itu sudah puluhan tahun dan sudah dipercaya
sebagai satu-satunya cara yang benar dan banyak pula dilakukan di kursus-
kursus.
Sistim audio ini kurang cocok untuk sebagian besar anak yang memang
dilahirkan berbeda-beda. Sistim ini hanya cocok untuk anak yang dilahirkan
dengan gaya belajar audio kurang lebih hanya sekitar 20- 34 %. Selebihnya
adalah anak-anak yang belajar dengan melihat (visual) dan melakukan sesuatu
(kinestetik). Sistim audio yang sekarang sedang berlangsung ini akan
menyingkirkan 66-80% murid. Sistim audio ini memang paling mudah
dilaksanakan tetapi membuat anak hanya menghafal dan kurang kreatif dalam
matematika.
Banyak guru berpikir kalau angka yang ditulis di papan tulis itu, berarti
sudah ada sistim visual pada pengajaran. Pendapat ini keliru. Angka dan huruf
merupakan bentuk yang abstrak bagi anak-anak bukan bentuk yang kongkrit
seperti bangku, meja, televisi dan sebagainya. Soal matematika dalam bentuk
5
kalimat dan angka hanya mengaktifkan otak kiri siswa saja. Begitu pula dengan
cara menjawab soal.
Sedangkan cara visual dan kinestetik yang diterapkan pada buku ini akan
membuat otak kanan mereka aktif dan pengertian mereka akan matematika
menjadi lebih baik yang sesuai dengan kenyataan dan praktek hidup sehari-hari.
Sehingga matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan.
Pada sistim audio, kreativitas itu sulit dicapai bagi anak dalam belajar
matematika karena pola pengajaran yang berulang diajarkan pada anak. Dari
cara mengajar dan mengerjakan soal dengan matematika cenderung satu cara.
Lama kelamaan menanamkan dogma bahwa itu satu-satunya cara dalam
belajar. Sehingga menghambat kreativitas anak.
Apa yang kita lakukan dalam berapa dekade ini dalam meningkatkan
mutu pelajaran matematika ? untuk mengejar ketinggalan tersebut, anak-anak
6
kita malah ditambah latihan soal matematika dan bangga bila anaknya sekolah
dengan mata pelajaran matematika yang lebih banyak dan cepat dibandingkan
sekolah lain. Kita lupa kreativitas untuk mengembangkan cara belajar-mengajar
dalam matematika. Lupa sama sekali bahwa manusia ada otak kanan yang
ukurannya sama besar dengan otak kiri dan perlu dikembangkan.
Kreativitas dalam cara belajar anak bisa dicapai dengan memasukan ketiga gaya
belajar (audio-visual-kinestetik) sehingga mengaktifkan kedua belahan otak
sekaligus melatih motorik dari anak.
Apakah cara ini tidak bertentangan dengan cara dari guru di sekolah ? tidak,
karena cara pada buku ini ada empat tahap.