You are on page 1of 27

PROPOSAL PENELITIAN

STATUS GIZI PADA PASIEN PENYAKIT KRONIK DI RSUD KOJA

Logo

WILLIAM HORAS Muhammad Lutfi Zaristan 11.2011. Murni Hayati Mohd Hashim 11.2011.132 Zolrina Zolkapli 11.2011.136 Muhammad Izzuddin Rosaimi 11.2011.

PEMBIMBING Dr. Suzanna Ndraha SpPD KGEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KOJA JAKARTA, Juli-September 2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkah-Nya kami dapat menyelesaikan proposal penilitian ini dengan baik. Adapun proposal penilitian ini berjudul Status Gizi Pada Pasien Penyakit Kronik Di RSUD Koja. Pada kesempatan ini proposal ini dibuat untuk menyelesaikan salah satu tugas pada kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana di RSUD Koja. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr Suzanna Ndraha SpPD KGEH sebagai dokter pembimbing kepaniteraan klinik Ilmi Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana di RSUD Koja. Kami juga ingin berterima kasih kepada DR dr Mardi Santoso SpPD DTMH KEMD sebagai dekan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Proposal penilitian ini tentulah masih banyak kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar kami dapat membuat laporan penilitan yang lebih baik. Harapan kami laporan penilitian yang akan dibuat berdasarkan proposal ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.

Jakarta, Juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... ...................................................................................... .................................................................................... ......................................................................................... ........................................................................................ ............................................................................................. I.I Latar Belakang I.2 Rumusan Masalah I.4 Tujuan Penilitian I.5 Hipotesis Penilitian I.6 Manfaat Penilitian BAB II

I.3 Pertanyaan Penilitian

TINJAU PUSTAKA, KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ........................................................................................ .......................................................................................... ..........................................................................................

II.1 Tinjauan Pustaka II.2 Kerangka Teori II.3 Kerangka Konsep

BAB III METODE PENILITIAN III.1 Disain .......................................................................................................... ................................................................................. .................................................................................. ....................................................................... ................................................................. III.2 Tempat dan Waktu III.3 Populasi dan Sampel III.5 Besar Sampel

III.4 Cara Pengambilan Sampel III.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi III.7 Identifikasi Variabel III.8 Batasan Operasional III.9 Alur Penilitian III.10 Cara Kerja III.11 Analisis Data III.12 Masalah Etika III.13 Jadual Penilitian

......................................................................................... ............................................................................... ................................................................................

............................................................................................ .............................................................................................. ............................................................................................ ........................................................................................... ......................................................................................... ...................................................................................

III.14 Anggaran Penilitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nutrisi dapat menjadi masalah yang kompleks untuk orang yang hidup dengan penyakit kronis. Insiden penyakit kronis meningkat di seluruh dunia dan diperkirakan bahwa pada tahun 2020, penyakit kronis akan mencapai hampir 80 persen dari penyakit di seluruh dunia (NSW Department of Health 2004). Di Australia penyakit kronis merupakan 70-80% dari beban penyakit dan merupakan kontributor utama penyakit, kecacatan dan kematian dini (Australian Institute of Health and Welfare (AIHW) 2002). Selama dua dekade terakhir, penyakit kronis semakin meningkat dengan meningkatnya populasi usia tua dan berkembangnya teknologi dalam mengkontrol penyakit yang sebelum ini dapat menyebabkan kematian dini.[1] Penyakit kronis didefinisikan sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan, biasanya membutuhkan waktu lama untuk didiagnosis dan memiliki program perawatan jangka panjang yang berhubungan dengan gangguan dan kecacatan (McDonald et al 2004).[1] Menurut World Health Organization (WHO) penyakit kronis adalah penyakit yang berlangsung lama dan perkembangannya umummya lambat. Penyakit kronis seperti penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit paru kronis dan diabetes menjadi penyebab utama kematian di dunia, yang mewakili 63% dari keseluruhan kematian.[2] Pada penderita penyakit kronis, sering dijumpai malnutrisi yaitu kelainan yang disebabkan oleh defisiensi asupan nutrisi dan gangguan. Malnutrisi adalah satu kondisi yang sering kali dikaitkan dengan peningkatan morbiditas, mortalitas, rawat inap, komplikasi dan kualitas hidup yang rendah (McWhirter dan Pennington, 1994; Sullivan, 1995; Flodin et al, 2000).[3,4] Malnutrisi akhirnya dapat menyebabkan perpanjangan rawat inap dan sekaligus menambah biaya.[4] Selain itu, pasien dengan penyakit kronis sering kali dijumpai mengalami perubahan sikap, perubahan nafsu makan dan juga kesukaran akses makanan. Perubahan-perubahan yang terjadi ini akan menyebabkan mereka lebih berisiko tinggi untuk mengalami masalah gizi. [1] Malnutrisi sering kali tidak disadari di

rumah sakit justeru memerlukan perhatian khusus. Dengan itu, adalah penting untuk mengidentifikasi pasien yang kekurangan gizi dengan mengetahui status nutrisi mereka agar dapat mencegah segala komplikasi yang mungkin timbul. Berbagai metode dapat digunakan untuk menilai status gizi pada pasien termasuklah evaluasi laboratorium, Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index, BMI), pemeriksaan antropometri termasuk pengukuran ketebalan lapisan kulit pada permukaan daerah trisep (triceps skin fold, TSF), pengukuran lingkar otot lengan atas (midarm mucsle circumference, MAMC), penilaian subjektif global (Subjective Global Assessment, SGA). Metode biokimia adalah lebih sensitif dibandingkan metode-metode lain dalam menunjukkan perubahan terbaru dalam status gizi pasien. Kadar albumin serum telah lama dianggap sebagai pemeriksaan utama untuk mengukur kadar kekurangan gizi. Kebanyakan pasien akan cenderung mengalami penurunan kadar albumin serum sepanjang dirawat di rumah sakit. Namun, metode memakan waktu, mahal dan membutuhkan ahli yang terlatih.[4] Maka penilaian status nutrisi menggunakan parameter antropometri seperti IMT, MAMC, dan SGA lebih dipilih untuk penilitian ini. Penilitian ini dilakukan untuk mengetahui status nutrisi pada penderita penyakit kronik yang terdapat di RSUD Koja. Sebelumnya, pernah dilakukan penilitian tentang status gizi pada penyakit kronik di RSUD Koja, namun penelitian sebelumnya belum mencakupi metode SGA yang merupakan indikator yang lebih tepat dalam menentukan status gizi pada pasien dengan penyakit kronis terutamanya pasien yang dirawat inap. Karena itu, penilitian ini dilakukan demi untuk menambah baik penilitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan mengetahui pola nutrisi pasien penyakit kronik menggunakan metode IMT, MAMC dan SGA, diharapkan supaya dapat diterapkan langkah pencegahan yang bersesuaian dan secara langsung dapat mencegah komplikasi yang lebih lanjut pada pasien tersebut. I.2 Rumusan Masalah

Penilitian Status Gizi Pada Pasien Penyakit Kronik Di RSUD Koja dilakukan untuk mengetahui dan menilai pola nutrisi pasien dengan penyakit kronik di RSUD Koja.

Penilitian dilakukan dengan menggunakan parameter antropometri IMT, MAMC, dan SGA. Dengan mengetahui pola nutrisi pasien penyakit kronik, diharapkan supaya dapat diterapkan langkah pencegahan yang bersesuaian dan secara langsung dapat mencegah komplikasi yang lebih lanjut pada pasien tersebut. 1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan umum: Bagaimana proporsi malnutrisi pada pasien pernyakit kronik yang dirawat di RSUD Koja? Pertanyaan khusus: 1. 2. 3. 4. Bagaimana gambaran penyakit kronik di rawat inap RSUD Koja? Bagaimana gambaran status nutrisi pada pasien yang dirawat di RSUD Koja berdasarkan IMT? Bagaimana ganbaran status nutrisi pada pasien yang dirawat di RSUD Koja berdasarkan MAMC? Bagaimana ganbaran status nutrisi pada pasien yang dirawat di RSUD Koja berdasarkan SGA? I.4. Tujuan Penelitian Tujuan umum: Mengetahui bagaimana gambaran status nutrisi pada pasien penyakit kronik yang dirawat di RSUD Koja Tujuan khusus: 1. 2. 3. 4. Mengetahui gambaran penyakit kronik di rawat inap RSUD Koja Mengetahui bagaimana gambaran status nutrisi pada pasien yang dirawat di RSUD Koja menurut IMT Mengetahui bagaimana gambaran status nutrisi pada pasien yang dirawat di RSUD Koja menurut MAMC Untuk mengetahui gambaran status nutrisi pada pasien yang dirawat di RSUD Koja berdasarkan SGA

I.5

Hipotesis Penelitian Penelitian ini deskriptif, tidak memerlukan hipotesis

I.6 1.

Manfaat Penelitian Dengan diketahuinya berbagai penyakit kronik di rawat inap RSUD Koja, maka dapat mencegah malnutrisi pada pasien penyakit kronik untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. 2. Dengan diketahuinya bagaimana gambaran status nutrisi pada pasien yang dirawat di RSUD Koja, maka langkah penatalaksanaan malnutrisi dapat dilakukan dengan lebih segera. 3. Bila ternyata gambaran status nutrisi berdasarkan IMT, MAMC dan SGA didapatkan berbeda, maka dapat diketahui metode pemeriksaan status gizi yang paling akurat untuk menilai pasien dengan penyakit penyakit kronis di RSUD Koja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP


II. 1 Tinjauan Pustaka Dengan kemajuan dunia hari ini, pola penyebab kematian di kalangan masyarakat negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris telah berubah yaitu daripada penyakit-penyakit infeksi kepada penyakit kronik seperti penyakit kardiovaskular, diabetes melitus tipe 2 dan kanker. Definisi penyakit kronik menurut badan dunia World Health Organization (WHO) adalah penyakit dengan durasi yang berkepanjangan dan umumnya progresivitasnya bersifat lambat.[1] Definisi lain penyakit kronik menurut departemen kesehatan Florida melalui Jabatan Promosi Kesehatan dan Prevensi Penyakit Kronik adalah penyakit dengan durasi yang berkepanjangan, jarang sembuh spontan dan secara umumnya tdak dapat disembuhkan dengan pengobatan atau tidak dapat dicegah melalui vaksinasi.[2] Penyakit kronik seperti penyakit kardiovaskular, stroke, kanker, penyakit paru obstruktif kronik dan diabetes tipe 2 adalah antara penyebab utama kematian di dunia, mewakili 63% dari jumlah keseluruhan penyebab kematian. Sebanyak 36 milyar orang meninggal karena penyakit kronik pada tahun 2008, 9 milyar daripadanya berumur di bawah 60 tahun dan 90% daripada kematian prematur ini terjadi di negara-negara dengan pendapatan rendah dan sedang. Menurut data dari badan dunia WHO lagi, dari 35 milyar orang yang meninggal dikarenakan penyakit kronik pada tahun 2005, setengah darinya berumur di bawah 70 tahun dan setengah darinya juga wanita.[1] Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kira-kira 7 dari 10 kematian dikalangan rakyat Amerika setiap tahun adalah disebabkan penyakit kronik dan kira kira 1 dari 4 penderita penyakit kronik menunjukkan keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari hari.[3] Ternyata, terdapat korelasi yang signifikan dan tidak boleh diremehkan diantara penyakit kronik yang dideritai seseorang dengan status nutrisinya. Banyak pembuktian

yang dilakukan melalui penelitian yang mengaitkan variable ini misalnya melalui penelitian yang dilakukan oleh C.N Martyn dkk (Effect of nutritional status on use of health care resources by patients with chronic disease living in the community, 1998), menyatakan jumlah preskripsi dan konsultasi yang diperlukan oleh kalangan pasien dengan BMI kurang 20, atau 25 dan keatas adalah lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan BMI 20-25.[4] Sebuah lagi penelitian yang dilakukan oleh C.K Roberts dan R.J. Barnard (Effects of exercise and diet on chronic disease, 2005) yang dipublikasikan di Journal of Applied Physiology dengan jelas menyatakan bahawa terdapat hubungan erat diantara penyakit-penyakit kronik dan pola latihan jasmani dan asupan makanan sehari-hari.[5] Definisi status gizi menurut Hadi (2005) adalah merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variable. [6] Jika ditinjau dari sudut pandang keseimbangan, status gizi didefinisikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supriasa, 2001).[7] Sedangkan menurut ahli gizi, Gibson dan S. Rosalind (2005), status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya. [8] Menurut D.A August dkk dalam karya ilmiahnya yang dipublikasikan di dalam Journal of Parentral and Enteral Nutrition, status nutrisi meliputi 4 komponen yang spesifik yaitu (1) skrining nutrisi : tindakan proaktif menggunakan praktek klinis yang sistematis untuk mengidentifikasi individu dengan malnutrisi atau beresiko menghadapi gejala malnutrisi. (2) penilaian nutrisi : pendekatan komprehensif untuk mendefinisikan status nutrisi menggunakan riwayat kesehatan, nutrisi dan pengobatan, pemeriksaan fisik, pengukuran antropometrik dan data laboratorium. (3) rencana penatalaksanaan nutrisi : merujuk target nutrisi yang terdokumentasi dan intervensi yang akan diberikan kepada seseorang berdasarkan penilaian nutrisi. Pengembangan rencana ini bersifat multidisiplin meliputi pakar-pakar kesehatan dan ahli gizi dan harus menyatakan antara lain target nutrisi, paramenter yang harus dimonitor, rute pemberian nutrisi, metode pemberian nutrisi dan durasi terapi. (4) dukungan nutrisi khusus : administrasi nutrisi melalui rute tertentu untuk tujuan terapeutik.[9]

Pengukuran status nutrisi seseorang termasuk pada penderita penyakit kronik dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain dengan pengukuran antropometrik, tes laboratorium (Biokimia), penilaian diet, dan yang lebih spesifik dan sensitive yaitu Subjective Assessment Global (SGA). Pengukuran antropometrik lebih sering dilakukan mengingat keunggulannya dari sudut proseduralnya yang sangat sederhana, tidak membutuhkan tenaga ahli, alatnya yang murah dan umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang dan baik, karena sudah ada ambang batas yang jelas. Meskipun begitu, pengukuran antropometrik juga ternyata mempunyai banyak kelemahannya sehingga underestimasi status nutrisi sering terjadi jika penilaian status nutrisi seseorang dilakukan hanya berdasarkan pengukuran antropometri. Kelemahannya antara lain tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat, tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu, kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran yang dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran. Istilah antropometri sendiri pertama kali muncul dalam karya ilmiah yang ditulis oleh Brozek pada tahun 1966 di dalam bukunya bertajuk Body Measurements And Human Nutrition yang telah didefinisikan oleh Jelliffe (1966) mengungkapkan bahwa antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. [8] Pengukuran antropometrik dilakukan dengan beberapa metode yaitu pengukuran berat badan dan tinggi badan, Index Massa Tubuh (IMT / BMI), pengukuran lipat kulit ( Skin Fold) dan Mid Arm Muscle Circumference (MAMC). 1. Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) Berat badan merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran masa tubuh (otot dan lemak). Karena tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi maka BB merupakan antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan keutuhan gizi terjamin, berat badan mengikuti perkembangan umur. Sebaiknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan BB, yaitu dapat

berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Hal-hal yang harus dipertimbangkan kalau kita akan menggunakan berat badan sebagai satu-satunya kriteria untuk menentukan keadaan gizi seseorang : 1) Berat badan harus dimonitor untuk memberikan informasi yang memungkinkan intervensi preventif secara dini (dan intervensi guna mengatasi kecenderungan penurunan/ penambahan berat yang tidak dikehendaki) 2) Berat badan harus dievaluasi dalam konteks riwayat berat, baik gaya hidup maupun status berat terakhir. 3) Berat badan tidak memberikan informasi mengenai komposisi tubuh dan dengan demikian tidak efektif untuk menentukan resiko penyakit yang kronis. Namun IMT (indeks masa tubuh) merupakan sarana untuk mengukur resiko penyakit kronis,. 4) Pasien yang berukuran tubuh besar tapi bukan gemuk dapat memiliki nilai IMT di atas nilai standar, namun tidak ada hubungannya dengan peningkatan resiko untuk menderita gangguan gizi atau penyakit. 5) Pasien-pasien dapat memiliki defisiensi mikronutrien yang bermakna disamping deplesi lean body mass, khususnya selama menderita penyakit yang berat. Semua parameter harus dievaluasi 2. dahulu dan kita tidak bolehkan cepat-cepat berasumsi bahwa kelebihan berat badan sama dengan kelebihan gizi. Pasien yang mengalami oedema, hidrotoraks dapat memiliki barat badan yang tinggi tetapi terapi status gizinya jelek seperti gagal ginjal kronis. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.

2. Index Massa Tubuh (IMT / BMI) IMT - BMI (Body Mass Indeks) merupakan indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi individu maupun masyarakat karena cukup peka untuk menilai status gizi orang dewasa di atas 18 tahun. IMT dapat dihubungkan dengan persen lemak tubuh. IMT dihitung dengan pembagian berat badan (dalam kg) oleh tinggi badan (dalam meter) pangkat dua. Korelasi berat badan dengan jumlah total lemak tubuh cukup erat, kendati sebagian orang dengan lean body mass yang tinggi bisa memberikan IMT yang tinggi walaupun orang tersebut tidak gemuk. Klasifikasi nilai indeks massa tubuh (IMT) pada orang dewasa menurut NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey[10 ] ) sebagai berikut : Condition Indicated Protein-calorie malnutrition Underweight Acceptable weight Intervention indicated Obese Severely obese Morbidly obese Men < 17 < 20 20.7 27.8 > 26.4 > 27.8 > 31.1 > 45.4 Women < 17 < 19 19.1 27.3 > 25.8 > 27.3 > 32.2 > 44

Sementara Kategori Ambang Batas IMT khusus untuk Asia adalah sebagai berikut Kategori Kurus Normal Gemuk Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingkat ringan Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingkat ringan IMT <17 17-18,5 >18,7-25 >25-27 >27

3. Pengukuran Lipat Kulit (Skin Fold) Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran kandungan lemka tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh total terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta persentase lemak tubuh dan untuk menentukan status gizi cara antropometrik. Pengukuran lipat kulit paling bermakna dilakukan di trisep (triceps skin fold). Caranya adalah, lipatan kulit diambil engan arah vertical pada jarak antara penonjolan lateral dari prosessus acroial dan batas inferior dri processus olecranon dan diukur pada bagian lateral lengan dengan bahu bersudut 90 derajat menggunakan pita pegukur. Titik tengah ditandai pada sisi samping lengan. Pengukuran dilakukan 1cm diaras tanda tersebut. 4. Mid Arm Muscle Circumference (MAMC). Mid Arm Muscle Circumference (MAMC) adalah setengah keliling dari lengan yang tidak dominan antara bahu dan siku. Dengan asumsi bahwa pertengahan lengan massa otot adalah sebuah silinder dikelilingi oleh beberapa lapis kulit. Mid Arm Muscle Circumference dianggap sebagai indeks keseimbangan kalori dan massa otot. Kekurangan gizi dapat menyebabkan pemborosan dan penurunan massa otot disekelilingnya. Perhitungan Mid Arm Muscle Circumference didasarkan pada asumsi yang keliru bahwa otot bulat sempurna dan bahwa massa tulang diabaikan. Cara menghitung MAMC adalah sebagai berikut : MAMC (cm) = MUAC - (3.14 x TSF(cm))

Pemeriksaan laboratorium (biokimia darah) juga dapat dilaksanankan dalam rangka menilai status gizi individu. Pemeriksaan biokimia darah akan menghasilkan data-data yang membantu menegakkan diagnosis defisiensi mikronutrien dan protein. Disamping itu, parameter biokimia juga mempunyai peranan dalam menegakkan diagnosa penyakit yang ada kaitannya dengan gizi. Monitor penting dalam dari pemeriksaan laboratorium ini adalah parameter biokimia yang sering diperiksa pada pasien. Banyak biodata yang

berubah akibat permasalahan medis (etiologi) yang terjadi bersamaan. Karena itu hasil tes harus dievaluasi dalam konteks status medis.[11] Penilaian diet dengan metode anamnese diet harus dilakukan bagi semua pasien yang beresiko untuk menderita penyakit yang berhubungan dengan gizi dan bagi pasienpasien yang mendapatkan terapi diet. Melakukan anamnesa riwayat diet ini dilakukan dengan metode food recall ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi dan pada masa lalu.[12] Biasanya recall ini dilakukan untuk beberapa hari yang lalu. Penentuan jumlah hari "recall" ini dilakukan sangat ditentukan keragaman jenis konsumsi antar waktu atau tipe responden dalam memperoleh pangan, sebagai contoh antara petani tanaman pangan akan berbeda dengan pegawai negeri. Urutan waktu makan sehari dapat disusun berupa makan pagi, makan siang, makan malam serta makanan sela atau jajan. Pengelompokan bahan makanan dapat berupa bahan makanan pokok, sumber protein nabati (kacang-kacangan), sumber protein hewani (daging, telur, susu), sayuran, buah-buahan dan lain lain Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali dengan menanyakan dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) seperti potong, ikat, gelas, piring dan alat atau ukuran lain yang biasa digunakan dirumah tangga. Dari URT jumlah pangan dikonversikan kedalam satuan berat (gram) dengan menggunakan daftar URT yang umum berlaku. Metode ini sering digunakan untuk survei konsumsi individu dibanding keluarga. Metode recall ini dapat digunakan untuk survei konsumsi keluarga bila semua anggota keluarga di wawancarai atau salah seorang keluarga mengetahui tentang konsumsi anggota keluarga yang lainnya, biasanya orang tersebut adalah ibu rumah tangga. Metode mengingat-ingat ini mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitiannya karena keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperpanjang waktu survei. Pada dasarnya metode food recall ini dipergunakan untuk menilai keadaan konsumsi pangan yang nantinya dipergunakan untuk menilai status gizi. Keadaan konsumsi pangan dan gizi yang baik ditentukan oleh terciptanya keseimbangan antara banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya yang dibutuhkan tubuh disertai dengan pendayagunaan biologis yang sebaik-baiknya dari setiap zat gizi yang dikonsumsi tersebut.

Status nutrisi bisa juga kita tentukan dengan menggunakan metode Subjective Global Assessment (SGA). SGA merupakan suatu teknik penentuan status nutrisi yang relatif baru ditemukan. Keunggulannya adalah secara prosedural mudah dipelajari dan mudah untuk dilaksanakan. SGA tidak memerlukan data laboratorium untuk penentuannya. SGA ditemtukan berdasarkan riwayat medis dan pemeriksaan fisik.[13-15]

II. 2

Kerangka Teori

Penyakit kronik Penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes melitus tipe 2

Pengaruh terhadap status gizi Prevalensi malnutrisi Pemeriksaan laboratorium Food Biokimia Recall darah Method

Penilaian status gizi Pengukuran Subjective Penilaian Antropometrik Global diet BB dan IMT Assessment Anamnesa MUMC TB riwayat MAMC Pengelompokan diet TSF bahan makanan Penaksiran jumlah pangan

II. 3

Kerangka Konsep

Penyakit kronik Pengaruh terhadap status gizi Penilaian status gizi MAMC

IMT

Subjective Global Assessment

BAB III METODA PENELITIAN 1. Disain Penelitian observasional deskriptif 2. Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di RSUD Koja Tanjung Priok mulai tanggal 18 Juli 2012 sampai 28 Augustus 2012

3. Populasi dan sampel Populasi terjangkau adalah semua penderita penyakit kronik yang dirawat di ruang rawat inap Penyakit Dalam dan rawat jalan di poli Penyakit Dalam dan Instalasi Gawat Darurat RSUD Koja. Subjek penelitian adalah mereka yang termasuk ke dalam populasi terjangkau dan memenuhi kriteria penelitian. Metoda pengambilan sampel adalah dengan cara non-probability sampling yaitu consecutive sampling

4. Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi: Semua pasien rawat inap di ruang rawat inap Penyakit Dalam, penderita rawat jalan dari poli Penyakit Dalam dan yang rawat jalan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Koja dari periode waktu 18 Juli s/d 28 Augustus 2012 dengan penyakit kronik apapun juga. Kriteria eksklusi: Pasien tidak sadar Pasien menolak diperiksa status gizinya Pasien tidak bisa berbahasa indonesia Pasien menolak diambil darahnya

5. Besar sampel Penelitian ini bersifat survey, sehingga tidak memerlukan perhitungan besar sampel.

6. Identifikasi variabel a. Usia b. Jenis kelamin c. Penyakit kronik yang diderita d. IMT ( Indeks Massa Tubuh) e. MAMC ( Mid-Arm Muscle Circumference) f. SGA ( Subjective Global Assesment) 7. Batasan operasional Definisi Operasional Variabel a. Umur adalah lama hidup seseorang dalam satuan tahun yang sudah genap dijalani b. Jenis kelamin adalah sifat jasmani yang membedakan dua manusia sebagai wanita atau pria c. Penyakit kronik yang diderita adalah diderita lebih dari 2 minggu d. IMT i. Tinggi badan 1. Definisi merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal 2. Cara ukur : -Melepaskan sepatu, pakaian luar yang berat dan hiasan rambut -Berdiri menyandar pada dinding dengan cara; bagian belakang kepala, punggung, pantat, betis dan tumit segaris dengan kaki. Bagian atas dari meatus akustikus eksternal (saluran telinga) harus sejajar dengan bagian yang lebih rendah dari tulang orbita (tulang pipi) -Meminta pasien melihat kedepan

3. Alat ukur : meteran Hasil ukur dalam sentimeter (cm)

ii. Berat badan 1. Definisi berat badan adalah jumlah total dari lemak, air, otot dan mineral pada tulang

2.

Cara ukur : -Melepaskan pakaian luar (jaket, jas dll), sepatu dan perlengkapan pengukuran -Berdiri ditengah alat ukur sehingga beban tubuh dapat terdistribusi merata pada kedua kaki - Berat tercatat pada skala alat ukur lainnya yang dapat mempengaruhi

3. 4.

Alat ukur : timbangan badan Hasil ukur dalam kilogram (kg)

Pengiraan IMT : BB (kg) / TB2 (m2) e. MAMC i. Definisi : jumlah dari energi protein otot, diukur secara tidak langsung melalui pengukuran TSF (Triceps Skinfold) dan MUAC (Mid Up Arm Circumference). TSF adalah jumlah kalori yang tersimpan dalam bentuk lemak. MUAC adalah hasil pengukuran dari lingkar lengan atas.

ii. Cara mengukur MUAC Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran plastik yang tidak dapat memanjang. Pengukuran dilakukan pada titik tengah antara acromion dengan olecranon dari ulna. Untuk menentukan titik tengah, maka lengan yang tidak dominan dibengkokkan 90 pada siku dan telapak tangan dihadapkan ke badan melintasi tubuh. Tentukan letak akromion dan ulna, kemudian ukur jarak keduanya dengan menggunakan meteran. Setelah itu tentukan titik tengahnya dan tandai edngan ballpen. Setelah menandai titik tengah tersebut, tangan kiri kemudian diluruskan sehingga menggantung di samping badan dengan telapak tangan menghadap badan. Tangan dalam keadaan rileks, kepala dalam bidang Frankfurt dan kaki terbuka. Setelah itu pengukuran MUAC dilakukan dengan meteran yang telah disiapkan sebelumnya.

iii. Cara mengukur TSF Triceps skin fold yang diukur oleh pengukur yang sama dengan caliper Corona pada titik pertengahan antara akromion dengan olekranon dari lengan yang tidak dominan.

iv. Cara menghitung MAMC = MUMC (3.14 x TSF)

f. SGA Subjective Global Assesment adalah metode simpel yang digunakan untuk menilai status nutrisi seseorang dengan cara melihat riwayat medis dan pemeriksaan fisik pasien. (Lihat formulir SGA Lampiran 1)

8. Alur penelitian

9. Cara kerja Semua pasien yang dirawat di Ruang Rawat Lantai VI dan VIII penyakit Dalam RSUD, pasien rawat jalan di poli Penyakit Dalam dan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Koja didata dan dikeluarkan bila memenuhi kriteria eksklusi. Pasien diminta mengisi informed consent Pasien didata: a. Usia b. Jenis kelamin c. Penyakit kronik yang diderita Dilakukan pengukuran antropometrik, yaitu timbang berat badan, ukur Triceps skin-fold thickness (TSF), dan Mid-upper arm circumference (MUAC). d. Penimbangan berat badan bertujuan untuk menentukan kebutuhan gizi. Pasien ditimbang dengan menggunakan pakaian ringan, tanpa alas kaki. Berat badan (BB) yang digunakan adalah berat badan kering, yaitu berat badan tanpa asites. Bila ada asites ringan-sedang, BB dikurangi 5%. Bila ada asites sedang-berat, BB dikurangi 10%. e. Pengukuran TSF dilakukan pada posisi pasien berdiri tegak, lokasi pengukuran di posterior lengan atas pertengahan antara bahu dan siku, menggunakan alat ukur tricep skinfold Holstein. f. Pengukuran MUAC dilakukan pada posisi pasien berdiri tegak, lokasi pengukuran di lengan atas melingkari pertengahan antara bahu dan siku, menggunakan alat ukur sentimeter biasa. Untuk mengurangi bias pengukuran, pemeriksaan antropometri dilakukan pada kedua lengan dan diambil nilai rata-ratanya. Dari data TSF dan MUAC dihitung MAMC dengan rumus : MAMC = MUAC [3.14 x TSF (cm)]

Dinyatakan malnutrisi bila mid-arm muscle circumference (MAMC) dibawah persentil ke-15 dari tabel the United States Health and Nutrition Examination Survey I. g. Penilaian SGA dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik berdasarkan 10. Analisis data Semua data kategori disajikan dalam n (%) Semua data numerik yang berdistribusi normal disajikan dalam mean (SD), dan bila tidak berdistribusi normal disajikan dalam median

11. Masalah etika Akan dimintakan ETHICAL CLEARANCE dari Panitia Etik Penelitian Kedokteran FK Ukrida. Data rekam medik yang dipergunakan dijaga kerahasiaannya

12. Jadual penelitian


Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Minggu V Minggu VI

Proposal Sampel Penelitian Analisa Publikasi

13. Anggaran penelitian Administrasi : Registrasi : Poli Rawat Inap IGD

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA 1. Estaquio C, Castetbon K, Kesse E, Bertrais S, Deschamps V. The French National Nutrition and Health Program Score Is Associated with Nutritional Status and Risk of Major Chronic Diseases 1-3. The Journal of Nutrition 2008;138: 946-53.
2. Chronic

diseases.

World

Health

Organization.

Diambil

dari

http://www.who.int/topics/chronic_diseases/en/. Diunduh tanggal 16 Juli 2012. 3. Drescher T, Singler K, Ulrich A, Koller M, Keller U, Christ-Crain M, Kressig RW. Comparison Of Two Malnutrition Risk Screening Methods (MNA And NRS 2002) And Their Association With Markers Of Protein Malnutrition In Geriatric Hospitalized Patients. European Journal of Clinical Nutrition 2010;64:887893. 4. Rie T, Yasuo MT, Yousuke TH, Yozo T, Toshio H, Nagakatsu H, et al. Decline In Anthropomtrie Evaluation Predicts A Poor Prognosis In Geriatric Patients. Asia Pac J Clin Nutr 2012;21 (1):44-51.

LAMPIRAN: 1. Formulir isian penelian 2. Data hasil penelitian (dalam excel)

You might also like