You are on page 1of 18

PERDARAHAN INTRAKRANIAL (INTRACRANIAL HEMORRHAGE/ICH)

A. Definisi. Perdarahan intrakranial adalah perdarahan (patologis) yang terjadi di dalam kranium, yang mungkin ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral (parenkimatosa). Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain. 8-13% ICH menjadi penyebab terjadinya stroke dan kelainan dengan spectrum yang luas. Bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan subaraknoid, ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat mayor. ICH yang disertai dengan edema akan mengganggu atau mengkompresi jaringan otak sekitarnya, menyebabkan disfungsi neurologis. Perpindahan substansi parenkim otak dapat menyebabkan peningkatan ICP dan sindrom herniasi yang berpotensi fatal.

B. Epidemiologi Frekuensi

Di Amerika, insiden ICH 12-15/100.000 penduduk, termasuk 350/100.000 kejadian hypertensive hemorage pada orang dewasa. Secara keseluruhan insiden ICH menurun sejak 1950. Insiden ini lebih tinggi di Asia. Mortalitas/morbiditas Setiap tahun terdapat lebih dari 20.000 orang di Amerika meninggal karena ICH. Tingkat mortalitas ICH pada 30 hari adalah 44%. Perdarahan batang otak memiliki tingkat mortalitas 75% dalam 24 jam. Ras Tingkat insidensi tinggi pada populasi dengan frekuensi hipertensi tinggi, termasuk Afrika Amerika. Insidensi ICH juga tinggi di Cina, Jepang dan populasi Asia lainnya, hal ini mungkin disebabkan karena factor lingkungan (spt. diet kaya minyak ikan) dan/faktor genetik. Gender Berdasarkan hasil penelitian, insiden ICH lebih banyak pada pria. Cerebral amyloid angiopathy mungkin lebih banyak ditemukan pada wanita. Penggunaan phenylpropanolamine banyak dikaitkan dengan insiden ICH pada wanita muda. Usia Insiden ICH meningkat pada individu yang berusia lebih dari 55 tahun dan menjadi 2 kali lipat tiap decade hingga berusia 80 tahun. Risiko relative ICH >7x pada individu yang berusia lebih dari 70 tahun.

C. Etiologi dan Faktor Resiko Bermacam macam penyebab terjadinya perdarahan spontan pada otak dan umumnya multifaktorial. Berbagai bentuk kelainan kongenital dan yang diperoleh pada penyakit kardiovaskuler merupakan mekanisme penyebab yang paling sering, tapi struktur yang mirip dapat juga terjadi akibat komplikasi tumor otak primer dan sekunder, peradangan dan penyakit autoimmune, trauma, atau manifestasi penyakit sistemik yang menyebabkan hipertensi atau koagulopathy. Perdarahan otak juga dapat terjadi karena terapi trombolitik pada miokard infark dan cerebral infark. Oleh karena faktor-faktor penyebabnya heterogen,

pengobatannya khusus dan intervensi penyesuaiannya harus hati-hati terhadap masingmasing individu. Penyebab yang paling sering dari perdarahan non-trauma adalah hipertensi, dimana terjadi perubahan-perubahan patologi, seperti micro-aneurysma, lipohyalinosis, terutama pada arteri-arteri kecil, lemahnya dinding pembuluh darah dan cenderung pecah. Perokok, peminum alkohol, kadar serum kolesterol juga mempengaruhi terjadinya perdarahan otak. Resiko perdarahan 2,5 kali lebih tinggi pada perokok. Resiko perdarahan bertambah pada peminum alkohol. Serum kolesterol yang rendah dibawah 160mg/dl, berhubungan dengan meningkatnya resiko perdarahan pada laki-laki Jepang. Sedangkan pemakaian Aspirin dengan terjadinya perdarahan dalam otak masih kontroversi. Dalam penelitian dimana penggunaan Aspirin dosis rendah (325mg/hari) terhadap plasebo pada pencegahan primer penyakit jantung, diperoleh hasil signifikan bertambah resiko perdarahan pada group Aspirin. Penyebab perdarahan dalam otak yang non hipertensi antara lain: Kelainan pembuluh darah yang kecil seperti angioma, biasanya lokasi perdarahannya lobar. Umumnya terjadi pada usia muda. Lokasi perdarahan biasanya superfisial. Obat-obat symptomatik. Perdarahan dalam otak berhubungan dengan penggunaan amphetamine. Penggunaan obat ini kebanyakan secara intra vena, juga dilaporkan dengan intra nasal atau oral. Lokasi perdarahan kebanyakan luas. Efeknya karena

tekanan darah meninggi (50% dari kasus) atau perubahan histologis pembuluh darah seperti arteritis, mirip, periarteritis nodosa. Ini oleh karena efek toksik dari obat tersebut. Pada angiography dijumpai multiple area dari fokal arteri stenosis atau konstriksi dengan ukuran sedang pada arteri besar intra kranial. Ini bersifat reversible dan akan hilang dengan berhentinya penyalah gunaan obat ini. Cerebral amyloid angiopathy atau congophilic angiopathy merupakan bentuk yang unik dan pada angiography khas adanya penumpukan/deposit amyloid pada bagian media dan adventitia dengan ukuran sedang dan kecil dari arteri cortical dan leptomeningeal. Deposit pada dinding arteri cenderung menyebabkan penyumbatan pada lumen arteri karena penebalan dasar membran, fragmentasi dari lamina interna elastik dan hilangnya sel-sel endothel. Juga terjadi nekrosis fibrinoid pada pembuluh darah. Keadaan ini tidak berhubungan dengan amyloidosis vascular sistemik. Cerebral amyloid

angiopathy berhubungan dengan dementia senilis yang progressive. Biasanya terjadi pada usia yang lebih lanjut dan jarang berhubungan dengan hipertensi. Tumor intrakranial (jarang terjadi perdarahan pada tumor otak; dijumpai sekitar 610%). Yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor ganas, baik primer ataupun metastase; jarang pada meningioma atau oligodendroma. Tumor ganas primer pada otak yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu glioblastoma multiform, lokasi perdarahan umumnya deep cortical seperti basal ganglia, corpus callosum. Tumor metastase yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor sel germinal, sekitar 60% dan lokasi perdarahan umumnya sucortical. Anti koagulan. Pemakaian obat oral antikoagulan yang lama dengan warfarin sering menyebabkan perdarahan otak; dijumpai sekitar 9% dari kasus. Resiko terjadinya perdarahan dengan pemakaian antikoagulan oral dalam jangka panjang, 8-11 kali dibandingkan dengan yang tidak menggunakan obat tersebut pada usia yang sama. Lokasi perdarahan paling sering pada serebellum. Mekanisme terjadinya perdarahan ini masih belum diketahui. Agen fibrinolitik. Ini termasuk Streptokinase, Urokinase dan tissue type plasminogen aktivator (tPA) yang digunakan dalam pengobatan coronary, arteri dan venous trombosis. Kemampuan obat-obat ini yaitu menghancurkan klot dan relatif menurunkan tingkatan sistemik hipofibrinogenemia, sehingga sangat ideal dalam pengobatan trombosis akut. Komplikasi utama, walaupun jarang, adalah perdarahan intraserebral. Dijumpai 0,4%-1,3% penderita dengan miokard infark yang diobati dengan tPA. Perdarahan yang cenderung terjadi setelah pemberian tPA 40% sewaktu dalam pemberian infus, 25% terjadai dalam 24 jam setelah pemberian. 70-90% lokasi perdarahan lobar, 30% perdarahannya multiple dan mortality 40-65%. Mekanisme terjadinya perdarahan ini masih belum diketahui. Vaskulitis. Vaskulitis serebri dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan infark serebri, serta jarang menimbulkan perdarahan intraserebral. Proses radang umumnya terjadi dalam lapisan media dan adventitia, serta pada pembuluh darah arteri dan vena dengan ukuran kecil dan sedang. Biasanya berhubungan dengan pembentukan mikroaneurysma. Gejalanya sakit kepala kronis, penurunan kesadaran atau kognitif yang progresif, kejang-

kejang, infark serebri yang recurrent. Diagnosanya berupa limpositik CSF pleocytosis dengan protein yang tinggi. Lokasi perdarahan umumnya lobar.

Possible causes are as follows:


Hypertension[4] Arteriovenous malformation Aneurysmal rupture Cerebral amyloid angiopathy Intracranial neoplasm Coagulopathy Hemorrhagic transformation of an ischemic infarct Cerebral venous thrombosis Sympathomimetic drug abuse Moyamoya Sickle cell disease Eclampsia or postpartum vasculopathy Infection Vasculitis Neonatal intraventricular hemorrhage Trauma

D. Patofisiologi Perdarahan ini berhubungan dengan luasnya kerusakan jaringan otak. Massa perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi langsung terhadap jaringan otak sekitarnya. Volume perdarahan menyebabkan tekanan dalam otak meninggi dan mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta drainage pembuluh darah. Perubahan pembuluh darah ini lebih nyata/berat pada daerah perdarahan karena efek mekanik langsung menyebabkan iskhemik dan buruknya perfusi sehingga terjadi kerusakan sel-sel otak. Volume perdarahan merupakan hal yang paling menentukan dari hasil akhirnya. Hal lain yang paling menentukan yaitu status neurologis dan volume darah didalam ventrikel. Volume darah lebih dari 60 ml, mortalitasnya 93% bila lokasinya deep subcortical dan 71 % bila lokasinya lobarsuperfisial. Untuk perdarahan cerebellum, bila volumenya 30-60 ml, 75% fatal; pada perdarahan didaerah pons lebih dari 5ml, fatal. Bagaimanapun kerusakan jaringan otak dan perubahan-perubahan karena perdarahan didalam otak tidak statis. Volume hematome selalu progressive. Dalam satu jam setelah kejadian, volume darah akan

bertambah pada 25% penderita; sekitar 10% dari semua penderita volumenya bertambah setelah 20 jam. Pada CT Scan tampak daerah hipodense disekitar hematome, ini disebabkan karena extravasasi serum dari hematome tersebut.

E. Klasifikasi perdarahan intracranial akibat trauma kapitis dan manifestasi Klinis. 1. Perdarahan subdural Perdarahan subdural mungkin sekali selalu disebabkan oleh trauma kapitis walaupun mungkin traumanya tak berarti (trauma pada orang tua) sehingga tidak terungkap oleh anamnesis. Yang sering berdarah ialah bridging veins, karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas hemisferium dan sebagian di daerah temporal sesuai dengan bridging veins. Karena perdarahan subdural sering oleh perdarahan vena, maka darah yang terkumpul berjumlah hanya 100 sampai 200 cc saja. Keluhan bisa timbul langsung setelah hematom subdural terjadi atau jauh setelah mengidap trauma kapitis. Masa tanpa keluhan itu dinamakan latent interval dan bisa berlangsung berminggu-minggu sampai lebih dari dua tahun. Namun demikian latent interval itu bukannya berarti bahwa si penderita sama sekali bebas dari keluhan. Sebenarnya dalam latent interval kebanyakan penderita hematoma subdural mengeluh tentang sakit kepala atau pening. Tetapi apabila disamping itu timbul gejala-gejala yang mencerminkan adanya proses peningkatan ICP, baru pada saat itulah terhitung mula tibanya manifestasi hematom subdural. Gejala-gejala tersebut bias berupa kesadaran yang menurun, organic brain syndrome, hemiparesis ringan, hemihipestesia, adakalanya epilepsy fokal dengan adanya tanda-tanda papiledema. 2. Perdarahan intraserebral Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Perdarahan semacam itu sering terdapat di lobus frontalis dan temporalis. Yang tersebut belakangan berkorelasi dengan dampak pada oksiput dan yang pertama berasosiasi dengan pukulan dari samping. Kebanyakan perdarahan dari intra lobus temporalis justru ditemmukan pada sisi lateral.

Jika penderita dengan perdarahan intra serebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologic sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena. 3. Perdarahan epidural Akibat trauma krapitis tengkorak bisa retak. Fraktur yang paling ringan ialah fraktur linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio). Pada perdarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur linear ataupun stelata, manifestasi neurologic akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis. Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran yang menurun secara progresif. Pupil pada sisi perdarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian menjadi lebar dan tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya. Inilah tanda bahwa herniasi tentorial sudah parah. Gejalagejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan tahap-tahap disfungsi retrokaudal batang otak. Pada tahap kesadaran sebelun stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparesis atau seranagan epilepsi fokal. Hanya dekompresi yang bisa menyelamatkan keadaan.

F. Presentasi (dari riwayat dan MK) Onset dari simptom dari ICH biasanya saat aktivitas di siang hari, dengan perkembangan progresif ( dari menit-jam) dari beberapa hal dibawah ini : Perubahan pada tingkat kesadaran (50%) Mual dan muntah (40-50%) Sakit kepala (40%) Kejang (6-7%) Deficit neurologi fokal

Perdarahan lobar karena amyloid angiopathy dapat menyebabkan simptom prodromal dari baal fokal, kesemutan atau kelemahan. Riwayat hipertensi, trauma, penyalah gunaan obat atau perdarahan diathesis mungkin dialami.

Manifestasi Klinik dari ICH ditentukan oleh ukuran dan lokasi dari perdarahan, tetapi dapat meliputi beberapa gejala dibawah ini : Hipertensi, demam, atau aritmia Kaku kuduk Perdarahan subhyaloid retina Perubahan tingkat kesadaran Anisocoria (ukuran kedua pupil tidak sama) Difisit neurologis fokal o Putamen hemiparesis kontralateral, kehilangan sensoris kontralateral, paresis tatapan konjugat kontralateral, afasia (gangguan bahasa), hemianopia

homonymous (pada ophthalmology berkenaan dengan setengah bagian vertical lapang pandang kedua mata yang bersesuaian, i.e., lapang pandang kanan(bag nasal mata kiri, temporal kanan) dan lapang pandang kiri (bag temporal mata kiri, nasal kanan)), neglect ( hemispasial n = kegagalan untuk berespon terhadap suatu stimulus pada satu sisi, biasanya berlawanan dengan sisi lokasi lesi pada hemisfer serebral), atau apraxia. o Thalamus kehilangan sensoris kontralateral, hemiparesis kontralateral, paresis pandangan, hemianopia homonimus, miosis, aphasia atau kebingungan (confusion) o Lobar hemiparesis kontralateral atau kehilangan sensoris, paresis pandangan konjugat kontralateral, abulia, aphasia, neglect, atau apraxia o Nukleus Caudatus hemiparesis kontralateral, paresis pandangan konjugat kontralateral, atau confusion o Batang otak quadriparesis, kelemahan fasial, penurnan level kesadaran, paresis pandagan, bobbing ocular, miosis, atau ketidakseimbangan autonomy o Cerebellum Ataxia, biasanya dimulai dari tungkai, kelemahan fasial ipsilateral, kehilangan pendengaran ipsilateral, paresis pandangan, deviasi tidak simetris, atau penurunan tingkat kesadaran

G. Diagnosis banding

Differential Diagnoses

Acute Stroke Management Amyloid Angiopathy Anisocoria Arteriovenous Malformations Blood Dyscrasias and Stroke Cardioembolic Stroke Cerebellar Hemorrhage Cerebral Aneurysms Cerebral Venous Thrombosis CNS Melanoma Cocaine Dissection Syndromes Epidural Hematoma Head Injury Herpes Simplex Encephalitis Hydrocephalus Lumbar Puncture (CSF Examination) Magnetic Resonance Imaging in Acute Stroke Moyamoya Disease Neonatal Injuries in Child Abuse Neurological Sequelae of Infectious Endocarditis Posttraumatic Epilepsy Reperfusion Injury in Stroke Status Epilepticus Stroke Anticoagulation and Prophylaxis Subarachnoid Hemorrhage Subdural Empyema Subdural Hematoma Thrombolytic Therapy in Stroke Vein of Galen Malformation

H. Diagnosis

Laboratory Studies

Complete blood count (CBC) with platelets: Monitor for infection and assess hematocrit and platelet count to identify hemorrhagic risk and complications. Prothrombin time (PT)/activated partial thromboplastin time (aPTT): Identify a coagulopathy. Serum chemistries including electrolytes and osmolarity: Assess for metabolic derangements, such as hyponatremia, and monitor osmolarity for guidance of osmotic diuresis.

Toxicology screen and serum alcohol level if illicit drug use or excessive alcohol intake is suspected: Identify exogenous toxins that can cause intracerebral hemorrhage. Screening for hematologic, infectious, and vasculitic etiologies in select patients: Selective testing for more uncommon causes of intracerebral hemorrhage.

Imaging Studies
Parenchymal imaging

CT scan
o

CT scan readily demonstrates acute hemorrhage as hyperdense signal intensity (see image below). Multifocal hemorrhages at the frontal, temporal, or occipital poles

o o o

suggest a traumatic etiology. Intracranial hemorrhage. CT scan of right frontal intracerebral hemorrhage complicating thrombolysis of an ischemic stroke. Hematoma volume in cubic centimeters can be approximated by a modified ellipsoid equation: (A x B x C)/2, where A, B, and C represent the longest linear dimensions in centimeters of the hematoma in each orthogonal plane. Perihematomal edema and displacement of tissue with herniation also can be appreciated. Iodinated contrast may be injected to increase screening yield for underlying tumor or vascular malformation. CT angiography "spot sign" may be used to predict growth of intracerebral hematomas.[5] The MRI appearance of hemorrhage on conventional T1 and T2 sequences evolves over time because of chemical and physical changes within and around the hematoma (see Table 1 below). Conventional T1 and T2 sequences are not highly sensitive to hemorrhage in the first few hours, but newer gradient refocused echo sequences appear to be able to detect intracerebral hemorrhage reliably within the first 1-2 hours of onset (see following

MRI
o

images). Intracranial hemorrhage. Fluid-attenuated inversion-recovery, T2-weighted, and gradient echo MRI illustration of intracerebral

hemorrhage associated with a right frontal arteriovenous malformation.

o o o

Intracranial hemorrhage. Fluid-attenuated inversionrecovery, T2-weighted, and gradient echo MRI depiction of left temporal intracranial hemorrhage due to sickle cell disease. AVMs and cavernous angiomas may be identified by the presence of multiple flow voids adjacent to the hematoma. Paramagnetic contrast may be injected to increase screening yield for underlying tumor or vascular malformation. Gradient echo sequences may reveal multiple foci of hypointensity attributable to hemosiderin deposition from prior silent cerebral microbleeds. A multilobar distribution of hypointense foci on gradient echo imaging may provide supportive evidence of cerebral amyloid angiopathy, while multiple deep foci may suggest an underlying hypertensive arteriopathy. MRI studies incorporating gradient echo or susceptibility-weighted sequences may be used as the sole imaging modality for patients with acute stroke, readily identifying intracranial hemorrhage. Permeability techniques, including use of source perfusion imaging data, may be used to detect blood-brain derangements that precede hemorrhagic transformation after

thrombolysis.[6] This MRI reveals petechial intracerebral hemorrhage (ICH) due to cerebral venous thrombosis.

This MRI reveals hemorrhagic transformation of an

ischemic infarct. This CT scan and MRI revealed midbrain intracerebral hemorrhage (ICH) and intraventricular hemorrhage (IVH) associated with a cavernous angioma.

Table 1. MRI Appearance of Intracerebral Hemorrhage (Open Table in a new window)


Phase Hyperacute Acute Time Hemoglobin T1 T2 < 24 hours Oxyhemoglobin (intracellular) Iso or hypo Hyper 1-3 days Deoxyhemoglobin (intracellular) Iso or hypo Hypo

Early subacute >3 days Late subacute >7 days Chronic >14 days

Methemoglobin Methemoglobin (extracellular) Hemosiderin (extracellular)

Hyper Hypo Hyper Hyper Iso or hypo Hypo

Vessel imaging o CT angiography permits screening of large and medium-sized vessels for AVMs, vasculitis, and other arteriopathies. o MR angiography permits screening of large and medium-sized vessels for AVMs, vasculitis, and other arteriopathies. o Conventional catheter angiography definitively assesses large, medium-sized, and sizable small vessels for AVMs, vasculitis, and other arteriopathies. o Consider catheter angiography for young patients, patients with lobar hemorrhage, patients without a history of hypertension, and patients without a clear cause of hemorrhage who are surgical candidates. Angiography may be deferred for older patients with suspected hypertensive intracerebral hemorrhage and patients who do not have any structural abnormalities on CT scan or MRI. o Timing of angiography depends on clinical status and neurosurgical considerations.

Other Tests
ECG frequently identifies cerebrum-induced dysrhythmia or cardiac injury.

Procedures

Lumbar puncture in the setting of IVH may reveal xanthochromia and a biochemical profile similar to that observed in subarachnoid hemorrhage. Ventriculostomy allows for external ventricular drainage in patients with intraventricular extension of blood products. Intraventricular administration of thrombolytics may assist clot removal. Endoscopic hematoma evacuation may be a promising ultra-early stage treatment for intracerebral hemorrhage that improves long-term prognosis.[7]

Histologic Findings

Gross examination reveals focal accumulation of blood with adjacent destruction of parenchyma. Microscopically, bleeding sites appear as round collections of platelets surrounded by fibrin. Charcot-Bouchard microaneurysms may be seen at bifurcations of distal lateral lenticulostriate vessels in hypertensive intracerebral hemorrhage. Lobar hemorrhages of cerebral amyloid angiopathy may reveal pathological deposition of betaamyloid protein within the media of small cortical and meningeal vessels.

Staging
Table 2. Grading of Subependymal Hemorrhage (Open Table in a new window)

Grade I II III IV

Hemorrhage Location Subependymal hemorrhage Intraventricular hemorrhage without ventriculomegaly Intraventricular hemorrhage with ventriculomegaly Intraventricular hemorrhage with parenchymal hemorrhage

I.

Pengobatan

Medical Care
Medical therapy of intracranial hemorrhage is principally focused on adjunctive measures to minimize injury and to stabilize individuals in the perioperative phase. Recent clinical trial data suggests that treatment with recombinant factor VIIa (rFVIIa) within 4 hours after the onset of intracerebral hemorrhage limits the growth of the hematoma, reduces mortality, and improves functional outcomes at 90 days.[8] However, further study of this medication in a broader cohort did not result in improved clinical outcomes. This intervention may also result in a small increase in the frequency of thromboembolic adverse events. The early use of rFVIIa in patients with head injury without systemic coagulopathy may reduce the occurrence of enlargement of contusions, the requirement of further operation, and adverse outcome.[9]

Perform endotracheal intubation for patients with decreased level of consciousness and poor airway protection. Cautiously lower blood pressure to a mean arterial pressure (MAP) less than 130 mm Hg, but avoid excessive hypotension. Early treatment in patients presenting with spontaneous intracerebral hemorrhage is important as it may decrease hematoma enlargement and lead to better neurologic outcome.[10] Rapidly stabilize vital signs, and simultaneously acquire emergent CT scan. Intubate and hyperventilate if intracranial pressure is increased; initiate administration of mannitol for further control. Maintain euvolemia, using normotonic rather than hypotonic fluids, to maintain brain perfusion without exacerbating brain edema. Avoid hyperthermia. Correct any identifiable coagulopathy with fresh frozen plasma, vitamin K, protamine, or platelet transfusions. Initiate fosphenytoin or other anticonvulsant definitely for seizure activity or lobar hemorrhage, and optionally in other patients. Facilitate transfer to the operating room or ICU. While reducing SBP with intravenous nicardipine hydrochloride does not significantly reduce hematoma expansion in patients with ICH, the Antihypertensive Treatment of Acute Cerebral Hemorrhage study supports further studies to evaluate the efficacy of aggressive pharmacologic SBP reduction.[11]

Surgical Care

Consider nonsurgical management for patients with minimal neurological deficits or with intracerebral hemorrhage volumes less than 10 mL. Consider surgery for patients with cerebellar hemorrhage greater than 3 cm, for patients with intracerebral hemorrhage associated with a structural vascular lesion, and for young patients with lobar hemorrhage. The common hypertensive hemorrhages in the basal ganglia have not been shown clearly to benefit from surgery, although case series with favorable outcomes after stereotactic needle evacuation or endoscopic drainage have been reported. In the past, standard craniotomy with evacuation of the hematoma did not appear to improve outcomes. Other surgical considerations include the following: o Clinical course and timing o Patient's age and comorbid conditions o Etiology o Location of the hematoma o Mass effect and drainage patterns Surgical approaches include the following: o Craniotomy and clot evacuation under direct visual guidance o Stereotactic aspiration with thrombolytic agents o Endoscopic evacuation

Consultations

Neurosurgeon Neurologist Interventional neuroradiologist Rehabilitation specialist

Diet

Employ aspiration precautions and obtain evaluation of patient's swallowing. Initiate enteral feedings as soon as possible. The patient may require placement of a nasogastric tube or percutaneous device.

Activity

Maintain bedrest during the first 24 hours. Follow with progressive increase in activity. Avoid strenuous exertion.

Secara konservatif Tekanan darah diusahakan stabil dan terkontrol agar levelnya relatif tinggi pada penderita perdarahan otak. Harus dihindari penurunan yang berlebihan karena dapat menurunkan perfusi jaringan otak.

Pemberian osmotik diuretik dikombinasi dengan beta adrenergik blocker digunakan untuk kontrol tekanan darah dan membantu mengurangi tekanan dalam otak atau intra cranial pressure. Hiperventilasi atau barbiturat dapat juga digunakan, walaupun kurang efektif. Hiperventilasi efeknya sementara sedangkan barbiturat mengurangi fungsi neurologis; keduanya ini cenderung menyebabkan hipotensi. Kortikosteroid masih digunakan oleh beberapa klinikus dimana bertujuan menurunkan tekanan intra kranial dengan kontrol edema ;walaupun pada percobaan klinis obat ini tidak efektif dan menambah resiko terjadinya komplikasi. Intervensi dengan tindakan operasi Intervensi ini termasuk pemasangan monitoring tekanan intra kranial pada penderita dengan perdarahan yang luas atau dilakukan ventrikulostomy bila terjadi obstruksi hidrocephalus. Tindakan dekompresi terhadap hematoma masih kontroversi kecuali digunakan sebagai ukuran live-saving. Paling sedikit kontroversi indikasi terhadap tindakan dekompresi hematoma yaitu perdarahan cerebellum dengan diameter lebih dari 3cm atau menyebabkan kompresi batang otak. Terhadap semua kasus perdarahan intra kranial , keputusan untuk melakukan tindakan intervensi dekompresi pada dasarnya terletak pada ukuran dan lokasi perdarahan,penyebabnya dan kondisi neurologisnya. Tehnik operasi untuk dekompresi hematoma telah dilakukan bertahun-tahun dan memberikan berbagai pilihan terhadap tipe yang berbeda dari perdarahan intra cranial. Craniotomi dan dekompresi lebih sering digunakan untuk perdarahan cortical atau lobarlsuperfisial. Stereotactic tehnik lebih sering dipakai pada lokasi hematoma yang dalam (deep subcortical). Tehnik invasi ini sangat minimal. Secara keseluruhan walaupun banyak percabaan klinis dengan evakuasi perdarahan otak,tidak ada evakuasi yang tepat terhadap perkiraan hasil akhir dari efek ini.

Medication Summary
Antihypertensive agents reduce blood pressure to prevent exacerbation of intracerebral hemorrhage. Osmotic diuretics, such as mannitol, may be used to decrease intracranial pressure. As hyperthermia may exacerbate neurological injury, acetaminophen may be given to reduce fever and to relieve headache. Anticonvulsants are used routinely to avoid seizures that may be induced by cortical damage. Vitamin K and protamine may be used to restore normal coagulation parameters. Antacids are used to prevent gastric ulcers associated with intracerebral hemorrhage.

Accumulating data suggest that statins have neuroprotective effects; however, their association with intracerebral hemorrhage outcome has been inconsistent.[12] Antecedent use of statins prior to intracerebral hemorrhage is associated with favorable outcome and reduced mortality after intracerebral hemorrhage. This phenomenon appears to be a class effect of statins.

Antihypertensive agents
Class Summary
These agents reduce blood pressure to prevent exacerbation of intracerebral hemorrhage. View full drug information

Labetalol (Normodyne, Trandate)


Antagonizes adrenergic receptors, thereby reducing blood pressure. View full drug information

Nicardipine (Cardene, Cardene SR)


Calcium channel blocker. Potent rapid onset of action, ease of titration, and lack of toxic metabolites. Effective but limited reported experience in hypertensive encephalopathy.

Osmotic diuretics
Class Summary
Osmotic diuretics reverse pressure gradient across the blood-brain barrier, reducing intracranial pressure. View full drug information

Mannitol (Osmitrol, Resectisol)


Reduces cerebral edema with help of osmotic forces and decreases blood viscosity, resulting in reflex vasoconstriction and lowering of intracranial pressure.

Antipyretics, analgesics
Class Summary
These agents reduce fever and relieve pain. View full drug information

Acetaminophen (Tylenol, Feverall, Aspirin Free Anacin)


Reduces fever, maintains normothermia, and reduces headache.

Anticonvulsants
Class Summary
These agents reduce the frequency of seizures and provide seizure prophylaxis. View full drug information

Fosphenytoin (Cerebyx)
Diphosphate ester salt of phenytoin that acts as water-soluble prodrug of phenytoin. Following administration, plasma esterases convert fosphenytoin to phosphate, formaldehyde, and phenytoin. Phenytoin in turn stabilizes neuronal membranes and decreases seizure activity. To avoid need to perform molecular weight-based adjustments when converting between fosphenytoin and phenytoin sodium doses, express dose as phenytoin sodium equivalents (PE). Although can be administered IV and IM, IV route is route of choice and should be used in emergency situations. Concomitant administration of IV benzodiazepine usually necessary to control status epilepticus. Full antiepileptic effect of phenytoin, whether given as fosphenytoin or parenteral phenytoin, not immediate.

Antidotes
Class Summary
This agent reverses some coagulopathies or bleeding diatheses. View full drug information

Phytonadione; vitamin K (Konakion, Mephyton, AquaMEPHYTON)


Promotes hepatic synthesis of clotting factors that inhibit warfarin effects. View full drug information

Protamine
Forms a salt with heparin and neutralizes its effects.

Antacids

Class Summary
These agents provide prophylaxis of gastric ulcers. View full drug information

Famotidine (Pepcid)
Minimizes development of gastric ulcers. Competitively inhibits histamine at H2 receptor of gastric parietal cells, resulting in reduced gastric acid secretion, gastric volume, and hydrogen concentration.

J.

Kesimpulan Perdarahan dalam otak merupakan suatu kelainan yang menyebabkan ketidak mampuan yang berat terhadap penderita dan mempunyai mortality yang tinggi. Ini berhubungan dengan efek massa darah itu sendiri. Tindakan dekompresi dan evakuasi hematoma sangat efektif dengan arti mengurangi massa dengan cepat dan kemungkinan besar terjadi perbaikan. Manfaat dan komplikasi dari prosedure ini sendiri belum dipelajari secara cukup adequat untuk memberikan suatu kesimpulan terhadap kegunaan suatu operasi.

You might also like